Loading
78

3

13

Genre : Romance
Penulis : Fitri Djanurbiru
Bab : 30
Dibuat : 07 Januari 2022
Pembaca : 17
Nama : Fitri Djanurbiru
Buku : 1

SEKUTU KEHIDUPAN

Sinopsis

Rubi, perempuan lajang 25 tahun. Dia menjalani problematika kehidupan bersama ibu dan pamannya. Berjuang untuk kesembuhan ibunya dengan pamannya sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Kesempatannya menjadi pendonor organ untuk ibunya ternyata kandas karena dilemma cinta kasih Sang Ibu. Suatu saat Rubi mengalami kecelakaan yang hampir merenggut jiwanya. Perjuangannya untuk bangkit dari kematian membuahkan kesempatan kedua, namun kemudian justru menempatkannya dalam permasalahan baru yang tidak kalah pelik. Dia dihadapkan pada kondisi percintaan yang rumit, pertemuannya dengan seorang CEO perusahaan besar mengawali perjuangan barunya dalam berjalan meniti kisahnya yang penuh liku-liku dan resiko kekecewaan yang dalam. Novel ini menceritakan tentang perjuangan cinta 4 orang anak muda. Pada awalnya mereka tidak ada niatan untuk hidup bersama, namun pada akhirnya mereka harus mengalahkan egonya karena tak ada pilihan lain selain bersekutu dalam kehidupan. Benarkah cinta dapat tumbuh ditengah intrik ego dan kekuasaan?
Tags :
#inspirasi#kerjasama#Temanhidup#cinta#kasihsayang#keluarga

BAB 1: KEBANGKITAN

8 1

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41
-Kelompok 6 / Lentera Sastra
-Jumlah kata: 495 kata

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN
Penulis: Fitri Djanurbiru


Bab 1: Kebangkitan

“Paman …, Pa ….” Rubi tersentak kaget dalam kondisi tangan yang masih terangkat. Kerongkongannya tercekat ketika mengetahui Riko berjalan menembusnya. Tubuhnya bergetar hebat, lututnya terasa ngilu seolah tak mampu lagi menahan berat badannya. Peluh menetes deras merembes melalui pori-pori kulit hingga mengalir membasahi keningnya. 

Rubi berusaha untuk mengendalikan diri agar dia mampu untuk menguasai dirinya kembali. Butuh energi yang luar biasa baginya untuk mampu menggerakkan tubuhnya kembali. Rubi mencoba untuk membalikkan tubuhnya 180 derajat agar bisa melihat pamannya. 

Dengan perjuangan yang luar biasa akhirnya Rubi mampu berjalan tertatih menyeret kakinya untuk bisa menghampiri Riko yang semakin lama  semakin menjauh darinya. Tenggorokannya mengering hingga dia tak mampu untuk memanggil pamannya ketika pintu ruangan itu tertutup.

Rubi terjatuh karena kini energinya habis, kakinya tak lagi mampu menjaga tubuhnya agar tetap berdiri. Dalam kebingungan untuk mencerna apa yang baru saja terjadi, langkah Rubi terhenti ketika melihat seorang kakek tua yang sedari tadi memandanginya dengan ekspresi aneh. Setelah beberapa saat mata mereka saling menatap satu sama lain, kakek tua itu mulai berbicara.

“Rubi …, ikutlah denganku, ibumu sudah menunggu.” 

Belum sempat Rubi memahami apa yang dimaksud, kini ia sudah berada di dalam ruangan yang tampak seperti rumah sakit. Beberapa orang memakai pakaian pasien sedang berbaring di atas ranjang. Bau obat-obatan yang menyengat bercampur dengan bau anyir yang berasal dari darah segar yang mengalir dari beberapa pasien.

Suara monitor yang saling bersahutan dengan suara dokter yang entah apa yang mereka teriakkan pada perawat yang ada di sana. 
Suara jeritan dari beberapa orang yang berbaring di atas ranjang, disambut dengan teriakan panik dari para perawat ketika mereka memanggil dokter agar segera melihat kondisi pasien yang terlihat gawat. Suasana yang ada di sana sangat mencekam, hampir tidak ada senyum yang tampak di bibir orang-orang yang berada disana. Yang ada hanya raut kesakitan yang luar biasa, raut kesedihan, penyesalan, harapan dan raut kelegaan para petugas kesehatan ketika pasien berhasil melewati masa kritisnya.

“Ibu …?” Mata Rubi terpaku pada sosok perempuan paruh baya yang sedang menangis pilu. 
Perempuan paruh baya itu terduduk lemas di lantai rumah sakit yang dingin, sambil meraung penuh kepedihan. Tangan kirinya menghujam ke lantai dengan kuat, agar bisa menopang tubuhnya yang kini mulai condong ke depan seolah akan roboh. Sementara tangan kanannya memegang dada sebelah kirinya, sambil sesekali menepuknya agak keras seolah ingin mengendalikan detak jantung yang ada di dalam rongga dadanya. 

Air mata membanjiri wajah tuanya, tangisannya menggambarkan kepiluan yang luar biasa. Rasa putus asa dan harapan bersatu padu dalam tangisannya.
Terlihat dokter dan perawat sedang berusaha untuk membuat seseorang kembali hidup setelah bunyi “tit” panjang terdengar di layar monitor. Teriakan dokter kepada perawat terdengar samar di telinga Rubi.

Aliran darah dalam tubuh Rubi seketika berhenti ketika sesuatu yang berada jauh di dalam dada kirinya berhenti berdetak. Ketika dia berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa, kini dia juga  merasakan sesak saat paru-parunya mulai menolak untuk menghirup oksigen. Seolah kini kedua organ tubuhnya itu mulai menyerah dan memutuskan untuk pensiun setelah 25 tahun melakukan rutinitas yang sama setiap hari.

user

10 January 2022 07:52 a Awal yang mengejutkan, semoga penuh kejutan di sepanjang cerita

BAB 1: KEBANGKITAN (Lanjutan)

8 1

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 486 kata

 

Judul: Sekutu Kehidupan

Penulis: Fitriana / Fitri Djanurbiru

 

Di tengah ketidak-berdayaan, Rubi berusaha untuk meminta pertolongan dengan melambaikan tangan kanannya, sementara tangan kiri berusaha untuk menopang tubuhnya agar tetap bisa duduk. Tidak ada satupun orang yang menyadari keberadaannya apalagi untuk memberikan pertolongan.

Rasa takut dan putus asa mulai memenuhi hati dan pikirannya. Kini Rubi mulai tak mampu bergerak sedikitpun, tubuhnya tertidur di dinginnya lantai IGD rumah sakit, bau obat-obatan dan desinfektan semakin tercium jelas di hidungnya. Ia sekarat karena jantung dan paru-parunya mulai berhenti beraktifitas.

Dalam kesendiriannya dalam menghadapi rasa sakit, Rubi berharap ini semua adalah mimpi yang akan menghilang ketika ia terbangun. Namun rasa sakit ini terasa sangat nyata, Rubi takut kalau ini bukanlah mimpi, takut kalau ia akan benar-benar meninggal tanpa sempat berpamitan kepada ibu dan pamannya. Masih banyak hal yang ingin dia lakukan.

Cita-cita dari seorang anak yang ingin menemani ibunya ketika sudah mulai tua dan ringkih terbayang di pelupuk matanya. Rubi masih ingin melihat senyum indah paman, teman sekaligus sekutu dalam mengarungi kehidupan. Semenjak kehilangan seorang ayah, pamannya adalah orang yang berjuang bersamanya untuk menjaga ibunya, tumbuh besar dan belajar bersama, menyelesaikan segala permasalahan bersama.

Hingga nanti dia bisa melihat paman yang dia sayangi menemukan cinta sejatinya dan menikah. Tentu skala prioritas akan berubah ketika pamannya sudah menikah, namun Rubi akan sangat bahagia jika paman sekaligus temannya itu menemukan cinta sejati dan sekutu kehidupan yang bisa menemani dan berjuang bersamanya dalam kondisi apapun.

Rubi menyadari, banyak hal yang dia dan pamannya tidak bisa bicarakan, meskipun mereka adalah teman yang kompak, tetap ada batasan yang tidak bisa mereka lewati. Rubi sadar kalau pamannya butuh pasangan hidup dan melakukan hal yang tidak bisa di lakukannya bersama Rubi.

Butuh sekutu dalam mengarungi kehidupan, entah itu pekerjaan, keluarga, dan pasangan. Rubi menyadari dia dan pamannya belum memiliki sekutu dalam cinta, oleh karena itu Rubi tidak ingin meninggal sekarang. Dia masih ingin melihat pamannya menemukan sekutunya dalam cinta.

Bayangan ketika Rubi menggendong manusia mungil anak dari pamannya kelak, semua peristiwa itu terbayang jelas di pelupuk mata Rubi, tak ubahnya seperti film yang sedang diputar di mana Rubi melihat dirinya tertawa penuh kebahagiaan sembari menyaksikan orang-orang yang dia cintai tersenyum bahagia karena telah menemukan sekutu dan teman hidup yang mereka butuhkan.

Tubuhnya kini sudah tak bergerak sedikitpun, hanya kelopak matanya saja yang mampu Rubi gerakkan. Air matanya mengalir deras di tengah hingar bingar ruangan gawat darurat. Rubi tidak mampu mendengar suara apapun di telinganya. Bersamaan dengan itu, tubuh Rubi perlahan mulai menghilang.  Rubi menatap Ibunya yang sedang menangis pilu tepat di samping ranjang di mana Rubi melihat jasadnya terbaring.

“ Gen Rubi  saya nyatakan meninggal dunia tepat pukul 10.00.” Ujar dokter.

Rubi menyadari bahwa ia benar-benar sudah meninggal, Rubi hanya mampu menangis dalam diam. Samar-samar Rubi melihat kakek tua yang tadi berada di perusahaan mendekatinya, kakek itu mengangkat dan membaringkannya tepat di atas ranjang tempat jasadnya terbaring.

“Ibu …, Bu …,” Ucap Rubi lirih. Rubi sadar bahwa ia masih hidup ketika ibunya melihatnya dan memeluk tubuhnya.

 

 

user

10 January 2022 07:57 a Wow, masih mengejutkan...

BAB 2: KECELAKAAN

7 1

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 610 kata

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 2: KECELAKAAN

Seminggu sebelum keajaiban itu terjadi, Rubi berbincang ringan dengan pamannya di meja taman belakang rumahnya.

Bie ….” Panggil Riko pada Rubi yang terlihat sedang sibuk di depan laptopnya. “Bie” adalah sapaan sayang Riko pada keponakannya itu. Entah sejak kapan Riko memanggilnya dengan nama itu, Rubi pun tidak menyadarinya. Hanya Riko yang memanggilnya dengan sebutan “Bie”. Rita dan semua orang memanggilnya “Rubi” begitupun semua teman-teman sekolahnya.

“Di kantorku ada lowongan sebagai Menejer Keuangan, manajer yang sebelumnya di pecat langsung oleh Presdir.” Riko masih asyik memotong buah apel dan memotongnya kecil-kecil agar Rubi mudah memakannya.

“Kenapa di pecat Paman?” Tanya Rubi yang masih asyik mengetik sesuatu di laptop yang ada didepannya tanpa menoleh sedikitpun kearah Riko.

“Presdir yang saat ini menjabat adalah anak dari pemilik perusahaan, dia lulusan sekolah terbaik di Amerika. Pemikirannya lumayan kaku dan cukup idealis, kalau berbicara tentang profesionalitas dia bahkan tak ragu untuk memecat karyawan yang terbukti melanggar peraturan perusahaan.” Terang Riko.

“Killer dong Paman..?” Tanya Rubi yang kini sudah mengubah posisi duduknya, dia menaikkan kedua kakinya terlihat seperti sedang meringkuk, posisi favorit yang seringkali di tegur oleh Ibunya. Sementara Riko tidak pernah berkomentar apapun tentang itu, Riko hanya tersenyum ketika melihat Rita mulai menegur Rubi saat dia lupa mengubah posisi ketika ada Ibunya.

“Yaa … banyak yang beranggapan begitu.” Jawab Riko sambil memberikan potongan apel di tangannya kepada Rubi.

“Kalo bagi Paman, Paman sangat suka dengan sikapnya yang tegas sebagai Pimpinan, dan pemikiran yang dia pakai … paman juga sepakat. Entah apa yang dipikirkan oleh Presdir sebelumnya, tiba-tiba saja ia memutuskan untuk pensiun dan menyerahkan jabatannya kepada Arthur. Seketika itu juga dia kembali dari luar negeri dan mengambil alih perusahaan, di bawah kepemimpinannya banyak hal yang berubah dalam perusahaan, sejak saat itu perusahaan bergerak maju dan berkembang dengan sangat cepat. Kesejahteraan karyawan juga mulai diperbaiki, bonus akhir tahun yang selama ini tidak pernah utuh kami terima karena kondisi keuangan perusahaan, sudah mulai dibayarkan secara utuh. Kualitas makanan di kantin sudah mulai diperbaiki, jadi kami tidak perlu keluar perusahaan untuk bisa mendapatkan makanan yang enak.” Terang Riko yang masih tetap memotong apel untuk Rubi.

Rubi merenung sejenak, mempertimbangkan tawaran pamannya padanya. Mengingat kondisi kesehatan Rita, Rubi khawatir jika harus meninggalkannya di rumah. Sementara di sisi lain Rubi ingin membantu pamannya berkaitan dengan biaya perawatan ibunya. Rubi sadar bahwasanya biaya perawatan yang pamannya keluarkan untuk sang ibu tidaklah sedikit. Rubi berpikir, alasan ibunya bersikeras untuk tidak mau menjalani perawatan di rumah sakit karena tidak ingin menjadi beban pagi pamannya. Maka dari itu, menurut Rubi, mungkin saja ibunya akan bersedia di rawat di rumah sakit jika dia bekerja karena Rubi akan menanggung biaya perawatan Rita.

Rubi sangat paham, pamannya sama sekali tidak keberatan mengenai biaya perawatan Rita. Dengan posisi pamannya di Trans Energy Corp, dia memiliki gaji yang cukup besar sebagai direktur keuangan di sana.

Semenjak lulus dari program Magister Ilmu Ekonomi 2 tahun yang lalu, Rubi sibuk menekuni bisnis saham. Dengan uang tabungan yang ia miliki, kini ia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dari keuntungan investasi yang dia lakukan. Rubi sempat ditawari untuk bekerja di salah satu perusahaan, namun karena tempatnya berada di luar kota, Rubi tidak mengambilnya. Dia ingin memiliki waktu lebih dan kebebasan untuk menemani ibunya. Kebebasan finansial tanpa harus bekerja terikat waktu adalah pilihannya.

Rubi dan Riko selama ini menjadi sekutu yang saling mendukung satu sama lain. Riko berperan sebagai kepala rumah tangga untuk memenuhi segala macam kebutuhan, sementara Rubi mengambil peran untuk menjaga ibunya. Dengan keahlian yang Rubi miliki, dia tidak mengalami kesulitan berarti dalam berinvestasi. Seringkali ia meminta pendapat pamannya berkaitan dengan langkah-langakah investasi yang akan dia lakukan, mengingat pamannya adalah lulusan Magister Ilmu Ekonomi terbaik dan sudah memiliki pengalaman dalam mengamati perkembangan ekonomi global.

user

10 January 2022 07:59 a Alur flashbacknya lumayan halus

BAB 2: KECELAKAAN (Lanjutan)

9 1

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 612 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 2: KECELAKAAN ( lanjutan )

Selang sehari setelah percakapan antara mereka di meja taman belakang rumahnya, Rubi mengirim surat lamaran pekerjaan ke Trans Energy Corp tempat pamannya bekerja. Lima hari setelahnya, mereka menghubungi Rubi yang saat itu melakukan aktifitas rutinnya sehari-hari, mengamati grafik valas sambil memantau informasi terkini mengenai situasi ekonomi global.

“Kriing … kring ….”Handphone Rubi berdering, dan terlihat panggilan datang dari nomor yang tidak ia kenal.

“Selamat siang, Rubi disini.” Rubi mengangkatnya sambil asyik memeriksa perkembangan pasar saham di laptopnya.

“Selamat siang, kami dari Trans Energy Corp, ingin menginformasikan bahwa ada panggilan wawancara kerja bagi anda di kantor kami, besok pagi jam 10.00. Kami tunggu kehadiran anda di perusahaan kami besok, terima kasih.”

“Oh … oke terima kasih.” Rubi bergegas berlari mencari ibunya. Tampak raut bahagia di wajahnya, karena dia bisa memenuhi keinginan ibunya. Rubi menyadari dengan kondisi kesehatan Rita, dia membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dia juga bisa bekerja satu perusahaan dengan pamannya, letak perusahaan itu juga tidak jauh dari rumah mereka, hanya berjarak sekitar 30 menit berkendara menggunakan mobil.

Rubi merubah pola berpikirnya untuk stay di rumah, selain karena permintaan sang ibu, Rubi juga harus membantu pamannya untuk menyiapkan dana agar bisa membiayai pengobatan ibunya.

Rita ingin melihat Rubi bekerja dan memiliki pengalaman di perusahaan besar. Pamannya juga meyakinkan kalau jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah, tiap hari Rubi dan Riko akan selalu pulang kerumah.

Rita tidak ingin menjadi beban bagi anak dan adiknya itu. Riko paham jalan pikiran Rita, maka dari itu dia mendorong Rubi untuk bersedia menerima tawarannya waktu itu.

Suara mobil Riko terdengar memasuki pekarangan, Rubi segera berlari menyambut pamannya yang baru pulang kantor.

“Paman … aku ada wawancara kerja besok ….” Rubi memeluk Riko sambil tersenyum bahagia.

“Tentu saja, dengan kemampuan yang kau miliki, perusahaan akan rugi kalau sampai tidak memberimu kesempatan.” Ujar Riko sambil tersenyum.

Rita langsung menghela nafas sambil tersenyum ketika ia melihat Rubi sudah berada di punggung Riko.

“Kamu ini, pamanmu baru pulang, kenapa malah minta gendong? Sampai kapan kau dewasa?” Tegur Rita sambil memukul lembut kaki Rubi.

“Idih … apaan sih I …bu?” Rengek Rubi pada ibunya, hingga akhirnya ia turun dari punggung Riko.

“Gak papa Kak, aku baik-baik saja, aku masih kuat menggendongnya, Bie … kurangi makanmu kalau kau masih ingin aku terus menggendongmu.”Ledek Riko, berjalan berlalu menuju kamarnya. Sementara Rita dan Bi Sup tertawa terbahak bahak ketika mereka melihat wajah Rubi yang memerah karena kesal pamannya mengejeknya.

Sesaat kemudian, mereka bertiga makan malam sebelum akhirnya beristirahat menyambut hari esok.

“Bie … jam berapa panggilan wawancaramu?” Tanya Riko di pagi hari, ketika mereka sedang sarapan.

