Loading
1

0

2

Genre : Romance
Penulis : Rai Sasda
Bab : 30
Pembaca : 4
Nama : Rai Sasda
Buku : 2

Quinnsha

Sinopsis

"Kamu adalah orang yang istimewa dalam hidupku, aku berharap mulai detik ini. Semoga hari-hari mu akan menjadi luar biasa, tanpa aku di sampingmu lagi," bisik Arkanza sebelum masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pergi ke bandara. Gadis yang mengenakan kerudung hitam itu, tertunduk dalam pelukan sahabatnya. Dia tidak sanggup untuk melihat kepergian Arkanza, sosok laki-laki yang selama ini menjadi tempat ternyaman untuk berbagi keluh kesahnya, dan orang pertama yang membuat dirinya optimis lagi untuk menggapai impian yang telah dirangkai di masa putih abu-abunya. Dengan kepergian Arkanza, tempat Qiana untuk pulang. Akankah dirinya mampu menjalani hari-harinya seperti biasa?
Tags :
#Persahabatan #Romace #Pendidikan #Arkanza #Mengikhlaskan #Arkanza

Prolog

1 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11 ( Dandelion )

-Jumlah kata 319

Quinnsha Qiana Qalesya anak ketiga dari pasangan Arwan dan Liana. Gadis yang sering disapa Qiana ini memiliki impian untuk menjadi sarjananya, namun banyak hal yang membuat dirinya harus bekerja beberapa tahun untuk mengumpulkan uang untuk biaya kuliahnya sendiri.

 Cerita ini dimulai, ketika Qiana lulus dari SMA-nya, dia terpilih sebagai siswa terbaik ketiga di sekolahnya. Peringkat yang bisa menjadi modal awal untuk Qiana melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi Negeri di kota.  

Namun saat Qiana mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, Ayahnya tidak bisa memenuhi keinginan tersebut.

Qiana sedang duduk bersama Ayahnya di kursi belakang rumah yang menghadap ke arah barat, menikmati lembayung langit sore.

"Ayah Qiana mau lanjut sekolah ke kota boleh?" meminta izin pada Ayahnya dengan sedikit gemetar dan dada yang bergemuruh. 

Arwan yang mendengar suara anaknya yang begitu lirih, langsung menatap wajah Qiana yang duduk di sampingnya.

"Piye ndo, kamu mau lanjut sekolah lagi?" Sahut Arwan "mau bayar pake apa?" imbuhnya.

"Ada beasiswa yah, Qia bisa ikut seleksi biar bisa kuliah gratis nanti," mata Qiana berbinar berusaha meyakinkan Ayahnya untuk mengizinkan dirinya untuk menimba ilmu di kota orang. 

"Sudahlah nak, sekolah sampai SMA pun kamu beruntung, masih banyak diluar sana anak yang tidak bisa sekolah sampai tingkat SMA," bukan maksud Arwan menghalangi Qiana untuk meraih mimpinya, keadaan yang memaksa dirinya untuk berkata seperti itu. Karena dia hanya seorang kuli bangunan yang bekerja setiap hari, gali lubang tutup lubang. Hanya cukup untuk makan sekeluarga sehari-hari. 

Hati Qiana bagai tersengat listrik, ia kecewa dengan jawaban Ayahnya.

 "Iya Ayah Qiana bersyukur, banyak diluar sana yang tidak bisa sekolah sampai tingkat SMA. Tapi Qia mohon sama Ayah izinin Qia untuk lanjut sekolah," pandangan mata Qiana buram, karena menahan air mata yang sudah siap menghujani kedua pipi, satu tetes air itu lolos dari matanya. Qiana berusaha untuk tetap tersenyum, meyakinkan Ayah dan dirinya sendiri kalau dia kuat menerima alur hidupnya yang tidak bisa langsung melanjutkan sekolah seperti ketiga sahabatnya.

Part 1

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11 Dandelion

-Jumlah Kata 336

 

Arwan yang melihat anaknya menahan tangis, dadanya nyeri bak tertusuk sembilu. Sejahat itukah dirinya sampai membuat anak gadisnya menangis.

 "Ayah minta maaf ndo," ucap Pak Arwan mengalihkan indera penglihatannya, menatap lembayung di langit yang cerah sore ini.. Namun hatinya tidak secerah langit sore ini, "kuliah butuh uang banyak untuk pendaftarannya, Ayah tidak punya tanah yang bisa dijual untuk modal kamu kuliah ndo," imbuhnya lalu mengelus kepala Qiana yang menunduk, melihat cairan bening yang membentuk motif polkadot di gamis Qiana. Matanya memanas, Arwan tahu apa yang Qiana rasakan, akan tetapi dirinya tidak bisa membiayai kuliah Qiana. 

 Sebenarnya ia ingin salah satu dari anaknya memiliki gelar dibelakang namanya. Arwan sudah berusaha keras untuk menjamin pendidikan anak-anaknya, ia rela banting tulang, panas dan hujan dihadapi demi mendapatkan uang untuk menyekolahkan anak-anaknya. Arwan bersyukur masih bisa menyekolahkan ketiga anaknya sampai tingkat SMA. 

Untung saja ia memiliki anak yang berprestasi di sekolah, seperti Qiana yang selalu masuk peringkat tiga besar dikelas dan lima besar di sekolahnya. Membuat Qiana mendapatkan keringanan biaya, tidak perlu membayar uang SPP sekolahnya selama tiga tahun.

Mendengar respon dari Sang Ayah Qiana kecewa, ia tidak mendapatkan dukungan untuk melanjutkan sekolah. 

Qiana bangkit dari kursinya,

"Qiana pamit ke kamar dulu yah," 

Tidak menunggu Arwan menjawab Qiana langsung melangkah ke kamarnya.

 Ia mengunci pintu kamarnya dari dalam, ia menangis tersedu melampiaskan semua perasaan sedih, kecewa dan kekesalannya. 

 

 Dia mengambil ponsel di atas meja belajarnya, lalu menyalakan data seluler, membuka room-chat dengan ketiga sahabatnya, ternyata belum ada satupun pesan yang masuk. 

Qiana mencoba menghubungi Arkanza melalui chat, ingin menceritakan kejadian tadi bersama Ayahnya. Qiana lebih nyaman bercerita dengan Arkanza daripada kedua sahabatnya Salsa dan Hafiz. Karena Arkanza bisa menjadi pendengar yang baik dan memberi solusi jika Qiana sudah selesai menceritakan semuanya. 

 

To Arkanza???? 

Kanza…

Lagi sibuk ga?

 

Hampir lima belas menit Arkanza belum membalas chat dari Qiana. Sudah centang dua tetapi warnanya masih abu-abu, belum berganti biru. Qiana yang bosan menunggu Arkanza membalas chatnya, spoiler drama Korea True Beauty episode empat yang ingin ia tonton.

Part 2

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11 Dandelion

-Jumlah Kata 505

Selesaimandi Arkanza membantu Uminya mengantarkan pesanan kue lapis dan silinder cake ke rumah Bu Minah, yang tidak jauh dari rumah Qiana.

"Pesanan yang mau Kanza anter mana, Mii?"  

Maryam--Uminya Arkanza, mendekat ke putranya yang paling ganteng. Maryam memiliki empat anak semuanya laki-laki.

"Ini, Nak enam box milik Bu Minah, tiga box kue lapis dan tiga box silinder cake," ujar Umi Maryam. 

"Tolong sampaikan ke Bu Minah, bayarnya kurang tiga ratus lima puluh ribu."

"Baik Umi, Arkanza berangkat dulu, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullaah, hati-hati di jalan, Nak."

Arkanza mengangguk, membawa enam box pesanan milik Bu Minah.

Dia memilih menggunakan mobil saat mengantarkan pesanan kue buatan Uminya.

 

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke rumah Bu Minah, Arkanza memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah yang dominan berwarna putih. 

Mengetuk pintu untuk yang ketiga kalinya baru ada jawaban dari tuan rumah.

Setelah proses pembayaran selesai Arkanza langsung pamit.

"Terimakasih, Bu. Kami tunggu pesanan Ibu selanjutnya.'

"Aahh iya mas, terimakasih kembali. Pasti saya pesan lagi mas, toh, kue buatannya Bu Maryam paling enak, apalagi silinder cake-nya mas," balas Bu Minah antusias.

Arkanza tersenyum mendengar jawaban yang begitu jujur dari Bu Minah pelanggan setia Uminya. 

"Kalau begitu, saya pamit Bu. Assalamu'alaikum," 

Bu Minah menjawab salam Arkanza sebelum masuk ke dalam rumah. 

"Wa'alaikumussalam."

***

Sesampainya di rumah Arkanza langsung masuk ke dalam kamarnya, setelah menyerahkan uang pembayaran dari Bu Minah kepada Uminya.

Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur yang berukuran sedang, cukup untuk tidur dua orang. 

Suara notifikasi membuat dirinya harus beranjak dari posisi nyamannya. Ia meraih benda pipih yang berada di atas nakas sebelah ranjang tempat tidurnya.

Saat mengecek ponselnya ternyata ada pesan masuk dari Qiana. Dia langsung membacanya dan tersenyum. Arkanza tahu jika Qiana mengirim pesan seperti ini, pasti ada yang ingin ia ceritakan.

 

Quinnsha ????

Kanza…,

Lagi sibuk ga?

 Me

Nggak,kok, Qi. Mau cerita yaa?

Maaf baru bisa bales,tadi habis bantuin Umi????

 

Quinnsha ????

Iya, aku mau cerita bisakan?

Gapapa Kanza????

Me 

Ceritanya mau lewat video call atau chat aja nih

 

Quinnsha ????

Telepon suara aja.

 

Tidak menunggu lama, setelah pesan itu terkirim dan berwarna biru, ponsel Qiana bergetar. Mencari posisi duduk yang nyaman, Qiana mengangkat telepon dari Arkanza.  

 

[Mau cerita tentang apa? Sok aku dengerin, sampai selesai] 

 

[Jadi gini, tadi aku udah ngobrol sama Ayah tentang keinginan aku untuk lanjut kuliah…,]

 [Nah gitu ceritanya] 

 

Memang Arkanza seorang pendengar yang baik, dia akan memberikan saran jika Qiana memintanya.

 

[Menurut kamu aku harus apa? Ga mungkin 'kan aku maksa ke Ayah supaya bisa membiayai kuliahku nanti]

 

[M-mm kalo aku yang bayarin kuliah kamu, kamu mau ga Qi?]

 

Qiana kaget dengan ucapan Arkanza tadi, kepalanya tambah pusing dengan ucapan yang keluar dari bibir sahabatnya.

 

[Haloo Qi? Masih disana 'kan]

[Ehhh iyaa iyaa, biaya kuliah itu ga sedikit lho, Za]

 

[Iya aku tahu, 'kan sayang kalo ada anak yang pintar kayak kamu tapi ga bisa kuliah, karena terkendala biaya]

 

[Terimakasih Za, tapi aku ga mau merepotkan orang lain] 

 [Lah terus kamu mau bagaimana, Qi?]  

 

Bingung dengan sifat sahabatnya yang satu ini. Pintar tetapi tidak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

Part 3

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11 Dandelion

-Jumlah Kata 523

 

 

[Kerja dulu gitu?]

[Mungkin]

[Udah malem, sana gih tidur]

[Iya iya…, terimakasih untuk malam ini Za, 

 sudah mau menjadi tempatku bercerita]

[Iya sama-sama, 'kan itu gunanya sahabat. Have a nice dream Quinnsha]

 

[Too Arkanzaaaa]

 

Setelah sambungan telepon berakhir, Qiana merebahkan tubuhnya memeluk boneka kucing berwarna biru dari Arkanza.

Ia kembali teringat obrolan dengan Ayahnya sore tadi, cairan bening menetes satu persatu sampai menjadi mengalir deras di tebing pipinya. Capek karena menangis matanya terpejam, nafasnya kembali teratur.

 ***

Suara benda jatuh dari dapur mengagetkan Qiana yang masih tertidur karena lelah menangis semalaman. Qiana meraih ponselnya ternyata sudah jam empat dini hari, lantas dia langsung bangun dan bergegas ke dapur. Ternyata ada Liana yang sedang menyiapkan sarapan. 

"Selamat pagi, Bun," Qiana merangkul Bundanya dari arah belakang. Meskipun Qiana sudah beranjak dewasa ia tetaplah seorang anak yang ingin dimanja oleh Bundanya. 

"Eh, anak Bunda udah bangun," Liana memutar badannya menghadap Qiana dan terkejut. 

"Lho, ini mata kamu kenapa sayang? Kok bisa bengkak?" Liana khawatir melihat kondisi anaknya yang tidak wajar di pagi hari. Qiana terdiam, tidak menjawab pertanyaannya. 

"Pasti semalem habis nangis yah?" 

"Hehehe iya Bun, Semalam aku habis nonton Drakor yang sad ending," tukas Qiana.

Liana yang tahu saat ini Qiana tengah berbohong hanya tersenyum, karena anaknya yang satu ini tidak pernah bercerita dengannya jika memiliki masalah. 

"Kamu sudah sholat belum?" ucap Liana mengganti topik pembicaraannya.

"Belum Bun, tadi bangun tidur langsung ke dapur, aku dengar suara benda jatuh." 

"Iya tadi Bunda ga sengaja jatuhin gelas. Maafin Bunda yah, sudah bikin kamu kaget di pagi buta." 

Qiana melangkah keluar hendak menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, belum sampai kedepan pintu dapur langkahnya harus terhenti, 

 " Kalau kamu ada masalah cerita aja sama Bunda ya,Nak," Liana tersenyum dan memeluk anaknya. Qiana hanya mengangguk.

"Maaf Bun, Qiana gak bermaksud bohong sama Bunda." Batin Qiana

*

Setelah selesai sarapan bareng, Qiana memilih untuk membantu Bunda membersihkan rumah. Sebab, mulai hari ini ia sudah libur sekolah tinggal menunggu pembagian ijazah saja. 

Sekarang ia sedang menonton televisi bareng Kak Vania yang libur kerja. Luka dihati Qiana yang belum sembuh kini bertambah lagi, karena ucapan Kakak kandungnya sendiri.  

"Qi lo serius mau lanjut kuliah?" Suara Kak Vania mengagetkan ku, yang sedang asyik menonton kartun kesukaan ku Si Kembar yang botak. 

 "Insya Allah kak." 

"Saran gue, sih, mending lo gak usah kuliah, deh." 

"Emang kenapa Kak? toh aku juga kuliahnya sambil bekerja nanti," Qiana merasa ada yang aneh dengan Kakaknya. 

"Yakin kuliah sambil kerja?" 

Aku mengangguk.

"Jangan, deh, Qi, ntar lo stres lagi. Mending lo kerja, kan bisa dapat duit bantu Ayah sama Bunda," Kak Vania merobohkan benteng pertahanan ku, untuk kuliah. Benteng yang selama ini aku bangun, mensugesti diri aku sendiri bahwa aku pasti bisa kuliah. Meskipun ikut kelas karyawan.

"Gak lucu Kak bercandanya," ucap ku berfikir kalau Kak Vania sedang bercanda saat ini.

"Gue serius Qi, gue takut lo stres."

