Healing Bukan Hilang
Sinopsis
Tags :
#KMOClubBatch37 #KMOIndonesia #Kelompok7 #TrengganaSumapala #jumlah kata 300 #Day1 #REVISI #PR
-Sarapan kata
-KMO Batch 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 300
-Day1
-PR
-Revisi
Apa yang lebih indah daripada hari libur bagi orang yang sibuk beraktifitas di hari-hari biasanya. Menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan seharian penuh adalah keinginan semua orang di hari libur. Menggunakan waktu dengan sabaik-baiknya dengan mengistirahat pikiran dan tubuh dari semua kegiatan yang menguras tenaga dan emosi.
Andara Sukma Satrialoka, selalu mencoba untuk terlihat baik-baik saja walau sedang tak baik-baik saja. Tetap berdiri saat keadaan menjatuhkannya. Menutup mata dan telinga ketika takdir mempermainkannya. Rasanya sakit, lebih sakit karena tidak ada yang menyadarinya. Terlihat tegar dari luar yang sebenarnya sangat rapuh dibalik senyum palsu yang tertampang.
Terlalu sering memaksakan diri membuat Andara lelah dan ingin beristirahat dari dunia yang kejam ini. Ya, istirahat. Lebih tepatnya, beristirahat bukan hanya pada saat hari libur saja, tapi untuk selamanya.
drrttt... drrttt... drrttt...
Suara getaran ponsel menyadarkan Andara dari kegiatan paginya yang masih bergumul dengan hangatnya selimut. Meraih gawainya Andara melihat siapa yang mengganggunya sepagi ini. 8 missed call dan sebuah panggilan telepon dari keisya, sepupunya.
"Halo, bang Sat, lo dimana? buruan ke sini! gue punya PR besok harus dikumpulin." Suara sumbang disebrang sana menyambut pendengarannya.
"Gue capek, badan gue sakit semua," keluh Andara jujur. Memang tubuhnya serasa remuk setelah kemarin dikerjai oleh geng siswa so jagoan di sekolahnya. Dikunci di gudang sekolah ketika Andara hendak mengembalikan bola volly setelah jam olahraga selesai, buku catatan sejarahnya yang tiba-tiba hilang dari tasnya, alhasil dia dihukum membersihkan koridor sepulang sekolah karena tidak mengumpulkan tugas PRnya. Ditambah kedua ban sepedahnya yang bocor membuat Andara pulang dengan berjalan kaki sembari menuntun sepedanya sampai ke rumah.
"Alah jangan banyak alasan, pokoknya lo harus ke sini atau gue laporin lo ke bibi Sintya, Biar diomelin sekalian," selalu saja begitu, memaksa dan mengancam.
"Jam 10."
Tut.
Andara mematikan sepihak setelah menjawab panggilan yang menguras emosinya itu. Menghela nafas lelah, Andara lebih memilih mengerjakan tugas...
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 300
-Day2
-Revisi
...Keisya daripada berhadapan dengan Sintya, orang teregois yang pernah Andara kenal yang sayangnya adalah fakta bahwa Sintya merupakan mama kandungnya sendiri.
Seperti yang dikatakannya tadi, Andara pergi ke rumah Ira, tantenya untuk 'membantu' mengerjakan tugas keisya.
"Nih PR gue, sekalian sama punya temen gue. kerjain yang bener, ya, Kerjain semuanya. Gue mau pergi dulu sama temen-temen," Keisya menyodorkan 3 buah buku tulis dan melenggang begitu saja.
Menghela nafas berat, Andara duduk di atas tikar bulu lembut yang dijadikan alas meja di ruang tamu rumah itu. Tidak ada siapa-siapa, entah kemana perginya para penghuni rumah selain keisya yang tadi pergi dengan temannya.
Andara adalah anak tunggal dari Prawira dan Sintya. Ayahnya merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara yang berasal dari kota pelajar. Sedangkan ibunya, Sintya adalah anak bungsu dari 2 bersaudara, tepatnya di kota kembang, Bandung. Andara tinggal bersama orang tuanya di Jakarta, walaupun begitu tetap saja Andara hanya sendiri di rumah karena kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Selesai berkutat dengan semua buku, Andara beranjak menuju lemari es yang ada di dapur guna melepaskan dahaganya. Melihat hari sudah semakin siang dan masih belum ada orang yang datang, Andara berniat untuk pergi dari rumah itu. Menitipkan kunci rumah pada sekuriti yang berjaga di gerbang masuk komplek dan memberitahukannya pada Keisya.
Merasa perutnya berbunyi karena belum terisi apapun selain air yang diminumnya tadi, Andara mengayuh sepedah yang sempat diperbaikinya di bengkel tadi pagi ke arah gerobak penjual mie ayam yang tak jauh dari sana. Memesan 1 porsi dan memakannya dengan lahap. Dirasa sudah cukup, Andara memilih untuk segera kembali ke rumahnya.
Jarak rumahnya dan rumah Ira tidak terlalu jauh walaupun berbeda komplek, hanya tinggal belok kiri dari pertigaan kecil berjarak 100 meter dari rumahnya terus lurus saja sekitar 300 meter lagi untuk sampai di depan rumah sepupunya itu jika melewati...
-Sarapan Kata
-KMO Batch 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 312
-Day3
-Revisi
...jalan pintas. Hanya saja Andara sengaja mengambil jalan memutar dengan melewati jalan raya untuk sekedar melihat-lihat dan menghabiskan waktunya saja. Tak jauh dari tempatnya berada, Andara melihat sepasang paru baya yang sepertinya ia mengenali salah satu dari mereka, sedang berpegangan tangan mesra di dalam sebuah restoran yang berkaca tembus pandang.
Menyesal dengan keputusannya melewati jalan itu, Andara memacu pedal sepedanya lebih cepat. Kecewa dan amarah menyeliputinya, membuat wajahnya menjadi merah padam, matanya berkilat-kilat menahan amarah dan buku-buku jarinya memutih karena terlalu keras memegang kemudi sepedah.