“Jam 10.00 Paman.” Jawab Rubi.

“Paman tidak bisa membawamu, karena pagi ini Paman ada janji temu klien di luar.” Jelas Riko.

“Gak papa Paman, aku bisa naik taksi.”

“Oke, Paman berangkat dulu ya, Kak aku berangkat dulu, oh ya Bie … semangat ya, semoga lancar wawancaranya, tak perlu tegang, karena Paman juga jadi salah satu pewawancara yang menanyaimu nanti.” Ucap Riko tersenyum dan berlalu karena dia harus bergegas untuk berangkat.

Setelah menghabiskan sarapannya, Rubi bergegas untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang mungkin akan ia butuhkan nanti ketika wawancara. Sesaat kemudian Rubi memasukkan laptopnya ke dalam tas dan bersiap-siap untuk berangkat.

“Bu … sudah jam 09.00, aku berangkat ya, doain aku ya Bu.” Rubi memeluk dan mencium Rita sebelum akhirnya dia menaiki taksi yang sudah menunggunya di luar rumah.

Taksi berwarna biru metalik dengan logo seekor burung terbang yang di tumpangi oleh Rubi memasuki pintu gerbang perusahaan, tiba-tiba saja ada sebuah motor melintas memotong jalur mobil yang dia naiki, dan sang supir taksipun reflek membanting setir hingga menabrak dinding kolam yang berada tepat di sisi kirinya. Karena kecelakaan itulah Rubi akhirnya berakhir di ruangan IGD dan berjuang untuk mendapatkan kesempatan keduanya.

 

 

user

10 January 2022 08:01 a Korelasi antar bab nya dapet... Walaupun plotnya maju mundur. Mantab..

BAB 3: TRAUMA

11 1

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 593 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 3: TRAUMA

Peristiwa kecelakaan Rubi itu membangkitkan kembali trauma mendalam yang Riko alami 12 tahun yang lalu. Sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa kakak iparnya, ayah Rubi.

“Aaa … aaa … braaak ….” Asap mulai mengepul keluar dari kap mobil, suara sirine mulai terdengar samar-samar dari kejauhan. Rubi kecil tidak sadar sambil menggendong boneka beruang berwarna ungu di tangannya. Rita tersadar dan berusaha untuk memanggil nama suaminya dan juga Rubi. Kepalanya terasa pusing, dunia terlihat samar dan berputar.

Darah segar mengalir deras dari kepalanya, mengubah warna wajahnya jadi merah darah. Sungguh pemandangan yang sangat mengerikan, tak terbayang rasa sakit yang Rita alami dengan darah sebanyak itu mengalir keluar dari kepalanya. Namun, ia tetap berusaha untuk sadar, agar bisa menolong suami dan putrinya. Jangan remehkan kekuatan seorang perempuan ketika dia sudah menjadi seorang “Ibu”, rasa sakit dalam mempertaruhkan nyawa ketika melahirkan berani dia lewati demi si buah hati.

“Uhuk … uhuk … Ayah … Yah … bangunlah ….” Rita berusaha untuk menggapai tubuh suaminya dan menggerakkan badannya, namun tidak ada tanggapan sama sekali dari suaminya.

“Rubi … sayang … kau dengar Ibu Nak? Bangun nak …? Jawab Ibu Nak ….”

“Kriiing … kriing ….” Bunyi itu mengalihkan perhatian Rita, “Riko” itulah yang tertulis dilayar HP-nya. “Halo … Ha halo … Riko selamatkan Rubi, ce … ce ….” Rita menjatuhkan HP-nya ketika akhirnya dia kehilangan kesadaran karena luka yang dia alami.

Orang-orang segera berkerumun untuk membantu Rita, Rubi dan suaminya keluar dari mobil, mereka hawatir mobil bisa sewaktu-waktu meledak karena terlihat ceceran bahan bakar mobil di aspal. Salah seorang yang menyaksikan kecelakaan itu menghubungi ambulans dan memberitahu mereka untuk segera datang karena ada kecelakaan.

Di seberang sana Riko panik, tidak tahu apa yang harus ia lakukan, sementara tidak ada seorangpun yang menjawab telpon darinya. Riko berjalan kesana kemari sambil terus menerus menghubungi nomor kakaknya. Kepala Riko terasa semakin berat, jantungnya berdetak dengan sangat hebat. Tenggorokannya terasa kering dan nafasnya mulai tak beraturan. Riko berjalan menuju dapur, ia segera mengambil sebotol air mineral dingin dan menghabiskannya dalam sekali minum. Berharap air dingin akan membantunya untuk menenangkan jantung dan mendinginkan kepalanya. Riko kembali menekan nomor kakaknya ketika suara operator berkata bahwa nomor yang ia hubungi tidak dapat menerima panggilannya. Hingga akhirnya terdengar jawaban dari HP-kakaknya.

Riko berharap tidak terjadi sesuatu terhadap keluarganya, namun takdir berkata lain, suara di seberang sana adalah suara dari petugas ambulans yang mengabarkan kalau keluarganya mengalami kecelakaan, saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit lokal terdekat.

Riko bergegas memesan taksi menuju ke rumah sakit. Sesampainya disana, waktu seolah berhenti ketika Riko melihat kakaknya beserta suaminya mengalami henti jantung. Dokter melakukan tindakan darurat untuk membuat jantung mereka berdenyut kembali.

Hingga dokter mengabarkan bahwa sang suami tidak bisa diselamatkan, sementara sang istri harus segera dioperasi sesegera mungkin dan pihak rumah sakit butuh surat pernyataan dari keluarga.

Riko adalah satu-satunya keluarga yang mereka miliki, usianya baru 18 tahun waktu itu. Dan dia harus menandatangani surat persetujuan agar kakaknya bisa segera di operasi karena luka di kepalanya.

“Pa … Paman …?”

“Bie … kau sudah bangun? Tunggu sebentar ya ….” Riko bergegas keluar kamar untuk memanggil dokter.

Hati Riko sedikit lega ketika dokter mengatakan sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait dengan kondisi Rubi, namun dokter perlu melakukan observasi selama 2 hari kedepan untuk memastikan kondisinya.

“Paman …?”

“Bie tenang saja, Paman ada di sini, sekarang dokter sedang melakukan tugasnya merawat ibumu.”

“Bagaimana dengan Ayah Paman? Dimana Ayah?”

“Dia sekarang berada di tempat yang paling indah dan sedang bahagia bersama Tuhan. Kita akan menjadi teman dan sekutu yang harus bekerja sama menjaga dan menemani ibumu. Emm …?”

 

 

 

user

11 January 2022 11:43 fitri Semangat, lanjutkan terus kak..

BAB 3: TRAUMA ( Lanjutan )

5 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 528 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 3: TRAUMA ( Lanjutan )

 

Saat itu Riko masih berusia 18 tahun. Mentalnya dituntut untuk kuat dalam kondisi yang berat. Kini Riko satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Rita dan Rubi. Di rumah, Bi Sup membantu Riko mengadakan upacara pemakaman untuk ayah Rubi.

Riko berusaha untuk tenang di hadapan Rubi, dia tidak mau membohongi Rubi tentang keadaan ayahnya. Cepat atau lambat Rubi akan tahu semuanya. Lebih baik untuk tahu sekarang agar Rubi bisa meyiapkan dirinya menghadapi kenyataan lebih cepat. Meskipun hati Riko sakit, melihat bagaimana Rubi kecil bereaksi.

Riko kini duduk di kursi tunggu di depan ruang operasi. Dia meninggalkan Rubi yang sudah tertidur di kamar rawatnya. Pundak Riko bergerak ke atas dan ke bawah, isak tangisnya terdengar samar. Rasa takut jika saja mereka bertiga meninggal bersamaan, maka Riko akan benar-benar sendirian di dunia ini. Sejak orang tuanya meninggal karena kecelakaan, usia Riko baru 5 tahun waktu itu. Bagaimana rasa sakit di tinggal oleh orang tua, Riko sangat memahaminya.

Jika saja tidak ada kakak dan suaminya waktu itu, Riko kecil mungkin akan berakhir di panti asuhan. Kakak iparnya sangat baik, dia mengizinkan Rita untuk membawa Riko kecil bersama mereka. Kehilangan kakak ipar yang selama ini sudah seperti ayah baginya membuat Riko harus merasakan kehilangan sosok ayah 2 kali dalam hidupnya.

Riko sangat memahami apa yang dirasakan oleh Rubi, karena dia juga merasakan hal yang sama untuk kedua kalinya. Rasa khawatir akan kondisi kakaknya membuat bulu kuduk Riko merinding. Kakak yang selama ini merawatnya layaknya seorang Ibu, Kakak yang sangat mencintainya.

Riko terisak, air matanya tumpah ruah membasahi lengan bajunya. Kini suara tangisnya terdengar nyaring di ruang tunggu yang sepi itu. Lampu yang berada tepat di atas pintu ruang operasi menyala merah, menandakan bahwa operasi sedang berlangsung di dalam sana.

Riko menangis, meringkuk di atas kursi ruang tunggu sambil membenamkan wajahnya di antara kedua lengan yang berada di atas lutut. Dia menumpahkan segala emosi yang ia rasakan, karena ia sudah harus kembali tegar dan kuat saat berhadapan dengan Rubi dan Rita. Dia harus kuat agar bisa menguatkan mereka berdua.

Operasi Rita kini sudah selesai dan perlahan dia mulai sadar. Saat matanya terbuka, terlihat Riko memanggil dokter untuk memeriksa kondisinya. Setelah beberapa saat, Rita kini sudah mulai sadar sepenuhnya. Dia melihat mata Riko yang sembab, Rita menanyakan bagaimana kondisi Rubi dan suaminya.

Riko menjelaskan apa yang telah terjadi tanpa menutupi apapun dari Rita. Rita yang mendengarnya menangis pilu karena harus kehilangan pasangan hidupnya. Riko berusaha untuk meyakinkan Rita bahwa dia harus kuat, karena Rubi sangat membutuhkannya. Rita memeluk adiknya itu sambil menangis. Riko hanya bisa terdiam dan membiarkan kakaknya itu melampiaskan kesedihannya.

Setelah akhirnya Rita tenang, dengan berat hati, Riko berpamitan kepadanya, karena ia harus pulang untuk mengadakan pemakaman suaminya. Riko terpaksa meninggalkan Rita dan Rubi di rumah sakit untuk sementara waktu. Riko menitipkan Rita dan Rubi kepada perawat karena dia harus pulang mengadakan pemakaman.

Ayah Rubi sudah tidak memiliki keluarga, sebagai satu-satunya keluarga yang masih sehat, Riko-lah yang harus mengadakan pemakaman. Riko menerima ucapan duka dari para tamu yang terdiri dari tetangga dan teman kantor ayah Rubi. Bi Sup tak hentinya menangis sambil sesekali memeluk lengan Riko. Suasana suram terlihat jelas, pakaian hitam yang di pakai oleh semua orang membuat udara kesedihan memenuhi tempat itu. 

BAB 4: MENTAL

5 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 541 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 4: MENTAL

Rubi sama sekali tidak menangis ketika tahu ayahnya telah meninggal, hal itu justru membuat Riko khawatir. Sudah seminggu lamanya, Rubi berada di rumah sakit karena kondisinya yang tidak stabil. Semenjak Rubi tahu bahwa ayahnya telah meninggal, Rubi sedikit berbicara, Rubi bahkan tidak bersedia untuk makan dan minum. Karena khawatir, Riko meminta bantuan seorang psikolog untuk memeriksa kondisinya.

Informasi dari psikolog, Rubi mengalami syok, dan dengan bantuan keluarga dia pasti bisa melewati semuanya dengan baik, Rubi hanya butuh waktu dan kesabaran dari keluarga.

2 minggu sudah, kini Rubi bersiap untuk pulang kerumah, sementara kondisi Rita kini semakin membaik.

“Bie… kamu ingin pamit sama ibumu dulu?” Ujar Riko menawarkan.

“Eem … Paman.” Rubi hanya melihat ibunya dan melambaikan tangannya. Hati Rita sakit melihat Rubi yang seperti itu. Namun Riko kembali meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

Rita sangat bersyukur memiliki adik seperti Riko, dari kecil Riko memang sangat cerdas dan dewasa dari kebanyakan anak-anak seumurannya. Dia tidak pernah meminta sesuatu kepada Rita maupun suaminya. Setiap kali di belikan mainan, Rubi selalu merebutnya dan Riko membiarkan itu semua.

Selisih usia Rita dan Riko memang cukup jauh, Rita memutuskan menikah muda di usia 21 tahun waktu itu, dan Rubi lahir di usianya yang ke 22 tahun. Ketika orang tua Rita meninggal karena kecelakaan waktu itu, usia Riko masih 5 tahun. Sejak saat itulah Riko hidup bersama Rita.

Dengan kecerdasan yang Riko miliki, dia mendapatkan beasiswa kepintaran semenjak di sekolah dasar. Dengan kecerdasanya, dia membimbing Rubi kecil dalam pelajaran. Karena hal itulah, Rubi selalu menjadi yang terbaik di kelasnya.

Sejak sekolah dasar hingga mencapai gelar Master, baik Riko maupun Rubi tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk biaya sekolah mereka. Mereka selalu mencari peluang untuk mendapatkan beasiswa, sejak kecil mereka tumbuh sebagai teman dan sekutu dalam hal apapun. Keduanya saling membantu, saling mendukung satu sama lain.

“Kak … aku bawa Rubi pulang dulu ya, aku akan sering datang menjenguk Kakak,” Riko memeluk tubuh Rita. Sambil menangis Rita berkata untuk tak perlu mengkhawatirkannya. Rita hanya ingin Rubi dan Riko menjaga diri baik-baik. Sambil memeluk tubuh adiknya itu, Rita memohon maaf pada Riko, karena kini hanya Rikolah yang bisa menjaga Rubi.

Hati Rita sakit ketika menyadari di usia yang semuda itu Riko harus memikul tanggung jawab untuk mengurusnya dan Rubi. Dengan kebesaran hati, Riko menenangkan hati kakaknya itu dengan tepukan lembut di punggungnya. Riko meyakinkan Rita, bahwa semua akan baik-baik saja.

Rita menangis dalam pelukan Riko, sementara Rubi tidak manampakkan ekspresi apapun di wajahnya. Hati Rita semakin sakit ketika Rubi hanya melihatnya dengan ekspresi datar.

“Kakak … yang sabar ya, Kakak harus segera pulih. Aku dan Rubi masih sangat membutuhkan Kakak. Bie … sini, pamit sama ibumu …!” Ujar Riko memerintah keponakannya itu untuk berpamitan pada ibunya.

Rubi berjalan mendekat, sesaat kemudian dia memeluk tubuh Rita dengan ekspresi yang masih tetap sama. Tidak tampak emosi apapun di wajah Rubi, tatapan mata dan kedipannya tidak mengisyaratkan emosi apapun. Rita terisak sambil memeluk tubuh putri kecilnya itu, Rita menciumi kening dan pipi Rubi.

“Kata dokter, kalau kondisi Kakak terus membaik selama 3 hari kedepan, maka Kakak bisa pulang. Kami pulang dulu ya Kak ….” Riko menggandeng tangan Rubi dan berjalan keluar dari ruangan tempat Rita dirawat. Riko menghubungi Bi Sup, asisten rumah tangga mereka untuk membersihkan kamar Rubi dan menyiapkan makanan kesukaannya.

BAB 4: MENTAL (Lanjutan)

5 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 570 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 4: MENTAL (Lanjutan)

Riko membantu Rubi berjalan memasuki taksi berwarna biru yang sudah ia pesan tadi. Mobil taksi yang dinaiki oleh mereka segera melaju meninggalkan rumah sakit. Selama perjalanan Rubi menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Riko sedih melihat Rubi seperti itu. Pemandangan pantai kota Geylang yang sangat indah semakin membuat sakit hati Riko, di amasih ingat senyum dan tawa mereka ketika berwisata bersama di pantai waktu lalu.

Ayah Rubi, Rita, Riko dan Rubi sering sekali bermain di pantai kota Geylang jika hari libur telah tiba. Riko merindukan masa-masa itu, merindukan kehadiran kakak iparnya yang sudah ia anggap seperti seorang Ayah. Riko memalingkan wajahnya kea rah luar jendela sambil menghapus air matanya.

Setibanya dirumah, Riko dan Rubi disambut oleh Bi Sup yang sudah tak mampu lagi membendung air matanya saat melihat kedua bos mudanya itu turun dari taksi. Bi Sup segera membawa barang-barang dari taksi kedalam rumah sementara Riko menggandeng Rubi untuk berjalan memasuki rumah.

“Bie … mau paman gendong?” Goda Riko, mengingat kebiasaan keponakannya itu suka sekali ketika ia gendong di punggungnya. Senyum Riko merekah lebar ketika Rubi menganggukkan kepalanya.

Riko berjongkok tepat di depan Rubi, agar ia dengan mudah menaiki punggungnya.

“Aduuuh … wah … Bie, kau sangat ringan sekarang, kalau seperti ini terus paman bisa berlari sambil menggendongmu ….” Ujar Riko menggoda keponakannya, dengan harapan biasanya Rubi akan bereaksi cemberut jika disinggung mengenai berat badannya.

Rubi tidak menanggapi candaan Riko, dan itu membuat hati Riko sedikit sakit, mengingat biasanya Rubi adalah orang yang sangat ceria. Riko paham bahwa kehilangan sosok “Ayah” merupakan pukulan yang sangat berat bagi Rubi.

“Paman, aku mau duduk di taman belakang.” Pinta Rubi, seketika itu juga Riko meng-iyakan permintaan keponakan tersayangnya itu. Apapun yang terjadi Riko bertekad untuk selalu mendampingi dan menjaga Rubi. Riko yakin, perlahan namun pasti Rubi akan kembali menjadi periang seperti biasanya.

“Baik, sambil makan ya? Bi Sup sudah masak makanan kesukaanmu, kamu tunggu disini, Paman minta Bi Sup untuk membawakannya ke sini.” Riko dan Bi Sup segera memindahkan masakan yang berada di meja makan ke meja di taman belakang rumah, tempat Rubi berada.

Di tengah-tengah sedang makan, Rubi tiba-tiba terisak. Riko kaget karenanya, hingga di menit berikutnya Rubi menangis histeris dan berteriak sambil memanggil ayahnya. Riko segera bangkit dari kursinya dan memeluk tubuh Rubi.

Air mata Riko mengiringi tangisan pilu Rubi kecil, Bi Sup yan gmenyaksikan merekapun ikutan terisak segera berpaling menjauh dari mereka. Dia tidak ingin menganggu keduanya, saat ini yang mereka butuhkan hanyalah waktu untuk melampiaskan kesedihan mereka.

“Iya … menangislah Bie … menangislah sekeras apapun yang kamu mau, aku akan selalu ada disini untukmu, menangislah … keluarkan saja semuanya.” Riko memeluk tubuh Rubi dengan erat sambil sesekali menepuk punggungnya dengan lembut.