 Aku menahan tangis, melihat ekspresi Kak Vania yang melirik sinis ke arah ku. Lagi-lagi aku dibuat pesimis dan down oleh orang terdekat. Andai saja yang berbicara seperti itu orang lain, mungkin hati ku tidak akan sesakit ini.  

"Ya Rabb, apakah aku tidak pantas untuk mengenyam pendidikan di universitas?" Batin ku.

Part 4

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11 Dandelion

-Jumlah Kata 595

 

Tidak ada satupun keluargaku yang mendukung rencanaku untuk kuliah. Harapanku satu-satunya adalah Abangku yang kini sedang merantau di ibukota. Ku buka room chat ku dengan Bang Faiq. 

Tidak seperti biasanya Bang Faiq langsung merespon chat ku.

 

Me 

Assalamu'alaikum Bang, 

Abang apa kabar????

 

Abang (?????)

Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah Abang baik. Tumben chat gue Dek. Ada yang penting?

Me 

Alhamdulillah kalau Abang sehat, Qiana senang dengarnya Bang.

 Iya Bang hehehehe,(???)

Ada yang Qiana mau obrolin sama Abang.

 

Pesan terakhirku cuma dua centang biru, itu artinya Bang Faiq cuma membacanya saja. 

Ku simpan ponselku di atas nakas. Baru saja aku membuka novel yang belum selesai kubaca, terdengar dering telepon. Ternyata itu Bang Faiq, langsungku pencet dial telepon yang berwarna hijau. 

 

[Mau ngobrolin tentang apa Dek] 

Suara yang sangat aku rindukan selama seminggu terakhir.

 

[Ga tau, Bang gue bingung]

[Kenapa lagi, sih,Dek, sini cerita sama Abang]

[Gue pengen lanjut sekolah, deh,Bang]

 

[Sudah bilang belum sama Ayah? Kalau Abang sih terserah lo aja,tahu sendiri kan sekarang Ayah semakin tua. Itu artinya lo harus bisa mencari uang tambahan buat biaya kuliah lo sendiri] 

 

Yang Bang Faiq katakan benar, Ayah semakin menua, tidak mungkin Aku terus meminta uang kepadanya untuk biaya kuliahku nanti. 

"Aku harus kerja, dimana pun itu, " ucapku pada diri sendiri.

 

[Sudah dua hari yang lalu gue bilang ke ayah tapi…]

 

[Tapi apa Dek? Ayah izinin lo buat kuliah kan]

Aku menghela nafas panjang

 

 [Nggak Bang. Terus tadi Kak Vania bilang ke gue, kalo gue kuliah dia takut gue stres Bang]

Bang Faiq malah tertawa dengan kalimat ku barusan. Apakah itu lucu baginya? 

 

[Bang gue serius, yah, kok Abang malah ketawa sih] 

 

[Hahahahaha serius Dek, Vania bilang gitu ke lo] 

 Bang Faiq tertawa terbahak diseberang telepon.

 

[Iya bang gue serius, entahlah alasannya apa gue juga ga tahu]

 

[Kalau saran Abang, sih,mending lo gapyear dulu aja Dek kayak gue dulu, cari kerja terus uangnya ditabung buat biaya kuliah lo nanti, tapi gue minta maaf sama Lo Dek, gak bisa bantu. Lo tahu sendiri kan, pengeluaran gue setiap bulannya]

[ Iya Bang gue tahu, t-tapi bang…]

 

 Aku belum sempat menyelesaikan kalimat terdengar ketukan pintu kamarku. 

 

[Udah dulu ya Bang, ada yang ketuk pintu kamar] 

[Iya sudah, kalau ada apa-apa cerita ya sama Abang. Assalamu'alaikum]

 

[Wa'alaikumussalam]

 

Sambungan telepon terputus, ku letakkan ponsel diatas bantal dan beranjak dari ranjang menuju pintu, memutar knopnya, jelas sudah siapa yang mengetuk pintu kamarku malam-malam, ternyata Bunda.

"Eh Bunda tumben ke kamar Qia jam segini, ada apa Bun?" 

 Aku melihat raut wajah Bunda yang berbeda dari biasanya. Ada rasa sedikit khawatir yang mengusik dalam jiwa. Bunda memelukku dengan erat. 

"Anak Bunda pasti bisa menghadapi masalah ini. Maaf Bunda ga bisa bantu banyak Nak, cuma ini yang Bunda punya,"

 Bunda memberikan kalung emas peninggalan Nenek. 

"Besok kamu jual, semoga uangnya cukup buat modal kamu mencari ilmu di kota impianmu Nak," Imbuhnya.

 "Maaf Bun, Qia ga bisa jual kalung ini,"

 Aku menolak kalung itu, sebab aku tahu seberharga apa kalung emas itu untuk Bunda. Kalung itu sudah turun temurun dari Mbah buyut, kalau aku jual kalung emas itu. Tidak akan ada lagi barang yang bisa diwariskan oleh Bunda untuk cucu pertamanya nanti.

"Cuma ini Nak jalan satu-satunya, kamu bisa kuliah." 

"Bunda tahu dari mana, kalau Qiana ingin lanjut kuliah?" Qiana belum menceritakan rencananya setelah lulus SMA dengan Bundanya. 

"Ayah sudah cerita semuanya sama Bunda, kamu harus menerima kalung ini." 

Qiana masih tetap dengan jawabanya. Bukankah dirinya bisa bekerja dulu mencari pengalaman dan uang untuk disimpan nanti. 

"Qiana ga bisa jual kalung ini Bun, toh, Qia bisa kerja dulu satu atau dua tahun buat cari modal untuk kuliah nanti."

Part 5

0 0

- Sarapan Kata KMO Club Bacth 37 

- Kelompok 11 Dandelion

- Jumlah Kata 505

 

Liana menyimpan kalung dalam wadahnya lagi. Menatap Qiana yang duduk disebelahnya, menggenggam tangan putri bungsunya. Mentransfer kekuatan dalam keganggaman tangganya. 

 

"Bunda selalu dukung rencana-rencana kamu, Ndo. Selagi masih di jalan yang benar, Bunda bantu doa untuk kesuksesan Kamu."

 

Liana mengusap pipinya yang basah, ia merengkuh bahu putrinya,

 

"Ingat kata-kata Bunda, Ndo. Kamu perempuan yang hebat dan tangguh. Kamu anak Bunda yang paling kuat. Jangan terlalu banyak pikiran, ikuti saja skenario yang Tuhan berikan untuk mu, Ndo. 

Qiana tidak tahan menahan air yang sudah menggenang di pelupuk mata. 

Yaa Qiana anak bunda dan ayah yang lahir prematur. Di usia kandungan yang baru enam bulan. Alhamdulillah semua anggota tubuhnya lengkap, tidak ada yang kurang. Tetapi daya tahan tubuh Qiana tidak sebaik Bang Faiq dan Kak Vania. Dia mudah sakit jika mengalami lelah yang berlebihan, apalagi jika ia sedang banyak pikiran dan tidur terlalu larut malam, besoknya ia langsung sakit. 

 

"Iya, Bun. "

Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Qiana. 

"M-mmm kata-kata Kak Vania kemarin ga usah kamu masukin ke hati yaa, anggap saja itu sebagai penguat mental kamu."

"Kok, Bunda bisa tahu."

Sontak Qiana kaget dengan apa yang Bunda katakan, bukannya saat Kak Vania bicara seperti itu hanya ada Kak Vania dan dirinya saja.

"Tadi ga sengaja Bunda denger kamu curhat sama Abangku," 

"Tidur Ndo udah malem, katanya besok mau pergi sama Arkanza," imbuhnya.

 

"Aaah iya Bun, selamat malam," balas Qiana mencium pipi Bundanya.

***

 

Qiana duduk di kursi cafe menunggu Arkanza yang sudah ia hubungi lewat chat tadi untuk menemuinya. 

Suara lonceng di atas pintu cafe berdentang. 

 

Menandakan ada seseorang yang masuk kedalamnya. Qiana menoleh siapa tahu itu orang yang sedang ditunggunya dari sepuluh menit yang lalu. Benar, itu Arkanza seorang laki-laki yang menjadi tempat Qiana pulang.

 

"Maaf Qi gue telat," Arkanza mendudukkan dirinya di kursi depan Qiana. Meja menjadi pembatas antara keduanya.

 

" Santai Za, kebiasaan lo emang telat 'kan?" gumam Qiana memutar bola matanya pura-pura kesel.

 

Arkanza tertawa mendengar jawaban yang keluar dari mulut sahabatnya yang gemar makan cokelat.

 

"Sudah beres semua belum Qi berkasnya," menarik amplop berwarna coklat yang tersimpan rapi di atas tas Qiana.

 

"Alhamdulillah sudah Za. Salsa sama Hafiz apa kabar ya?" 

 

Salsa dan Hafiz, mereka berdua sahabat Qiana serta Arkanza dari kelas X. Mereka berempat akrab karena pernah satu kelompok saat masa orientasi siswa dan kebetulan mereka satu kelas sampai kelas XII. 

 

"Mereka baik, kok, emang lo ga ada komunikasi sama tuh dua manusia?," tanya Arkanza yang sedang mengecek berkas milik Qiana untuk melamar kerja di berbagai tempat di kota Yogyakarta.

 

"Komunikasi mah sering, ketemunya yang ga pernah, mereka berdua sibuk banget yah," balas Qiana menatap Arkanza yang masih sibuk dengan amplop coklat.

 

"Ya wajarlah, kan mereka berdua lagi ambis mengejar impiannya."

 

"Iya ga kaya gue yang…," ucap Qiana dengan suara parau menahan tangis karena dirinya tidak bisa lanjut kuliah tahun ini.

 

"Ga usah sok sedih gitu deh Qi, kan masih ada gue," balas Arkanza "sahabat lo yang ganteng," imbuhnya menyugar rambut panjangnya yang hampir menyentuh alis.

 

"Percaya diri banget lo, xixixixi" kekeh Qiana. 

"Lo juga masih bisa kuliah…," kalimat Arkanza menggantung,

Part 6

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

- Kelompok 11

-Jumlah Kata 599

Ia mencari benda pipih yang bergetar, drrrt drrrt drrrt. 

"Hafiz telpon, gue angkat dulu yaa," jelasnya kepada Qiana yang tidak bertanya. 

Entah apa yang dibicarakan Arkanza dengan Hafiz di telpon. Qiana menatap bingung saat Arkanza mengucapkan kata selamat untuk Hafiz sebelum obrolan itu berakhir. 

Meletakan ponselnya Arkanza terkekeh,

 "Gila hebat juga tuh anak ayam, lolos seleksi masuk ke kepolisian," jelas Arkanza kepada Qiana. 

Inilah kebiasaan Arkanza cowok pendiam yang akan banyak bicara saat berada disamping cewek yang ia sukai sejak pertama masuk SMA dan kedua sahabatnya saja.

"Besok sore Hafiz ngajak kita meet-up disini, lo dateng kan Qi,"tanya Arkanza 

"Iya kali gue ga dateng 'kan mau ketemu sahabat baik gue, kangen udah lama ga ketemu." 

"Ouh sekarang gitu?" balas Arkanza cemburu mendengar Qiana kangen dengan Hafiz.

"Emang salah yah, kangen sama sahabat sendiri?" tanyanya yang bingung dengan kalimat Arkanza.

"Boleh aja sih, emang kamu ga kangen apa sama aku?" bisik Arkanza 

Qiana yang sedang membalas pesan masuk dari Salsa tidak mendengar Arkanza bicara apa. 

"M-mmm iya gimana Za, tadi ngomong apa?" 

" Ngomong? Aku ga ngomong kok tadi," kilahnya. Arkanza menghembuskan nafas beratnya menyandarkan bahunya ke badan kursi, mengapa perempuan di depannya tidak pernah peka dengan perasaannya.

"Kok nafasnya berat gitu Za?, kamu lagi ada masalah yah?" tanya Qiana yang mendengar helaan napas Arkanza tadi, karena ia duduk berhadapan. 

"Aku gapapa kok Qi."

" Kalau punya masalah tuh dibagi Za, ingat ada Qiana yang bersedia mendengarkan keluh kesah kamu."

"Kalo suka sama sahabat sendiri itu boleh ga, sih,? akhirnya Arkanza bisa membahas hal ini dengan Qiana, perempuan pertama yang bisa membuat dirinya jatuh hati, perempuan yang anggun dan ceria. 

"Menurut aku, sih, itu boleh aja. Toh itukan hak setiap manusia yang telah diberikan oleh Tuhan untuk mencintai manusia yang lain, 

kamu lagi naksir sama siapa? Kok ga cerita?"

Keheningan menyelimuti keduanya, Arkanza mematung mendengar kalimat terakhir Qiana. Bagaimana ia mau terus terang tentang perasaannya.

 

"Aku suka sama kamu Quinnsha Qiana Qalesya,"

Kalimat itu tidak bisa Arkanza keluarkan dari mulutnya, tersimpan rapi di dalam batinnya.

Suara Qiana Memey keheningan yang terjadi beberapa menit tadi,

"Ehh, ini kata Salsa, kok, tumben Hafiz ngajak meet-up?"  

 

"Yee tadi 'kan gue udah bilang, lo ga denger yaa," Arkanza kembali tersadar dari lamunannya. 

Qiana mengernyitkan dahinya,

 "Bilang apa? anak ayam lolos seleksi kepolisian?," bisik Qiana. 

Arkanza mengangguk, Qiana masih berpikir keras, 

"Apa hubungannya anak ayam lolos seleksi sama besok sore Hafiz minta meet-up?" gumamnya.

Memang julukan itu hanya Hafiz dan Arkanza yang tahu, kejadian itu sudah lama terjadi saat mereka duduk di bangku SMA kelas sebelas. Saat kegiatan Pramuka yang wide-game, Arkanza dan Hafiz menemukan anak ayam kakinya tersangkut sebuah tali yang mengakibatkan ia tertinggal induknya. 

Hafiz berinisiatif membantu anak ayam, ia berjongkok meraih anak ayam, karena anak ayam terus bersuara, induknya berlari ke arah Hafiz. Mematok tangan Hafiz yang sedang mencoba mengurai tali tersebut. 

Sepanjang jalan menuju sekolahnya kembali Hafiz terus bersuara seperti anak ayam yang ia bantu tadi. 

"Piyak, piyak,piyak." 

"Ga cape tuh mulut ngomong itu terus," ketus Arkanza  

" anak ayam bisa diem ga." imbuhnya, meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya, mengisyaratkan Hafiz untuk diam.

***

Sudut bibir Arkanza tertarik ke atas, melihat Qiana yang bingung dengan kalimatnya tadi, ia pun berusaha menjelaskan secara detail supaya sahabatnya yang hanya pintar di pelajaran sejarah dan matematika ini, paham dengan apa yang ia ucapkan tadi.

 "Kok lo jadi telmi (telat mikir) gitu sih Qi, maksud gue anak ayam itu Hafiz, dia lolos tes seleksi kepolisian tahap pertama, so besok dia mau syukuran kecil-kecilan bareng kita berempat sebelum berangkat ke Bandung untuk seleksi tahap berikutnya," jelas Arkanza panjang kali lebar.

 

Qiana ber-oh ria, setelah Arkanza menjelaskan semuanya.

Part 7

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

-Jumlah Kata 698

 

Qiana bersyukur ketiga sahabatnya bisa merealisasikan rencana impian yang mereka susun bareng di awal kelas XII dulu. 