Membuka kunci pintu rumahnya dengan sedikit kesulitan karena terburu-buru. Andara memasuki rumahnya dan menguncikannya lagi dari dalam. Berjalan cepat menuju kamarnya, melenggang masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan shower tepat diatasnya. Rapuh, perih, sakit. Terduduk, memukul-mukul dadanya sekeras yang ia bisa, menangis menumpahkan segala kehancurannya pada air yang mengalir di sela-sela tubuhnya. Seketika Andara merasa lemah dan tak berguna. Tak ada gunanya dia bertahan sampai detik ini.
Saat-saat seperti ini bukan waktu yang tepat untuk mulai mengingat kenangan manis yang pernah ia lalui bersama keluarganya sebelum kehancuran itu datang, bukan waktu yang tepat untuk mulai membayangkan betapa irinya dia ketika melihat teman-teman sekolahnya dibangga-banggakan dan dimanja oleh orang tua mereka, tapi Andara melakukannya. Membuat rasa sesak semakin menghimpit menghampirinya.
Pertahanannya runtuh, meraih apapun yang bisa melukai tubuhnya. Andara menemukan cutter yang belum ia kembalikkan ke meja belajarnya lagi. Diarahkannya ke lengan sebelah kiri, satu sayatan terasa sangat perih, darah mengucur dari luka yang ia ciptakan sendiri lalu tercampur dengan air. Sayatan kedua masih belum mampu untuk meredakan amarahnya. Andara terus memberikan sayatan demi sayatan sampai rasa lelah melingkupinya.
Menghela nafas yang rasanya semakin berat, Andara mencoba untuk bangkit, kepalanya terasa pening, tetapi yang paling penting, rasa sesaknya sudah berkurang. Mematikan shower, berjalan keluar menuju lemarinya bergegas untuk berganti baju dan merebahkan diri di atas singlebed-nya. Perlahan tapi pasti, matanya yang sudah bengkak mulai memberat dan menutup.
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 321
-Day4
-Revisi
Mengerjap menyesuaikan cahaya dengan matanya yang baru terbuka lagi. Andara melihat jam yang menempel di atas dinding sudah menunjukan pukul 6 pagi. Beranjak dari ranjangnya untuk bersiap pergi ke sekolah seperti biasa, bersikap baik-baik saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Jika Andara seorang aktor, maka dia berhak mendapat pengharhaan nasional sebagai 'aktor paling berbakat'.
Setelah memastikan lukanya tertutup lengan panjang hoody yang dia pakai, Andara beranjak pergi ke dapur untuk memakan selembar roti dan air putih sebagai sarapannya. Tidak ada orang di rumahnya selain dia, bi Anih yang membantu membersihkan rumahnya hanya datang seminggu sekali atas permintaan Andara. Ketika bi Anih bekerja ke rumahnya, Andara tidak perlu memakan roti setiap pagi, karena sarapan yang lezat sudah disiapkan bi Anih, walaupun hanya sehari saja.
Mengayuh sepedahnya dengan santai, menikmati udara pagi yang masih bersih dan segar karena belum tercampur dengan debu dan polusi udara lainya.
Andara merupakan salah satu dari jutaan orang pecinta alam, menjaga keseimbangan alam dengan reboisasi dan melakukan tebang pilih guna melindungi dan menjaga habitat hewan adalah salah satu hal yang harus dilakukan.
Sangat miris ketika alam dirusak untuk memuaskan hasrat keserakahaan manusia, akibatnya hewan-hewan kehilangan habitatnya sehingga ada kejadian hewan yang berkunjung ke pemukiman dan bahkan menjadi sasaran pemburu ilegal yang menyebabkan terjadinya kelangkaan hewan, rantai makanan yang menjadi kacau membuat banyak hewan mau tak mau mulai menyerang kepada manusia.
Begitulah pentingnya berfikir sebelum bertindak, efeknya seperti domino, sebuah tindakan akan mempengaruhi hal-hal yang menjadi sebab akibat dari suatu tragedi.
Andara memyimpan sepedahnya sejajar rapi dengan sepedah yang lain ditempat parkir khusus sepedah di sekolahnya.
"Andara!" Andara menghentikan langkah dan menoleh mendapati Safira, gadis manis berkerudung putih yang entah kenapa selalu membututinya akhir-akhir ini berjalan dengan cepat menghampirinya.
"Andara!" ulangnya setelah berada dihadapan Andara.
"Safira," Andara tersenyum dan melanjutkan langkahnya yang sempat terinterupsi bersama Safira.
"Kenapa handphone kamu gak aktif kemarin? aku chat gak dibalas, aku telepon gak aktif," tanya Safira dengan nada khawatir dan kening yang berkerut.
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 307
-Day5
-Revisi
Sambil tersenyum lebar, Andara berkata.
"Kemarin aku sengaja matiin handphone, mau me time dulu," memang Andara menggunakan aku-kamu ketika di sekolah, berbeda dengan saat berbicara pada Keisya. Bukan maksud dia kurang ajar pada keluarganya, hanya saja, Andara menyesuaikan dengan siapa dia bicara. Dengan orang yang bisa menghargainya, Andara akan bersikap sopan, sebaliknya dia bisa bersikap kurang ajar pada orang yang selalu merendahkan dan tidak menghargainya.
Safira menghela nafas lega dan menghilangkan kerutan di keningnya setelah mendengar penjelasan dari Andara.
"Syukurlah, kalau kamu baik-baik aja. Soalnya aku kepikiran terus kejadian hari Sabtu kemarin. Emang kurang ngajar banget si Doni sama Zara. Mentang-mentang si Zara cucu ketua yayasan mereka jadi so jagoan banget. Punya masalah apa kamu sama mereka, An?" lanjut Safira.
"Gak tau," jawab Andara sebelum masuk ke dalam kelas. Andara mengambil tempat di barisan ke 3 di sebelah kanan dan Safira menyimpan tasnya tak jauh terhalang 2 meja di samping Andara. Menghampiri Andara lagi, lalu duduk dikursi kosong di depan Andara, membalikkan badan menghadap ke belakang dengan posisi berhadap-hadapan dengan Andara.