Tersirat senyum dalam tangisan Riko, senyum kelegaan karena tangisan Rubi menandakan bahwa kondisinya kini kian membaik. Sesuai dengan informasi dari psikolog yang menangani Rubi, kondisi Rubi akan baik-baik saja jika dia mampu meluapkan emosi dan perasaannya.

Semenjak saat itu, kondisi tubuh Rubi sudah tak lagi sama. Dia sering sakit-sakitan karena daya tahan tubuhnya yang lemah. Rubi bahkan tidak bisa terkena air hujan, karena dia akan mulai demam di malam hari. Dalam waktu 3 hari ini kondisi mental Rubi berangsur membaik. Kondisi Rita juga sudah membaik dan sudah berada di rumah.

Kemudian semuanya mulai berjalan sebagai mana mestinya, Rubi mulai bersekolah lagi. 2 bulan setelah kejadian itu, Riko mulai menapaki jenjang kehidupan berikutnya. Dia berhasil masuk di salah satu perguruan tinggi terbaik di kota Geylang melalui jalur siswa berprestasi.

 

BAB 5: SAKIT

4 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 527 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 5: SAKIT

“Kriiiing … kriiing ….” Handphone Riko berdering di tengah-tengah rapat bersama staf-stafnya untuk membahas rencana anggaran di tahun itu.

“Ya …?” Riko menangkat tangannya, memberi kode kepada stafnya untuk meminta waktu sebentar. Staf yang sedang melakukan presentasi kala itu menghentikan sementara penjelasannya. Tak seperti biasanya, sepanjang yang mereka tahu, atasannya itu tidak pernah menerima panggilan telepon di tengah-tengah rapat.

Semua orang kaget ketika mereka mendengar suara Riko meninggi. Riko terlihat panik dan segera mengakhiri panggilan teleponnya. Semua orang tertegun melihatnya tanpa berani untuk bertanya, mereka hanya saling melihat satu sama lain.

“Maaf, aku ada urusan mendesak. Kumpulkan semua laporannya di mejaku, nanti ku kabari untuk jadwal rapat berikutnya.” Perintah Riko pada salah satu staf perempuan yang duduk tepat di sebelah kiri kursinya setelah ia meminta maaf harus menunda rapat.

“Bie …? Dimana kamu sekarang?” Tanya Riko yang kini sudah berada di dalam mobilnya.

“Aku sedang di kampus Paman, ada apa?” Tanya Rubi yang saat itu sedang sibuk menyusun Tesis untuk program Magister Ilmu Ekonomi.

“Segera ke rumah sakit umum kota, Paman tunggu kamu di sana.” Perintah Riko sebelum akhirnya ia memutuskan panggilannya.

Rubi segera membereskan berkas-berkas dan laptopnya. Dadanya berdegup kencang, Rubi berusaha untuk menerka-nerka apa gerangan yang terjadi. Rubi segera berlari keluar dari kampusnya hingga kemudian ia memesan taksi.  

Sejenak kemudian Rubi memukul pelan kepalanya sendiri, berusaha agar dirinya kembali sadar dan tidak berpikir macam-macam. Rubi berharap semua akan baik-baik saja, apapun yang terlintas di pikirannya, mudah-mudahan itu hanya kekhawatiran yang tak berdasar dan jauh dari kenyataan yang ada.

Riko menambah kecepatan mobilnya. Ketika memasuki pintu gerbang rumah sakit, Rubi melihat mobil pamannya berhenti tepat di belakang taksi yang ia naiki.Rubi turun dari taksi dan menunggu pamannya yang mulai turun dari mobil.

Dia belum pernah melihat pamannya sekhawatir itu. Rubi tidak berani untuk bertanya atau berkata apapun, meskipun Rubi merasa ada sesuatu yang pamannya sembunyikan darinya. Rubi memutuskan untuk tidak berkata apapun hingga ia tahu dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.

“Dok … saya adik dari Ibu Rita, ada apa dengannya Dok?”

“Ibu Rita mengalami kegagalan fungsi ginjal yang cukup parah, dimana seharusnya 2 minggu sekali dia melalukan cuci darah secara rutin. Kondisi ini sudah berlangsung selama 2 tahun, dan selama ini biasanya Ibu Rita melakukan cuci darah secara rutin. Di lihat dari kondisinya, sepertinya Ibu Rita melewatkan cuci darah setidaknya sebanyak 2 atau 3x. Seharusnya dengan kondisinya dia sama sekali tidak di perbolehkan melewatkannya.” Jelas Dokter.

Mendengar penjelasan dari Dokter, kaki Rubi lemas hingga hampir saja terjatuh kalau saja Riko tidak sigap menangkapnya. Bagai terkena petir di siang bolong, telinga Rubi berdengung hingga dia tidak bisa mendengar apa yang di sampaikan oleh dokter setelahnya. Air matanya mengalir deras membasahi pipi manisnya. Matanya menatap tubuh Rita yang kini sedang terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Melihat kondisi ibunya, Rubi tak sanggup lagi melihatnya terlalu lama.

“Ba … Bagaimana mungkin? Paman … Bagaimana mungkin ibu menyembunyikannya selama hampir 2 tahun, dan kita tidak tahu apa-apa …? Paman …?! Ti … tidak mungkin, Paman tahu kondisi ibu …? Dan kalian menyembunyikan semuanya dariku …?! Du … dua tahun … aku tidak tahu apa-apa, Paman …! Katakan sesuatu …! Kenapa Paman diam saja…?! Teriak Rubi pada pamannya.

 

BAB 5: SAKIT (Lanjutan)

4 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 610 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 5: SAKIT (Lanjutan)

Rubi menangis histeris dalam pelukan Riko, tak sepatah katapun keluar dari mulut Riko. Dia merasa bersalah karena selama ini telah menyembunyikan masalah sebesar ini dari Rubi. Walau bagaimanapun mereka berjanji untuk menjadi sekutu yang melalui segala kesulitan bersama-sama. Karena Rita bukan hanya kakaknya, dia juga adalah ibu dari Rubi, dan tidak ada satupun orang yang paling berhak untuk tahu kondisinya selain Rubi, karena dia adalah putrinya.

“Bagaimana bisa Paman tega menghianatiku …? Aku bahkan tidak tahu kalau ibu kesakitan selama 2 tahun ini … dan aku … aku … aku bahkan tidak berbuat apa-apa untuk membantunya … wuaaa … aaa ….” Teriak Rubi yang saat itu masih berada dalam pelukan Riko.

“Bie … maafkan aku, biarkan ibumu beristirahat, makan dulu yuk …! Nanti paman akan ceritakan semuanya.” Bujuk Riko.

Riko sudah mengetahui kondisi kakaknya sejak awal, karena Rikolah yang membawanya ke rumah sakit 2 tahun lalu. Ketika dia menemukan Rita pingsan di kebun belakang rumah mereka. Rita bersikeras agar Rubi tidak perlu tahu mengenai kondisinya. Riko berpikir tidak apa menuruti keinginan Rita, lagipula dia sudah mendaftarkan Rita sebagai penerima donor, jadi ketika donor ginjalnya sudah ada dan operasi dijalankan, semua akan beres.

Riko sudah mencoba untuk melakukan serangkaian tes, apakah ginjalnya cocok untuk menjadi pendonor bagi kakaknya. Namun, sayang sekali golongan darah Riko tidaklah sama dengan Rita, maka dari itu Riko tidak bisa mendonorkan ginjalnya. Riko dan Rita tahu, bahwasanya golongan darah Rubi sama dengan golongan darah Rita, namun mereka berdua sepakat untuk tidak memberitahu Rubi agar dia tidak memaksa untuk mendonorkan ginjalnya.

“Maaf Bie ….” Ucap Riko dengan penuh penyesalan.

“Aaa … aaa … kenapa kalian tega melakukan ini padaku? Bagaimana jika ibu meninggal? Bagaimana aku harus menjalani hidupku Paman? Kalian sangat kejam … aaa ….” Rubi menangis dipelukan Riko, Rikopun meneteskan air matanya. Mencoba untuk mengendalikan emosinya dan mencoba untuk menenangkan keponakan yang paling ia sayangi.

“Maaf ….” Hanya kata maaf yang mampu Riko sampaikan pada Rubi.

“Pa … Paman, aku memiliki golongan darah yang sama dengan Ibu, aku mau menjalani tes sebagai donor bagi Ibu Paman, Aku ….” Belum sempat Rubi menyelesaikan kalimatnya, Riko menyelanya.

“Tidak. Tidak mungkin Bie, kondisi tubuhmu lemah sejak kecil, kau bahkan akan deman jika terkena air hujan, bagaimana mungkin kau bisa bertahan jika harus kehilangan salah satu ginjalmu? Tidak mungkin Bie, aku dan ibumu sudah sepakat untuk tidak menjadikanmu sebagai pendonor. Lagi pula aku sudah mendaftarkan ibumu untuk masuk di list tunggu penerima donor. Dokter bilang, selama ibumu melakukan treatment cuci darah secara rutin, maka semua akan baik-baik saja.” Riko mencoba untuk memberikan pengertian pada Rubi, bahwasanya dia tidak boleh mendonorkan ginjalnya.

 “Pak Riko … Dokter memanggil anda keruanganya.” Ujar salah satu perawat.

“Aku ikut!” Rubi berjalan mendahului Riko menuju ruang dokter.

Mungkin istilah sudah terjatuh masih tertimpa tangga sangat pas untuk menggambarkan situasi yang dihadapi oleh Rubi.

“Tuan Riko, kami tahu Ibu Rita mengalami kondisi kritis saat ini dan itu tentunya menjadi pukulan yang berat bagi keluarga. Namun, ada informasi yang lebih penting yang kami harus sampaikan kepada anda. Dari hasil pemantauan kondisi organ Ibu Rita, kami mencurigai ada kelainan di jantungnya. Kami sarankan untuk berkonsultasi ke dokter ahli jantung, tapi anda tidak bisa melakukannya di rumah sakit ini, karena kemampuan tenaga dan peralatan kami yang terbatas. Hal ini harus kami sampaikan, karena kami juga berharap aga Ibu Rita bisa ditangani lebih baik.” Jelas dokter.

“Seberapa kondisi itu Dok? Apakah akan memperparah kondisinya saat ini?” Tanya Riko penuh kekhawatiran.

“Kami belum bisa memastikannya, oleh karena itu sebaiknya, secepatnya Ibu Rita segera ditangani oleh dokter yang lebih ahli.”Teran dokter.

Riko dan Rubi tertegun tak bisa berkata apapun lagi. Rubi tidak mampu untuk berdiri keluar dari ruangan dokter, hingga Riko harus memapahnya berjalan.

 

BAB 6: PERJUANGAN

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 561 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 6: PERJUANGAN

Rubi seolah mendengar suara petir menggelegar tepat di samping telinganya. Ketika dokter mengatakan bahwa ada yang salah pada jantung ibunya. Rita butuh ditangani oleh dokter spesialis jantung agar dia bisa mendapatkan perawatan yang tepat. Sejauh ini kondisinya tidak terlalu buruk, namun untuk berjaga-jaga dokter menyarankan agar Rita diperiksa oleh dokter spesialis jantung.

“Pa … Paman …?” Rubi tergagap menoleh kearah pamannya. Dari ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Riko. Rubi mengerti, bahwasanya Riko juga tidak tahu menahu mengenai permasalahan ini. Menurut informasi dari dokter, seharusnya ibunya sudah merasakan gejala-gejala ringan berkaitan dengan kondisi jantungnya. Hanya ada satu jawaban dari semua itu, Rita merahasiakannya dari mereka berdua.

Riko dan Rubi berjalan keluar dari ruangan dokter dengan lunglai. Riko merasa menyesal telah membohongi Rubi, dan dia juga tidak tahu menahu tentang kondisi Rita. Dia bahkan tidak memaksa untuk mengantar Rita saat jadwal cuci darah tiba. Tentu saja semua itu karena Rita yang bersikukuh untuk menolak tawaran Riko. Namun Riko tetap merasa bersalah karena dia tidak memaksa Rita untuk mau dia antar olehnya.

Riko dan Rubi menghampiri Rita yang sudah dipindahkan keruang perawatan untuk menunggu penanganan cuci darah. Rumah sakit melakukan prosedur itu untuk membuat kondisi Rita stabil terlebih dahulu baru kemudian dilakukan cuci darah.

2 jam kemudian para perawat memindahkan Rita ke ruangan cuci darah. Selama 3,5 jam Riko dan Rubi menunggu di depan ruang perawatan. Selama menunggu Rita selesai melakukan cuci darah, mereka tidak berbicara sepatah katapun. Rubi hanya bisa terisak menangis dalam pelukan pamannya. Sementara Riko hanya bisa menepuk punggung Rubi, sambil berpikir apa yang harus ia lakukan?

“Bu … Kenapa Ibu merahasiakan ini semua dariku? Ibu bahkan menyimpan rasa sakit Ibu sendirian selama ini? Hiks … hiks … bagaimana mungkin kalian berdua tega melakukan ini padaku?” Tangis Rubi pecah di samping Rita yang kini sudah mulai sadar. Sambil menciumi tangan Rita, air mata Rubi tumpah hingga membasahi jari jemari Rita.

“Sudah sayang … Jangan salahkan pamanmu, Ibu yang memaksanya … sudah ya … Ibu baik-baik saja sekarang.” Rita melepas genggaman tangan Rubi kemudian menghapus air matanya. Dia menatap mata putrinya itu dengan penuh kelembutan, sembari mengelus rambut Rubi. Rita memberikan senyum terbaiknya agar putrinya itu menyudahi kekesalannya.

Riko hanya terdiam tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Rasa bersalah mengisi penuh hatinya. Bagaimana caranya agar dia bisa membujuk kakaknya itu agar bersedia di rawat di rumah sakit sampai donornya tersedia.

“Kak … Bagaimana kalau Kakak dirawat disini sampai donornya tersedia. Kakak juga harus menjalani pemeriksaan untuk jantung Kakak.” Riko memelas pada Rita.

“Tak perlu, Kakak sudah pernah periksa dokter jantung. Dia bilang Kakak hanya butuh minum obat saja dengan rutin. Semua akan baik-baik saja. Mengenai cuci darah, maaf … Kakak janji, lain kali akan tepat waktu.” Ujar Rita.

“Bu … kita periksa dulu ya ...! Kita ketemu dulu sama dokter jantung setelah kondisi Ibu baikan, oke?” Pinta Rubi.

“Gak perlu …, Ibu sudah baik-baik saja sekarang. Ibu hanya butuh cuci darah saja secara rutin.”

Rita bersikukuh untuk meminta pulang dan menolak untuk di periksa oleh dokter jantung. Riko dan Rubi tidak bisa lagi memaksa Rita yang saat itu memaksa untuk pulang. Rubi menangis karena kekesalannya, hingga kemudian Riko membesarkan hati keponakannya itu, kalau untuk sekarang turuti Rita dulu. Karena Rita baru saja selesai melakukan perawatan cuci darahnya, kondisi kesehatannya masih lemah dan mereka belum tahu seperti apa pastinya kondisi jantungnya. Sesuatu yang fatal bisa saja terjadi, jika mereka memaksanya dan membuatnya tertekan.

 

BAB 6: PERJUANGAN (Lanjutan)

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra

-Jumlah kata: 507 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 6: PERJUANGAN (Lanjutan)

 

Rita bersikeras untuk pulang dan menolak melakukan pemeriksaan dengan dokter spesialis jantung, dengan alasan dia sudah pernah melakukannya dan semuanya tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Riko tahu tidak banyak waktu yang dimiliki kakaknya itu untuk bertahan jika Rita terus saja keras kepala tidak mau menjalani perawatan. Riko sudah menduga kalau kondisi jantungya itu tidak bisa di anggap remeh, namun kakaknya itu bersikeras untuk tidak mau dirawat di rumah sakit.

Rita tidak mau menghabiskan sisa hidupnya menjadi pesakitan di atas ranjang rumah sakit. Dia ingin pergi sebagai seorang Ibu dan Kakak bagi keduanya. Dia tidak mau dikenang sebagai perempuan tua yang sakit-sakitan, yang menghabiskan waktu di atas ranjang rumah sakit.

Riko mengerti pemikiran kakaknya itu, meskipun hatinya sangat sakit, Riko memutuskan untuk membiarkan Rita menjalani kehidupan yang dia inginkan. Riko sadar, kemungkinan Rita akan pergi meninggalkannya dan Rubi sangat besar karena Rita tidak ingin menjalani perawatan.

Maka dari itu Riko berusaha untuk membantu Rubi menjadi wanita mandiri yang bisa menghidupi dirinya sendiri, karena itulah yang diinginkan oleh Rita. Tujuan hidup Riko hanya agar Rita dan Rubi bahagia, bisa memenuhi segala keinginan mereka dalam hidup adalah misi penting dalam kehidupannya.

Dengan terpaksa Riko dan Rubi membawa Rita pulang kembali ke rumah. Dengan rasa sakit yang amat sangat, Riko mengendarai mobilnya pulang. Rasa tidak berdaya, rasa bersalah atas apa yang telah terjadi memenuhi relung hatinya. Sesampainya di rumah, Riko menawarkan untuk membopong Rita masuk ke dalam rumah, namun Rita bersikukuh kalau dia masih bisa berjalan sendiri.

Rita berjalan perlahan sambil di papah oleh Riko dan Rubi ke dalam rumah. Riko sangat sedih ketika melihat kakaknya itu terlihat sangat ringkih, raut wajahnya nampak lebih tua dari usia sebenarnya. Ketika Rita beristirahat di kamar, Rubi menghampiri Riko yang sedang duduk melamun di taman belakang rumah.

“Paman, apa aku tunda dulu Tesis-ku? Aku akan mencari pekerjaan untuk membiayai pengobatan Ibu. Aku tidak mau kehilangan Ibu, Paman.” Tangis Rubi pecah dalam pelukan Riko.

“Bie … ini bukan masalah biaya, Paman masih memiliki cukup uang untuk membiayai perawatan ibumu. Namun kita tidak bisa memaksanya Bie …, kita hanya bisa menuruti kemauannya untuk saat ini. Jangan sampai dia merasa tertekan, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.” Riko menenangkan Rubi dengan penjelasannya.

Rubi mengerti apa yang dimaksud oleh Riko. Mereka tidak bisa memaksa Rita walau bagaimanapun caranya. Rubi tidak ingin menyakiti dan memperparah rasa sakit yang dialami oleh ibunya. Begitulah kemudian mereka berdua menjalani hari-hari perawatan Rita.

Hingga suatu saat, Rubi memutuskan untuk melanjutkan Tesis-nya sehingga ia mendapatkan gelar Magister Ilmu Ekonomi. Selama 2 tahun ini, konsentrasinya hanya ditujukan untuk ibunya. Walaupun sokongan keuangan dari pamannya cukup untuk memenuhi segala kebutuhan, termasuk biaya perawatan ibunya.