Arkanza yang memilih program studi perawatan, karena ia ingin mendedikasikan dirinya di rumah sakit desa yang masih kurang dalam hal pelayanan-nya. 

Hafiz yang ingin mengabdikan diri sebagai abdi negara. Dan Salsa yang memiliki impian menjadi ahli dalam bidang sejarah, karena menurutnya banyak sejarah yang sengaja ditenggelamkan oleh beberapa pihak.  

 

Hanya Qiana seorang yang harus belok kanan dari rencana impiannya.

***

 

Mereka berempat Arkanza, Salsa, Qiana dan Hafiz sedang berkumpul di cafe favoritnya sore ini. 

Sepuluh hari lagi Hafiz akan berangkat ke kota Bandung untuk mengikuti seleksi selanjutnya sebagai polisi. 

"Bray sebelum gue berangkat kita muncak yuk," Hafiz memandang ketiga sahabatnya satu persatu.

"Muncak? Lo yakin? Gimana kalo kita ke pantai dekat sini aja," seru Salsa

"Yakin gue Sal, kita 'kan belum pernah muncak berempat," Hafiz meyakinkan. Dia mengalihkan pandangan matanya ke arah Qiana yang duduk disebelah Arkanza.

"Lo ikut kan Qi?" imbuhnya.

Arkanza ikut memandang gadis disampingnya, berharap Qiana ikut dalam perjalanan kali ini.

"Gue izin sama ayah dulu ya," lirih Qiana yang mendapat balasan yang sedikit nge-gas dari Hafiz.

" Ah, basi lo Qi. Setiap kita mau jalan bareng pasti jawabannya sama terus sorry yah gue ga bisa ikut, ga diizinin sama ayah," sindir Hafiz, meniru nada bicara Qiana saat mengatakan kalimat itu. Entah alasan apa yang membuat Pak Arwan tidak mengizinkan Qiana berpergian jauh dengan sahabatnya.

 Itulah alasan mengapa di galeri foto Salsa tidak pernah ada foto mereka berempat saat muncak. Sebulan yang lalu mereka muncak ke gunung Sindoro, tapi Qiana tidak ikut dengan alasan tidak diberi izin oleh ayahnya. Qiana memang tipe anak yang penurut. Prinsip hidupnya izin dari orangtua itu nomor satu. Kalau orangtua sudah memberikan izin, itu artinya orang tua juga sudah ridho dengan apa yang akan kita lakukan. 

Bukankah ridho Allah terdapat pada ridho orang tua, dan murka Allah juga terdapat pada murkanya orang tua yang dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi.

Yang artinya "Dari Abdullah bin Umar RA berkata. Rasulullah Saw, bersabda : Keridhaan Allah itu di dalam keridhaan orang tua dan kemarahan Allah itu di dalam kemarahan kedua orang tua." (H.R. Al-Tirmidzi).

*

Salsa memberikan ide agar Arkanza saja yang meminta izin ke Pak Arwan, ayahnya Qiana. Supaya mengizinkan Qiana muncak bareng mereka.

"Ar lo yang minta izin ke Pak Arwan aja deh, gue rasa kalau Qia yang minta izin pasti ga dibolehin percaya, deh, sama gue. Lo semua tahu kan gimana sifat tegasnya Pak Arwan?"

Arkanza mengangguk mengiyakan ide Salsa. 

"Bagus juga ide Lo Sal, tumben," sela Hafiz "Kita mau muncak kemana nih," imbuhnya.

"Gimana kalo kita ke gunung Gede-Pangrango aja," usul Arkanza yang mendapat penolakan dari Salsa.

"Yang benar aja dong Ar kalo ngasih ide," celetuk Salsa yang heran dengan sahabatnya yang good looking tapi berbicara tanpa dipikir terlebih dahulu. Perjalanan ke gunung Gede-Pangrango itu membutuhkan waktu sekitar lima harian. Belum untuk pulang perginya, apalagi budget yang mereka miliki masih dalam kata minim. Memang mereka anak dari keluarga yang berada tinggal telepon bokap mereka masing-masing uang langsung mengalir ke atm-nya kecuali Qiana. 

"Prau aja yuk," ajak Qiana kepada tiga sahabatnya, dan disetujui oleh Salsa. Gunung Prau salah satu gunung yang berada di dataran tinggi Dieng Jawa Tengah. Gunung yang memiliki jalur pendakian yang landai cocok untuk pendaki pemula seperti Qiana yang baru pertama kali akan mendaki.

"Bagus juga tuh, gue setuju sama lo Qi, lo berdua setuju ga?" ujar Arkanza bergantian menatap Salsa dan Hafiz.

Hafiz nampak sedang berpikir, ia sudah sering ke Prau. Hampir setiap tiga bulan sekali muncak bareng teman pecinta alamnya. Jadi ia sudah hafal semua track jalur pendakian ke gunung Prau.

"Oke juga apalagi ini bulan April, suhunya tidak terlalu dingin. kita muncak ke Praunya via Wates aja yaa, nah, nanti kita mampir ke rumahnya Rian dulu di Temanggung, kita bisa menginap satu malam di rumahnya, nanti kita ke basecamp-nya jam enam pagi," jelas Hafiz menyarankan pendakian ke gunung Prau via Wates. 

Salsa, Qiana, dan Arkanza mendengarkan penjelasan Hafiz dengan hidmat, mereka bertiga mengangguk bersama, setuju dengan rencana Hafiz. 

"Kita berangkat hari Minggu, kumpul di rumahnya Salsa" Imbuh Hafiz

Karena rumah Salsa berada di tengah-tengah dan kedua orang tuanya dengan senang hati membuka lebar pintu rumahnya untuk dijadikan tempat berkumpul.

Part8

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

- Jumlah Kata 610

 

 

"Fiks ya kita ke Prau, awas aja nanti gagal. Ar, jangan lupa lo minta izin ke Pak Arwan, gue gak mau ya kejadian seminggu yang lalu harus terulang lagi," ancam Salsa, karena seminggu yang lalu mereka berempat sudah setuju dengan rencana awal yang akan pergi ke Kawah Ratu di Bandung, namun harus dibatalkan sebab Qiana tidak diizinkan oleh Ayahnya. Akhirnya mereka hanya ke taman kota sampai jam sepuluh malam untuk merayakan hari ulang tahun Salsa yang ke sembilan belas tahun, itupun karena Pak Arwan mengizinkan Qiana pergi sampai jam sepuluh malam saja.

"Sendiko dawuh Kanjeng ratu Salsa," jawab Arkanza menundukkan kepala ke arah Salsa, layaknya seorang prajurit yang mendapat perintah dari ratu kerajaan.

"Gue minta maaf ya Sa, karena gue kita semua enggak jadi rayain ulang tahun Lo, di Kawah Ratu," ucap Qiana yang tidak enak hati karena dirinya penyebab ketiga sahabatnya gagal ke Kawah Ratu padahal semua perlengkapannya sudah dipersiapkan dengan baik oleh mereka.

Hafiz yang sedang sibuk dengan makanannya mendongak ke arah Qiana,

"Lo gak salah Qi, Santai aja. Next time kita bisa ke Kawah Ratu, bareng kok." 

" Kok, lo jadi merasa bersalah gitu, sih, Qi, santai aja. Gue udah maafin lo, kok," ujar Salsa yang tidak suka melihat Qiana yang merasa bersalah seperti ini, toh, itu bukan kemauan Qiana sendiri. 

"Gue juga minta maaf Qi," imbuhnya

Kedua gadis remaja itu saling berpelukan, menguatkan satu sama yang lain. Arkanza dan Hafiz tersenyum melihat kedua sahabatnya berpelukan. 

"Gue juga mau dipeluk dong Fiz," Arkanza merentangkan kedua tangannya ke arah Hafiz. 

"Idih males banget gue harus pelukan sama lo, jeruk makan jeruk dong," Hafiz jijik melihat ekspresi Arkanza yang sok imut, ia menjitak kepala sahabatnya yang kadang bersikap abstrak seperti saat ini.

Salsa dan Qiana yang melihat tingkah kedua sahabatnya itu terkekeh geli. 

Qiana bersyukur bisa memiliki sahabat yang baik dan sangat peduli dengan dirinya. 

*

 Azan magrib berkumandang dari masjid di seberang cafe, Arkanza yang mendengar, langsung mengajak ketiga sahabatnya untuk salat. Setelah selesai salat ia akan mampir ke rumah Qiana untuk meminta izin ke Pak Arwan mengajak Qiana muncak ke gunung Prau hari Minggu besok.

"Salat Magrib dulu yuk," ajak Arkanza beranjak dari tempat duduknya, disusul Hafiz disampingnya,  

"Yuk bre ke masjid," ucap Hafiz kearah Qiana dan Salsa.

"Lo berdua duluan aja gue sama Qiana mau ke kasir dulu," jelas Salsa yang sedang memasukan ponsel ke dalam tasnya. 

" Yaudah gue duluan ya," Hafiz menyusul langkah Arkanza yang sudah sampai di depan cafe.

*

"Astaghfirullahal'adzim," bisik Qiana yang sadar buku diary-nya tertinggal di atas meja. 

"What Happen Qi," ucap Salsa, melihat Qiana yang sedang mengacak-acak isi tasnya.

"Buku gue ketinggalan, Sal." 

" Ellah…, cuma buku. Gue kira apaan sampai panik gitu muka lo," gumam Salsa yang sedang membenarkan kerudung yang ia pakai.

"Buku diary gue Sal, yang ketinggalan," jelas Qiana. Dia bergegas menuju pintu keluar masjid, Salsa yang mendengar kalau buku diary Qiana yang tertinggal, langsung ikut panik dan menyusul langkah Qiana yang sudah keluar dari area masjid khusus akhwat.

 *

Dari arah pintu ikhwan, Hafiz melihat Qiana yang sedang berjalan sendirian, namun langkahnya tergesa-gesa menyenggol pundak Arkanza yang sedang sibuk mencari sepatunya, karena ia lupa tadi meletakkan disebelah mana.

"Za za lihat, deh, kok Qiana jalan sendirian, mana langkah dia cepet banget lagi, kek, dikejar setan," Hafiz menunjuk ke arah Qiana yang hampir sampai ke gerbang masjid. Arkanza mengikuti jari telunjuk Hafiz, benar Qiana berjalan cepat setengah berlari entah apa alasannya yang jelas mukanya panik. 

"Gue nyusul Qia dulu ya," ucap Arkanza berlari ke arah Qiana, hampir saja dia menabrak tukang parkir yang sedang mengarahkan mobil untuk keluar dari area dalam masjid.

"Maaf Pak, saya ga sengaja," tutur Arkanza yang hanya dibalas anggukan dan senyuman oleh tukang parkir masjid.

"Quinnsha," panggil Arkanza.

Part 9

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

- Jumlah Kata 513

 

Dia akan memanggil Qiana dengan nama depan nya jika sedang khawatir. 

Qiana yang mendengar namanya dipanggil dengan suara yang sangat familiar di telinganya, menghentikan langkah. 

"Iyaa?," balasnya menatap ke arah Arkanza yang sedang menetralkan nafasnya yang menderu setelah berlari. 

"Mau kemana? jalannya kok cepet banget?" tanya Arkanza yang khawatir dengan keadaan Qiana.

"M-mm itu buku diary ku ketinggalan."

"Di cafe yang tadi?" 

"Iya, aku kesana duluan ya, semoga bukunya masih disana. Belum ada yang membacanya," jelas Qiana

"Yaudah yuk, gue temenin."

Qiana mengangguk mensejajarkan langkahnya dengan langkah Arkanza yang panjang. Saat hendak menyeberang jalan, Arkanza tidak sengaja menggenggam tangan Qiana.

 Lantas dia melepaskan tangan Qiana di depan cafe dan meminta maaf atas spontanitas dirinya tadi.

"Sorry Sha gue ga sengaja tadi," lirih Arkanza, ia bersalah sudah menggenggam tangan Qiana yang bukan mahramnya.

Qiana yang mendengar ucapan Arkanza hanya mengangguk, dia sedang menetralkan degup jantungnya yang sedang bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya. Ini pertama kalinya ia bergandengan tangan dengan seorang pria. 

Untuk menghilangkan rasa risinya Qiana langsung masuk ke dalam cafe menuju meja yang tadi ia pakai untuk kumpul bersama sahabatnya.

Arkanza mengacak rambutnya frustasi, karena ia tahu pasti Qiana risi dengan adegan saat menyebrang jalan tadi.

" Gue kenapa sih? kok bisa se- khawatir itu sama Quinnsha," gumam Arkanza pada dirinya sendiri. Ia belum menyadari, kalau ia memiliki rasa yang lebih dari sekedar sahabat dengan seorang gadis bernama Quinnsha Qiana Qalesya.

*

"Permisi selamat malam Kak," ucap Qiana menghampiri meja kasir untuk menanyakan buku diary-nya yang ketinggalan.

"Selamat malam Kak, maaf ada yang bisa kami bantu?", ucap seorang pria yang mengenakan seragam barista dan topi hitam yang sengaja dimiringkan.

"M-mm maaf Kak, i-itu saya mau tanya apakah kakak atau teman kakak menemukan buku yang bersampul hitam di meja itu," ujar Qiana menunjuk meja nomor tujuh di cafe tersebut. Berharap bukunya ditemukan oleh karyawan cafe, bukan orang asing.

"Sebentar Kak, saya tanya Bagas dulu," balas barista 

"Bagas siapa ya Kak?" Qiana mengernyitkan dahi ia sedang mencari buku diary-nya bukan Bagas. 

"Dia yang habis membersihkan meja nomor tujuh Kak," ucap barista dengan sopan.

Barista tersebut melangkah ke dalam ruangan yang bertuliskan "Selain Karyawan dilarang Masuk!"

Menunggu lima menit, keluar dua barista cowok dan satu cewek. Melangkah ke meja kasir menemui Qiana. 

"Nah ini Bagas Kak, silahkan Kakak tanya langsung ke dia, saya permisi dulu," jelas barista yang Qiana temui pertama kali.

"Ada yang bisa saya bantu Kak?," ucap cowok yang bernama Bagas.

"Buku saya ketinggalan di meja nomor tujuh tadi, apakah Kak Bagus melihatnya?" tutur Qiana yang langsung to the point ke inti permasalahannya.

" Bisa disebutkan ciri-cirinya Kak?" 

Qiana mengernyitkan dahinya lagi, Bagus yang melihat dahi Qiana mengernyit berkata "Hanya untuk memastikan saja Kak, kali buku yang saya temukan itu milik Kakak," jelas Bagus.

"Sampulnya warna hitam, di pojok kanan atas ada tulisan QUINNSHA pakai spidol warna putih," ucap Qiana menekan kata Quinnsha.

Bagus terkekeh melihat raut muka Qiana saat menjelaskan ciri bukunya. 

"Benar Kak, saya menemukannya." 

"Ini bukunya Kak, lain kali hati-hati ya Kak cek kembali barang bawaannya," ucap Bagus mengingatkan Qiana, ia memberikan buku tersebut kepada pemiliknya. 

"Terimakasih banyak Kak, saya pergi dulu."

Part 10 (Memulai Perjalanan)

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

- Jumlah Kata 570

 

Arkanza mengantar Qiana pulang dan mampir sebentar, ia akan meminta izin kepada Pak Arwan mengajak Qiana pergi muncak ke Prau akhir pekan. 