"An, Semalem aku baca-baca artikel tentang gangguan kejiwaan. Menurut kamu orang gila itu beneran gila nggak, sih?" Safira memulai percakapan. Lebih tepatnya diskusi, karena setiap obrolan yang dibahas Safira dan Andara pasti membuat berfikir dan memahami.
Memperbaiki posisinya senyaman mungkin sebelum Andara berbicara.
"Mungkin aja. Karena mental seseorang itu berbeda-beda. Kalau menurut aku sendiri gila itu ada 2 jenis, Ada ODGJ (orang dalam gangguan jiwa) ada juga 'gila karena kecanduan'. Kalau ODGJ itu penyebabnya bisa stres, frustasi, trauma, depresi atau bahkan karena genetiknya," menghela nafas sejenak lalu melanjutkan. "Setiap orang itu mempunyai masalah dan penyelesaian masalahnya masing-masing. Entah karena gak kuat mental dalam menghadapi masalahnya atau dia lebih memilih menyerah saja pada keadaan. Kita gak tau seberapa berat masalah dan penyelesaiannya bagi dia. Hanya saja kebanyakan orang sangat mudah menjudge orang tanpa tahu situasi dan kondisi."
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 480
-Day6
-Revisi
hmm... iya, sih. Orang gila itu bukan karena dia gak punya iman, tapi mereka kehilangan dirinya sendiri, kan, ya." balas Safira.
"Iya, makanya ODGJ itu suka ketawa-ketawa gak jelas, rambutnya gondrong, bajunya compang-camping, gak mandi berhari-hari bahkan berminggu-minggu dan gak peduli pada sekitar bahkan gak punya rasa malu. Karena emang fikirannya sedang melanglang buana entah kemana," Andara menimpali.
Safira mengganggu-anggukan kepalanya tanda mengerti.
"Kasian, ya, mereka... "
Andara hanya tersenyum menanggapi.
"Apa tanggapan kamu tentang self-harm, An?" tanya Safira penasaran.
Deg.
Mengalihkan pandangan dari Safira sembari menyilangkan kaki, Andara menjawab.
"Hm... menyakiti diri sendiri. Mungkin mereka punya alasan untuk ngelakuin itu."
"Menyakiti diri sendiri, menurut aku sih tindakan yang ceroboh. Mereka gak berfikir panjang apa akibatnya setelah ngelakuin itu, mencari ketenangan dengan menyakiti diri sendiri, konyol." Safira tidak terlalu memperhatikan pandangan Andara yang mulai meredup dan ekspresinya berubah datar.
"Mereka bisa aja numpahin emosinya dengan bercerita atau menangis atau apapun yang bikin mereka tenang selain menyakiti diri sendiri yang sudah jelas merugikan mereka sendiri," lanjut safira tanpa melihat Andara.
"Coba jelasin menurut kamu itu wajar gak sih?" mendongak melihat Andara, "An, Andara, malah bengong, menurut kamu wajar gak sih ngelakuin itu?" ujar Safira mengulang pertanyaannya.
Andara melihat Safira dengan dahi yang berkerut sebelum menjawab.
"Sama kaya orang gila tadi, kita gak tau seberapa berat masalah yang mereka hadapi. Mungkin aja mereka gak punya pilihan lain karena terlalu berat beban yang dipikul. Kehilangan rasa percaya pada orang lain, membuat mereka lebih memilih menutup diri dan menyimpanan masalahnya sendiri. Menangis aja gak akan cukup untuk sesak yang terlalu sesak sedangkan gak ada yang bisa jadi sandaran," menjeda. "Mereka hidup di dunia mereka sendiri, benar-benar sendiri sampai menutup pintu untuk orang lain masuk. Gak ada orang yang mau kesepian di dunia ini, gak ada orang yang mau menyakiti diri sendiri, gak ada orang yang mau jadi gila, gak ada orang yang mau mengkhiri hidupnya. Yang ada situasi dan kondisi mereka yang memaksa untuk melakukan hal diluar batasnya."
Safira tercengang, dia tidak berfikir Andara akan menjawab panjang lebar seperti itu, membuat Safira juga berfikir ulang.
Mengamati ekspresi Andara yang baru saja Safira sadari, mata yang bergerak gelisah, dahi berkerut, dan ekspresinya yang berubah jadi murung setelah mengatakan tanggapannya barusan.
"Kamu gapapa, An?"
Andara tidak menjawab, hanya tersenyum yang terlihat dipaksakan. Safira hampir bertanya lagi jika saja tidak ada yang menegurnya.
"Saf, misi gue mau duduk," interupsi seorang gadis membuat Safira mau tak mau berpindah tempat duduk menjadi disamping Andara yang kossong karena sang empu entah pergi kemana meninggalkan tasnya yang tergeletak diatas meja.
"Eh, kalian udah liat belum? ada berita terpanas dan tergila di mading, tinggal nunggu sebentar lagi bakalan meledak," celetuk Rani, gadis yang menginterupsi Safira tadi, dan dibalas gelengan kompak oleh Andara dan Safira.
Tet... Tet... Tet... Tet... Tet...
Bel sekolah berbunyi 5 kali yang menandakan semua siswa harus segera pergi ke lapangan karena Upacara bendera setiap hari Senin akan segera dilaksanakan.
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 304
-Day7
-Revisi
"Gue gak nyangka, si Zara kaya gitu."
"Modal tampang sama jabatan ortu aja belagu."
"Dasar gak tau diri!"
"Udah berapa kali lo tidur sama Doni?"
"Berapa duit tuh yang lo keluarin buat beli narkoboy?"
"Liat! masih punya muka ternyata dia datang ke Sekolah."
"Malu-maluin aja lo!"
"Temen gue jadi ikutan sesat gaul sama dia."
"Anak sultan mah bebas, aku mah apa atuh buat beli paketan aja susah, apalagi beli narkoboy. Hahahaha."
"Gue kira lo dewi dari surga eh ternyata cuma pecandu narkoba. hahaha"
"Kasian banget bebeb gue."
Suara-suara tak mengenakan selalu terdengar disudut manapun Zara berada. Setelah foto yang dipajang di mading tadi pagi entah siapa pelakunya, Zara penuh dengan ejekan dan tatapan sinis. Memang Zara adalah siswi yang eksis di sekolah, terkenal suka membully murid yang lemah bersama gengnya yang berisi orang-orang berduit atau bertampang good looking.