Rubi berbagi peran dengan Riko, Riko bekerja di perusahaan, sementara Rubi di rumah menjaga Rita. Setidaknya hingga Rita mendapatkan donor ginjal atau Rita bersedia untuk di rawat di rumah sakit. Kondisi ini tidak menyurutkan niat Rubi untuk mencari penghasilan. Bisnis saham yang selama ini ia jalankan sudah menghasilkan pundi-pundi tabungan. Dengan keahlian dan kemampuan yang ia miliki, Rubi tidak mengalami kesulitan yang berarti, apalagi ada pamannya sebagai mentor.

 

BAB 7: PERTEMUAN

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 538 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 7: PERTEMUAN

“Ibu … Bu ….” Rubi mulai membuka mata. Dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Kepalanya terasa seperti ingin pecah. Namun, kini dada kirinya sudah berdetak kembali, dan paru-parunya mulai beraktifitas lagi. Rubi tak lagi merasa kesulitan untuk bernafas. Butuh beberapa saat hingga akhirnya Rubi menyadari bahwa dia masih hidup ketika Rita menghambur dan memeluk tubuhnya.

“Sayang … kamu bangun nak? Dok … Dokter …! Rita bergegas memanggil dokter untuk memeriksa kembali kondisi putri semata wayangnya.

Mata Rubi menyapu segala penjuru ruangan, berusaha mencari sosok tua yang dia anggap sebagai penyelamat hidupnya. Rubi berpikir ini adalah kesempatan kedua dari Tuhan baginya.

Dari jauh Rubi melihat paman yang sangat ia sayangi berlari ke arah meja perawat menanyakan keberadaaanya. Sesaat kemudian mata mereka bertemu dan saling menatap, tanpa kata-kata Riko segera memeluk tubuh keponakan yang dia anggap sebagai adiknya itu.

Pria tinggi, tampan berjas rapi itu menangis di pelukan Rubi. Pria yang selama ini terkenal  tertutup, pendiam dan terkesan dingin kepada para gadis. Pria itu kini menangis di pelukan Rubi layaknya seorang ayah yang memeluk putri tersayangnya.

“Isshh … Pa … Paman … sakit,” lirih Rubi sambil meringis kesakitan.

“Oh … oke … maaf … kamu tidak apa-apa? Dimana Kakak? Tanya Riko sambil mencari keberadaan Kakaknya.

“Ibu … sedang manggil dokter.”

Tak berapa lama dokter datang, kemudian langsung memeriksa kondisi Rubi. Dokter yang memeriksanya tercengang. Merupakan sebuah keajaiban Rubi bisa bangun tanpa ada kondisi fatal pada tubuhnya. Dokter berpikir ini adalah keajaiban yang diberikan Tuhan kepada Rubi.

“Maaf, aku harusnya bisa mengantarmu lebih dulu tadi pagi ….” Sesal Riko.

“Paman … bukankah kita sepakat untuk saling support? Bukankah selama ini kerja sama kita sudah sangat bagus? Kita saling mendukung selama ini, dan aku tidak mau menghambat pekerjaan Paman.” Jelas Rubi sambil memegang dan mengelus lembut tangan Riko.

Gawai yang berada di dalam saku baju Riko berdering, tertulis “Presdir” di layarnya. Riko segera mengangkat dan menyapanya dengan bahasa formal. Belum selesai Riko berbicara, pundaknya ditepuk oleh seorang pria yang tinggi, tampan dan memakai jas berwarna hitam yang memiliki logo kecil di sisi kanan kerahnya. Rambutnya hitam lebat di sisir rapi. Ketika dia berdiri seolah sedang melihat karya seni yang sangat luar biasa.

Semua orang yang melihat pasti akan jatuh hati pada ketampanannya. Bulu mata panjang yang hitam dan lentik seolah menjadi penjaga untuk melindungi mata yang terlihat bersih layaknya bayi yang baru lahir.

Aroma parfum samar-samar tercium lembut dari tubuhnya. Aura yang dia miliki seolah menunjukkan bahwa dialah Sang Raja, sungguh perpaduan yang sangat sempurna.

Riko seketika terkejut dengan kedatangan orang nomor satu di perusahaannya itu.

“Presdir ….” Sapa Riko sambil membungkukkan badan, menyapa atasannya itu dengan formal.

“Bukankah sudah kubilang, jika kita hanya bertiga kau bisa memanggil namaku, sampai kapan kau akan mengabaikan perintahku?” Ucapnya seolah ingin menakut nakuti Riko.

“Sudahlah … lebih baik kau menurut saja Rik, kalau tidak orang sombong ini akan menggunakan kekuasaanya untuk menekanmu.” Seorang Pria dengan wajah lembut muncul dari arah belakang dan menyela percakapan, sambil merangkul pundak mereka berdua.

“Sampai kapan kalian akan mengabaikan tokoh utama kita hari ini, hah? Bagaimana kabarmu Nona? Oh iya perkenalkan saya Lucas, teman Riko.” Lukas memperkenalkan dirinya pada Rubi yang saat itu sedang berbaring diatas ranjang pasien. Rita segera pamit untuk pulang mengambil barang keperluan Rubi.

 

BAB 7: PERTEMUAN (Lanjutan)

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 803 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 7: PERTEMUAN (Lanjutan)

“Tante… biar diantar oleh supir saya … dia sudah di depan rumah sakit menunggu Tante.” Arthur memerintahkan supirnya untuk mengantar Rita pulang kerumah. Sedikit paksaan dari Lucas membuat Rita tak bisa lagi menolak.

Sesaat setelah Rita berjalan menjauh dari mereka, Arthur memperkenalkan dirinya kepada Rubi. “Hai … aku Arthur!” Sambil melambaikan tangan kanannya.

“Rubi …” Ucap Rubi sambil membalas lambaian tangan Arthur.

“Rik … bukankah seharusnya dia datang wawancara kerja hari ini? Bagaimana bisa dia berakhir disini?” Tanya Arthur pada sahabatnya itu.

Riko tersentak, bagaimana bisa Arthur tahu kalau Rubi akan wawancara kerja hari ini.

“Tak perlu heran begitu, dengan kekuasaannya kau takkan pernah bisa menutupi informasi apapun darinya.” Ledek Lucas sembari menjelaskan kalau Arthur sudah tahu, jika Rubi adalah keponakan Riko.

Rubi tersenyum menyaksikan kedekatan mereka bertiga. Dia sangat bersyukur, akhirnya pamannya memiliki teman selain dirinya. Melihat bagaimana perlakuan Arthur dan Lucas kepada pamannya, membuat Rubi sedikit terhibur. Apalagi pamannya yang terkesan kaku karena Arthur adalah atasan sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Rubi sama sekali tidak tahu menahu mengenai keberadaan Arthur dan Lucas karena pamannya tidak pernah membahas mereka dengannya.

“Paman … kenapa Paman tidak pernah mengenalkanku pada mereka? Bukankah mereka teman Paman?” Tanya Rubi pada Riko.

“Paman kenal mereka saat Paman mengikuti program kampus di Amerika. Kebetulan kami satu kelompok.” Jelas Riko.

“Wah … apakah kau tidak menganggap kami teman? Kenapa kau tidak pernah membahas kami dengan keponakanmu yang cantik ini.” Goda Lucas yang kemudian di sambut dengan senyum dari mereka ber-empat.

Sejak Rubi kehilangan ayahnya pada kecelakaan, Riko menjadi satu-satunya laki-laki yang berada di rumah. Riko merawat dan menjaga Rubi kecil yang syok kala itu hingga akhirnya Rubi bisa kembali ceria. Riko dan Rubi berkerja sama untuk membuat Rita bangga. Mereka menjadi yang terbaik di sekolah, di rumah mereka berusaha untuk membuat Rita tidak kesepian.

Kekompakan mereka di uji sekali lagi, ketika pada akhirnya Rita sakit parah. Selain ginjalnya bermasalah, kini jantung Rita juga bermasalah. Hingga kini mereka berdua masih berusaha untuk membujuk Rita agar bersedia di rawat di rumah sakit.

Semua tentu akan menjadi lebih mudah jika saja Riko meminta bantuan bos sekaligus temannya, Arthur. Dengan karakter Riko, Rubi memahami bahwa itu tidak mungkin di lakukan olehnya, karena hal yang sama akan dilakukan juga oleh Rubi.

Arthur menyakan banyak hal pada Rubi. Terkait dengan keahlian yang dia miliki, pekerjaan seperti apa yang Rubi inginkan. Sebagai seorang pimpinan perusahaan, Arthur memiliki penilaian yang bagus tentang keahlian seseorang. Dia juga sangat pandai membaca karakter dan mencari tahu pemikiran yang dimiliki oleh orang lain.

“Apa kau tidak mau mencoba menjadi sekertaris sekaligus asisten Presdir? Menurutku dengan kecerdasan dan ketelitianmu, kau mumpuni untuk itu. Jika kau bersedia, kau bisa menjadi partner Lucas, tentu saja setelah kau keluar dari rumah sakit.” Ujar Arthur yang di sambut Riko dengan heran.

Dimata Riko, Arthur bukanlah orang yang akan sembarangan mempekerjakan orang di dekatnya. Riko sempat ragu, apakah ini semua karena dirinya? Namun sejurus kemudian dia menggelengkan kepalanya, meyakinkan diri bahwa Arthur tidak mungkin melakukan semua itu.

“Kenapa kamu menggelengkan kepalamu? Kau pikir aku main-main atau aku melakukan semua ini karenamu? Jika memang benar singkirkan saja pikiran tidak berguna itu. Aku tidak mungkin meletakkan orang yang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja di sampingku.” Jelas Arthur, sebelum akhirnya di sambut dengan senyum dari Rubi, karena baru kali ini dia melihat pamannya itu terlihat kikuk.

“Hal apa yang bisa kudapatkan lebih? jika aku bekerja sebagai asisten dan sekertaris anda dari pada sebagai seorang menejer keuangan? Bagiku uang bukanlah segalanya, aku tidak bisa menghabiskan waktuku di perusahaan dengan bekerja lembur setiap hari, aku sudah harus berada di rumah  pada malam hari karena aku harus menjaga ibuku.” Jelas Rubi.

“Tentu saja kau bisa melihat kondisi perusahaan secara lebih menyeluruh, kau juga memiliki akses lebih untuk bisa membaca ekonomi perusahaan dan global. Kau juga akan memiliki pengalaman lebih dengan membantuku menentukan dan mempelajari perusahaan-perusahaan yang bekerja sama atau yang sedang dan akan menawarkan kerja sama dengan kita. Mengenai waktu, jika itu untuk kepentingan ibumu, kau bisa merundingkannya dengan Lucas” Jelas Arthur panjang lebar.

“Baiklah, namun gajiku tidak sedikit. Mengingat seberapa penting urusan yang nanti akan ku tangani.” Ucap Rubi.

“Bukankah kau bilang uang bukanlah segalanya? Kenapa sekarang menyinggung gaji? Tenang saja kau akan mendapatkan gaji yang sesuai dengan performamu.” Jelas Arthut sambil tertawa.

“Uang memang bukanlah segalanya buatku, tapi jika aku harus bekerja dan bertanggung jawab menangani sesuatu, maka aku harus mendapatkan apa yang sudah menjadi hakku.” Jelas Rubi.

Arthur tertawa dan menyindir Riko, dia mengatakan bahwa Riko harus belajar dari keponakannya itu. Menurut Arthur selama ini Riko tidak memiliki ambisi apapun dalam bekerja. Riko bahkan menolak ketika Arthur menawarkan posisi wakil Presdir padanya kala itu.

Menurut Riko, dia cukup nyaman dengan posisinya sekarang. Dia tidak ingin terlalu terlibat dengan urusan politik perusahaan. Cukup baginya menduduki jabatan sebagai seorang Direktur keuangan, dimana urusannya tidak serumit jika dia berada di posisi wakil Presdir.

 

BAB 8: BEBAN

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 513 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 8: BEBAN

Kini kondisi Rubi sudah pulih seutuhnya, dokterpun heran akan kondisi Rubi, seolah semua itu hanya mimpi dan tidak meninggalkan bekas berarti bagi kehidupan nyata.

“Bu … Bagaimana kondisi Ibu?” Tanya Rubi khawatir pada ibunya, karena Rubi masih ingat jelas saat Rita menangis histeris di lantai IGD rumah sakit waktu itu. Masih jelas dalam ingatan, Bagaimana ibunya berteriak histeris ketika dokter melakukan tindakan darurat padanya. Bagaimana Rita memukul-mukul dada sebelah kirinya waktu itu. Suara kepiluan itu masih jelas terdengar di telinga Rubi.

Rubi tidak ingin terjadi apa-apa pada ibunya, yang dia inginkan hanyalah agar ibunya bisa bahagia. Hingga kinipun Rubi masih belum bisa membujuk Rita untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Ada sedikit kelegaan di hati Rubi, ketika akhir-akhir ini Rita menjalankan perawatan cuci darah rutin sesuai  jadwal yang di tentukan oleh dokter.

Rubi berharap apapun yang disampaikan oleh Rita mengenai kondisinya adalah sebuah kebenaran. Hati Rubi sedikit lega ketika melihat akhir-akhir ini dia sangat jarang melihat ibunya merasa kesakitan. Rubi berpikir, kondisi Rita semakin membaik, sambil berharap segera ada donor ginjal yang cocok untuk ibunya.

Sebulan sudah sejak Rubi hidup kembali. Rubi sudah memulai aktifitasnya untuk bekerja di Perusahaan milik Arthur. Perusahaan yang sama dimana pamannya menjadi Direktur keuangan. Rubi memutuskan untuk menerima tawaran Arthur waktu itu, karena dengan posisi itu Rubi mendapatkan gaji yang lumayan setiap bulan, serta pengalaman yang mungkin tidak akan datang dua kali dalam hidupnya.

Lucas cukup puas dengan performa Rubi, baginya Rubi cukup cepat dalam memproses semua tugas yang ia berikan. Arthur bosan hampir setiap hari mendengar sahabat sekaligus sekertarisnya itu selalu memuji Rubi di hadapannya.

“Hei … apa kau suka padanya? Ingat dia itu keponakan Riko, artinya dia juga keponakan kita.” Gerutu Arthur pada sahabatnya itu, seolah ingin mengingatkan kalau mereka tidak boleh memiliki perasaan lain kepada Rubi.

“Tenang saja aku masih waras ….” Lucas berlalu begitu saja setelah meletakkan beberapa kertas di hadapannya, meninggalkan Arthur yang masih serius membaca tumpukan dokumen di atas mejanya.

“Bie … kau sudah selesai?” Tanya Riko pada Rubi.

“Bentar Paman … 5 menit oke?” Jawab Rubi sembari mengangkat lima jarinya sambil mengerlingkan sebelah matanya pada Riko.

Riko hanya bisa tersenyum melihat tingkah keponakan tersayangnya itu. Rasa bangga tersirat dari senyumnya, melihat keponakannya yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu di hadapan laptopnya.

“Rik … kau di sini? Ke tempat biasa yuk!” Lucas berjalan keluar dari ruangan Arthur. Ruang kerja Lucas dan Rubi berada tepat di luar ruangan Arthur selaku pimpinan perusahaan.

“Aku antar Rubi pulang dulu.” Jawab Riko sambil menganggukkan kepalanya pada Lucas.

“Kalian duluan saja … Rubi nanti aku yang antar.” Arthur berjalan dari ruangannya sambil memakai jasnya kembali.

“Aku naik taksi saja.” Ujar Rubi sambil bersiap-siap dan menenteng tas kerjanya.

“Kalian duluan saja, Bie … tolong perlihatkan padaku kontrak yang di ajukan oleh Perusahaan Wang Enterprise.” Arthur duduk di kursi Lucas yang berada tepat di sebelah Rubi. Entah sejak kapan, Arthur mulai mengikuti Riko, memanggil Rubi dengan sebutan “Bie”.

“Heiii … jangan lama-lama Bos, kasihan adik kecil kita ini, dia masih butuh tidur yang cukup untuk masa pertumbuhannya.” Ledek Lucas sambil menepuk pundak Arthur sembari mengerling menggoda Rubi.

 

BAB 8: BEBAN (Lanjutan)

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 589 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 8: BEBAN (Lanjutan)

“Hish … mana ada anak kecil yang usianya 25 tahun?” Rubi merengut sambil mengacungkan tinjunya ke arah Lucas dan Riko yang sudah berlalu. Arthur hanya tersenyum sendiri melihat tingkah Rubi yang menurutnya cukup menggemaskan.

Rubi memberikan dokumen yang di minta oleh Arthur, mereka larut dalam diskusi hingga tak terasa 30 menit sudah berlalu.

“Ouh … maaf, ayo kuantar kau pulang.” Arthur bersiap-siap untuk beranjak dari kursinya ketika Rubi mengatakan kalau dia ingin ikut mereka.

Arthur tercengang dengan permintaan Rubi padanya, dia tidak mau melihat tatapan sinis Riko dan Lucas jika dia membawa Rubi bersamanya ke tempat seperti itu.

“Kau sungguh ingin melihatku dimarahi oleh pamanmu? Jangan aneh-aneh, ayo pulang.” Tukas Arthur.

“Aku sudah besar, kenapa kalian masih memperlakukan aku seperti anak kecil? Kalau kau tidak mau membawaku kesana, aku bisa kesana sendiri.” Rubi berjalan terburu-buru untuk meninggalkan Arthur, sebelum akhirnya Arthur menahannya dengan memegang tangan Rubi.

Dikarenakan langkah kaki Rubi yang terlalu cepat dan genggaman tangan Arthur yang terlalu kuat membuat keseimbangan keduanya terganggu hingga kini tubuh Rubi terbaring diatas Arthur. Mata mereka saling menatap satu sama lain yang hanya berjarak beberapa inci.

Wangi samar-samar tercium dari parfum keduanya, degup jantung mereka yang saat ini berhadapan seolah sedang bertepuk tangan, suara kantor yang sepi membuat detik jam dinding terdengar jelas, seolah  sedang mengawasi mereka berdua.

Arthur menelan ludahnya, hingga jakunnya bergerak keatas dan kebawah. Selama beberapa saat mereka bertahan dalam posisi jantung yang saling berhadapan.

“Ehem … Bie … bisakah ka … kau … turun?” Ucap Arthur terbata-bata, membuyarkan lamunan Rubi. Rubi segera berdiri, suasana canggung sangat terlihat jelas dari ekspresi dan gerak gerik mereka berdua.

“Ka … kau … bukankah aku ini atasanmu? Ke … kenapa kau berbicara seperti itu padaku?” Arthur berjalan mendahului Rubi yang masih tercengang. Sesaat kemudian Rubi mulai bisa menguasai dirinya kembali, dia segera berlari menyusul Arthur yang kini sudah mulai menekan tombol lift.