Arkanza gugup karena ia tidak terlalu dekat dengan Ayahnya Qiana, meskipun ia sudah sering main ke rumah ini. 

Dia duduk di kursi dekat pintu, sedangkan Pak Arwan duduk berhadapan dengannya terpisahkan sebuah meja kayu. 

Arkanza menceritakan rencana muncaknya yang sudah dirancang oleh sahabat dan dirinya kepada pak Arwan, beliau hanya mendengarkan tidak memberikan respon apapun setelah Arkanza selesai menceritakan niatnya. 

 "Quinnsha boleh ikut, kan, Om?" ucapnya diakhir kalimat.

"Tidak baik seorang perempuan pergi sampai larut malam tanpa mahramnya, apalagi ini sampai tiga hari?"  

Pak Arwan khawatir dengan kondisi fisik Qiana yang mudah jatuh sakit jika kelelahan, ia tidak ingin terjadi apa-apa terhadap anak bungsunya. 

"Saya mohon Om, saja janji akan jaga Quinnsha selama perjalanan."

Arwan menatap putrinya yang baru saja meletakkan dua gelas kopi diatas meja, Qiana mendudukan dirinya disamping ayahnya.

"Kamu beneran ingin ke Prau, Ndo?" 

"Iya ayah, boleh 'kan Qiana ikut?"ucapnya dengan tatapan memohon.

"Enggak boleh, ayah khawatir sama kamu."

"Ayah…, Qiana bukan anak kecil lagi, Pas masih sekolah ga dibolehin, sekarang juga ga dibolehin lagi, Qia janji akan pulang dengan keadaan selamat." 

Qiana berharap ayahnya mengizinkan dirinya pergi dengan sahabatnya. Pak Arwan tampak sedang berpikir, memejamkan matanya cukup lama,

"Ayah akan izinin kamu ikut, tapi dengan satu syarat,"  

"Apa Om syaratnya," ucap Arkanza yang senang mendengar Qiana diizinkan muncak ke Prau.

Pak Arwan menatap Arkanza kesal, dirinya memberikan izin untuk putri bungsunya. Mengapa yang senang malah lelaki dihadapannya. Dia tidak ingin berpikiran macam-macam tentang teman lelaki putrinya ini.

"Azzam harus ikut buat jagain kamu," tegas Pak Arwan. Ia mengelus puncak kepala Qiana, sebelum melangkah pergi masuk kedalam kamarnya.

 

Arkanza menghela nafas saat nama Azzam disebut, itu artinya ia tidak bisa berdekatan dengan Qiana. Ia tahu seperti apa sifat Azzam sepupu Qiana, kakak kelas dirinya saat di SMA. Tidak ada hari tanpa memperhatikan kedekatan dirinya dengan Qiana, sampai Arkanza pernah mendapatkan peringatan keras dari Azzam. 

Ketika itu ia membuat janji dengan Qiana, di taman dekat sekolah untuk mengungkapkan perasaannya selama ini, namun karena Uminya menyuruh langsung pulang, Arkanza pun bergegas pulang tanpa membatalkan janji dengan Qiana.

Padahal Qiana sudah menunggu dirinya sampai menjelang Maghrib, membuat Azzam marah dengan dirinya sehingga ia harus rela mendapatkan tinjuan dari Azzam.

 

 

 

*******

 

Ketiga sahabatnya sudah berkumpul di rumah Salsa, semua perlengkapan sudah dipersiapkan semua mulai dari tenda, kompor dan perkakas lainnya oleh Hafiz dan Arkanza. Qiana hanya membawa beberapa pakaian ganti, mukenah dan bawang merah goreng sebagai lauk tambahan. 

Qiana terlihat sangat cantik mengenakan celana hitam yang dipadukan dengan kemeja kotak berwarna hitam putih dan kerudung pashmina senada dengan warna celananya.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam warahmatullah," kompak HAS (Hafiz, Arkanza, dan Salsa) menjawab salam Qiana. 

Salsa menatap Azzam yang bertubuh layaknya Chanyeol artis K-Pop bias-nya di samping Qiana. 

Azzam yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Salsa, melangkahkan kakinya menuju Arkanza yang sedang menata carrier di mobil.

"Jaga tuh mata," bisik Hafiz tepat ditelinga Salsa, sambil melangkah menuju mobil.

"Sumpah Qi, bang Azzam gantengnya ga ada obat," 

Qiana hanya mendengarkan ocehan Salsa yang un-faedah tidak berniat untuk menjawab ataupun mengomentarinya, ia mengambil buku bersampul hitam dari dalam tas selempangnya. Ia menuliskan isi hatinya saat ini yang bahagia.

 

Benar bahagia itu harus diciptakan oleh kita sendiri. 

Terimakasih ayah karena izin darimu, hari ini aku akan menaklukkan dinginnya Prau. 

Menikmati lukisan alam karya Sang Pencipta.

Aku janji akan pulang dengan selamat.

Semesta, 28 April 2019

Part 11

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

- Jumlah Kata 511

 

 

Arkanza bingung, bagaimana rencananya akan berhasil jika ada Bang Azzam ikut sampai ke puncak nanti. Ia sudah menyusun rencana yang dibantu oleh kedua sahabatnya, Hafiz dan Salsa, tiga hari yang lalu mereka berkumpul di rumah Arkanza membahas rencana pengakuan cinta Arkanza terhadap Qiana. Perempuan yang selama ini menduduki tahta tertinggi dalam hatinya. ia akan menyatakan perasaannya di ketinggian 2.565 MDPL yang berlatar belakang sunrise.

Hafiz yang paham akan perasaan bimbang sahabatnya, berusaha meyakinkan semua rencananya pasti akan berjalan dengan lancar.

 Setelah menunaikan kewajiban salat Asar, mereka berlima berangkat ke Temanggung menggunakan mobil milik ayahnya Salsa. Perjalanan dari Bantul menuju Temanggung membutuhkan waktu selama dua jam. 

Arkanza duduk di belakang kemudi, ditemani Hafiz di samping kirinya. Sedangkan Salsa, Qiana, dan Azzam duduk di bangku tengah. Qiana duduk diantara Salsa dan Azzam sepupunya. 

Di dalam mobil hanya Qiana dan Arkanza yang tidak tidur. Qiana mulai merasa bosan selama perjalanan karena Salsa sudah tertidur saat mobil baru melaju beberapa meter dari rumahnya. 

Qiana berusaha untuk memejamkan mata, namun tetap tidak bisa tidur, ia menyandarkan kepalanya di bahu kiri Salsa memainkan jari tangannya untuk menghilangkan rasa bosan.

 "Perjalanan masih jauh Qi, Lo ga tidur?" tanya Arkanza yang melihat Qiana masih terjaga dari kaca spion yang tergantung di mobil. 

"Gue gak bisa tidur, Za."

Qiana merubah posisi duduknya menyandarkan bahunya ke kursi. 

"Masih lama ya Za sampainya?" 

" Iya Qi masih lama, bosen yaah" 

Qiana mengangguk sebagai jawaban, ia lupa tidak membawa novel yang sedang dibacanya. Mungkin kalau ia bawa tidak akan merasa bosan saat sahabat dan sepupunya tidur.

Arkanza memutar sebuah lagu yang berirama slow dengan maksud untuk menghadirkan rasa kantuk Qiana. Bukan Qiana yang mengantuk akan tetapi dirinyalah yang mengantuk. 

"ZA AWAS," teriak Qiana, melihat seorang perempuan paruh baya yang hendak menyeberang jalan. Arkanza yang kaget karena teriakan Qiana, ia langsung menginjak rem membuat tiga orang yang sedang tidur terbangun karena terkejut. 

"Astaghfirullahal'adzim, ada apa?" ucap Hafiz mengusap dahinya yang terhantuk ke dashboard mobil.

Arkanza menghela nafas panjang, jantungnya berdegup lebih cepat karena terkejut. Untung saja mobil yang ia kendarai tidak menabrak perempuan paruh baya tersebut. Mereka keluar mobil untuk memastikan keadaan perempuan tersebut.

"Maaf Bu, saya tidak sengaja," 

Arkanza menghampiri perempuan yang masih terkejut karena hampir saja ia menjadi korban tabrakan. 

"I-iya, saya juga minta maaf. Menyeberang jalan tidak melihat kanan kiri terlebih dulu."

" Ibu baik-baik saja 'kan?" tanya Azzam.

"Alhamdulillah, saya cuma terkejut saja."

"Alhamdulillah" 

"Kalau begitu kami pergi dulu yaa Bu,"

Mereka berlima menjabat tangan perempuan tadi, Arkanza memberikan sedikit uang untuk perempuan sebagai ganti rugi meskipun keadaannya baik-baik saja. 

"Tidak perlu Mas, anda tidak perlu ganti rugi,"

"Gapapa Bu, ini ambil aja," 

***

"Gue yang bawa mobilnya aja Za," tawar Hafiz berniat untuk menggantikan Arkanza mengendarai mobil menuju rumahnya Rian di Temanggung. 

Arkanza mengangguk, ia keluar dari mobil bertukar posisi duduk dengan Hafiz. 

 

Rian sudah menunggu kedatangan Hafiz dan sahabatnya. Mendengar suara mobil di depan rumahnya Rian bangkit dari duduknya, melangkah menuju mobil yang sudah terparkir di samping motor astreanya.

Mereka berlima Hafiz, Arkanza, Salsa,Qiana, dan Azzam sampai di rumah Rian sekitar pukul sembilan belas lebih empat puluh lima menit.

Part 12

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

-Jumlah kata 689

 

Qiana dan Salsa diantar oleh Rian menuju kamar tamu untuk memulihkan tenaganya buat besok menaklukkan puncak Prau.

"Ini kamarnya, anggap aja kamar sendiri,hehehe" 

"M-mm terimakasih," 

Salsa yang membalas ucapan Rian, sedangkan Qiana masih termangu di depan pintu kamar, suara Salsa mengagetkan dirinya.

"Qia sini, ngapain lo masih berdiri disitu?"

"Ahh iya,"

Qiana mendekat ke arah Salsa dan Rian yang sedang berdiri disamping keranjang.

"Gue keluar dulu ya," 

 

 

Rian melangkah keluar dari dalam kamar menuju ruang tamu di sana ada Arkanza, Hafiz, dan Azzam yang sedang mengobrol. 

"Perlengkapan buat besok sudah lengkap belum bro," tanya Rian mendudukan tubuhnya di kursi sebelah Hafiz.

"Udah dong, ya ga Za,"

Arkanza hanya mengangguk sebagai jawabannya. 

"Ouh yaa Yan, kenalin, nih, Abang sepupunya Qiana," Hafiz menunjuk Azzam yang sedang memainkan ponselnya, Azzam mengulurkan tangan kanannya ke arah Rian. 

Rian menjabat tangan Azzam dengan senang hati. 

"Kata Hafiz besok lo ikut muncak, jadi ga?" Arkanza menatap Rian, berharap Rian jadi ikut bergabung muncak ke Prau besok. Ia akan meminta tolong untuk ikut berpartisipasi dalam rencananya di puncak Prau.

 

" Jadilah masa enggak,"

"Palepapalepalepapale," sahut Hafiz

"Cuma lo aja yang ikut?" 

"Ada teman gue, satu cewek satu cowok," 

 

Disaat mereka bertiga Arkanza, Hafiz, dan Rian sedang asyik mengobrol, Azzam memilih memejamkan matanya dan tertidur dengan posisi duduk, kepalanya menyandar di tembok.

 

Hafiz yang melihat Azzam tertidur, mengecek Azzam beneran tidur atau pura-pura saja. Ternyata Azzam sudah tidur lelap, situasi aman untuk mendiskusikan rencana Arkanza besok. 

"Ekhem, gue bisa minta tolong sama lu engga bro," 

"Pasti dong Fiz, perlu bantuan gue apa nih? kalo bawa tas carrier lo, gue ogah yah."

"Bukan itu bro, ini tuh hal yang lebih penting dari sebuah tas carier, tentang masa depan bro," imbuhnya di telinga Rian.

"Masa depan?" beo Rian

 

Arkanza memotong pembicaraan Rian dan Hafiz, ia tidak yakin jika rencananya akan berjalan dengan lancar.

"Gue batalin aja, deh, nyatain perasaan gue ke Qiana."

Hafiz yang mendengar omongan Arkanza tadi membuat ia naik pitam, bisa-bisanya Arkanza dengan mudah menunda rencana yang sudah dipersiapkan lebih dari empat hari.

 

"Serius Lo? Gue tidur hampir pagi selama tiga hari ini, bantuin lo nyiapin kejutan untuk Qiana di puncak, dengan gampangnya lo mau batalin gitu aja?"

"Mikir Za! Otak lo pake," bentak Hafiz melangkah pergi ke depan rumah meninggalkan Arkanza yang masih terdiam. 

 

Rian menyusul langkah Hafiz, meskipun dirinya masih bingung dengan masalah yang diperdebatkan oleh Hafiz dan Arkanza.

Ia menepuk pundak Arkanza " Gue ke luar dulu,"

Arkanza mengangguk, ia memijat pelipisnya. 

Memejamkan mata mencoba menenangkan pikirannya. 

*

Merasa lehernya pegal karena posisi tidurnya salah, Azzam ingin membuka matanya, namun ia mengurungkan niat untuk membuka mata. Saat mendengar bentakan Hafiz terhadap Arkanza. 

Setelah tidak ada lagi suara, ia mencoba membuka matanya, hanya ada Arkanza yang sedang melamun. 

"Kemasukan setan baru tau lu," 

Arkanza masih setia dengan posisinya, duduk menyandarkan bahunya di sofa tatapannya kosong. 

"Jam berapa Za? Qiana mana? Kok gue ga lihat ya," ucap Azzam beruntun.

 Malas menjawab pertanyaan dari Azzam, Arkanza menunjuk jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 21:45 WIB.

"QIANA MANA?" 

"Dia udah di kamar sama Salsa, dah lah gue mau tidur,"

Arkanza merebahkan tubuhnya di sofa, memejamkan matanya berharap Hafiz tidak akan marah lagi kepadanya.

***

Rian mendudukan dirinya disamping Hafiz yang sedang menetralkan napasnya. Rian mencoba bertanya untuk memastikan sebenarnya ada masalah apa, sampai Hafiz marah.

"Sebenarnya ada masalah apa bro?" 

"Jadi gini ceritanya…, 

gue sebagai sahabatnya mencoba membantu untuk merealisasikan rencananya itu, sudah lama bro dia nungguin kesempatan ini. Sudah didepan mata malah mau nyerah gitu aja," 

Hafiz menceritakan semuanya tidak ada yang tertinggal sedikit pun. 

 

"Oke oke gue tahu, berarti besok pas udah di puncak gue harus bareng bang Azzam, biar dia gak ngerusak rencana Arkanza. Gitu 'kan?"

"Anak pintar," Hafiz mengacungkan kedua jempolnya, 

 "Qiana cewek yang tadi pakai kerudung hitam Fiz?" 

"Iya cocok banget 'kan sama Arkanza, menurut gue ya mereka itu saling suka, tetapi karena sudah mengikrarkan janji sebagai sahabat, keduanya memilih untuk saling menyimpan rasa gitu. Gemes sendiri gue," 

"Besok lagi Fiz, kita ngomong sama Arkanza, udah malem tidur yuk," ajak Rian.