"sialan! siapa yang majang poto itu di mading," monolog Zara dalam hati.
Kali ini Zara hanya berjalan sendiri tanpa dayang-dayang yang mengikutinya. Berjalan dengan gaya angkuh seperti biasa, Zara memasuki ruangan Bimbingan Konseling (BK) setelah mengetuk pintu. Dilihatnya disana guru BK dan Pak kepala sekolah lengkap dengan teman-teman gengnya dan Doni yang sudah menunduk lemas dengan wajah yang memelas.
"Duduk," perintah Bu Misa yang langsung dituruti Zara.
"Saya kecewa dengan kalian. Apa yang kalian lalukan sangat memalukan. Jelaskan apa maksudnya ini," pak Ulum, kepala sekolah memulai pembicaraan itu tanpa basa-basi di sertai membanting kertas yang telah di print berisi foto Zara and the geng sedang menyesap obat-obatan terlarang ke atas meja dihadapannya.
Tak ada yang menjawab, semuanya menunduk. Tak berani dan tak tau harus bagaimana.
"JAWAB!" pak Ulum mengusap wajahnya frustasi, memijit pangkal hidungnya guna mengurangi rasa berat dikepalanya yang nyatanya tidak berpengaruh sama sekali.
"Kalian diam saja. Kenapa? malu? tidak bisa menjawab. Apa masalah kalian?" bertanya sekali lagi dengan nada yang sedikit bergetar menahan amarah.
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 341
-Day8
-Revisi
Dan sekali tak ada yang bersuara walaupun hanya deheman kecil.
"Kenapa kalian melakukan hal memalukan seperti itu?" tanya pak Ulum sekali lagi.
"kami hanya ikut-ikutan pak, Zara dan Doni yang membelinya dan mengajak kami," salah satu anak mengangkat tangan dan mengatakannya.
"Dan kalian mau-mau saja begitu," ucap pak kepala sekolah yang lebih cocok disebut pernyataan daripada pertanyaan.
Tak ada jawaban sebelum kembali melanjutkan.
"Benar begitu Doni Zara?"
Yang ditanya hanya menunduk semakin dalam lagi.
"Apa kalian mempunyai masalah?" tanya pak Ulum sekali lagi.
"Bagaimana saya tahu alasan kalian jika kalian sendiri diam saja seperti ini? Apapun masalahnya, hal yang kalian lakukan adalah salah dan membahayakan diri kalian sendiri," pak Ulum melanjutkan karena lagi dan lagi anak didiknya tak bersuara sembari satu-persatu siswa-siswinya yang sedang menunduk dalam.
"Saya tidak bisa dan tidak berhak menangani ini, walaupun kalian adalah anak didik saya. Polisi yang akan memeriksa kalian, lihat saja nanti setelah hasil pemeriksaannya keluar dan bagaimana pihak yang berwajib menindak lanjuti kalian, maka dengan berat hati sekolah tidak bisa lagi menerima kalian. Saya sudah memanggil orang tua kalian. Untuk saat ini silahkan kembali ke rumah masing-masing," final. pak kepala sekolah pamit sebelum melangkahkan kakinya keluar dengan sorot mata yang menyiratkan kekecewaan.
Sepeninggalan pak Ulum, bu Misa yang mengambil alih.
"Saya setuju dengan kepala sekolah, ini bukan masalah sepele, bahkan sudah masuk dalam kasus pidana, kalian tau konsekuensinya? kalian bisa saja dipenjara karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang."
"Jika kalian punya masalah, bicarakan baik-baik pada orang tua, jika mereka yang menjadi masalahnya kalian bisa datang ke ruangan ini untuk berkonsultasi," menjeda sejenak sebelum melanjutkan. "Saya tanya, tolong dijawab. Apa masalahnya? kenapa melakukan hal itu?"
"Zara dan Doni yang mengajak kami bu, kami kira mereka hanya bercanda, mereka menantang kami dan kami tidak terima direndahkan," jawab salah seorang diantara mereka.
"Saya tidak ikut-ikutan bu, saya hanya melihat saja," ujar salah satu siswi membela diri.
"Ikut atau tidak, nanti akan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan oleh polisi. Zara dan Doni, kalian yang menjadi pelaku utama disini. Saya ingin mendengar alasan kalian," bu Misa memandang kedua anak didiknya dengan tegas.
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 499
-Day9
-Revisi
"Saya... Sa-saya dipaksa Doni untuk membantunya membeli barang itu, bu," cicit Zara
Tampak tangan Doni mengepal dan wajahnya memerah.
"Doni?" bu Misa menatap Doni tajam, Doni hanya mengangguk kecil membenarkan semua yang dituduhkan kepadanya.
"Sudah berapa kali kalian melakukan itu?"
"Kami baru sekali," ujar seorang dari mereka yang dari tadi angkat suara.
"2 kali, bu" cicit Zara semakin menunduk dalam.
Menghela nafas kasar lalu berkata.
"Doni?"
"4, bu" jawabnya
"Dimana kalian melakukannya?" tanya bu Misa
"Gudang sekolah," Zara yang menjawab.
"Baik. Saya akan menginteruksikan nanti untuk pemeriksaan TKP. untuk saat ini, silahkan kalian pulang ke rumah masing-masing. Jangan ada yang kelayapan! langsung pulang ke rumah!" bu Misa mengakhiri percakapan yang menegangkan itu.
Satu persatu keluar dari ruangan dengan kepala tertunduk, tidak ada obrolan-obrolan dan cekikikan dari ke 9 orang remaja itu. Semuanya seolah memikirkan dirinya sendiri, dan saling menyalahkan dalam hati. Tak ada desas-desus dari siswa-siswi seperti tadi pagi, Karena kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Berpencar ke ruang kelas masing-masing untuk mengambil tas, Zara dan Doni yang memang sekelas berjalan berjauhan saling menjaga jarak. Mengetuk pintu kelas menghentikan kegiatan guru yang sedang menulis di papan tulis sejenak, meminta izin untuk masuk mengambil tas dan pulang. tidak ada yang berbiacara sampai mereka meninggalkan kelas, hanya tatapan tajam, kasihan ada juga yang merasa puas dengan kemalangan mereka.