“Bukankah jam kerjaku sudah berakhir? Lagi pula bukannya kau yang duluan memperlakukan aku seperti anak kecil?” Ucap Rubi sambil bersungut-sungut di susul oleh Arthur yang diam-diam tersenyum melihatnya.

“Hei … kemana saja kau? Lama sekali?” Sapa Lucas hingga akhirnya dia tercengang karena melihat Rubi berada tepat di belakang punggung Arthur.

“Ru … Rubi …? Sedang apa kau disini?” Lucas dan Riko tercengang melihat Rubi yang kini sudah berada di hadapan mereka.

“Aku … sudah besar Paman, Aku mengancamnya akan pergi sendiri jika dia tidak mau membawaku.” Jelas Rubi pada pamannya sambil melirik kearah Arthur yang kini sedang duduk menikmati minumannya.

Riko hanya terdiam, menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh Rubi memang benar adanya. Di tengah pergaulan anak zaman sekarang akan lebih aman kalau Rubi berada dalam pengawasannya agar lebih mudah untuk melindunginya. Dari pada dia memaksa pergi sendiri, tak ada yang tahu kejahatan apa yang mengancamnya.

Mereka bertiga hanya bisa terdiam heran, menatap Rubi dengan mudah menikmati minumannya tanpa kesulitan sedikitpun. Mereka berempat pun larut dengan lamunan mereka tanpa ada perbincangan sama sekali. Masing-masing asyik dengan minuman dan pikiran mereka.

Rubi memperhatikan ketiga pria yang sedang duduk di sampingnya. Entah apa yang mereka pikirkan, namun terlihat bahwa mereka memiliki beban masing-masing. Seperti inilah kehidupan, tidak ada yang mudah bagi siapapun.

Rubi mengingat kembali kenangan masa kecilnya, Riko adalah teman sekaligus sahabat yang ia miliki. Mereka saling bergantung satu sama lain. Dulu sering sekali mereka berdiskusi hingga larut malam membahas pelajaran yang ada di sekolah.

Sejak kepergian ayahnya waktu itu, entah apa yang akan terjadi jika tidak ada Riko di sampingnya. Mereka tumbuh besar dengan bergantian menemani Rita. Baginya Riko adalah sekutu yang sangat berarti, begitupun arti kehadiran Rubi bagi Riko.

BAB 9: PERGOLAKAN

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 538 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 9: PERGOLAKAN

Jam di tangan Arthur menunjukkan hari sudah hampir tengah malam. Arthur memutuskan untuk mengakhiri semuanya dan mengajak mereka bertiga pulang. Melihat Rubi yang kini terbaring di pangkuan Riko dan tertidur pulas, Arthur menatapnya dalam-dalam, entah apa maksud dari tatapannya malam itu. Arthur tak sadar sejak kapan mereka tertidur, sementara Lucas masih terjaga sambil menikmati minumannya.

“Hei … ayo pulang! Aku sudah memanggil supir pengganti.” Ujar Arthur menepuk punggung Lucas. Lucas hanya menanggapi ajakan Arthur dengan menganggukkan kepalanya. Sesaat kemudian Arthur memanggil seorang pria yang terlihat seperti pengelola tempat itu. Caranya menunduk memberi hormat kepada Arthur, meyakinkan bahwa dialah Sang Raja.

Entah apa yang Arthur bisikkan padanya, dia hanya menundukkan kepalanya berkali-kali seolah takut untuk mendongak dan menatap Arthur. Arthur terlihat seperti sedang mengintruksikan sesuatu sambil mengeluarkan kartu berwarna hitam dari sakunya. Pria itu menunduk dengan sangat sopan sebelum akhirnya pergi meninggalkannya. Selang beberapa saat pria itu kembali sambil mengatakan sesuatu dan mengembalikan kartu berwarna hitam milik Arthur.

“Luc ….” Ajak Arthur pada Lucas sembari berdiri dari kursinya dan memasukkan kembali kartu yang tadi sempat ia keluarkan. Lucas mencoba untuk membangunkan Riko, namun dia tak kunjung terbangun. Lucas terpaksa menggendong Riko di punggungnya dan berjalan keluar dari tempat itu.

Terlihat Lucas kesulitan dalam berjalan, entah karena mengantuk atau karena keberatan menggendong Riko, hingga akhirnya dia di bantu oleh security menuju mobil. Seseorang yang tampak seperti sopir pengganti membantu Lucas membuka pintu mobil, sementara security membantunya mendudukkan Riko kemudian memasangkan sabuk pengaman untuknya.

Arthur berusaha untuk membangunkan Rubi. Arthur memanggil namanya beberapa kali namun Rubi masih belum bergerak. Arthur mengangkat tangannya dengan kikuk untuk menyentuh pundak Rubi dan menggoyangnya, dengan harapan Rubi akan bangun. Cukup lama Arthur berdiri terdiam sambil menatap Rubi lekat-lekat. Pria yang tadi di panggil Arthur menghampirinya dan menawarkan untuk mengangkat Rubi, karena sepertinya Rubi tertidur dengan sangat pulas.

Arthur sempat ragu, apakah dia akan mengiyakan tawarannya atau tidak. Hingga pada akhirnya Rubi berakhir di punggung Arthur. Dada Arthur berdegup kencang, ini adalah perasaan kedua yang dia alami setelah kejadian di kantor tadi. Perasaan yang belum pernah ia rasakan selama 30 tahun hidupnya. Arthur sempat berpikir kalau ini adalah perasaan normal yang di alami oleh lelaki dewasa seperti dirinya, karena jaraknya dan Rubi saat ini memang sangat dekat. Arthur berpikir kalau ini hanyalah perasaan sementara karena situasi saja, bukan sesuatu seperti “Cinta” atau “Ketertarikan antara pria dan wanita”. Namun, apapun nama rasa yang saat ini dia rasakan, seperti candu, Arthur ingin menikmatinya, ingin berlama-lama membiarkan dirinya larut di dalamnya.

Arhur menyadari, dia memiliki perasaan lebih kepada Rubi. Perasaan yang dia takuti, dia tidak mau kehilangan sahabatnya karena perasaan seperti itu. Arthur berusaha untuk mengalihkan pemikirannya, dan membuang jauh-jauh perasaan yang tak dia inginkan itu agar tak muncul kembali. Arthur meyakinkan dirinya, bahwa rasanya pada Rubi seperti rasa yang dia miliki kepada Gwen, sama seperti perasaan Riko pada Rubi, kasih sayang karena dia memperlakukan Rubi seperti saudaranya.

Malam itu 2 mobil mewah berjalan beriringan. Sedan berwarna silver dengan logo 4 cincin berjajar melintas cepat di jalanan basah malam itu. Menyusul di belakangnya sedan berwarna hitam legam, patung macan yang menempel di atas kap mesin tampak berkilauan  di terpa cahaya lampu-lampu kota. Mobil-mobil itu berjalan beriringan melintasi terowongan panjang yang membelah Kota Geylang menjadi 2 bagian.

 

BAB 9: PERGOLAKAN (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 507 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 9: PERGOLAKAN (Lanjutan)

Orang-orang mengenalnya sebagai terowongan kuning, karena terowongan itu di hiasi cahaya lampu yang berwarna keemasan di malam hari. Di sisi baratnya adalah pusat industri Kota Geylang dimana Trans Energy Corp, perusahaan milik Arthur beroperasi. Sementara di sisi sebelah timur adalah kawasan pelabuhan dan perumahan elit.

2 km setelah keluar dari mulut terowongan kedua mobil itu berbelok tajam kekanan menuju salah satu komplek perumahan. Rumah-rumah di sana berjajar rapi menghadap kearah pantai timur. Setelah berjalan melewati 3 blok dari gerbang perumahan, kedua mobil itu berhenti tepat di depan rumah 2 lantai yang halamannya penuh dengan bunga aster berwarna putih. Lucas segera menggendong Riko yang masih tertidur pulas di punggungnya, sementara Arthur juga melakukan hal yang sama kepada Rubi. Paman dan keponakan itu sama-sama tertidur pulas dan tak terbangun walaupun kedua orang yang menggendong mereka terguncang guncang menaiki tangga teras rumah.

“Ting … tong ….” Arthur menekan bel rumah Rubi, seorang perempuan paruh baya membuka pintu dan menatap mereka. Tak ada tatapan marah di matanya, seperti layaknya orang tua yang akan memarahi anaknya ketika pulang larut malam. Dia hanya tersenyum dan menatap kearah Riko dan Rubi yang sedang tertidur pulas. Sesaat kemudian dia mempersilahkan Lucas dan Arthur yang terlihat kepayahan untuk segera masuk ke dalam rumah.

“Di bawah tangga sebelah kiri adalah kamar Riko, bisakah kau membaringkannya di sana? Dan kau, ikuti aku!” Perintah Rita dengan lembut pada Arthur yang sedang menggendong Rubi. Dia pun mengikuti Rita menuju kamar yang terletak di lantai 2, dimana kamar Rubi berada.

“Kau bisa membaringkannya di sini!” Ujar Rita lembut.

“Terima kasih telah mengantarkan mereka pulang, perkenalkan aku adalah kakak Riko, dan Ibu dari Rubi. Kalian pasti Arthur dan Lucas kan? Tadi Riko sudah menghubungiku.” Senyum yang tersungging di wajah Rita menyiratkan kehangatan seorang ibu dan kakak yang sangat menyayangi keluarganya.

“Ba … baik Tante, maaf kami pulang terlalu malam, kami pulang dulu Tante.” Arthur berusaha untuk mencari-cari Lucas, karena batang hidungnya tak terlihat sejak tadi. Segera Rita dan Arthur mencari keberadaan Lucas di kamar Riko, dan melihatnya tertidur pulas sambil memeluk Riko.

“Ma … maaf Tante, aku akan segera membawanya.” Langkah kaki Arthur terhenti ketika tangan Rita menghalanginya.

“Tak perlu … biarkan saja, kau juga menginaplah! Kau bisa tidur di kamar kosong di sebelah sana.” Pinta Rita sambil menunjuk ke arah kamar yang berada tepat di sebelah kamar Riko.

Arthur mengangguk tanpa berani untuk menolak permintaan lembut dari Rita. Sudah lama Arthur merindukan perlakuan lembut dari seorang ibu, karena semenjak berusia 5 tahun Arthur harus hidup sebagai anak piatu ketika ibunya meninggal karena penyakit yang dia derita.

Rita mengetuk pintu kamar Arthur, sambil menyodorkan baju bersih milik Riko.

“Mandilah … kau bisa pakai baju Riko setelahnya.” Rita berlalu setelah memberikan baju bersih, meninggalkan Arthur yang masih berdiri mematung disana. Tak terasa air mata menetes dari pelupuk matanya. Rasa rindu akan kasih sayang seorang ibu membuncah menyeruak dalam benaknya. Sejenak Arthur iri kepada Riko dan Rubi yang memiliki Rita di sisi mereka.

Beberapa saat kemudian, Arthur berusaha untuk menguasai emosinya kembali, dia menghapus air matanya yang jatuh hingga akhirnya dia menutup pintu.

 

BAB 10: TERBONGKAR

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 541 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 10: TERBONGKAR

Sudah jadi kebiasaan, Arthur tidak akan bisa tertidur dengan nyenyak di malam hari. Biasanya jika sudah begini, dia akan menghabiskan waktu di ruang kerja, menenggelamkan diri diantara tumpukan dokumen yang ia bawa dari kantor.

Arthur menatap jam di tangannya yang menunjukkan pukul 2 dini hari. Dia membuka pintu kamarnya perlahan karena tidak ingin membangunkan orang-orang di rumah itu.  Sambil celingukan sana sini Arthur berusaha mencari cari dimana letak dapur untuk mengambil air minum.

Ketika dia berjalan melewati sebuah foto yang di pajang di atas lemari, dia menatap foto yang menampilkan seorang gadis kecil sambil memegang piala. Nampak wajahnya yang imut, lucu dan semakin menggemaskan ketika ia tertawa. Cukup lama Arthur berdiri menatap foto gadis imut itu, hingga akhirnya ia seperti tersentak kaget dan berusaha untuk menyadarkan diri kembali.

Terlihat ada sosok perempuan yang meringkuk tepat di depan kulkas. Dada Arthur berdegup kencang, siapa gerangan sosok itu? Arthur berjalan mendekat, sosok itu mendongak menatap mata Arthur. Sambil meringis sosok itu menjulurkan tangannya untuk meraih Arthur. Lampu jalan yang menembus lewat sela-sela jendela menyinari wajah dari sosok itu, dan ternyata dia adalah Rita.

“Tan … Tante kenapa?” Arthur mempercepat langkahnya menghampiri Rita yang saat ini sedang meringkuk.

“Sssst … tolong ambilkan Tante air.” Arthur segera berdiri mengambil air yang terletak di atas meja. Arthur memposisikan Rita untuk duduk tegak agar bisa minum. Rita sudah menggenggam beberapa obat di tangannya dan memasukkan obat-obatan itu ke mulutnya di susul Arthur yang  langsung membantunya minum air. Arthur masih terduduk di bawah kulkas menemani Rita yang kini kondisinya sudah mulai membaik.

“Tante sudah tidak apa-apa? Mau minum lagi?” Tanya Arthur sambil menawarkan gelas yang masih tersisa separuh.

“Sudah … maukah kau merahasiakan ini dari Riko dan Rubi?” Pinta Rita.

Sebuah permintaan yang sangat sulit untuk di penuhi oleh Arthur. Dia tidak mau menghianati Riko dan Rubi, karena menurutnya Rita harus segera mendapat pengobatan. Namun, kembali Arthur tak mampu menolak permintaan perempuan yang memiliki senyuman lembut di hadapannya itu.

“Yuk Tante … aku antar sampai kamar.” Arthur membantu Rita berdiri dan membantunya berjalan menuju kamarnya. Kembali air mata Arthur menetes tanpa ia sadari, ketika ia memegang tangan Rita yang terlihat seperti tulang yang terbungkus kulit. Hampir tidak terlihat daging di sana.

Arthur menyadari, perempuan paruh baya itu banyak kehilangan berat badannya. Entah sakit apa yang ia derita. Arthur teringat kenangan masa kecilnya, dimana ia juga melihat ibunya sangat kurus seperti Rita, sebelum akhirnya ia meninggalkannya.

Rita tersenyum melihat Arthur yang kini terisak sambil membenamkan kepalanya sambil memegang tangan Rita yang kini sudah terbaring di atas ranjang kamarnya.

Rita mengelus kepala Arthur, entah kenapa meskipun ini baru pertama kali bertemu, Rita tahu bahwa Arthur adalah anak yang baik.

“Sudah ….” Elus Rita.

“Ma … maaf Tante …, tidak seharusnya aku seperti ini.” Ucap Arthur sambil menghapus air matanya.

“Tak apa … Tante tahu kamu anak baik. Dengan karakter Riko, Tante tahu kalau kamu anak baik, maka dari itu dia memilihmu untuk jadi temannya.”

“Tante … maukah Tante di rawat di rumah sakit? Apapun sakit yang Tante derita, aku yakin dokter kami akan bisa mengobatinya. Kecanggihan ilmu pengetahuan saat ini sudah cukup maju, jadi Tante tidak perlu hawatir. Masalah biaya Tante tidak perlu hawatir, rumah sakit itu milik keluargaku, Kakakku yang kini mengelolanya.” Bujuk Arthur pada Rita.

 

BAB 10: TERBONGKAR (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 523 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 10: TERBONGKAR (Lanjutan)

Namun Rita bersikeras untuk tidak mau di kenang menjadi pesakitan yang menghabiskan waktu hidupnya di ranjang rumah sakit. Arthur menanyakan apakah Riko dan Rubi tidak tahu apapun tentang hal ini. Rita menjelaskan bahwasanya mereka sudah tahu, namun mereka tidak tahu kalau kondisinya memburuk begitu cepat.

Kembali Rita menegaskan dan memohon pada Arthur bahwasanya Rubi dan Riko tidak boleh tahu kejadian malam ini. Arthur hanya bisa menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan Rita.

Arthur bersiap untuk meninggalkan Rita ketika ia lihat Rita sudah tertidur. Mungkin reaksi dari obat yang tadi ia minum menyebabkan ia mengantuk. Ketika Arthur hendak berdiri untuk kembali ke kamarnya. Tanpa sengaja ia melihat bungkus obat di atas meja tepat di samping tempat tidur Rita.

Arthur mengambil dan melihat obat-obat itu, Arthur mengingat nama-nama obat yang tadi ia lihat di kamar Rita. Kini Arthur sudah berada di dalam kamarnya, segera dia menghubungi kakaknya yang seorang dokter kardiotoraks sekaligus presdir di rumah sakit yang di kelola.

“Emm … tumben menghubungi Kakak …?” Ujar Gwen di seberang sana.

“Berhentilah sok tua … kau hanya 5 menit lebih tua dariku, lagipula dengan temperamenmu kau tidak memiliki kualifikasi untuk di panggil sebagai Kakak. Kaulah yang harus memanggilku Kakak, mengingat akulah yang selalu menjagamu ….” Jawab Arthur menggoda Gwen.

“Aku tidak mau mendengar omong kosongmu itu, aku sibuk ….”

“Eiit … tunggu … tunggu … tuuu …” Panggilannya terputus. Arthur sangat geram dengan sikap pemarah kakaknya itu. Arthur segera menekan nama “Ratu” di layar handphonenya.

“Apa lagi …?” Goda Gwen.

Arthur menyebutkan nama-nama obat-obatan yang tadi ia lihat di kamar Rita. Arthur menanyakan penyakit apa yang mengharuskan penderitanya meminum obat-obatan itu.

“Aku tidak bisa mendiagnosanya hanya dari obat-obatan yang kamu sebutkan, bawa dia kemari segera, dilihat dari jenis obat-obatan yang dia konsumsi, sepertinya kondisinya berat.” Jelas Gwen.

“Tidak bisakah kau menyembuhkannya …? Dia adalah Ibu sahabatku. Aku ingin menyelamatkannya. Sementara ini aku tidak bisa membawanya ke rumah sakit. Apakah kau bisa meluangkan waktu untuk mengunjunginya bersamaku?” Pinta Arthur.

“Baiklah, besok aku masih ada operasi sampai malam, jadi mungkin besok lusa jam 10 pagi. Tapi ada syaratnya ….”

“Apa lagi …? Selama kau bisa menyelamatkannya, aku akan melakukan apapun yang kau mau.” Ucap Arthur.

“Aku tidak bisa berjanji untuk hal itu, mengingat jenis obat yang dia minum. Namun aku bisa menjanjikan, aku akan mengusahakan yang terbaik untuk membantunya. Dengan catatan mulai sekarang kau harus memanggilku “Kakak”, bagaimana?” Goda Gwen, karena dia tau adiknya itu selalu marah jika ia memintanya untuk memangilnya “Kakak”.

“Oke …, sepakat.”