Mereka berdua masuk kedalam rumah, melihat Arkanza dan Azzam yang sudah tertidur di sofa. 

"Gue tidur di kamar lu ya Yan," bisik Hafiz. 

Part 13

0 0

-Sarapan Kata KMO Club Bacth 37

-Kelompok 11

- Jumlah Kata 476

Hawa dingin yang menusuk tulang, membuat Arkanza terbangun dari mimpi indahnya. Ia meraba ponsel yang ia letakkan di atas meja semalam, ternyata sudah jam tiga pagi. Arkanza hendak memejamkan matanya kembali, namun tidak bisa sampai menjelang subuh, karena masih memikirkan rencananya, apakah ia akan membatalkan rencana yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. 

Arkanza bangkit dari sofa menuju kamar mandi ingin membasuh muka dan mengambil air wudhu. 

*

 Suara azan subuh berkumandang, Rian yang mendengar suara azan bergegas bangun, ia membangun Hafiz yang tidur disebelahnya.

"Fiz bangun..,"

Hafiz hanya Rian tidak menyerah untuk membangunkan Hafiz yang memang sudah jika disuruh bangun.

"Woy bangun, udah mau iqomah subuh," 

"I-iya lima menit lagi," suara serak Hafiz.

"Terserah lu lah, gue mau wudhu dulu," Rian melangkahkan kaki keluar kamar menuju kamar mandi yang berada di lantai satu, air di kamar mandi dalam kamarnya sedang mati. 

Saat Rian hendak masuk ke dalam kamar mandi, ia terkejut karena mukanya hampir bertabrakan dengan muka Arkanza.

"Astagfirullahaladzim," ucap mereka bersamaan. 

Arkanza mundur satu langkah, supaya mukanya dengan muka Rian ada jarak. 

"Sudah bangun lu, Za," 

"Belum," Arkanza keluar dari kamar mandi, Rian yang mendapat respon seperti itu sedikit geram, "Tuh anak gak tahu basa-basi atau gimana sih, heran gue."

"Salatnya jamaah ya, Zaaaa," teriak Rian dari dalam kamar mandi.

Arkanza yang mendengar teriakan Rian tidak menjawabnya, ia memilih untuk membangunkan Azzam yang masih tertidur di sofa. 

Saat sudah sampai di sofa ternyata Azzam sudah bangun. 

"Mau salat dimana, Za," tanya Azzam dengan suara serak khas orang baru bangun tidur, sesekali ia menutup mulutnya yang menguap lebar. 

"Di rumah Bang," 

"Gak jamaah di masjid aja?" 

"Kalau di masjid sudah telat Bang, kita jamaahnya di rumahnya aja," 

"Ya udah gue wudhu dulu,"

Mereka bertiga Arkanza, Azzam, dan Rian salat subuh berjamaah di ruang tengah, Azzam yang menjadi imam salat. 

***

Mereka berlima sudah berada di basecamp pendakian gunung Prau untuk melakukan registrasi ulang dan mengurus surat simaksi serta menunggu Rio dan Via yang masih dalam perjalanan. 

"Sepuluh menit lagi mereka sampai," Rian memberitahukan kalau kedua temannya akan datang. 

Qiana melihat raut muka Arkanza yang gelisah entah apa alasannya, gadis cantik itu memberanikan diri bertanya 

" Za are you okay?"  

"I'm okay"

  Qiana tahu jika Arkanza sedang memikirkan sesuatu, ia sudah paham betul sikap Arkanza karena sudah sering bersama dan berbagi cerita selama menjadi sahabat. Jika sedang gelisah pasti dahi Arkanza akan berkeringat. 

Salsa mencolek pinggang Hafiz yang duduk di sampingnya, mengarahkan dagunya ke arah Qiana dan Arkanza. Hafiz yang mengerti hanya mengangguk. 

"Heran gue Sa sama tuh anak, sudah mempersiapkan surprise tapi mau dibatalin," bisik Hafiz 

Salsa terkejut mendengar ucapan Hafiz "Serius lo? terus gue bawa ginian un-faedah dong," pekik Salsa memperlihatkan satu tas kecil yang isinya hadiah untuk Qiana. 

Hafiz mengangkat bahunya.

"Padahal gue sudah minta bantuan sama Rian buat handle bang Azzam pas di puncak nanti,"

"Alasannya apa coba," 

"Lo tanya sendiri ajalah," Hafiz bangkit dari duduknya hendak bergabung dengan Rian dan dua temannya yang baru datang.

 

 

Part 14

0 0

 

 

 

 

 

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 489

Setelah Rio dan Via melakukan registrasi ulang, mereka berdelapan berdiskusi sebentar menentukan formasi pendakian, meskipun hanya Qiana yang baru pertama kali mendaki. Sepuluh menit melakukan diskusi akhirnya Hafiz ditunjuk sebagai leader sekaligus navigator berjalan di barisan terdepan, karena ia termasuk pendaki senior dan sering ke Prau.

 Arkanza bergantian dengan Rio sebagai swiper yang bertanggung jawab atas perbekalan,peralatan pendakian dan paham akan tindakan medis. Swiper berada di barisan paling belakang memastikan tidak ada anggota timnya yang ketinggalan. 

 Azzam dan Rian bergantian untuk menjadi chef dan logistik tim. Sedangkan tiga cewek cantik sebagai follower yang berjalan ditengah.

 

Hafiz sebagai leader memutuskan untuk memulai pendakian pukul sembilan pagi, memimpin doa sebelum melakukan pendakian.

"Ekhem," Hafiz berdehem sebelum melanjutkan kalimatnya 

" Alangkah lebih baiknya sebelum kita memulai perjalanan kali ini mari kita berdoa, berdoa mulai,"  

"Berdoa selesai, puncak adalah bonus, kembali pulang ke rumah dengan keadaan selamat adalah yang utama," Hafiz mengingatkan timnya.

 

Gadis berkerudung hitam itu mengangguk yakin, sudah tidak sabar melakukan pendakian perdananya. Ia berada di barisan nomor empat di depannya ada Via sedangkan di belakangnya ada Azzam yang menjadi memiliki tanggung jawab sebagai chef dalam pendakian ini. 

 

Arkanza menatap gadis yang ia sukai, bibirnya tertarik ke atas membentuk cerukan sumur kecil di pipi kirinya. Ikut tersenyum melihat Qiana yang terlihat menikmati perjalanan dari basecamp menuju post satu.

Perjalanan yang ditempuh dari basecamp menuju Blumbang Kodok (pos 1) cukup melelahkan, melewati pemukiman penduduk dan perkebunan yang asri. Qiana berhenti sejenak untuk mengabadikan setiap objek yang menarik dan menghirup udaranya yang sejuk. 

"Seger banget ya Sal, betah nih gue kalo tinggal di sini," 

"Iyalah polusi udaranya sedikit, tuh liat kebanyakan penduduknya jalan kaki." 

Sampai di pos satu Hafiz selaku leader memilih untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan menuju Cemaran ( pos 2) yang memiliki Medan yang cukup landai dan didominasi oleh akar pohon. 

"Kita istirahat dulu, Qi amankan?" 

Qiana mengangkat kedua jempolnya,

 "Aman bro, gak nyangka akhirnya gue bisa mendaki juga," ujar Qiana matanya berbinar bahagia. 

Arkanza kembali tersenyum ikut merasakan kebahagiaan Qiana. Ia mengambil ponselnya membuka fitur kamera memotret Qiana diam-diam yang sedang duduk memegang botol air mineral. 

Rian yang dari tadi memperhatikan kegiatan Arkanza membisikkan kalimat yang membuat Arkanza semakin bingung dibuatnya. 

"Segitu sukanya lo sama Qiana. Kok, gak berani ungkapin?" bisik Rian "ada yang nikung baru tahu rasa lo."  

   Mendengar ucapan Rian, Arkanza langsung memasukkan ponselnya kedalam saku cariernya. Melanjutkan perjalanan yang sudah tertinggal beberapa langkah dari yang lain. Rian melihat kegugupan diraut wajah Arkanza terkekeh,

"Gak usah kaget gitu Za, semalem Hafiz cerita semuanya,"

  Tidak mendapat respon dari Arkanza tidak membuat Rian menyerah begitu saja, ia malah dibuat semakin ingin membantu Arkanza menyatakan perasaannya kepada Qiana. Meskipun keduanya baru pertama kali bertemu, tidak membuat Rian sungkan untuk terlibat dalam rencana ini. 

"Gue bakal bantuin lo bro, semoga rencananya lancar," menepuk pundak Arkanza. 

 

Keraguan yang menghampiri Arkanza sedikit demi sedikit memudar, setelah Rian mengatakan akan membantunya senyum menghiasi bibir pria tampan itu. 

"Bismillah…, semoga lancar," bisik Arkanza kepada dirinya sendiri. 

 

Part 15

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 414

 

Perjalanan dari pos Cemaran menuju pos Sudungdewo berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun meskipun tracknya sedikit menanjak. Saat sampai di sumber air yang berupa pipa-pipa kecil mereka semua memutuskan untuk beristirahat lagi mengambil air untuk persediaan di camp area dan menunaikan salat Dhuhur.

  Selesai menunaikan salat, Azzam memasak nasi untuk makan siang, sedangkan Rian menyiapkan lauknya. Mereka berdua berkolaborasi memasak sayur sop dan tempe goreng menu makan siang di gunung. Rian yang awalnya agak canggung dengan Azzam mulai akrab dan bergurau dengannya. 

 Disaat Rian dan Azzam sibuk memasak, Arkanza, Hafiz dan Rio mengisi botol mineral yang sudah kosong untuk memasak di camp area. Sedangkan tiga puteri dalam timnya duduk manis sambil memakan makanan ringan dan bersantai ria. 

 Salsa tipikal perempuan yang SKSD ( sok kenal sok dekat) membuat dirinya lebih mudah akrab dengan orang yang baru pertama kali bertemu, dengan Via pun tidak membutuhkan waktu lama untuk berkenalan. Berbeda dengan Qiana, gadis cantik nan anggun ini membutuhkan waktu lama untuk bisa akrab dengan orang baru.

  "Makan siang sudah siap," seru Rian  

Qiana mendekat kearah Rian, gadis berkerudung hitam itu membawa toples kecil yang berisi bawang goreng, berniat untuk menaburkannya diatas sayur sop sebagai penambah selera makan. Tidak memperdulikan Rian yang menatapnya secara intens saat dirinya menaburkan bawang goreng.

"Qi, lu naburin apa ke panci," 

"Bawang goreng, gue salah ya?" bisik Qiana

"Ga salah, kok, Qi cuma kurang tepat aja. 'Kan selera orang berbeda,"

Qiana menundukkan kepalanya, meminta maaf atas tindakannya tadi.

"Gue…, minta maaf ya Rian," ucap Qiana "tapi Arkanza suka banget kalau sayur sop ditaburi bawang goreng, katanya aromanya jadi tambah nikmat."

  Azzam yang mendengar jawaban Qiana menatap sinis ke arah sepupunya, bisa-bisanya Qiana paham selera makan Arkanza. 

Ya mau tidak paham bagaimana, mereka berdua—Arkanza dan Qiana— sudah saling memahami satu sama lain sejak duduk dibangku SMA kelas dua belas akhir menjelang ujian nasional.

  Arkanza baru sampai mengambil air, mendengar namanya disebut langsung bersuara "Kok, nama gue disebut-sebut, ada apa ya?" 

"Lo salah dengar kali bro," bisik Hafiz 

 

"Percaya diri banget lo, udah yuk kita makan biar gak kemalaman sampai di camp areanya," ucap Rian penuh dengan penekanan. 

  

Perjalanan kembali dilanjutkan setelah acara makan siang selesai, mereka tidak lupa untuk mengumpulkan sampah sisa memasak tadi. 

Posisi tim masih sama Hafiz didepan dan Arkanza berada di barisan terakhir. 

Track yang mereka lalui berupa padang ilalang, sesekali Qiana, Salsa, dan Via bergantian bersua foto, saat Qiana hendak mengambil gambar Salsa dan Via ia tersandung kakinya sendiri, karena ikat tali sepatunya yang lepas. 

"Awww, Astaghfirullahaladzim," pekik Qiana.

 

Part 16

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 448

 

Mendengar suara Qiana yang mengaduh Azzam dan Arkanza yang berjarak satu meter di belakang Qiana terkejut, mereka berdua —Azzam dan Arkanza—berjalan dengan cepat bahkan sampai setengah berlari melihat apa yang terjadi dengan gadisnya. Yang satu takut sepupunya terluka, sedangkan cowok yang memakai kaos hitam khawatir dengan keadaan gadis yang mengisi hatinya. 

 

Salsa membantu Qiana melepaskan tas carrier meletakkannya di samping dan memberikan sebotol air mineral yang ia ambil dari dalam tas milik Qiana. 

"Nih minum dulu Qi,"

  Qiana menerima botol tersebut, "Makasih gadis baik, tempat camp-nya masih jauh ya," 

"M-mm gak terlalu jauh,kok, Qi coba deh tanya Hafiz," balas Salsa yang masih sibuk ber-selfie ria dengan Via. 

Gadis cantik penggemar cokelat itu menghembuskan napasnya lelah, menengadahkan wajahnya menghadap langit sore. 

  "Quinnsha, lo gapapa? Kenapa tadi menjerit?" pertanyaan beruntun keluar dari mulut Arkanza yang khawatir dengan keadaan gadis yang memiliki tahta tertinggi di hatinya. 

"Gue baik kok, tadi hampir jatuh. Tali sepatu gue lepas,"

Mendengar hal itu Arkanza langsung melihat sepatu yang Qiana pakai, benar talinya lepas tidak membuang banyak waktu Arkanza berjongkok di depan Qiana mengikat tali sepatunya. 

"Ehh ga usah Za, gue bisa sendiri," Qiana menggeser posisi kakinya ke kiri, bukan Arkanza namanya jika ia menyerah begitu saja. Dia pun ikut menggeser tubuhnya ke arah kiri juga. 

"Kaki lo baik-baik aja 'kan ga ada yang luka," bisik Azzam. 

Qiana menggelengkan kepalanya "Aman Bang."

 Hafiz melihat jam di tangan kirinya sudah menunjukkan 16:45 WIB. 

 "Yuk kita lanjut lagi, sudah sore nih supaya kita gak kemalaman di track," ujarnya 

Qiana menahan rasa sakit di kakinya. Memang tadi belum terasa sakit, setiap tiga langkah sekali ia berhenti untuk menghilangkan rasa sakit di pergelangan kakinya. Namun rasa sakit itu justru semakin ia rasakan saat berhenti melangkah. 

Gadis yang mengenakan kerudung instan berwarna hitam itu memaksakan dirinya untuk tetap melangkah dan membawa tas carrier yang berat. 

"Ahhh, astaghfirullahaladzim," ucapnya pelan. Namun Salsa yang berjalan di depannya bisa mendengar suara rintihan Qiana. 

"Lo kenapa Qi?"

"Gue gapapa kok, lanjut aja," Qiana meyakinkan sahabatnya kalau keadaan dirinya baik-baik saja. 