***
"Doni!" yang dipanggil tak menghentikan langkahnya menuju parkiran sekolah.
Zara bergegas menghampiri Doni yang berjalan semakin cepat.
"Doni!" panggil zara lagi setelah berhasil mencekal lengan yang dipanggil.
"Aku minta maaf, aku gak tau siapa yang nyebarin foto itu. Dan mungkin setelah ini akan bertambah rumit, tapi tolong, jangan bertindak gegabah seperti dulu. Kita harus menjalani ini sama-sama. Hubungi aku, aku disini untuk membantumu," Doni berbalik setelah memdengar kata-katanya.
"Tidak perlu meminta maaf, memang seharusnya tidak begini dari awal. Sudahlah lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya," suara bernada keputus asaan terdengar dari mulut Doni.
Menggelengkan kepala zara mengulang lagi perkataannya.
"Tolong doni, aku disini untuk membantumu. kita hadapi bersama-sama. kamu tidak sendirian. Please..." menatap dengan tatapan penuh harap dan cekalan yang berubah menjadi genggaman tangan yang semakin erat.
Doni melepaskan genggaman tangan Zara ditangannya. "Jangan pedulikan aku, aku bahkan menyeretmu kedalam masalah ini. Aku biang masalahnya. Fikirkan saja nasibmu, jangan memikirkan orang lain."
Satu bulir air mata berhasil lolos dari Zara. Gadis itu mencoba meraih tangan Doni lagi.
"Aku tau apa yang kamu rasain, Don. Aku... aku... aku gak mau kejadian dulu terulang lagi. Aku tulus membantumu, aku fikir kamupun tau aku tulus mencintaimu. hiks... hiks..."
"Sudahlah Zara sampai kapanpun aku tidak bisa seperti ini. Kamu tidak bisa seperti ini. Lebih baik urus saja dirimu sendiri. Lupakan saja aku, kau tidak pantas menangis seperti ini karena orang sakit jiwa sepertiku," Doni buru-buru melepaskan genggaman tangannya dan bergegas mengendarai motornya.
Zara terpaku, tidak lagi berusaha menhentikan Doni. Memandang motornya yang kian menjauh dan hilang dibalik gerbang yang terbuka. Tangisnya sudah berhenti, digantikan dengan rasa syok dan tidak percaya. Zara menghampiri mobil yang berhenti di depan gerbang, memasukinya dan membawa zara pergi kembali ke rumahnya.
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 328
-Day10
-Revisi
"Baik kelas hari ini sudah selesai. Untuk tugas silahkan kalian kerjakan tugas mandiri hal 49 dan halaman 56. Dikumpulkan minggu depan saat mata pelajaran ini lagi. Selamat siang," bu vera, guru Bahasa Indonesia itu mengakhiri kegiatan belajar mengajar saat mendengar bel pulang sekolah berbunyi.
"Siang, buuu," sahut murid sekelas serempak.
Andara memasukan buku dan alat tulis ke dalam tas, bersiap untuk pulang. Menghampiri Safira yang menunggunya di ambang pintu untuk keluar bersama. Berjalan melewati koridor yang ramai karena lalu lalang siswa-siswi yang menuju ke tempat yang sama, yaitu parkiran sekolah. Indra pendengarannya menangkap suara-suara yang berbau gosip masih membahas tentang kasus yang sangat menggemparkan tadi.
"An, Liat tuh banyak mobil, kayaknya itu orang tua Zara Doni and the geng," melirik ke arah yang ditunjuk Safira, di parkiran khusus staff sekolah di sebelah selatan, memang banyak mobil yang berjajar juga orang-orang berseragam hitam yang berkumpul di pos satpam dekat gerbang.
'mungkin mereka supir,' fikir Andara. Safira dan Andara berpisah untuk mengambil kendaraan mereka masing-masing.
"Menurut kamu, mereka bakalan berubah nggak? setelah apa yang mereka perbuat ini. Ini sih udah kelewatan banget," Tanya Safira setelah Andara mendekati motornya.
"Hm... Semoga aja bisa berubah," ucap Andara sembari melirik lagi ke arah jajaran mobil-mobil mewah itu terparkir.
"pasti berat banget hal yang harus mereka hadapi setelah ini, yaah... berdoa saja demoga mereka bisa berubah dan gak mengulangi hal yang sama," lanjut Andara sambil bersiap untuk mulai menggoes sepedaanya.
"Ya, berdoa saja," Safira melirik jam tangannya. "oke, sampai ketemu lagi, An. Waktunya aku bertemu dengan guru lesku. Hufft..." Menghela nafas kasar sembari menghidupkan mesin motornya, Safira melambai ke arah Andara yang membalas lambaian tangannya juga.
Melajukan sepedanya keluar dari kawasan sekolah menuju rumah kecilnya. Jika Andara ditanya kenapa tidak tinggal dengan neneknya saja di Bandung, biar ada teman saat di rumah, jawabannya karena Andara ingin belajar mandiri. Rencananya setelah lulus dari sekolah, Andara ingin pergi sejauh-jauhnya berharap segala beban yang dipikulnya juga tertinggal bersama rumah yang menjadi saksi bisu segala kejadian memilukan itu.
BAB 4 : DUGAAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 329
-Day11
-PR
-Revisi
Teringat lagi saat dia melirik mobil di parkiran sekolahnya tadi, sekilas Andara melihat seseorang yang duduk di dalam mobil sport silver itu. Andara melihat untuk yang kedua kalinya, memastikan apakah penglihatannya tadi benar, tapi dia tidak bisa melihat apapun karena jaraknya yang cukup jauh dari posisi pertamanya juga kaca mobil yang berwarna gelap.
'ah, mungkin hanya halusinasi saja. Atau memang ada seseorang yang menunggu di dalam mobil itu," batin Andara berusaha tidak memikirkannya lagi.