“Oke.” Gwen mengakhiri panggilan teleponnya, terlihat Gwen saat ini berada di tengah meeting untuk membahas keuangan rumah sakit. Semua orang yang berada disana tak ada satupun yang berani berkomentar ketika Gwen menunda rapat untuk menerima sebuah panggilan telepon.

Mereka tahu, dengan karakter Gwen, hanya 1 orang di dunia ini yang bisa membuatnya menghentikan apapun yang dia lakukan kecuali dia sedang berada di ruang operasi. Orang itu adalah adik kesayangannya, Gwen hanya akan bersikap lembut dan tersenyum lebar jika berhadapan dengan adiknya itu. Hanya dia satu-satunya orang yang bisa membuat Gwen tampil menjadi seorang perempuan yang manis.

Sebagai seorang Dokter Kardiotoraks sekaligus Presdir rumah sakit, Gwen terkenal dengan kedisiplinannya. Gwen sangat tegas sebagai seorang pemimpin.

 

 

BAB 11: RAJA & RATU

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 707 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 11: RAJA & RATU

Gwen adalah Dokter bedah kardiothoraksik atau kardiotoraks juga sering disebut Dokter Kardiovaskuler. Seorang ahli bedah jantung, paru-paru, dinding dada dan diafragma. Dia salah satu yang terbaik di bidangnya dan kini tinggal di kota Geylang.

Di kenal sebagai “Jenius” di kalangan ilmu kedokteran, karena dia melakukan operasi pertamanya lebih cepat dari teman seangkatannya. Sejauh ini semua operasi yang dia lakukan memiliki keberhasilan hingga 99%. Dengan kemampuan yang ia miliki, karirnya berkembang pesat saat dia di luar negeri.  Dia terpaksa pulang dan menetap di kota Geylang untuk memimpin langsung Trans Medical Hospital milik ayahnya. Jika bukan karena desakan Arthur, Gwen berencana untuk tinggal di luar negeri selamanya dan meniti karir kedokterannya disana.

Trans Medical Hospital adalah rumah sakit jantung dan paru terbesar juga terbaik di kota Geylang. Gwen menjadi Dokter ahli bedah karditoraks sekaligus Presdir disana. Dengan kemampuan yang ia miliki, tidak sulit bagi Gwen untuk beradaptasi dengan urusan-urusan rumah sakit.

Semenjak ibunya meninggal, ayahnya mengambil alih kepemimpinan rumah sakit. Dari kecil Gwen sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang dokter bedah kardiotoraks oleh sang Ayah. Karena Gwen harus mewarisi Trans Medical Corp. Begitupun dengan Arthur, dia juga sudah di persiapkan sedemikin rupa agar mampu mewarisi Trans Energy Corp.

Meskipun dilahirkan sebagai seorang Putri dan Pangeran dengan semua fasilitas mewah. Mereka dibesarkan dengan penuh kedisiplinan. Bisa dibilang sangat keras untuk anak berusia 5 tahun kala itu. Mereka tidak melalui masa yang menyenangkan seperti anak-anak yang lain.

Ketika mereka berkunjung ke perusahaan dan rumah sakit, tidak jarang mereka merasa iri ketika melihat anak-anak bermain dengan gembira bersama Ayah dan ibunya. Arthur dan Gwen kecil hanya bisa menahan air mata kerinduan mereka kepada sang Ibu saat bersama dengan ayahnya.

Trans Medical Corp menjadi tempat yang paling mereka rindukan sekaligus tempat yang tidak ingin mereka kunjungi. Disana Arthur dan Gwen kecil banyak menghabiskan waktu bermain dengan ibunya, saat sang Ibu menjalani perawatan. Disana juga, mereka harus menelan kesedihan ketika  ibunya pergi meninggalkan Arthur dan Gwen yang masih berusia 5 tahun.

Dengan didikan sang Ayah, Arthur dan Gwen harus mampu mengendalikan kesedihannya ketika berkunjung ke rumah sakit. Sejak kecil, ayahnya sering mengajak mereka ke rumah sakit dan perusahaan, dengan tujuan agar lebih mengenal perusahaan dan rumah sakit yang kelak akan mereka pimpin.

“Seseorang yang memikul tanggung jawab besar di pundaknya, harus berjuang lebih keras dari pada yang lain.” Kata-kata yang selalu di ucapkan oleh ayahnya, ketika Gwen dan Arthur kecil mulai menangis saat melewati kamar rawat VIP tempat sang Ibu meninggal.

Sejak kecil mereka sudah dituntut untuk melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Menjadi yang terbaik adalah sebuah keharusan dan kenormalan bagi mereka. Sudah biasa untuk belajar seharian, dan memenangkan semua kejuaraan. Mereka dididik langsung oleh guru-guru terbaik, selain akademik dan etika, mereka juga belajar ilmu beladiri.

Dengan status yang mereka sandang dan tanggung jawab besar yang menanti mereka di masa depan, kemampuan beladiri menjadi sebuah kewajiban yang harus mereka miliki.  Sebagai penerus dan pewaris perusahaan besar adalah berkah sekaligus musibah di waktu yang bersamaan. Tidak sedikit orang yang mengincar nyawa mereka, begitu banyak hal yang menjadi alasannya, entah karena persaingan bisnis, atau karena ingin menguasai harta yang mereka miliki.

Mereka menghabiskan waktu sekolah dasar hingga menengah atas di rumah. Program home schooling terpaksa mereka jalani, mengingat begitu banyak ancaman yang membahayakan nyawa mereka di luar sana. Hari-hari yang di lalui oleh Gwen dan Arthur di penuhi dengan pembelajaran yang sangat ketat. Mereka benar-benar dipersiapkan sedemikin rupa untuk memiliki kemampuan yang luar biasa sebagai penerus bisnis ayahnya.

Ketika memasuki masa kuliah, Arthur dan Gwen melanjutkan pendidikan mereka di luar negeri. Mengenyam pendidikan di universitas terbaik didunia, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti. Dengan bekal ilmu yang mereka dapatkan sedari kecil, tidak sulit bagi mereka berdua untuk menjadi yang terbaik. Mereka bisa bergerak dengan leluasa dan berbaur dengan mahasiswa lain tanpa kesulitan sedikitpun. Ayahnya sengaja menyembunyikan identitas mereka ketika mereka di luar negeri, untuk melindungi mereka dari ancaman pesaing-pesaing bisnis ayahnya.

Hingga tiba waktunya Gwen siap dan diberi amanah untuk memimpin langsung Trans Medical Hospital. Dia menjadi salah satu dokter yang sangat di kagumi di Amerika. Ketika akhirnya Ayahnya memutuskan untuk pensiun dari jabatannya, Gwen dan Arthur ditarik pulang untuk mengambil alih semua bisnis ayahnya. Hingga saat ini tidak ada satupun dari mereka berdua mengetahui persis alasan ayahnya memutuskan untuk melepas jabatan.

 

BAB 11: RAJA & RATU (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 782 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 11: RAJA & RATU (Lanjutan)

Tepat dua hari setelah percakapan di telepon itu, Arthur mendatangi Gwen di rumah sakit. Pagi itu security yang berjaga di pintu utama rumah sakit dikejutkan dengan kedatangan Arthur, tidak biasanya bos Trans Energy Corp itu duduk di bangku kemudi mobil Jaguarnya. Untuk urusan resmi biasanya para pejabat rumah sakit selalu menyambut kedatangannya. Security itu berlari tergopoh-gopoh menghampiri Arthur yang kini sudah berjalan memasuki lobi.

Semua orang menunduk dengan hormat di sepanjang jalan yang dilewati oleh Arthur. Aura yang dia tampilkan membuat semua gadis-gadis disana seperti terhipnotis bahagia kegirangan. Entah apa yang berada dalam pikiran mereka. Arthur sama sekali tidak mencoba untuk membalas senyum mereka atau setidaknya melihat kearah mereka. Dia berjalan sendirian, hal yang sangat jarang ia lakukan, biasanya Lucas akan selalu mengekorinya kemanapun ia pergi. Namun, kali ini, Arthur membawa mobilnya sendiri, dan berjalan memasuki rumah sakit tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Biasanya Lucas akan mengabarkan petinggi-petingi rumah sakit kalau Arthur akan berkunjung. Karena Lucas tidak tahu Arthur akan ke rumah sakit kali ini, maka tidak ada yang mengabari para petinggi rumah sakit.

Hari ini semua orang dibuat panik oleh Arthur, karena meeting yang awalnya akan dilaksanakan pukul 9 pagi dimajukan menjadi pukul jam 6 pagi. Ketika membaca perintah Arthur lewat surat elektornik yang ia edarkan, Lucas hanya bisa menghela nafas panjang. Dia yakin para petinggi perusahaannya itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Waktu yang mereka miliki kini berkurang beberapa jam untuk mempersiapkan bahan meeting. Beruntungnya meeting berjalan dengan lancar, para petinggi keluar dari ruang meeting dengan perasaan lega diwajah mereka.

“Luc … aku keluar dulu, hari ini kuserahkah urusan kantor padamu.” Ujar Arthur, setelah menyelesaikan rapat dengan para petinggi perusahaan.

“Hei … akhirnya … apakah kau sudah mulai melirik wanita? Haishh … kenapa merahasiakannya dari sahabatmu ini?” Mata Lucas mengerling, menggoda Arthur yang berjalan di depannya.

“Apa kau bosan?” Jawab Arthur dengan dingin.

“Hei … oke … oke. Tapi, apakah kau sungguh tidak mau memberitahuku?” Lucas tidak berani menggoda Arthur lebih jauh, jika tidak Arthur akan memberikan tugas yang bisa membuatnya tidak tidur berhari-hari. Melihat karakter dan sifat Arthur, Lucas cukup paham untuk  tidak semakin membuat dirinya sendiri menderita.

Arthur berjalan keluar dari perusahaan menaiki lift khusus yang hanya dinaiki olehnya. Lucas menatap punggung Arthur yang memasuki lift. Selama ini Lucas selalu tahu jadwal keseharian Arthur, karena dia yang mengaturnya. Arthur sangat gila kerja, tidak ada hal yang bisa membuatnya meninggalkan pekerjaan selain Gwen. Lucas tersenyum tipis melihat sahabatnya itu, dia tahu apa saja yang sudah dialami oleh Arthur dan Gwen sejak Ibu mereka meninggal. Lucas berharap kebahagiaan selalu menyertai mereka, karena selain seorang Raja dan Ratu, mereka berdua hanyalah anak-anak kesepian yang merindukan kasih sayang seorang Ibu.

Ketika Arthur berjalan memasuki lobi, semua petinggi rumah sakit berlarian menghampiri Arthur.

“Pres … Presdir …, maaf kami tidak tahu ka …..”

Sambil berjalan Arthur menghentikan mereka dengan mengangkat tangannya, isyarat kalau apapun yang mereka lakukan sekarang, harus mereka hentikan. Bahkan kalau mereka mampu, mereka akan menghentikan detak jantung mereka sendiri agar bunyinya tidak menganggu sang Raja.

“Aku tidak ingin membuat keributan, ini bukan kunjungan resmi. Aku hanya ingin menemui Pimpinanmu. Kalian pergilah, jangan menghalangi jalanku.” Arthur berjalan melewati mereka tanpa memperhatikan wajah ketakutan dari para petinggi itu.

Bagaimana mungkin mereka melawan perintahnya, dia adalah sang Raja. Raja dari segala Raja, tidak ada satupun rumah sakit yang akan mempekerjakan mereka jikalau mereka dipecat dari sana. Menghadapi Sang Ratu saja mereka sudah gemetar hingga keringat dingin membasahi seragam dokter mereka. Apalagi ini, dia adalah sang Raja, yang mampu membuat sang Ratu menunjukkan sisi keperempuannya yang manis.

Istilah Raja dan Ratu untuk Arthur dan Gwen bukan bualan semata. Entah sejak kapan istilah itu disematkan kepada mereka oleh orang-orang. Tapi sebagian besar orang setuju dan mengakui jikalau panggilan itu pantas untuk mereka berdua. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga mereka, sebutan itu pantas mereka sandang. Tapi bukan itu yang menjadi alasan utama bagi mereka disebut Raja dan Ratu, tapi lebih kepada karakter mereka yang sangat tegas tanpa kompromi dengan kesalahan. Seolah penilaian mereka menjadi tolok ukur mengenai kemampuan seseorang.

Hal ini berpengaruh pada kredibilitas semua karyawan yang bekerja di bawah naungan mereka. Menjadi anak buah Arthur dan Gwen adalah kebanggaan tersendiri, bahkan dipandang sebagai sebuah kehormatan diantara karyawan perusahaan lain. Dengan gaya kepemimpinan Arthur dan Gwen yang sangat perfeksionis, maka tidak ada karyawan yang bertahan lama jika mereka tidak memiliki kemampuan lebih.

Seperti dua sisi pada satu koin, jika sampai kau dipecat oleh mereka, maka tidak ada satupun orang yang akan mempekerjakan kalian. Oleh karena itu semua karyawan yang berada dalam naungan Arthur dan Gwen, bekerja dengan penuh kedisiplinan dan ketelitian demi masa depan mereka sendiri. Itulah sebabnya Arthur dan Gwen mampu membawa bisnis yang diamanahkan pada mereka dan mendapat pengakuan dari semua orang.

 

 

 

BAB 12: NEGOSIASI

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 624 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 12: NEGOSIASI

“Hei … kau sudah siap?” Arthur menyeruak masuk ke dalam ruangan Gwen, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“Sepertinya aku harus memecat siapapun yang saat berada di luar ruangan ini. Bagaimana bisa mereka membiarkanmu masuk tanpa pemberitahuan.” Ujar Gwen yang sedang sibuk di depan laptopnya tanpa melihat kearah Arthur sedikitpun.

“Kau pikir mereka bisa menghentikanku, untuk menunggu?”

“Tentu saja itu mustahil, Ini masih 09.55, tumben sang Raja datang terlalu cepat. Oh tidak … apakah aku akan dipenggal karena telah membuang waktu Raja yang berharga?” Goda Gwen sambil berpura-pura ketakutan sambil mengangkat kedua telapak tangannya dan menutup mulutnya sendiri.

“Hentikan … aku lagi tidak ingin bercanda denganmu.” Arthur menjatuhkan tubuhnya dan tiduran di atas kursi sofa yang terbuat dari kulit di depan meja Gwen. Arthur menghembuskan nafas berulang kali, seolah ingin melepaskan beban pikirannya agar menguap dan menjadi udara.

“Hei … hal apa yang bisa membuat sang Raja sampai menghembuskan nafas sebegitunya? Apa dia sepenting itu bagimu? Lebih penting dari aku?” Goda Gwen yang kini sudah duduk di sofa di dekat kepala Arthur.

“Sudah … jam 10.00 yuk.” Arthur bangkit dari tidurnya, dan segera melangkahkan kakinya keluar sebelum akhirnya dia menyadari Gwen masih terdiam duduk disana.

“Hei … apalagi? Bukankah aku sudah menjemputmu? Dan ini sudah jam 10.00 tepat, apalagi yang kau inginkan?” Gerutu Arthur.

“Kau belum memanggilku “Kakak”.”

“Baiklah … Kakakku yang cantik, yuk berangkat.” Arthur memaksakan senyum dan berusaha untuk tampil manis di depan Gwen. Gwen tersenyum melihat tingkah adik kembarnya itu.

“Satu lagi?! Sela Gwen.

“Apa lagiiii …?” Keluh Arthur, yang kini sudah mulai tampak putus asa meladeni Gwen.

“Aku mau gendong.” Pinta Gwen sambil menjulurkan kedua tangannya, seperti seorang anak yang ingin digendong oleh sang Ayah. Arthur tak mampu lagi berkata apa-apa, dia hanya bisa duduk jongkok untuk mempersilahkan kakaknya itu naik ke atas punggungnya.

Melihat Arthur yang sudah siap untuk menggendongya, Gwen sangat bahagia. Matanya yang besar berbinar-binar melihat punggung Arthur yang bidang. Gwen mengangkat kedua tangannya ke atas sambil mengucap kata “Yey” dengan sangat gembira. Siapa yang mengira seorang Ratu yang terkenal dengan ketegasannya itu bisa terlihat sangat manis dan lucu saat ini. Gwen berlari kecil penuh kegembiraan, seolah itu hal yang sangat dia inginkan.

Gwen bergegas melompat menaiki punggung adik kembarnya itu. Arthur menggeleng melihat kelakuan Gwen yang masih belum hilang sejak mereka msih kecil.

“Eits … tunggu … tunggu, turunkan aku dulu!” Perintah Gwen pada Arthur.

“Apa lagi …? Arthur menoleh pada Gwen yang berlari menuju meja kerjanya. Gwen memasukkan laptop dan beberapa berkas ke dalam tas berwarna coklat tua yang terbuat dari bahan kulit.

“Waktuku juga sangat berharga, bukan hanya kau saja yang sibuk. Ayo … berangkaaaat …!” ujar Gwen yang kini sudah menaiki punggung Arthur sambil membawa tas kerjanya.

Arthur hanya bisa menghela nafas panjang, sesekali tersenyum melihat tingkah laku kakaknya itu.

“Apa rumah sakit tidak mampu memberikanmu makan?” Tanya Arthur.

“Aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Begitu banyak urusan administrasi rumah sakit yang harus aku tangani. Aku juga sibuk di meja operasi. Kau tahu? Tangan dewaku ini sudah menyelamatkan ribuan nyawa.”

“Um … tetap saja kau harus makan. Aku sudah berinvestasi cukup banyak pada rumah sakitmu, jangan sampai kau tidak mampu mengelolanya karena kau sakit.” Ujar Arthur. Meskipun terdengar sinis, Gwen tahu itu adalah bentuk kepedulian dari adiknya itu padanya. Sejak kecil Arthur adala orang yang selalu mendampingi dan menjaganya. Dia bukan hanya sekedar adik baginya, tapi juga teman tempatnya untuk berkeluh kesah.

Ketika mereka berjalan keluar dari ruangan Gwen, para sekertaris hanya bisa menunduk memberikan hormat pada mereka tanpa berani berkomentar.

 

Di sepanjang jalan menuju pintu keluar rumah sakit, mereka berdua menjadi pusat perhatian semua orang. Tidak ada satupun yang berani berkomentar atas kelakukan kakak beradik itu. Beberapa orang yang sudah mengenal mereka semenjak kecil hanya bisa tersenyum bahagia melihat kedekatan mereka.

 

BAB 12: NEGOSIASI (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 832 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 12: NEGOSIASI (Lanjutan)

Bagi mereka yang tahu betapa keras kehidupan masa kecil Arthur dan Gwen, sangat memahami kedekatan antara mereka berdua. Mereka hanya bisa saling mengandalkan dan bersandar satu sama lain sejak Ibu mereka meninggal hari itu.