Tetapi rasa sakit di pergelangan kakinya semakin terasa saat melewati tangga cinta yang tracknya naik turun berupa tangga saat menuju Plawangan. Dia mengaduh beberapa kali, membuat Salsa khawatir dengan keadaan Qiana. 

"Serius lo baik-baik saja," bidiknya

"Kaki kanan gue sakit banget Sal," Qiana sudah tidak bisa membohongi temannya lagi. Sebenarnya ia tidak ingin menjadi penghambat teman satu timnya. 

"Break time," teriak Salsa membuat yang lain berhenti. 

Hafiz yang mendengar penjelasan Salsa akhirnya membuat keputusan membagi timnya menjadi dua regu. 

"Gue, Azzam, Rian sama Via jalan duluan ke camp area bangun tenda dan masak, sisanya temenin Qiana jalannya santai aja."

Azzam tidak setuju dengan keputusan Hafiz yang menyuruh dirinya untuk bergabung dengan tim pertama.

 

Part 17

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah kata 350

 

"Rio kita tukar posisi, gue punya amanat dari Om Arwana untuk menjaga Qiana," tutur Azzam

"Bang bro, 'kan lu tugasnya jadi chef, ada Arkanza yang jagain Qiana lu tenang aja," Rian meyakinkan Azzam untuk gabung di tim pertama.

"Gue juga sudah janji sama Om Arwana untuk jagain Qiana selama pendakian, dan itu selaras dengan tugas gue yang jadi swiper di tim ini," jelas Arkanza 

 "Oke gue titip Qiana sama lu Za," 

Arkanza mengangguk menerima uluran tangan Azzam yang mengajaknya bersalaman. Entah apa maksudnya namun ia tetap melakukannya. 

Rian memberikan minyak gosok untuk membantu menghilangkan rasa sakit pergelangan kaki Qiana yang terkilir. 

"Nih lukanya diolesi minyak ini," 

"Terima kasih," Qiana menerima minyak gosok dari Rian. 

"Tas carrier lu kasih aja ke Rio, biar dia yang bawa," 

 

Tim pertama sudah jalan duluan dengan posisi barisan Hafiz, Via, Azzam, dan Rian berjalan paling belakang. 

Qiana melepaskan tas carrier nya, memberikan ke Rio "Maaf Kak, gue ngrepotin," 

"Gapapa Santai aja lagi, ini udah jadi tugas gue jadi swiper," Rio menerima carrier Qiana " yuk kita mulai jalan," imbuhnya.

"Jalannya santai aja ya, kasihan Qiana," Arkanza memperhatikan Salsa yang sedang memijat pergelangan kaki Qiana menggunakan minyak gosok. 

"Udah Sa, yuk jalan." Qiana bangkit dari duduknya melangkah pelan ternyata kakinya masih terasa nyeri. Arkanza yang melihat gadisnya menahan kesakitan menyamakan langkahnya,

 "Pegangan carrier gue aja Qi, gak usah ditahan gitu kalau sakit." 

"Gue minta maaf ya, pendakian ini terhambat karena gue," 

"Hey dengerin gue, lu gak salah dan gak perlu minta maaf gitu. Sebentar lagi kita sampai di camp area," jelas Arkanza.

 

Saat tim kedua sampai di camp area banyak sekali tenda para pendaki lain, mereka hampir saja tidak menemukan keberadaan tim pertama. Untung saja Rian memanggil Rio,

 "Woy Rio sini,"  

"Di sebelah sana bro," Rio menunjuk ke arah Rian yang sedang melambaikan tangannya.

 Azzam masih terlihat sibuk dengan alat memasak, sementara itu Hafiz dan Rian sedang mendirikan tenda yang ke tiga.

"Huft, akhirnya sampai juga tenda cewek yang mana nih," Salsa bertanya ke Hafiz ia sudah selesai mendirikan tiga tenda. 

"Tuh yang di tengah, makan dulu baru istirahat," Hafiz menunjuk tenda yang berwarna biru berukuran sedang.

 

Part 18

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 413

Mereka berdelapan duduk melingkari api unggun, bertukar cerita dan pengalaman. 

"Ah gue punya ide bro, gimana kalau kita main Q n A," suara Rian memecahkan keheningan setelah Qiana menceritakan impiannya untuk kuliah harus tertunda. 

"Boleh juga tuh gue ambil botol dulu di tenda," Rio bangkit dari duduknya, namun di tangannya ditarik oleh Hafiz. 

"Pake kertas aja boy," 

"Emang ada yang bawa buku sama pulpen?" 

tanya Rio, dirinya tidak yakin jika teman satu timnya ada yang kepikiran membawa alat tulis.

"Gue bawa, gue ambil dulu ya," Qiana masuk kedalam tenda mengambil buku dan pulpen. 

Tetapi ia hanya membawa satu pulpen saja, 

"Pulpennya cuma ada satu, kita gantian ya," 

Qiana memberikan bukunya ke Salsa 

"Lu yang potong kertasnya ya Sa, gue gak bisa rapi kalau gak pakai penggaris." 

 

Salsa mengambil bagian tengah buku, laku ia memotong kertas tersebut menjadi delapan bagian. 

"Harus nulis apa nih?" Azzam menerima pulpen dari Arkanza, biasanya ia bermain Q n A menggunakan botol. 

"Tulis saja apa yang ada dipikiran lu sekarang Bang."  

Kemudian Arkanza kembali fokus dengan kertasnya, membaca tulisannya lagi sebelum ia lipat.

 "KAMU ISTIMEWA DENGAN KESEDERHANAANMU. AKU SUKA ITU." 

 Kemudian ia memejamkan mata berdoa "Semoga kertas ini bisa tepat ke tangan Qiana, Aamiin."

Arkanza mengusapkan kedua tangannya ke wajah.

 

"Oke sudah menulis semua ya, sekarang tutup mata. Letakkan tangan kiri lu di bawah tangan kanan teman di sebelah lu. Seperti ini." Hafiz mencontohkan apa yang ia jelaskan. 

"Paham yah," 

 Semuanya menganggukkan kepala, paham dengan maksud ucapan Hafiz 

"Oke kita mulai ya. Satu, letakan kertasnya ke tangan teman sebelah kalian sampai hitungan ketiga gue bilang stop berarti itu kertas untuk lu." Hafiz menjelaskan aturan mainnya. 

 

"Buruan Fiz, dimulai gue udah ngantuk" 

Akhirnya seorang Via bersuara juga, dia sudah tidak sabar ingin tidur. Perempuan bermata sipit sudah berkali-kali menguap lebar. 

"Matanya tutul dong, gue hitung ya. Satu…, putaran pertama, sudah?" Hafiz memulai permainan Q n A. 

"Sudah." jawab serempak tujuh temannya seperti paduan suara. 

"Dua…, tiga…, buka matanya. Kita baca bareng-bareng yah." 

Qiana membuka lipatan kertas tersebut, ia mengernyitkan dahi membaca tulisannya berulang-ulang.

 

"KAMU ISTIMEWA DENGAN KESEDERHANAANMU. AKU SUKA ITU." 

 

 Ia merasa tidak asing dengan tulisan yang ada di kertas ini. 

 

 "Apa mungkin Arkanza yang nulis ini?" batin Qiana.

Menatap ke arah Arkanza, ia tersenyum kikuk saat tahu Arkanza pun sedang menatapnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya kembali menatap secarik kertas itu.

Ada debaran aneh dalam dadanya. Qiana memegang dadanya mengucapkan kalimat,

"La haula wala quwwata illah Billah." ucapnya lirih. 

"Ngapa lu Qi, sakit?" Salsa mengecek Qiana, takut jika sahabatnya mengalami hipotermia. 

 

Part 19

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37 

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 581

 

"M-mm gak papa kok, tidur yuk gue udah ngantuk." 

Qiana mengajak Salsa dan Via tidur, ia menyimpan kertas tadi dalam saku celananya kemudian masuk kedalam tenda pamit kepada teman satu timnya yang masih duduk di dekat api unggun yang tinggal arangnya saja. 

 

"Ayo Vi." Salsa beranjak dari tempat duduknya, Via pun ikut bangkit. 

"Gue tidur duluan ya boy." ucapnya

 

"Oke, have a nice dream girls." balas Rian.

 

*****

 

Mata Qiana tidak bisa terpejam lagi, saat pergelangan kakinya berdenyut,kaki Via tidak sengaja menindihnya. Melihat ke arah kanan Salsa pun masih terjaga,

 

"Sa belum tidur?" Salsa merubah posisinya berhadapan dengan Qiana.

 

"Belum, lah lu sendiri katanya udah ngantuk masih melek aja tuh mata." 

"Hehehehe, kebangun tadi pergelangan kaki gue sakit," keluh Qiana

"Kata lu udah sembuh." Salsa bangun mencari minyak gosok yang ia simpan di dalam tas carrier nya.

"Nih olesin lagi, besok mau ikut muncak gak?"  

Qiana menerima minyak gosok dan mengoleskannya tiga kali ia tidak lupa untuk memijatnya perlahan untuk menghilangkan rasa sakit. 

"Gak tau Sal. Sebenarnya gue pengin banget sampai puncak, tapi…," Qiana melihat kakinya yang selesai ia pijat. 

"Gak usah dipaksain Qi, lain kali lo bisa datang ke sini lagi," Salsa berusaha menghibur sahabatnya "yang terpenting itu lo pulang ke rumah dengan keadaan sehat." imbuhnya. 

 

"Kalau lu semua pada ke puncak gue di sini sendirian dong." 

"Besok kita diskusi sama yang lain."

Salsa merebahkan tubuhnya langsung tertidur sedangkan Qiana masih memikirkan tulisan yang ia dapat dipermainkan QnA tadi. Dirinya sangat yakin jika tulisan itu adalah tulisan tangan Arkanza, tapi untuk siapa cowok berambut gondrong itu menulisnya.

Lelah dengan pikirannya sendiri Qiana tertidur menggenggam kertas tersebut.

 

*****

 

Sekitar jam empat pagi Hafiz sudah bangun, ia membangun Arkanza yang tidur satu tenda dengan dirinya. 

"Hey bro bangun, yuk persiapan buat muncak." 

 Membangunkan Arkanza tidak memerlukan tenaga ekstra. Arkanza membuka mata perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya agar tidak pusing. Ternyata masih gelap (he-he-he) 'kan masih jam empat pagi. 

 "Semua ikut muncak 'kan boy," suara khas orang bangun tidur, Arkanza hanya ingin memastikan kalau Qiana ikut ke puncak supaya dirinya menyiapkan mental untuk mengungkapkan rasa yang sudah lama ia pendam ini. Masalah jawaban ia serahkan semuanya kepada Sang pemilik hati. 

Jika Qiana menolaknya ia akan tetap menjadi sahabat dan pendengar yang baik untuk gadis penggemar cokelat.

 "Sudah bangun semua, tapi Qiana gak ikut naik," ucap Hafiz yang baru saja mengecek timnya. Salsa memberitahukan kepada dirinya jika Qiana tidak ikut muncak karena kakinya masih sakit. 

"Kenapa kok, gak ikut? Apa dia sakit?" pertanyaan beruntun keluar dari bibir tipis Arkanza, ia khawatir dengan kondisi Qiana. 

 

"Kata Salsa semalam pergelangan kakinya sakit lagi, jadi Qiana memutuskan tidak ikut muncak takut jadi penghambat buat yang lain." 

 

Hafiz menjelaskan kondisi Qiana, Arkanza diam menatap sahabat yang didepannya. Ia berpikir sejenak, akhirnya memutuskan untuk menemani Qiana di camp area selama anggota tim yang lain naik ke puncak. 

 

" Gue yang temenin Qiana di sini bro." 

"Sana lu izin sendiri ke Abang sepupunya, saran gue juga gitu boy, agar rencana lu itu bisa terlaksana meskipun setting nya gak lautan awan." 

Hafiz keluar dari tenda berkumpul dengan anggota tim yang sudah siap untuk ke puncak. Arkanza mengikuti langkah Hafiz berhenti tepat di sebelah Bang Azzam yang sedang menyiapkan headlamp-nya.

Azzam sudah tahu kalau sepupunya tidak ikut muncak, sebenarnya cowok bertubuh tinggi itu ingin menemani Qiana. Namun, rasa candu untuk menikmati sunrise di puncak Prau menghantui pikirannya sehingga Azzam memutuskan untuk ikut naik dan menitipkan Qiana ke Arkanza. Ini kesempatan bagus bagi Arkanza untuk menjalankan rencananya meskipun tidak berlatar belakang hamparan awan. 

 

Part 20

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 401

 

"Bang…, boleh gak kalau gue yang temenin Qiana di sini," bisik Arkanza 

Bang Azzam yang sedang mengecek perlengkapannya terhenti menatap cowok di depannya dengan tatapan datar. 

"Lo yakin?" 

"Iya Bang, gue bakal jagain Qiana, kok, janji." 

Arkanza mengangkat jari kelingkingnya sebagai simbol perjanjian.

"Boleh aja sih lo jagain Qia, tapi jangan buat dia berharap lebih sama lo. Karena sikap lo yang peduli sama dia." 

Azzam mengingatkan Arkanza, kejadian di masa lalu Qiana masih tersimpan rapi di memori otaknya. Qiana yang menunggu kedatangan Arkanza untuk menepati janjinya di taman sampai hujan turun, cowok berambut gondrong itu tidak datang. 

 

"Iya Bang gue janji." 

Mereka berdua berjabat tangan dan berpelukan ala lelaki. 

Hafiz dan Salsa tersenyum melihat dua cowok yang selama ini tidak pernah akur berpelukan. 

"Semangat bro, lampu ijo nih. Meskipun dia cuma sepupu," bisik Hafiz di telinga Arkanza.

"Jangan lupa bro, semua barang lo ada di tas gue warna hitam, ambil aja di tenda." 

Salsa mengingatkan sahabatnya tentang hadiahnya untuk Qiana. 

"Oke terimakasih." 

"Semangat, semoga lancar bro."

"Aamiin." 

 

Hafiz memimpin rombongan menuju puncak, masing-masing dari mereka hanya membawa tas kecil. 

"Gue naik dulu ya, ntar gue bikin video khusus buat lo," Salsa melambaikan tangannya ke arah Qiana yang sedang duduk di depan tenda.

*****

Qiana dan Arkanza masuk ke tendanya masing-masing, Arkanza mengambil sebuah kotak kecil yang isinya gelang bermotif bunga edelweis. 

"Bismillahirrahmanirrahim, semoga lancar apapun jawabannya gue siap," ucapnya pada diri sendiri. 

Keluar tenda melihat Qiana sedang duduk menikmati udara sejuk yang mendekati dingin. Arkanza duduk disebelahnya mengikuti pandangan mata Qiana yang sedang melihat kakinya. 

 

"Kakinya masih sakit Qi?" 

"Masih nyeri Za, kamu gak ke puncak?" 

"Gak aku mau nemenin perempuan cantik dengan kesederhanaannya." Arkanza menggeleng, menatap manik mata Qiana. 

Perempuan berkerudung biru Dongker itu langsung menundukkan kepalanya. 

"Cantik dengan kesederhanaannya," beo Qiana.

 

"Iya perempuan istimewa, kesederhanaannya menambah kecantikan dalam dirimu." 

  "Kamu yang menulis ini Za?"

 Qiana mengambil kertas yang semalam ia dapatkan dari permainan QnA, memperlihatkan ke Arkanza.