Tak mau ambil pusing dengan apa yang ditemuinya tadi, Andara mengayuh sepedanya dengan santai merasakan angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhnya membuat mata Andara mulai memberat. Beberapa kali menguap dan mengucek mata takut-takut hal yang tak diinginkan terjadi.
Entah karena kelelahan atau rasa lapar yang diabaikan, jarang sekali Andara mengantuk di siang bolong seperti ini. Cepat-cepat Andara ingin segera sampai di rumah, menyusuri jalan dengan hati-hati karena banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang.
Andara mengernyitkan dahi, sedikit heran ketika melihat sebuah mobil yang terparkir di halaman depan rumahnya. Bukan tak ingat dia masih mempunyai orang tua, tapi kendaraan beroda empat itu berbeda dengan yang dimiliki kedua orang tuanya. Bukan juga tidak menginginkan orang tuanya pulang, hanya saja Andara sangsi sendiri ketika memikirkan hal yang hanya bisa terjadi 2 sampai 3 bulan sekali itu. Semakin bertambah heran bercampur waspada ketika Andara melihat pintu rumahnya yang juga sudah terbuka lebar.
Setelah memastikan sepedanya tersimpan dengan aman, Andara memelankan langkahnya yang nyaris mengendap-endap memasuki rumah.
Ruang tamu adalah ruangan pertama yang ditemuinya kosong setelah melewati pintu, tidak ada siapapun tapi Andara mendengar samar suara orang bercakap-cakap di bagian yang lebih dalam lagi.
Melihat sekitar mencari sesuatu untuk bisa dijadikan pertahanan diri seandainya pembuat suara itu bukan orang yang berniat baik. Tidak ada sapu, tongkat atau apapun yang bisa digunakan, Andara memilih untuk mengambil vas bunga kaca kecil kosong yang ada di sudut ruangan.
Melangkahkan kakinya ke arah dapur, tempat suara-suara itu berasal. Langkahnya terhenti di ambang pintu dapur kala melihat dan mendengar dengan lebih jelas pembicaraan dua orang yang sedang membelakanginya.
BAB 4 : DUGAAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 372
-Day12
-Revisi
"Sudah berapa lama?" tanya seorang wanita tua yang dikenali Andara sebagai Neneknya.
"5 tahun," jawab Prawira, Ayahnya.
Isma menghembuskan nafas dan memijit pelipisnya.
"Selama ini kamu menghianati anak ibu dalam pernikahan kalian. Benar kata Abas, mungkin aku terlalu cepat menikahkan Sintya. Terbukti bahwa kalian memang belum siap menjadi pasangan dan orang tua yang baik untuk anak-anak kalian," yang menjadi lawan bicara tidak menanggapi apapun, barangkali yang dikatakan Isma memang benar.
"Dimana mereka tinggal?" lagi dan lagi seolah hembusan nafas kasar itu bisa mengurangi sesaknya yang menghimpit dada Isma.
"ibu tidak perlu tau," prawira menyahuti.
"Ibu harus tau, karena cucu ibu yang kalian korbankan atas keegoisan kalian. Andara. Andara darah daging kalian, cucu ibu," rupanya isma mulai terisak.
"Mereka tinggal di bogor, Aku akan mengurus gugatan cerai untuk Sintya secepatnya. Ibu tidak usah ikut campur dengan keluarga baruku," tidak ingin berlama-lama lagi menghadapi Isma yang mulai terisak, Prawira membalikkan badan untuk keluar dari ruangan itu seketika mulai mematung dan wajahnya mengeras.
Andara berdiri tegak di depan pintu masuk dapur dengan vas bunga kaca kecil masih digenggamnya kuat-kuat. Menatap tajam dan sendu kearah Prawira atas apa yang didengarnya tadi. Perasaannya sekarang bercampuraduk. Dia tau ibunya memang berselingkuh seperti yang dia lihat kemarin di restoran itu, tapi yang lebih mengejutkan ternyata ayahnyalah yang lebih dulu menghancurkan keluarga kecil mereka bahkan bertahun-tahun yang lalu.
"Kamu sudah mendengar semuanya, kan?" melangkah mendekati Andara dengan wajah yang sudah tidak memperlihatkan raut keterkejutannya.
"Saya akan bercerai dengan ibu kamu dan pergi dari rumah ini. Saya punya keluarga lain diluar sana, dan saya lebih memilih mereka karena saya sudah capek menghadapi sikap ibu kamu," Andara mengepalkan sebelah tangannya kuat-kuat mendengar penuturan Prawira.
"Ibu kamu terlalu keras kepala untuk menuruti perkataan saya. Kamu sudah berumur 17 tahun, sudah besar, saya harap kamu bisa mengerti dengan alasan saya. Saya akan tetap bertanggung jawab kepada kamu dan tetap memberimu uang setiap bulan. Saya pamit, Jaga diri baik-baik." Menepuk pundak Andara yang masih mematung ditempat sebelum berjalan melewatinya.
Isma menghampiri Andara dan memeluknya. Andara tidak ingin menangis tapi matanya berkata lain, Andara luruh, meruntuhkan pertahanannya dan membalas pelukan neneknya dengan erat seolah dia akan hancur berkeping-keping kapan saja jika tidak ada penopang yang menahan.
BAB 5 : PELARIAN
-Sarapan kata KMO Club Batch 37
-Kelompok 7
-Jumlah kata 313
-Revisi
Sinar matahari menembus jendela, memenuhi ruangan yang ditinggali oleh seorang pemuda yang masih berada di alam mimpi.
"Eegghh..." Doni menggeliat saat cahaya itu menusuk matanya. Jendela tanpa gorden membuat Sinar hangat itu leluasa untuk menerobos ke dalam.
"Don, lo nginep disini?" tanya seorang pemuda yang baru saja memasuki 'basecame' ketika melihat Doni bangkit dan mengucek mata.
"Seperti yang lo lihat."
"Kapan dah lu kesini? kemaren gue balik jam 1 malem gak ada siapa-siapa."
mengendikkan bahu, lantas melangkahkan kaki menuju kamar mandi kecil yang walaupun ada di basecame anak tongkrongan tapi keadaannya bersih terawat. Mencuci wajahnya dan mengeluarkan hajatnya alias buang air kecil, lalu menghampiri Ivan yang sudah duduk di sofa tempat dia tidur tadi.