Ayahnya semakin sibuk karena mengurus perusahaan sekaligus rumah sakit di waktu yang bersamaan. Meskipun ada petinggi rumah sakit yang membantu, dia tetap mengurusi langsung urusan rumah sakit. Karakter perfeksionis yang kini dimiliki oleh Arthur dan Gwen sama persis dengan Ayah mereka.

Segera setelah Arthur dan Gwen kelua dari pintu utama rumah sakit, security membukakan pintu mobil Arthur.

“Hei ….”

“Kakak.” Potong Gwen.

“Kakak, sampai kapan kau akan naik di punggungku. Kita sudah di luar rumah sakit. Turunlah, kau tidak berencana untuk menyuruhku jalan kaki sambil menggendongmu bukan?” Ucap Arthur yang kini sudah berdiri tepat di depan pintu utama rumah sakit.

“Bawa aku ke dalam mobil.” Perintah Gwen tegas.

Arthur hanya bisa menghela nafasnya lagi dan lagi. Security mengikuti langkah Arthur dan membukakan pintu mobil yang berada di sebelah kemudi. Setelah mendudukkan Gwen, Arthur bersiap untuk mengendarai mobilnya.

Arthur mengambil beberapa coklat dari laci dashboard mobilnya. Dia memberikan coklat itu pada Gwen yang kini sudah membuka kembali laptopnya.

“Kau memang adikku ….” Ujar Gwen tertawa riang dan mencium pipi Arthur.

“Bagaimana kau menjalani hidupmu tanpaku? Huft … ck … ck ….” Arthur hanya bisa menggelang-gelengkan kepalanya, sementara Gwen hanya bisa tertawa lebar dan memasukkan potongan coklat ke dalam mulutnya. Selama perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka berdua, Arthur tidak ingin mengganggu konsentrasi kakaknya yang sedang bekerja.

“Memang dia siapa? Sampai-sampai kau sendiri yang meminta bantuanku?” Tanya Gwen sambil memasukkan laptop dan berkas-berkas yang ada di pangkuannya.

“Ibu dari temanku, kau pernah bertemu dengannya. Dia adalah Riko, Direktur keuangan di perusahaanku saat ini.”

“Oh, teman yang kau puji kecerdasannya itu?” Tegas Gwen. Arthur menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan Gwen.

“Yah … cukup disayangkan dia hanya menjabat sebagai direktur keuangan, kalau dia mau jadi wakilmu, dengan kemampuan kalian berdua, perusahaan mungkin akan bertumbuh lebih cepat dari yang sekarang.” Ujar Gwen sambil memasukkan coklat kedalam mulutnya.

“Aku tidak bisa memaksanya, tapi syukurlah ada Lucas. Keponakannya juga tidak kalah dengannya dan sekarang dia jadi partner Lucas untuk membantuku.”

Mobil berwarna hitam itu kini memasuki gerbang sebuah perumahan. Tak lama kemudian Arthur memarkir mobilnya di halaman rumah tinggal Rita.

“Ting … tong ….” Pintu terbuka, Bi sup menyambut mereka dan mempersilahkan mereka berdua masuk. Bi Sup memanggil Rita, menyampaikan kalau ada tamu yang mencarinya.

“Nak … Arthur? Silahkan duduk …, Bi … siapin teh ya Bi.” Rita memerintahkan Bi Sup, yang direspon oleh anggukan dan Bi Sup segera berlalu untuk menyiapkan minuman bagi mereka bertiga.

“Tante … kenalin Dr. Gwen, dia adalah Kakakku. Tante, boleh ya, izinkan dia memeriksa kondisi Tante.” Pinta Arthur.

Gwen yang melihat sikap adiknya ini, dia langusng mengetahui kalau perempuan paruh baya di hadapannya ini begitu penting bagi Arthur. Tanpa babibu lagi, Gwen segera membawa tas peralatannya dan berjalan mendekat ke tempat Rita duduk. Rita sudah tidak mampu lagi menolaknya, dia hanya mampu tersenyum melihat keluakuan 2 anak muda di hadapannya ini.

“Tante … bolehkah aku melihat berkas hasil pemeriksaan terakhir yang Tante lakukan?” sebelum akhirnya Rita menjawab, Bi Sup sudah menyerahkan dokumen yang di minta kepada Gwen.

“Tolong … sembuhkan beliau Dokter, saya mohon.” Ucap Bi Sup sambil berlinang air mata, sebelum akhirnya di amenyerahkan berkas itu pada Gwen dan berlalu sambil menghapus air matanya.

Gwen mempelajari hasil pemeriksaan terakhir Rita, dan meminta Rita untuk bersedia di rawat di Rumah sakit. Gwen tahu, kondisi Rita semakin lama semakin parah, dan obat penghilang rasa sakit yang selama ini Rita minum, memiliki efek yang waktunya semakin lama semakin sebentar. Rita butuh perawatan yang tepat di rumah sakit.

“Jika Tante tidak mau ke rumah sakit sekarang, bahkan untuk waktu sebulan Tante tidak akan mampu bertahan.” Jelas Gwen.

Mendengar itu, Arthur segera meninggalkan mereka berdua dan menghubungi Riko sahabatnya. Arthur menceritakan semua kejadian mulai sejak malam itu dia menemukan Rita kesakitan di dapur hingga kini dia membawa Dokter kerumah. Dan Arthur menceritakan kondisi Rita yang semakin memburuk, jika tidak dibawa ke rumah sakit sekarang juga, bahkan Rita tidak akan mampu bertahan hanya dalam waktu sebulan.

Beberapa saat kemudian Riko sampai dengan terengah-engah. Mereka berdua segera memasuki rumah dan melihat Rita yang terlihat sangat pucat.

“Kak … aku mohon.” Riko bersimpuh bersujud di bawah kaki Rita. Membuat Arthur dan Gwen terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Riko. Arthur sudah berteman semenjak kuliah dengan Riko, namun tidak pernah dia melihat emosi dan air mata Riko sampai seperti ini, disisi lain Gwen sangat mengerti perasaan Riko. Karena jika dalam posisi Riko dia mungkin akan melakukan hal yang sama.

“Hiks … hiks …, baiklah, bangun, jangan seperti ini. Di sini ada seorang Dokter yang sangat cantik, bagaimana mungkin lelaki sepertimu menangsi seperti anak kecil di hadapannya.” Goda Rita sambil mengangkat tubuh adikny aitu dan memeluknya lembut.

Rita akhirnya menyerah, melihat ternyata hal yang dia inginkan selama ini, menempatkan semua orang dalam penderitaan dan kesedihan yang amat sangat. Dia tidak ingin membuat mereka yang mencintainya menyesal setelah kepergiannya.

 

BAB 13: PERMINTAAN

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 523 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 13: PERMINTAAN

Semua orang tersenyum bahagia ketika akhirnya Rita bersedia menjalani pengobatan. Riko menghubungi Rubi untuk memberitahunya kalau Rita sedang ada di rumah sakit ada rasa hawatir dan rasa lega datang bersamaan menghampiri Rubi. Rasa hawatir dan takut, apakah dia siap kehilangan Rita mengingat kondisinya yang sepertinya semakin parah, rasa lega karena akhirnya Rita bersedia untuk di rawat di rumah sakit. Perjuangan yang selama ini dia dan pamannya usahakan, namun tak berdaya dengan kerasnya hati Rita.

Di rumah sakit Gwen meminta Rubi dan Riko segera keruangannya. Rita kini tidur dengan nyenyak setelah pengobatan yang dia terima. Rita istirahat sambil ditemani oleh Bi Sup. Di ruangannya kini Gwen menunjukkan hasil pemeriksaan kondisi jantung Rita. Arthur, Rubi, Gwen mendengarkan penjelasan Gwen dengan seksama terkait dengan kondisi kesehatan Rita.

Gwen menuturkan, di banding dengan kondisi ginjalnya, keadaan jantung Rita lebih menghawatirkan. Gwen hawatir yang mengancam hidup Rita bukanlah ginjalnya melainkan kondisi jantungnya. Tindakan operasi darurat di butuhkan sesegera mungkin, jika tidak Rita mungkin tidak akan bisa bertahan meskipun hanya seminggu. Keputusan ini harus di pikirkan matang-matang oleh Riko dan Rubi, mengingat keberhasilannya hanyalah 30%.

Gwen menjelaskan dia pernah menghadapi kasus serupa ketika dia berada di luar negeri waktu itu dan operasi waktu itu berhasil. Namun kondisi Rita sangat spesial karena mereka juga harus hati-hati dengan kondisi ginjal Rita yang juga sangat buruk. Dengan semua perhitungan dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, Gwen menjelaskan tingkat keberhasilan akan berkurang seiring dengan menurunnya kondisi Rita. Dengan kondisi ginjal Rita, Gwen menjelaskan kemungkinan untuk berhasil turun menjadi 25%, dan akan semakin turun jika operasi tidak segera dilakukan.

Riko dan Rubi menjelaskan kondisi Rita yang sebenarnya padanya. Mereka tidak mau membohongi Rita, karena ini adalah hidup Rita.

“Ibu mau menjalani operasi, lakukanlah yang terbaik yang bisa kalian lakukan. Berjanjilah jangan menyesali apapun yang terjadi, karena kalian sudah melakukan yang terbaik sampai akhir.” Rubi menangis terisak sambil memeluk tubuh ibunya. Riko berusaha untuk menahan air matanya. Rita menjulurkan tangan untuk bisa memeluk Riko. Pertahan Rikopun runtuh, dia menangis terisak dalam pelukan Rita.

Arthur hanya bisa mengintip melalui jendela kaca pintu kamar rawat. Arthur menghapus air mata yang mengalir di sudut matanya. Sekilas Rita melihat Arthur, sebelum akhirnya Arthur berjalan pergi.

“Kalian, apakah kalian memiliki kekasih?” Pertanyaan itu seketika membuat Arthur dan Rubi terdiam dan mengahapus air mata mereka.

“Apa maskud Ibu? Kenapa malah membahas hal seperti itu?” Tanya Rubi dengan lembut.

“Aku hanya ingin melihat kalian bahagia dan menemukan pasangan hidup kalian. Aku akan merasa lega dan bisa pergi dengan tenang jikalau aku bisa melihat kalian berdua menikah. Tentu saja aku ingin melihat bayi mungil dari kalian sebelum aku pergi. Mungkin harapan itu harus aku relakan.”Ucap Rita.

“Bu … kami ti ….” Kata-kata Rubi terhenti ketika Riko memegang pundaknya.

“Baik, kami akan membawanya untuk bertemu denganmu. Maka dari itu, berjuanglah, Kakak pasti bisa melewati semuanya. Tak perlu menghawatirkan Rubi, aku akan menjaganya.” Jelas Riko yang di sambut senyum di bibir pucat Rita.

Setelah Rita tertidur kembali karena kondisinya, Rubi mengajak Riko keluar untuk makan malam. Rubi bertanya apakah selama ini diam-diam Riko memiliki kekasih yang dirahasiakan darinya. Pertanyaan itu tentu saja di sambut dengan pukulan lembut Riko yang ia daratkan di kening Rubi.

 

BAB 13: PERMINTAAN (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 703 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 13: PERMINTAAN (Lanjutan)

“Lalu dimana Paman akan menemukan kekasih yang ingin paman kenalkan sama Ibu?” Tanya Rubi sambil membelalakkan matanya, tak mengerti akan jalan pikiran Riko.

“Aku bisa menjadi kekasihmu kalau kau mau.” Ucap seorang perempuan yang berada tepat di belakang mereka.

“Uhuk … uhuk ... hei, apa maksudmu?” Tanya Arthur sembari membelalakkan mata melihat kearah kakaknya itu.

Gwen melongok ke arah Riko dan Rubi berada. Tempat mereka makan dibatasi oleh kayu setinggi 1,5 meter, sehingga ketika Gwen berdiri dia bisa melihat Riko dan Rubi. Dalam jarak sedekat itu tentu saja Arthur dan Gwen mendengar semua percakapan mereka.

Beberapa saat kemudian, Gwen memesan ruangan agar mereka bisa makan malam ber-empat.

“Apa maksudmu tadi? Jangan main-main. Bagaimana kalau Ayah sampai tahu?” Tanya Arthur dengan serius pada Gwen.

“Tenang saja. Pria tua itu akan sangat bahagia jika sampai dia tahu aku memiliki kekasih. Apa kau tidak tahu berapa kali dalam sehari dia mengirimiku foto-foto pria padaku?” Gwen memakan makanannya dengan tenang. Riko hanya terdiam menatap Gwen dalam-dalam.

“Hei, Paman … katakan sesuatu! Jangan bilang kau akan melakukannya. Resikonya sangat besar, mengingat mereka adalah “Raja dan Ratu”.” Bisik Rubi di telinga Riko.

“Jelaskan padaku, kenapa aku harus menerima tawaranmu, mengingat kau bukan orang biasa, sedikit saja rumor pasti akan berbahaya untukmu.” Tanya Riko serius.

“Apa kau menyukaiku?”Tanya Gwen.

“Tidak.” Riko menjawabnya dengan cepat dan lugas.

“Bagus, itulah yang terpenting, kita bisa putus kapanpun kita mau. Aku membutuhkanmu agar pria tua itu tidak mengangguku sementara waktu. Kau membutuhkanku untuk membuat Tante tenang ketika menjalani operasi. Jika kondisinya semakin membaik, operasi bisa dilakukan dalam 3 hari kedepan.” Jelas Gwen serius.

“Arthur … kau sahabatku, izinmu sangat penting bagiku. Kau tenang saja, aku tidak akan macam-macam dengan saudarimu.” Tanya Riko sambil menatap serius pada Arthur.

“Hei, ngapain kau tanya dia … ini hidupku, aku yang ….” Gerutu Gwen sebelum akhirnya dia berhenti untuk meneruskan apapun yang ingin dia katakan ketika Arthur menyelanya.

“Kalau denganmu, walaupun kalian serius dan menikah aku akan tenang menyerahkannya padamu.” Jawab Riko dengan serius pada kawannya itu.

Rubi hanya mampu geleng-geleng kepala melihat tingkah 3 orang yang kini berada dalam hadapannya itu.

“Oke, sepakat … Dokter, apakah kau punya syarat?” Tanya Riko.

“Kini kita adalah kekasih, kau panggil aku Gwen saja, untuk syarat kau hanya harus mendengarkan apapun yang kumau, mengingat pria tua itu tidak akan percaya begitu saja. Dia pasti akan menyuruh orang untuk menyelidiki, apa kau kau benar-benar kekasihku.” Jelas Gwen.

“Oke, sepakat. Tolong selamatkan Kakakku, maka aku akan melakukan apapun yang kau mau.” Riko berdiri dari kursinya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

“Hei, apakah kau tidak pernah berakting? Bagaimana bisa kau memohon seperti itu pada pacarmu? Jangan bilang kau tidak pernah berurusan dengan perempuan.” ledek Gwen.

“Dia memang tidak pernah berurusan dengan perempuan, dan kau … kapan kau pernah berurusan dengan laki-laki?” Ledek Arthur pada kakak kembarnya itu.

Gwen hanya bisa merengut, mengingat apa yang dikatakan oleh Arthur benar adanya. Selama ini Gwen tidak berniat untuk menjalin komitmen dengan lawan jenis. Baginya itu sangat merepotkan, sudah cukup baginya untuk sibuk dengan urusan rumah sakit.

“Tunggu, bukankah kalian berdua ingin mengenalkan pasangan kalian pada Tante. Lalu … Bagaimana denganmu Rubi? Apakah kau sudah memiliki kekasih?” Gwen bertanya dengan serius.

“Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan laki-laki. Dan juga aku tidak berencana untuk menikahi siapapun. Aku hanya ingin menemani dan membahagiakan Ibu.” Jawab Rubi.

“Kalau begitu dengan Arthur saja.” Ujar Gwen tiba-tiba.

Sontak saja, Arthur yang mendengar itu semua menyemurkan semua makanan yang berada dalam mulutnya ke arah Rubi yang duduk tepat didepannya.

“Hei … Apa-apaan?” Arthur membelalakkan matanya kearah Gwen dan bergegas membersihkan mulutnya.

“Apakah kau mau?” Tanya Rubi pada Arthur.

Riko dan Arthur yang mendengar pertanyaan Rubi ternganga karena diluar pemikiran mereka.

“Bi … kau tidak perlu ….” Ucap Riko.

“Apakah kau tidak mau? Demi Ibu. Aku bersedia melakukan apapun. Bisakah kau membantuku? Aku tidak akan ikut campur dengan urusan pribadimu.” Tanya Rubi pada Arthur.

“Apa kau yakin? Kelak mungkin tidak akan ada pilihan untuk kembali. Kau perempuan yang cerdas, kurasa kau pasti tahu situasiku.” Ujar Arthur memastikan.

“Jika aku harus menikah dengan seseorang, kurasa kau bukan pilihan yang buruk.” Ujar Rubi.

Gwen tersenyum tipis mendengar perbincangan serius antara Arthur dan Rubi. Riko hanya bisa pasrah dan menerima keputusan Rubi karena ini menyangkut hidupnya sendiri.

 

BAB 14: KESEPAKATAN

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 545 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 14: KESEPAKATAN 

“Kak, sebenarnya Dr. Gwen adalah kekasihku. Karena itulah dia kerumah kita malam itu.”Jelas Riko pada Rita.

Rita menyambutnya dengan senyum sumringah melihat Gwen merangkul tangan Riko.

“Bolehkan aku memanggilmu “Kakak” ?” Tanya Gwen dengan senyum sumringah diwajahnya yang disambut anggukan lembut dari Rita.

“Tolong panggil Rubi.” Pinta Rita. Rubi dan Arthur yang sedari tadi menunggu di luar pintu akhirnya masuk.

Melihat Arthur dan Rubi bergandengan tangan, Rita mulai paham. Selama ini Arthur dan Rubi memiliki hubungan yang spesial. Karena itulah Arthur sangat peduli padanya.

“Aku tidak tahu apakah aku bisa bangun kembali nanti ketika operasi selesai. Namun, Nak, maukah kau menuruti permintaan Ibu untuk yang terakhir kalinya?” Pinta Rita sambil memegang tangan Rubi.

“Nak Arthur,” Mata Rita beralih kepada Arthur.

Arthur menangkap tangan Rita. Sesaat kemudian Rita menyatukan tangan Rubi dan Arthur.

“Ibu tahu, Kalian ber-empat adalah anak-anak baik. Ibu sangat bahagia Rubi dan Riko bisa bertemu dengan kalian berdua. Hal yang sangat aku impikan adalah melihat Riko dan Rubi menikah. Dengan begitu, aku bisa pergi menyusul ayah Rubi dengan tenang. Sebelum operasi, maukah kalian ber-empat menikah? Aku akan sangat bahagia dan tenang menghadapi operasi nanti.” Pinta Rita.

Mereka ber-empat saling bertatapan satu sama lain. Semua ini diluar prediksi mereka. mereka ber-empat tidak berharap kalau harus menikah secepat ini.