Arkanza membuang mukanya ke arah yang lain, menyembunyikan rona merah di pipinya. Doanya semalam terkabulkan. 

"Kalau kamu diam, aku anggap iya," ucap Qiana.

 

 Keheningan menyelimuti keduanya, tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

 

"Quinnsha." 

"Arkanza." 

Mereka berdua bersamaan memanggil namanya masing-masing, dan kembali terdiam.

"Kamu duluan aja Za." 

"M-mm iya itu…, aku yang menulis itu semalam buat kamu. Ternyata kertas itu sampai ke tuannya," jelas Arkanza terbata.

Qiana masih mendengarkan Arkanza menunggu penjelasan selanjutnya dari pria beralis tebal  yang duduk di sebelahnya.

 

Part 21

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 667

 

Arkanzam sebuah kotak kecil ke Qiana,

"Ini hadiah buat kamu, semoga suka." 

"Hah, hadiah? 'kan masih lama aku ulang tahunnya." 

 Qiana kaget tumben sekali Arkanza memberikan hadiah bukan di hari kelahirannya. Apa ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh pria di sampingnya. Perempuan yang sedang membuka kotak tersebut meminta penjelasan, menatap penuh tanya ke arah pria yang sedang tersenyum melihat kebingungannya. 

 

"Sekarang aku mau jujur sama kamu Qi, tentang perasaan aku." 

Pria itu menghirup udara dalam-dalam mencoba menetralkan debaran jantungnya, 

"Sebenarnya…, sudah lama banget a-aku s-suka sama kamu." 

Arkanza mempercepat ritme ucapannya di akhir kalimat. Membuat perempuan itu melongo kaget, karena tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan olehnya. 

"Bisa diulang lagi? Tadi kamu ngomong apa?" ucapnya.

"Aku suka sama kamu." Arknza mengucapkan kalimat tersebut dalam satu tarikan nafas. 

"Kamu suka sama aku." Qiana memastikan kalimat yang ia dengar tadi sebuah kenyataan. 

"Iya. Aku Arkanza suka sama Quinnsha Qiana Qalesya," teriak Arkanza membuat hatinya lega.

"Jadi jawaban kamu apa?" 

"Emang harus dijawab?" tanya Qiana balik, Arkanza mengangguk.

"Jujur, aku juga suka sama kamu, tapi…, gak lebih dari sahabat." 

"Maksudnya," Arkanza bingung dengan ucapan Qiana yang ambigu baginya. 

"Kalau aku mau hubungan kita lebih dari sekedar sahabat, boleh?"  

"Boleh, kamu langsung bilang ke Ayah aja." 

Arkanza terdiam apakah ucapan Qiana serius, meminta dirinya untuk berbicara langsung dengan Ayahnya.

"Untuk sekarang aku belum bisa Qi. M-mm kalau…, k-kita pa-ca-ran gimana." Arkanza terbata mengucapkan kalimatnya, ia tahu pasti Qiana akan menolak permintaannya yang satu ini.

"Al-Isra ayat 32," tegas Qiana. 

 

 Arkanza paham tentang ayat itu. Sebuah ayat yang menjelaskan tentang larangan mendekati zina. Rasa kagum Arkanza semakin bertambah saat mendengar jawaban Qiana yang singkat padat dan jelas. Dia berjanji dengan dirinya sendiri untuk selalu menjaga pandangan dan tidak berpacaran. 

 

"Kamu suka gak sama gelangnya," Arkanza mengalihkan topik pembicaraan supaya tidak canggung lagi. 

"Bagus Za, aku janji akan jaga gelang ini."

"Jangan cuma dijaga tapi dipakai, kamu mau tahu gak filosofi gelangnya." 

 Qiana menatap gelang bermotif bunga edelweis yang sudah terpakai cantik di tangan kanannya. 

 

"Emang ada filosofinya?" 

"Ada dong, kalau filosofi tentang bunga edelweis nya kamu tahu?" 

Qiana mengangguk lantas menjelaskan apa yang ia tahu tentang bunga edelweis yang bisa tumbuh hanya di dataran tinggi saja.

 

"Bunga edelweis juga sering disebut bunga abadi 'kan, dan gak boleh dipetik sembarangan." 

"Masih ada yang kurang, itu bukan filosofinya tapi penjelasannya." 

"Terus apa dong," Qiana meminta penjelasan dari Arkanza.

"Filosofi bunga edelweis itu menggambarkan sebuah proses pengorbanan dan kesungguhan dalam meraih cinta sejatinya. Sama dengan bunganya untuk menikmati keindahannya kita harus mendaki gunung melihatnya," menjeda kalimatnya Arkanza memberikan waktu untuk Qiana mencerna ucapannya tadi. 

Pria yang mengenakan hoodie biru itu menghembuskan nafasnya sebelum melanjutkan kalimatnya.

 "Sama seperti aku untuk mengungkapkan perasaan aku ke kamu Sha, butuh perjuangan banget. Rasa sayang aku kamu abadi. Rencana awal aku mau jujur sama kamu di puncak gunung ini saat matahari terbit. Namun, Tuhan berkehendak lain. 

Meskipun hubungan kita gak lebih dari sahabat, aku mohon sama kamu jangan jaga jarak sama aku ya, Sha." 

 Qiana melamun entah apa yang sedang ia fikirkan. Panggilan dari Arkanza membuat dirinya tersadar. 

"Quinnsha," 

"Hah iya, kenapa Za," kaget Qiana 

"Kebiasaan banget sih, kalau diajak bicara pasti melamun. Kamu dengar tadi aku bicara apa?" suara Arkanza sedikit naik membuat perempuan di depannya terkejut. Sebelumnya Arkanza tidak pernah berbicara dengan nada tinggi dengan dirinya. 

 "Iya, aku dengar. Kamu kok nge-gas sih ngomongnya." 

"Maaf Sha." Arkanza merasa bersalah ia menutup mukanya dengan kedua telapak tangan. 

"Kalau kita jodoh pasti di masa depan juga akan dipertemukan lagi." 

 Gantian Arkanza yang terkejut dengan kalimat Qiana, memang Qiana mau pergi ke mana. 

"Memangnya kamu mau pergi kemana?" 

"Ish, kamu kan mau kuliah nanti di kampus pasti kamu akan ketemu sama cewek yang lebih dari aku."  

 Qiana merasa tidak pantas melangkah bersama dengan Arkanza, status sosial diantara keduanya sangat mencolok. Ditambah lagi sekarang Arkanza seorang akademisi sedangkan dirinya hanya seorang pekerja. Ia tidak yakin jika perasaan Arkanza untuknya tidak berubah. Berbicara tentang perasaan dan hati tidak ada yang tahu apalagi kita hanyalah manusia biasa, mudah sekali hatinya berubah. 

 

 

Part 22

0 0

 

-Sarapan  Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 367

Duaminggu setelah pendakian semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, Qiana sibuk berkerja di Sardot Latte, Salsa sibuk dengan kegiatan penerimaan mahasiswa baru di kampusnya, Hafiz sudah berangkat ke Bandung untuk mengikuti seleksi selanjutnya. Arkanza pun sama, ia sibuk dengan aktivitasnya sekarang. Namun, ditengah kesibukannya menjadi mahasiswa baru pria berambut gondrong itu masih bisa menyempatkan waktunya untuk bertemu dengan Qiana, terkadang ia juga menjemput Qiana pulang kerja. 

 Hubungan mereka berdua masih berstatus sahabat, Arkanza tidak memperdulikannya yang terpenting dirinya masih bisa bertemu dengan Qiana, pemilik tahta tertinggi di hatinya. 

  Sore ini, ia sudah berjanji untuk mengajak Qiana ke taman kota sekedar melepas penat setelah melakukan aktivitas seharian.

Arkanza sudah sampai di taman, ia mengenakan kemeja berwarna biru dongker yang dipadukan dengan celana hitam. Melihat sekeliling taman mencari seorang perempuan yang sudah ia rindukan selama dua minggu ini.

 Saat dirinya melangkah ke bangku taman yang berada di dekat taman bunga, ia melihat Qiana sedang berbincang dengan anak kecil yang menggemaskan, Arkanza menghentikan langkahnya memperhatikan Qiana. Bibirnya tersenyum ketika Qiana tertawa dengan anak kecil tersebut. Melihat anak kecil itu sudah pergi, pria berambut gondrong itu duduk disebelah Qiana. 

 "Anak kecil tadi siapa, lucu banget." 

"Ehh, baru sampai Za." Qiana terkejut melihat Arkanza sudah berada di sampingnya.

"Aku juga gak kenal,xixixixi." jawab Qiana

"Betah gak kerja di Sardot Latte?" tanya Arkanza yang ingin tahu lebih jauh tentang pekerjaan sahabatnya.   

"Alhamdulillah aku enjoy kerja di sana, aku dapat bagian sebagai waiters terkadang merangkap jadi kasir juga." 

"Syukurlah, kok, gitu biasanya cuma fokus sama satu bagian aja 'kan." 

" Aku bilang 'kan kadang, masa gak tahu artinya sih." Ledek Qiana, pria di sampingnya menggaruk kepala yang tidak gatal.

  Mereka berdua bertukar cerita dan tertawa bahagia, Arkanza menceritakan semua kegiatan di kampusnya mulai dari ia terlambat di hari pertama dan banyak cewek yang memberikan cokelat padanya. Hal itu membuat Qiana cemburu, tetapi perempuan yang mengenakan gamis berwarna hitam itu tahu diri, kalau dirinya hanya sebatas sahabat. 

 "Ciee yang jadi pria idaman di kampus."

 Arkanza tahu kalau Qiana sedang menahan cemburu padanya, hal itu terlihat dari pipinya yang menggembung. Itu kebiasaan Qiana jika mendengar hal yang tidak ia sukai. 

"Quinnsha…," 

 Kalau Arkanza sudah memanggil Qiana dengan nama depannya, pasti ada hal yang pria berambut gondrong khawatirkan. 

"Mau sampai kapan hubungan kita hanya sebatas sahabat?"

Part 23

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 329

"Males ah itu terus yang kamu tanyain." 

 Bukan maksud Qiana untuk menghindar dari pertanyaan Arkanza tentang kejelasan hubungan mereka berdua setelah saling mengetahui perasaan masing-masing. 

Namun Qiana hanya ingin menjaga perasaannya sampai halal untuk berpacaran. 

"Aku minta maaf ya, bukan itu maksud aku Sha, aku hanya ingin memastikan kalau kamu memiliki perasaan yang sama denganku." 

Arkanza menyesali pertanyaannya, ia ingin Qiana tahu kalau Qiana lah perempuan pertama yang membuat percaya akan cinta.

  Bagi Qiana menjadi sahabat Arkanza saja sudah beruntung, pria yang selama ini memberikan motivasi untuknya tetap bertahan meraih impiannya. Setiap hari memberikan waktu khusus untuk mendengarkan cerita Qiana. 

Semburat orange telah berganti menjadi langit hitam, Qiana memilih untuk pulang. Ia menolak tawaran Arkanza yang ingin mengantarnya pulang. 

"Sudah mau Maghrib aku pulang dulu ya." 

"Aku antar kamu pulang." Arkanza ikut berdiri membenarkan posisi tasnya. 

"Makasih Za, tapi aku mau pulang sendirian."  

"Sudah menjelang petang Qi, gak baik perempuan pulang sendirian." 

 Qiana tidak menjawab ucapan Arkanza, perempuan itu melangkah menjauh dari bangku taman, moodnya sedang tidak baik karena pertanyaan Arkanza tentang kejelasan hubungannya.

 "Bukankah sudah jelas kalau kita itu hanya pantas sebagai sahabat." batin Qiana.

  Ponselnya berdering, melihat nama ayahnya yang terpampang dilayar ponsel ia langsung menekan tombol hijau. 

[ "Dimana Qi, kok belum pulang."]

 

[" Qia masih dijalan mau mampir ke masjid dulu."]

 

[Jangan pulang kemalaman, kamu sama siapa"]

 

[Iya ayah, Qia sendirian."] 

 

 Ayahnya memang yang terbaik selalu menelpon Qiana jika pulang tidak tepat waktu, padahal dulu pas masih sekolah Qiana selalu tepat waktu pulangnya. Jika ia telat akan mendapatkan hukuman dari ayahnya, seperti menyapu halaman rumah. Qiana tahu apa yang diajarkan oleh ayahanya pasti akan ada pembelajaran untuk dirinya. 

***

 Selesai salat Maghrib ia mampir ke supermarket yang tidak jauh dari masjid, ia ingin membeli makanan ringan dan cokelat untuk mengembalikan moodnya yang kurang baik. 

Sampai di rumah Qiana terkejut karena dari dalam rumah terdengar suara orang tertawa dan ramai. 

"Assalamualaikum," ucapnya membuka pintu. Melangkah masuk ke ruang tengah. Matanya terbelalak melihat seorang pria yang ia rindukan selama ini. 

 

Part 24

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 321

"Masyaallah, Abang sampai rumah jam berapa?" 

 Qiana mencium punggung tangan abangnya, berpelukan memecahkan celengan rindu selama tiga bulan. Qiana lebih dekat dengan kakak laki-lakinya daripada sama Kak Vania. 

"Baru aja sampai Dik, pulang kerjanya kok malam banget?" 

 "Hehehehe mampir dulu Bang." 

Qiana melepas pelukannya kemudian memperlihatkan kantong plastik berukuran sedang berwarna putih itu, bang Faiq melihat semua makanan yang Qiana beli berbahan dasar cokelat, dia tahu kalau Qiana beli makanan manis pasti moodnya kurang bagus. Pria berkulit putih dan berambut keriting itu merengkuh bahu adiknya memberikan semangat dalam rengkuhannya.

 "Lagi ada masalah?" bisik bang Faiq

 Qiana menggeleng tidak ingin menceritakan penyebab moodnya turun, ia takut jika bang Faiq tahu tentang Arkanza yang ingin memperjelas status menjadi pacar. Pasti Qiana disuruh menjauhi Arkanza, perempuan bermata sipit itu tidak siap jika disuruh menjauh dari Arkanza. 

"Gak harus cerita sekarang kok, kalau adik mau cerita Abang siap mendengarkan kapanpun." 

 Bang Faiq mengelus puncak kepala adiknya, Qiana menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria tersebut. 

"Adik mau mandi." Merasa tubuhnya sangat lengket oleh keringat, Qiana pergi ke kamarnya ingin membersihkan tubuh supaya kembali segar. 

***

 Selesai mandi Qiana tidak langsung ke ruang makan, ia merebahkan tubuhnya yang lelah. Mencoba memejamkan mata, tetapi tidak bisa. Pertanyaan Arkanza di taman sore tadi masih terbayang di dalam pikirannya. 

"Adik ayo makan malam dulu." 

Liana masuk ke dalam kamar mengajak Qiana makan bersama. 

"Iya Bun."

 Mereka berlima makan malam bersama, hanya suara dentingan sendok bersentuhan dengan piring yang terdengar. Tidak ada yang membuka suara untuk memulai pembicaraan sampai selesai makan. 

  Biasanya setelah makan bersama semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah untuk bertukar cerita. Malam ini tidak ada pembicaraan yang serius dalam keluarga sederhana itu. 

"Kaki lu masih sakit Qi?" celetuk Vania—kakak kedua Qiana— membuat semua orang menatap ke arah Qiana meminta penjelasan.  