"Lo kenapa dah?" tanya Ivan setelah memperhatikan penampilan Doni yang acakadut. Raut wajah kusut, kantung mata yang semakin menghitam, mata memerah, tampak lebam disudut bibirnya dan masih mengenakan baju putih abu yang sepertinya belum diganti sepulang dari sekolah kemarin.
"Kabur lagi, yak?" tambahnya.
Menjambak dan mengacak rambutnya sendiri sebelum menjawab.
"Gue lagi di skors, ketahuan lagi make. Palingan bentar lagi gue bakal dipanggil buat diperiksa. Bokap pasti ngamuk-ngamuk."
"Sialnya lagi, Zara dkk juga terlibat." Mengusap wajahnya dengan kasar lalu menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa.
Ivan sedikit terkejut mendengar penyataan Doni.
"Yang bener lo?"
"Ck. Terus sekarang gimana? lo mau gimana? gak mungkin kan lo disini terus, pasti bakal ketemu juga sama bokap cepat atau lambat," Ivan melanjutkan saat Doni hanya terdiam dan wajahnya yang semakin kusut seperti baju yang belum di setrika.
Doni menggelengkan kepala.
"Entahlah. Gue butuh waktu disini dulu sekarang."
Ivan mengangguk dan menepuk pundak Doni sebagai bentuk ungkapan 'Lo pasti bisa'.
Ponsel ivan berdering menampilkan nama 'GIO' sebagai penelpon. Tidak butuh pertimbangan, ivan langsung saja menerima panggilan itu.
"Halo, Gi."
"...."
"Di basecame. Ada Doni juga."
"...."
"Nasi uduk bi Nunung aja," melirik Doni dan nelanjutkan. "Sama Doni juga."
"....."
"Sip. Thanks bro."
Tut.
Sambungan terputus.
BAB 5 : PELARIAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 313
-Day14
-Revisi
-PR
"Si Gio sama Noval lagi beli sarapan. tunggu disini aja, jangan dulu kemana-mana," teringat sesuatu Ivan melanjutkan lagi. "Tenang aja, gue gak bakal ember ke siapa-siapa, ko."
"Makasih, bro."
Ivan hanya tersenyum menanggapi ucapan temannya yang sedang gundah itu.
****
'Nomor yanga anda tujui sedang berada diluar jangkauan...'
"Ck. Doni Doni Doni"
'Nomor yang anda tujui...'
Lagi dan lagi sudah hampir 20 kali bukan suara yang diharapkan yang terdengar. Menghempaskan ponsel dan dirinya ke atas ranjang yang empuk, menjambak rambutnya sendiri kala fikirannya sudah berkecamuk tak karuan.
Bagaimana bisa ini terjadi? Mengevaluasi diri bukan hal yang tepat untuk saat ini, karena Zara sedang memikirkan hal lain yang membuatnya stress kelabakan.
Ceklek.
Suara kunci pintu yang dibuka dari luar membuatnya menoleh ke arah datangnya seorang wanita paru baya yang tak kalah bengkak dikantung matanya dengan Zara. Ya, Zara memang dikurung dikamarnya sejak ia sampai dirumah kemarin.
"Ayah mau bicara. Ayo turun ke bawah," hanya itu yang diucapkannya lantas langsung berbalik badan meninggalkan Zara sendirian dengan pintu yang masih terbuka.
Mencoba membuat benteng dihatinya untuk menghadapi apa yang akan terjadi nanti, berjalan ke arah cermin, untuk melihat penampilannya yang semerawut. Terlalu banyak menangis rupanya membuat kantung mata Zara bengkak dan memerah.
Menghela nafas berat sebelum kakinya mulai melangkah ke luar, menemui ayahnya.
Sampai di ruang keluarga, disana sudah ada ayah dan ibunya yang sedang duduk menunggu. Zara mendudukan dirinya di sofa singgle yang bersebrangan dengan ibunya. Sedang ayahnya berada di sofa panjang ditengah.
"Zara, Ayah dengar kamu di skors dari sekolah, kenapa?" Sigit sebenarnya sudah tau apa yang telah terjadi kepada putrinya, sengaja untuk membuat Zara bicara. Sigit baru sampai di rumahnya ketika istrinya menangis dan menceritakan apa yang terjadi kepada putrinya.
Tugasnya mencari nafkah membuat dia mau tidak mau harus pergi keluar untuk bisa menghidupi keluarganya. Tidak jarang juga dia tidak bisa memonitoring keluarganya sendiri karena tuntutan pekerjaannya itu. Ya, Sigit adalah seorang pilot.
BAB 5 : PELARIAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 585
-Day15
-Revisi
Meremas bagian bawah bajunya, Zara menundukkan kepala enggan melihat sang ayah yang sepertinya sedang mengujinya.
"Kenapa Zara?" tanya Sigit sekali lagi.
"A-Ayah sudah tau," cicit Zara.
"Ayah ingin mendengar lebih jelas dari kamu," pinta Sigit.
Zara tidak menjawab. Hatinya sangat takut. Dia sadar inilah konsekuensi yang akan dihadapinya karena ulahnya yang sudah melebihi batas. Zara menyesal. Sangat menyesal, seandainya dia lebih cepat dan lebih tegas menghentikan ulah Doni dan dia juga tidak ikut-ikut terbujuk hasutan setan, mungkin semuanya tidak akan seperti ini.
Tapi andai adalah andai, nasi sudah menjadi bubur. Zara hanya bisa menelannya dan harus menghadapi dengan suka rela.
"Kenapa Zara melakukan itu? Apakah selama ini kasih sayang yang mama dan ayah berikan tidak cukup untuk Zara? Ayah dan mama kamu memberikan kebebasan bukan berarti kamu bisa seenaknya berbuat ini-itu, tapi juga ada batasan yang tidak boleh kamu lakukan. Zara sudah besar, Zara harusnya tau mana yang salah dan mana yang benar. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan." Sigit melanjutkan karena putrinya tak kunjung menjawab.