“Baik, hari ini kami akan pergi ke kantor catatan sipil untuk menikah. Kami akan melakukan resepsi setelah Tante operasi. Maka dari itu Tante harus janji, bahwa Tante akan menghadiri resepsi pernikahan kami nanti.” Jelas Arthur menanggapi permintaan Rita. Rita menyambutnya dengan tangis bahagia.

“Bu ….” Rubi menghentikan ucapannya ketika Arthur menyela dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

Arthur menegaskan kalau Rita harus sehat. Semua orang yang hadir di sana memahami inti dari perkataan Arthur. Bukan saatnya untuk memikirkan hal lain, yang terpenting saat ini adalah bagaimana Rita mampu melalui operasi dengan lancar. Hari itu juga Arthur menghubungi Lucas dan menjelaskan situasi yang sebenarnya. Dengan bantuan Lucas, pendaftaran pernikahan antara Gwen dan Riko juga Rubi dan Arthur berjalan dengan lancar di kantor catatan sipil. Disana jika ingin mendaftarkan pernikahan hanya dibutuhkan berkas-berkas identitas kedua mempelai tanpa harus ada pendampingan dari orangtua atau keluarga besar kedua belah pihak.

Hari yang dinanti telah tiba. Rita bersiap untuk operasi.

Lampu yang berada tepat di atas pintu ruangan yang bertuliskan “Ruang operasi” itu menyala, menandakan bahwa sedang ada operasi yang di lakukaan saat ini. Arthur, Rubi dan Riko menunggu di depan ruangan dengan penuh kecemasan. Masih terngiang ucapan Gwen pada mereka, kalau operasi akan membutuhkan waktu paling tidak 12 jam.

Mereka bertiga tahu bahwa saat ini Gwen dan Rita sedang berjuang di dalam sana. Arthur melihat jam tangannya menunjukkan arah jam 12.30 siang. Arthur meminta Lucas membawakan mereka sesuatu untuk mengisi perut. Rubi kini terlihat sangat pucat. Beberapa saat kemudian Lucas tiba dengan membawa beberapa jus buah dan susu untuk mereka bertiga.

Arthur tahu bahwasanya dalam kondisi seperti ini baik itu Rubi maupun Riko takkan mampu menelan apapun. Namun, Arthur tidak ingin melihat Rubi dan Riko sampai sakit, karena mereka harus sehat dan kuat agar bisa mendampingi dan merawat Rita nanti. Arthur menyodorkan jus buah dan susu kepada Riko, dan memberikan instruksi agar Riko memperhatikan Rubi. Riko mengerti maksud Arthur, segera Riko memaksa Rubi agar bersedia meminum sesuatu agar dia memiliki energi untuk menemani Rita nanti.

 

BAB 14: KESEPAKATAN (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 711 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 14: KESEPAKATAN (Lanjutan)

 

“Bos, aku sudah mengatur ulang jadwalmu, namun ada beberapa dokumen yang membutuhkan tanda tanganmu segera.” Bisik Lucas pada bosnya itu.

“Rik, aku harus pergi, ada beberapa hal yang harus kuurus di perusahaan. Nanti sore aku akan datang ke sini lagi ketika urusanku sudah selesai. Kuat ya kawan … kau harus tetap tegar, ingat Rubi masih membutuhkan perhatianmu.” Arthur berjalan pergi di ikuti Lucas dari belakang. Rubi berdiri menatap Arthur dengan mata sembabnya. Rubi memeluk Arthur lembut.

“Terima kasih untuk semua yang kau lakukan.” Rubi menangis sesenggukan di pelukan Arthur.

“Itu semua memang sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawabku. Kita suami istri sekarang, ibumu adalah ibuku juga.” Arthur menepuk lembut punggung Rubi. Sesaat kemudia Arthur berjalan meninggalkan Riko dan Rubi yang masih setia menunggu di depan ruang operasi.

“Bos, Ayahmu menghubungiku. Dan menanyakan pernikahanmu dan Gwen.” Ucap Lucas.

“Nanti selesai operasi, kami berdua akan menemuinya.” Jawab Arthur.

Mereka menaiki mobil menuju ke perusahaan. Arthur menyelesaikan rapat yang sempat tertunda, menemui klien dan menyelesaikan semua urusannya. Gwen berjuang di meja operasi untuk melakukan yang terbaik agar nyawa ibu mertunya itu selamat. Sementara Riko memeluk Rubi sambil menunggu tepat di depan ruang operasi. Empat orang anak muda yang pertemukan oleh takdir. Mereka melakukan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tanpa menjadi beban bagi satu sama lain.

Takdir menyatukan mereka dalam pernikahan. Sesuatu yang selama ini tidak pernah mereka inginkan. Komitmen, memiliki pasangan tidak selalu ribet seperti yang selama ini mereka pikirkan. Karena mereka ber-empat tidak saling menjadi beban bagi satu sama lain. Mereka tetap melakukan apa yang selama ini menjadi tanggung jawab dan kegiatan mereka tanpa harus direpoti dengan tuntutan ini itu.

Lampu itu padam, tanda bahwasanya operasi sudah selesai. Riko segera bangkit dari duduknya ketika pintu ruangan itu terbuka. Gwen berjalan keluar dan menjelaskan bahwa operasi berjalan dengan lancar. Kini tinggal menunggu Rita sadar dan mengamati perkembangan kondisi Rita.

Gwen tersentak kaget ketika Riko memeluknya dengan tiba-tiba, kata terima kasih keluar dari mulut Riko. Di susul pelukan dari Rubi untuknya sesaat setelah Riko melepas pelukannya. Gwen tersenyum menyadari kehangatan yang diberikan oleh Arthur dan Rubi padanya.

Kali ini dia benar-benar memahami perasaan adiknya itu, kenapa dia sangat dekat dengan Riko, karena mereka orang-orang yang penuh dengan kehangatan. Ketulusan yang mereka miliki begitu berharga bagi orang-orang seperti Gwen dan Arthur, karena tidak mudah menemukan orang-orang yang benar-benar tulus pada mereka tanpa ada tendensi kepentingan mengingat kekuasaan yang mereka miliki.

Gwen merasakan kehangatan yang selama ini belum pernah ia rasakan. Gwen berpikir mungkin keputusan untuk menikahi Riko adalah keputusan yang tepat. Gwen tidak ingin menjalin hubungan komitmen ataupun pernikahan dengan laki-laki manapun karena dia tidak mau dibatasi hanya karena statusnya sebagai istri.

Arthur baru bisa pergi ke rumah sakit pada malam hari. Seharian ini dia sibuk menyelesaikan segala urusan di kantor. Gwen, Riko dan Rubi sudah berada di samping Rita yang masih belum sadar.

 “Sejauh ini tidak ada gejala perburukan, namun kita masih harus tetap mengawasi perkembangannya kedepan.” Terang Gwen.

“Kak, Ayah meminta kita untuk pulang malam ini.” Ujar Arthur kepada Gwen.

“Kami akan ikut bersama kalian. Bagaimanapun ki … kita telah menikah. Aku tidak ingin ikut campur urusan keluarga kalian. Ta … Tapi, aku merasa harus menemui Ayah kalian.” Ujar Riko ragu. Dia hawatir kalau Gwen dan Arthur akan salah paham pada niatnya.

“Apa kau bersedia ikut dengan kami?” Tanya Gwen memastikan. Itu memang hal yang dia inginkan. Tapi mengingat situasi Rita, Gwen ragu untuk mengajaknya.

Rubi menjelaskan, bahwa Rita akan ditemani oleh Bi Sup. Lagi pula setelah pulang dari kediaman Ayah Arthur dan Gwen, dia dan Riko akan kembali ke rumah sakit.

Arthur dan Gwen tersenyum bahagia. Malam itu mereka ber-empat mengunjungi tempat Ayah Arthur dan Gwen berada. Setelah sampai dirumah, mereka disambut oleh Dr. Win. Dia adalah asisten pribadi sekaligus dokter pribadi ayah Gwen dan Arthur.

Gwen tidak miliki firasat aneh apapun. Ketika Dr. Win mengarahkan mereka untuk memasuki kamar Ayahnya, barulah Gwen merasakan ada yang tidak beres.

Benar saja, ketika memasuki kamar ayahnya Gwen dan Arthur berlari menghampiri pria tua yang berbaring di atas ranjang. Di sampingnya ada beberapa alat medis yang membantunya agar bisa bertahan.

Dr. Win menjelaskan kalau Ayah mereka menderita kanker otak stadium akhir. Kesempatan hidupnya tidak lebih dari sebulan lagi. Gwen yang mengetahuinya langsung menangis histeris dan mempertanyakan kenapa selama ini ia tidak tahu apa-apa tentang hal ini.

 

 

BAB 15: SEKUTU

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 582 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 15: SEKUTU

Kabar mengenai pernikahan kedua anaknya sampai juga di telinga Saratam. Senyum bangga mengembang di bibir Saratam. Akhirnya mereka menyerah dan mendengarkannya, membuang prinsip bodoh mereka yang tidak ingin menikah seumur hidup. Tak butuh waktu lama bagi Saratam untuk mengetahui latar belakang Riko dan Rubi. Saratam menyukainya, baginya karakter lebih berharga dari pada harta. Karakter yang kuat akan membuat anak-anaknya hidup bahagia.

“Uhuk … uhuk ….” Segera dr. Win yang merupakan asisten sekaligus dokter pribadinya mengambilkan air minum untuk Saratam.

“Pak … sampai kapan anda akan merahasiakan kondisi anda ini dari mereka berdua? Anda harus segera menceritakannya, karena cepat atau lambat mereka akan tahu kondisi yang sebenarnya.” Pinta dr. Win.

“Aku ini sudah tua, aku merasa sudah hidup cukup lama di dunia ini. Kini tak ada lagi yang aku inginkan. Melihat mereka berdua tumbuh menjadi manusia yang hebat seperti ibunya adalah suatu kebanggan bagiku.

Aku tidak ingin lagi memaksa tubuh ini bekerja lebih keras, cukup sudah dia menemaniku selama 60 tahun hidup di dunia. Sudah saatnya aku mengizinkannya untuk beristirahat.” Jelas Saratam.

Selama ini baik Gwen ataupun Arthur tahu bahwa Ayahnya tinggal di villa keluarga untuk menikmati masa pensiunnya. Karena kesibukannya masing-masing, mereka belum memiliki kesempatan untuk mengunjungi Saratam.

“Bagaimana bisa seperti ini? Kita harus ke rumah sakit, kita harus ke rumah sakit sekarang.” Teriak Gwen histeris.

“Uhuk … uhuk … sudah, bukankah kalian kesini untuk memperkenalkan pasangan kalian?” Ujar Saratam.

Rubi dan Riko berjalan mendekati Saratam yang tiba-tiba memaksakan diri untuk bangun dan duduk di sisi tempat tidurnya.

“Salam kenal Ayah. Saya Riko suami Gwen.” Ujar Riko memperkenalkan diri.

“Ayah. Saya Rubi, istri Arthur.” Rubi menimpali.

“Aku tahu kalian, walaupun Arthur dan Gwen hampir tidak pernah bercerita tentang kalian, tapi kota ini adalah mata dan telingaku. Kalian berjalan di depan mataku dan berbicara di samping telingaku.” Tegas Saratam.

Suara Saratam yang lemah itu masih terdengar menakutkan bagi Riko dan Rubi. Terbayang betapa besar kekuasaan Sang Kaisar itu di kota ini. Trans Group adalah perusahaan multinasional raksasa, dan kantor pusatnya berdiri megah di pusat kota Geylang. Mereka tentu tidak berani main-main jika berhadapan dengan Saratam. Riko dan Rubi hanya bisa mengangguk sekali dan kemudian mundur kembali ke samping Arthur.

Arthur kemudian menoleh dan menghampiri dr. Win, dia menanyakan kondisi ayahnya, mereka berbicara pelan sekali. Dokter senior itu kemudian menjelaskan kondisi Saratam yang kian memburuk, tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyembuhkannya. Selama ini Saratam menerima perawatan terbaik walaupun di tidak mau dirawat di rumah sakit. dr. Win juga sudah menghubungi beberapa dokter ahli terbaik di suluruh dunia, namun semua menyatakan bahwa kondisi Saratam sudah tidak memungkinkan.

Saratam sangat faham kondisinya, maka sejak saat itulah dia memutuskan memanggil kedua anaknya pulang untuk mengurus rumah sakit dan perusahaannya. Sementara itu kemudian dia melakukan pengobatan kanker otak yang ia derita. Namun di luar dugaan penyakitnya berkembang sangat cepat dan sudah berada dalam kondisi yang sangat berbahaya untuk dilakukan operasi. Saat ini yang bisa dilakukan oleh dr. Win hanyalah memberikan obat penghilang rasa sakit untuk membantu Saratam melewati masa-masa terakhirnya.

Karena permintaan Gwen, ayahnya di pindahkan ke rumah sakit malam itu juga. Setidaknya Gwen bisa mendampinginya setiap saat agar bisa menemani masa-masa terakhirnya. Saratam ingin menempati ruang VVIP tempat istrinya dirawat waktu itu. Hingga sekarang ruangan itu masih dibiarkan kosong dan terjaga kebersihannya, bahkan petugas rumah sakit secara khusus rutin mengganti bucket bunga segar setiap hari di depan pintu ruangan itu. Demi mengenang Sang Istri, Saratam sengaja mengosongkan ruangan itu, karena suatu saat nanti dia ingin meninggal di ranjang yang sama tempat istrinya meninggal.

BAB 15: SEKUTU (Lanjutan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Batch 41        

-Kelompok 6 / Lentera Sastra       

-Jumlah kata: 576 kata

-Sarkat Jadi Buku

 

Judul: SEKUTU KEHIDUPAN      

Penulis: Fitri Djanurbiru

 

BAB 15: SEKUTU (Lanjutan)

 

Mengingat kondisi Saratam dan Rita, resepsi pernikahan mereka ber-empat diadakan dengan sederhana di rumah sakit. Saratam dan Rita tersenyum bahagia di ranjang pasiennya menyaksikan mereka ber-empat. Hari itu rumah sakit dipenuhi dengan bunga-bunga dan pernak-pernik pernikahan. Untuk merayakannya, Saratam memutuskan untuk menggratiskan semua biaya perawatan semua pasien di rumah sakitnya.

Rumah sakit juga menyediakan camilan dan makanan yang enak untuk semua pasien dan keluarganya. Saratam memutuskan untuk menaikkan gaji seluruh karyawan rumah sakit sebesar 10% dari yang sebelumnya.

Hari itu, suasana bahagia dan haru menjadi satu-kesatuan yang dirasakan semua orang. Rumah sakit yang biasanya menjadi tempat yang penuh dengan kesuraman berubah menjadi penuh kebahagiaan, penuh cinta, penuh rasa syukur.

Arthur, Rubi, Riko dan Gwen termasuk orang yang paling bahagia pada saat itu. Mereka tak menyangka pernikahan akan membuat mereka bahagia dan mampu membahagiakan banyak orang. Mereka tentu tidak berpikiran untuk menjalani pernikahan normal seperti yang di pikirkan atau dijalani oleh kebanyakan orang di luar sana. Menjadi teman seperjuangan dalam kehidupan, menjadi partner dalam pekerjaan, menjadi pasangan untuk kebahagiaan orang yang tua yang sangat mereka cintai menurut mereka itu adalah keberkahan yang tak ternilai.

Kehidupan kedua pasangan sekutu itu dimulai. . Menjadi teman seperjuangan dalam kehidupan, menjadi partner dalam pekerjaan, menjadi pasangan untuk kebahagiaan orang yang tua yang sangat mereka cintai menurut mereka itu adalah keberkahan yang tak ternilai.

Hari-hari setelah pernikahan berjalan seperti biasanya. Kini mereka tinggal di rumah yang sudah Saratam siapkan untuk mereka tempati. Tentu saja tidak ada bulan madu atau hanimun dan sebagainya. Malam pertama pernikaan mereka lalui di rumah sakit untuk menemani Rita dan Saratam. Hari berikutnya mereka sudah kembali kepada kesibukan pekerjaan mereka masing-masing.

Empat hari sudah mereka menjadi pasangan suami istri yang sah di mata negara dan semua orang. Rumah yang mereka tinggali berdampingan, Arthur tinggal serumah dengan Rubi sementara Gwen serumah dengan Riko. Hubungan mereka penuh dengan saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Pagi itu, Gwen mengeluhkan tentang kondisi rumah sakit yang menyita cukup banyak waktu baginya. Urusan administrasi membuat waktu gwen berdiri di ruang operasi menjadi sangat terbatas.

Posisi Wakil Presdir rumah sakit masih kosong saat itu, setelah 3 bulan yang lalu Gwen memecatnya karena ketidak mampuannya dalam mengurusi urusan rumah sakit. Kini Gwen merasakan imbas yang luar biasa, karena semua urusan dia yang menangani sendiri.

Riko yang mendengar keluhan Gwen ketika mereka berangkat kerja bersama, hanya bisa mendengarkan tanpa berkomentar apapun. Gwen hanya meliriknya dan tentu saja dia paham tidak ada yang bisa Riko lakukan untuk membantunya.

Jam makan siang sudah tiba, mereka berempat telah membuat janji untuk makan siang bersama. Di sana gwen datang terlambat karena urusan rumah sakit. Sudah sejak lama Arthur mengetahui kerepotan Gwen, namun baru kali ini dia menanyakan dengan serius pada Kakak kembarnya itu.

Arthur menyadari Gwen butuh bantuan seseoarang untuk bisa menduduki jabatan Wakil Presdir rumah sakit, sehingga Gwen memiliki banyak waktu untuk melakukan operasi agar bisa menyelamatkan banyak orang.

 

Arthur menyarankan bagaimana kalau Riko menduduki jabatan itu. Saran itu diterima dengan sumringah oleh Gwen, sementara Riko menyunggingkan senyum samarnya untuk menyembunyikan perasaan senangnya.

 

Kehidupan sebagai sekutu dalam setiap lini kehidupan dimulai. Gwen dan Riko menjadi partner kerja yang membuat sistem rumah sakit berjalan dengan baik. Arthur dan Rubi berjuang bersama untuk melebarkan sayap perusahaan ke dunia internasional. Rutinitas mereka adalah makan malam bersama dengan Rita dan Saratam di rumah sakit. Tujuan hidup mereka saat itu selain pekerjaan tentu saja bagaimana caranya membuat perpisahan yang hangat untuk Saratam karena hidupnya tak lama lagi, sembari berusaha untuk menyembuhkan kondisi kesehatan Rita.

 

Mungkin saja kamu suka

Gusti Ayu Putu ...
Kepingan Puzzle
Jamatia Fatsey
Yuyun Si Pejuang Hidup
Devie Eka Marya...
Opini Publik
Nindita Bella
DUA JIWA
Salisatur Rosik...
WASAL

Home

Baca Yuk

Tulis

Beli Yuk

Profil