"Kaki Adik sakit?" Liana khawatir dengan anak bungsunya. 

Qiana menghembuskan napas pelan sebelum menjelaskan kepada keluarganya. 

"Qia minta maaf, udah gak jujur. Alhamdulillah sudah sembuh kok, Kak kakinya." 

 

Part 25

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth Aktivitas37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 369

Aktivitas Qiana sekarang berbeda dengan ketiga sahabatnya membuat mereka tidak pernah berkumpul seperti biasanya. Banyak rencana tetapi sebatas wacana tidak pernah terealisasikan, seperti hari ini. Sudah merencanakan menonton dan menikmati senja di pantai. 

 Tiba-tiba Salsa ada riset mendadak tentang manusia purba, sedangkan Hafiz ia tidak jadi pulang ke Bantul karena ada saudaranya yang sedang nikahan. 

 "Kamu gak ada tugas dari kampus?" Qiana menatap pria yang sedang menikmati jus jambu di depannya. 

 "Ada, udah aku kerjain semalam." 

 " Kamu memangnya anak rajin." 

"Iya dong, 'kan hari ini mau nonton sama tuan puteri. Biar gak kepikiran tugas terus," ujarnya dengan senyum yang mengembang di pipinya. 

 Qiana terdiam mendengar jawaban Arkanza yang menyebutnya tuan puteri, pipinya bersemu merah. Entah dirinya yang mudah baper atau memang Arkanza yang senang membuat Qiana tersanjung.

  "Ya udah yuk ke bioskop." Arkanza berdiri hendak ke kasir. 

Qiana menyelaraskan langkahnya dengan langkah Arkanza yang panjang. 

"Kamu udah beli tiketnya Za?" 

"Belum, itu mah gampang Qi. Lima menit juga selesai." 

"Belum beli 'kan yah?" Qiana memastikan Arkanza sudah membeli tiket apa belum, sebenarnya ia tidak ingin menonton, perempuan berkerudung merah muda yang dipadukan dengan gamis yang senada itu ingin mengajak sahabatnya bermain game dan ke toko buku. 

"Iya Quinnsha Qiana Qalesya, aku belum beli tiketnya. Kamu maunya kemana?" Akhirnya Arkanza peka juga jika Qiana ingin ke tempat yang lain. 

"Mau main game, terus ke toko buku." 

 Arkanza tertawa melihat ekspresi perempuan di depannya yang sangat menggemaskan, tangannya terulur ingin mengelus puncak kepala Qiana, tetapi ia urungkan takut Qiana akan marah dengannya. 

  "Tumben mau main game." 

"Hehehehe, biar gak stress." 

Jika sedang banyak pikiran Qiana selalu menumpahkan semua emosinya dengan bermain game. Arkanza tahu tentang kebiasaan Qiana sehingga ia menuruti permintaannya sekarang.

 " Ya udah yuk, yang penting jangan stres karena sebuah game." 

 Qiana berlari masuk ke dalam timezone, ia mengisi kartunya terlebih dahulu sebelum memulai permainannya. 

Pencapit boneka menjadi pilihan pertama untuk ia mainkan, Arkanza memotret sahabatnya dari belakang. Menatap hasil jepretannya ia tersenyum puas lalu mendekat ke arah Qiana yang sudah mencoba lebih dari tiga kali mencapit boneka tapi tidak bisa.

"Sini aku coba, mau ambil boneka apa." 

 Qiana tersenyum menunjuk boneka doraemon yang ia incar sejak tadi. Tidak membutuhkan waktu lama, Arkanza berhasil mencapit boneka berukuran sedang berwarna biru. 

 

Part 26

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 47

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 332

 

Setelah puas memainkan beberapa permainan game favoritnya, Qiana mengajak Arkanza untuk menikmati ice cream coklat di kedai paling ujung sebelum ke toko buku. 

 Qiana tidak sengaja melihat Salsa keluar dari ruangan bioskop, ia mencoba memperjelas penglihatannya, 

'Eh bukannya itu Salsa yah, katanya ada tugas riset kok bisa di sini?' batinnya.

"Kamu lihatin apa sih, Qi serius gitu. Tuh ice creamnya cair." Arkanza mengikuti arah pandang Qiana.

 "Itu cewek yang pakai baju kuning, Salsa bukan?" Qiana menunjuk ke arah Salsa yang berjalan dengan beberapa temannya.

"Salsa." beo Arkanza, ia tidak bisa melihat cewek yang Qiana tunjuk karena sudah berada jauh dari pandangannya.

"Mungkin kamu salah lihat Qi." 

"Iya mungkin."

Qiana berjalan sambil makan ice cream coklatnya, Arkanza langsung menarik pelan ujung kerudungnya. Membuat sang empunya marah. 

"Kalau makan itu duduk." tegas Arkanza mengingatkan sahabatnya. 

Qiana berhenti ia sangat malu, menutup wajah dengan tasnya.

'Aiih kok bisa lupa gini sih' batin Qiana.

*****

Sampai di rumah Qiana langsung tidur, ia kelelahan hampir setengah hari menghabiskan libur kerjanya bersama Arkanza, ia memeluk boneka Doraemon ya. 

"Lo jadi teman tidur gue ya, jangan nakal gue aduin ke pangeran gue lho."

Di akhir kalimatnya Qiana tertawa, menyebut Arkanza pangerannya. 

 Dering ponsel mengagetkan dirinya yang sudah terpejam, membiarkan ponselnya tidak ingin mengangkat. Namun, ponselnya terus berdering membuat Qiana menggerutu kesal 

'Siapa sih malam-malam telepon.' Mengambil ponsel yang ia letakkan di nakas samping tempat tidur.  

'Huft, tumben banget si Ari—teman kerjanya— telepon. Ada apa sih.'

 

[ "Iya ada apa?" ]

 

 

[Besok pemilik Sardot Latte mau datang, usahakan lu jangan sampai telat."]

 

["Oke terimakasih infonya ya, Ri."]

 

["Sama-sama besok berangkat pakai apa?"]

 

["Kesambet setan mana lu,tumben tanya-tanya."]

 

["M-mm cuma tanya sih, emang gak boleh ya."]

 

["Udah gak ada yang mau lu obrolin lagi 'kan?"] 

 

  Cowok di seberang telepon, terdiam ia bingung harus berbicara apalagi sebelum Qiana menutup ponselnya. 

Untuk berbicara dengan Qiana saja membutuhkan energi ekstra baginya. 

 

["Halo Ri, gue tutup ya teleponnya."]

 

Qiana tidak menunggu jawaban lawan bicaranya, ia langsung menekan tombol dial berwarna merah untuk memutuskan sambungan telepon dari Ari.

 

 

Part 27

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 36

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 357

Arunikam menghangatkantubuh, menyapa dedaunan yang bergoyang. Angin berembus kencang menerpa seorang gadis yang sedang berjalan menuju Sardot Latte ia menolak dijemput oleh sahabatnya, karena ia tidak ingin merepotkan Arkanza—sahabatnya—. Sesekali menggosokkan kedua telapak tangannya menciptakan kehangatan untuk tangannya, ia terperanjat oleh suara klakson motor di belakangnya. Kondisi jalan raya dengan jalan khusus untuk pejalan kaki tingginya hampir sama. Qiana menepi melanjutkan perjalanannya menuju tempat kerja, tetapi suara klakson itu terus saja berbunyi membuat perempuan berkerudung hitam itu berhenti untuk melihat siapa pelaku yang membuat kesal pagi-pagi, 

 

'Ish gue jalan sudah dipinggir yah bahkan pinggir banget nih orang maunya apa sih,' batin Qiana 

 

"Astaghfirullahal'adzim," ucapnya terkejut saat melihat seorang pria melepaskan helm full face nya turun dari motor ninja berwarna hitam ternyata itu Ari teman kerjanya. 

"Yuk Qi bareng gue aja, nanti lo telat lagi." 

Qiana menatap ke bawah pagi ini dia tidak memakai celana, lantas bagaimana cara ia membonceng. 

"Lu duluan aja Ri, gue mau jalan kaki." 

"Tapi Qi…" ucapan Ari terpotong suara nge gas Qiana

 "Gue gak pakai celana mana bisa naik motor lu yang tinggi itu. Satu lagi kalau gue telat itu salah lu, karena lu udah buat waktu gue terbuang."

Perempuan yang mengenakan kerudung hitam itu melangkah pergi melanjutkan perjalanannya ke Sardot Latte tempat ia bekerja. 

Ari menghembuskan napasnya lelah, entah bagaimana caranya supaya ia bisa dekat dengan Qiana. Perempuan yang bersifat judes tetapi baik hati yang membuat Ari ingin menjadi teman dekatnya. 

 'Sabar Ar sabar, lu gak boleh nyerah' batinnya.

***

  Rian Adi Nugraha pemilik cafe Sardot Latte sudah berada di pintu masuk saat Qiana baru saja sampai di parkiran. Qiana masuk ke dalam cafe dengan santai, ia tidak tahu jika pria yang baru saja ia lewati itu bosnya. 

"Qiana."  

Suara berat menghentikan langkahnya memanggil namanya. 

"Iya saya, ada yang bisa saya bantu Pak?" 

Qiana menatap ke arah pria yang memanggilnya, ia tampak berpikir seperti pernah bertemu dengan orang di depannya. Namun, otaknya tidak berfungsi mungkin ia salah lihat. Pria di depannya pun melakukan hal yang sama menatap Qiana dari atas sampai bawah. 

'Kok perasaan gue pernah ketemu sama nih cewek, ehh tunggu namanya Qiana? Apa mungkin dia sahabatnya Hafiz yah.' batin Rian

 

Part 28

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 312

"Ada yang bisa saya bantu?" ucap Qiana membuat Rian kembali fokus. 

"Nanti jam sembilan kamu serahkan laporan keuangan cafe ini." 

"Maaf Bapak siapa?" Qiana bingung dia tidak pernah bertemu dengan pemilik cafe ini, terus dirinya disuruh membuat laporan keuangan bulan ini yang bukan tugasnya.

"Kamu tidak tahu siapa saya?" suara tegas Rian membuat semua karyawan berhenti melakukan aktivitasnya menatap ke arah Qiana dan Rian. 

 Qiana menundukkan kepalanya, tangan kanannya memilin onder yang ia pakai untuk mengurangi rasa gugupnya.

 "Maaf Pak saya memang tidak tahu, Anda siapa." 

"Ari sini, tolong jelaskan ke dia siapa saya." menunjuk Qiana dengan tatapan yang sulit diartikan, Rian heran mengapa ada karyawan yang tidak tahu siapa bosnya. Meskipun dirinya hanya sebagai anak pemilik Sardot Latte. Bisa-bisanya perempuan berkerudung hitam tidak tahu siapa dirinya, sedangkan Rian hapal semua nama karyawan ayahnya.

 Ari sedang menata serbuk kopi menghentikan pekerjaannya saat namanya dipanggil oleh Rian. Berdiri disamping Qiana, Ari berusaha menjelaskan siapa pria bersetelan jas berwarna hitam itu. 

Qiana mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Ari, matanya terbelalak terkejut saat Ari mengucapkan kalau pria di depannya itu anak dari bosnya yang akan meneruskan usaha Sardot Latte ini. 

   "Sudah tahu siapa saya?" ucap Rian menyilangkan tangan di dada, "ingat jam sembilan laporannya harus sudah ada di meja kerja saya." imbuh Rian sebelum pergi ke ruang kerjanya di lantai dua.

****

 Ari melihat jam di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul delapan lebih empat puluh lima menit, itu artinya waktu Qiana menyelesaikan rekapan kurang lima belas menit lagi. 

  "Qi laporannya sudah selesai belum?" tanya Ari mengingatkan Qiana yang sibuk melayani konsumen yang datang silih berganti tanpa henti. 

 Perempuan yang sedang menata pesanan di nampan menepuk dahinya mendengar ucapan Ari. 

"Aduh belum Ri, terus ini gimana? Rekapan itu bukan tanggung jawab gue 'kan?" 

  Qiana menggerutu sebal, bagaimana bisa dirinya yang hanya bertugas sebagai waiters disuruh mengerjakan laporan bulanan keuangan dalam waktu yang singkat lagi. 

 

Part 29

0 0

-Sarapan Kata KMO Bacth 37

-Kelompok Dandelion

-Jumlah Kata 326

 

'Ah gue kasih laporannya setahu gue aja lah, lagian ini kan bukan tanggung jawab gue .' 

 Qiana menuju ruang kerja Rian di lantai dua dengan gugup, membayangkan respon Rian saja sudah membuatnya takut apalagi nanti berhadapan langsung dengannya. 

Sampai di depan pintu, Qiana mengetuknya pelan tetapi tidak ada jawaban. Ia mencobanya sekali lagi hasilnya tetap sama. Lalu ia bersandar di daun pintu menenangkan dirinya yang gugup. 

 

 Lima menit Qiana masih setia di posisinya yang menyandar di daun pintu. 

Mengetuk pintu untuk yang ketiga kalinya, 'Jika tidak ada jawaban lagi gue turun.' 

 Tidak ada jawaban lagi, Qiana balik kanan berniat untuk kembali ke lantai satu, tetapi baru dua langkah terdengar suara pintu terbuka menampakkan seorang pria dengan muka tegasnya. 

"Mau kemana kamu?" tanya Rian yang melihat Qiana berdiri mematung tidak jauh dari pintu. 

"I-iya Pak, tadinya saya mau kembali ke lantai satu." jawab Qiana dengan suara pelan.

Ia melangkah masuk mengikuti langkah Rian yang panjang. 

 

"Ini Pak, buku laporannya saya permisi." Qiana menyerahkan buku bersampul merah yang berisi laporan keuangan satu bulan Sardot Latte.

"Mau kemana, duduk dulu ada yang mau saya tanyakan mengenai Sardot Latte." Rian membuka buku tersebut, ia mengernyitkan dahi saat menemukan laporan Minggu ketiga dan keempat masih kosong. 

 "Kok yang terakhir kosong?" 

Qiana menggaruk kepalanya yang tidak gatal, 

"M-mm jadi gini Pak, sebelumnya saya minta maaf. Kalau untuk laporan keuangan itu bukan tanggung jawab saya." jelas Qiana panjang lebar. Rian tidak menerima alasan Qiana yang berdalih kalau itu bukan tanggung jawabnya. 

"Iya saya tahu soal itu, tapi saya ingin semua karyawan ayah saya bisa mengerjakan semuanya termasuk kamu!" seru Rian dengan mata yang mengintimidasi.

Di mata Rian semua karyawannya memiliki tanggung jawab yang sama untuk meminimalisir jika salah satu dari mereka secara mendadak mengundurkan diri, jadi ia tidak perlu memberi arahan lagi. 

 Seperti sekarang Nadia yang biasanya melaporkan keuangan Sardot Latte setiap bulan dua minggu yang lalu mengundurkan diri karena akan menikah.  

Hari ini ia ingin memastikan siapa yang pantas untuk menggantikan posisi Nadia. 

 

Mungkin saja kamu suka

Andika Wirawan
Lirang di Teras NKRI
Choirul Muna
Swastamita
Mai
RIANA
Salisatur Rosik...
WASAL

Home

Baca Yuk

Tulis

Beli Yuk

Profil