"Walaupun kakek kamu adalah ketua yayasan, seharusnya Zara tau bagaimana menjaga sikap dan memilih teman yang baik. Ayah tau bagaimana sikap kamu di sekolah. Ada yang mengadukan sikap kamu ke ayah. Seharusnya ayah tau, saat itu juga ayah harus menghentikan kamu. Tapi ayah sudah terlambat untuk menyadari bahwa pergaulan kamu salah," mengambil nafas sejenak Sigit melanjtkan. "Apa masalah kamu Zara? ayah dan mama perlu tau seluk beluk, luar dan dalam anaknya."
menghembuskan nafas, Zara berkata.
"Zara hanya ingin coba-coba."
"Sudah berapa kali?"
"dua," cicit zara.
"jujur saja, ayah kecewa sama kamu. Hasil dari kerja keras ayah kamu gunakan untuk hal yang tidak jelas. Kamu adalah anak satu-satunya keluarga ini, jangan sampai hal seperti ini terulang lagi. Ayah harap kamu bisa merubah sikap dan perilaku kamu. Membully juga hal yang sangat fatal Zara. Tidak ada guru yang bertindak hanya karena kamu adalah cucu dari ketua yayasan."
"Buka mata kamu, Zara. Introspeksi diri kamu. Tanyakan pada hatimu apakah hal yang kamu lakukan sudah benar? apakah kamu merasakan senang setelah melakukannya? jangan hanya menillai orang lain dari status sosial dan tampang saja. Kamu cukup beruntung terlahir dari kelurga berada. Kamu tidak pernah merasakan susah, Zara." hening tak ada yang beruara selain Sigit.
"Ah. Itu masalahnya, Kita terlalu memanjakan kamu, sampai kamu menjadi seperti ini," Sigit menjentikan jari seolah mendapat ilham.
Zara menggigit bibir bawahnya, merasa tersudutkan oleh kata-kata Sigit.
Sigit memijit pangkal hidungnya pelan, meresapi dan merasakan beban yang semakin bertumpuk dipundaknya. Rasa lelah tentu saja ia rasakan. Tuntutan pekerjaan ditambah kelakuan anak semata wayangnya memenuhi fikiran Sigit saat ini.
Dirasa dia juga butuh istirahat, terlalu lama menoleransi rasa lelah dan capek sesampainya di rumah pagi-pagi buta tadi dan langsung menghadapi istrinya yang menangis menceritakan apa yang telah terjadi sampai sekarang dia sudah tidak bisa menahannya lagi.
"Ayah akan memasukan kamu ke pusat rehabilitasi ketika hasil pemeriksaannya sudah keluar. Tidak ada jaminan kamu masih tetap berada disekolah itu atau tidak, karena kakek mungkin juga kecewa dan tidak akan bertindak membela. Jadi ayah akan memasukkan kamu ke dalam pesantren setelah semua masalah ini selesai," Sigit bangkit dan meninggalkan ruangan itu diikuti oleh Mutia, istrinya.
Zara sangat terkejut dengan apa yang dia dengar. Mematung sebentar mencerna lagi apa yang barusan ayahnya katakan. Rasa ingin menolak tapi untuk saat ini dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Lagi dan lagi menghembuskan nafas kasar dan menjambak rambutnya seolah bisa mengungarangi beban fikiran yang menumpuk dikepalanya.
Berjalan gontai ke arah dapur untuk mengambil air minum dan kembali lagi menaiki tangga menuju kamarnya yang berada dilantai dua.
BAB 6 : PULANG KE HALAMAN
-Sarapan kata KMO Club Batch 37
-Kelompok 7
-Jumlah kata 331
Andara terbangun mendapati taksi yang dia tumpangi sudah berhenti. Keluar setelah membayar ongkos tumpangannya untuk melihat bahwa dia sudah berada di depan rumah sederhana bercat hijau muda dan taman kecil di halamannya.
Di sinilah dia sekarang. Setelah drama yang cukup menguras emosi kemarin, Andara memutuskan untuk pergi ke rumah Isma di Bandung selama beberapa hari setelah mengirimkan surat izin dengan alasan 'urusan keluarga' ke sekolah tentunya.
Mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam dipergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 10.15 WIB.
Terlihat Isma yang membukakan pintu dengan wajah yang cerah berseri-seri menyambut kedatangan cucunya. Memang Isma lebih dulu kembali ke bandung kemarin, sedangkan Andara menyusulnya hari ini.
Andara Sukma Satrialoka. Menghampiri neneknya dengan senyuman terpatri di wajahnya. Seketika teringat masa kecil saat bermain di taman kecil itu bersama sang kakek, menanam pohon jambu yang kini telah tumbuh tinggi disamping tanaman obat yang ditanam oleh Isma di pojok pagar itu, sehari sebelum orang tuanya membawanya pindah ke Jakarta.
"Assalaamualaikum, nek," Andara menyalami Isma.
"Waalaikumussalaam warohmatullahi wabarokaatuh."
"Gimana di jalan, lancar?" tanyanya.
"Alhamdulillah lancar, nek." Mengusap punggung Andara dan menuntunnya untuk masuk ke dalam.
"Sudah lama kamu gak kesini, Satria. Nenek selalu kesepian semenjak kakek kamu meninggal 4 tahun yang lalu. Kamu pasti lapar, nenek sudah masakin Makanan kesukaan kamu." Andara hanya menyengir dan mengikuti langkah neneknya ke ruang makan setelah menyimpan tas di sofa ruang tamu terlebih dahulu.
Di meja makan sudah terhidang tumis daging ayam suir, tumis telor ceplok, dan tumis cabe yang sangat menggunggah selera Andara. Setelah kemarin neneknya berada di Jakarta dan kembali pulang ke Bandung Andara akan merasakan masakan neneknya yang sangat enak lagi.
Jika orang lain ditanya makanan kesukaan mereka apa, jawabannya pasti masakan ibu mereka. Tapi tidak dengan Andara. Andara lebih suka masakan neneknya daripada buatan ibunya, karena Andara juga sudah lupa bagaimana rasanya masakan ibunya sendiri saking sudah sangat lamanya Andara tidak menikmati makanan buatan ibunya itu.
BAB 6 : PULANG KE HALAMAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 304
-Day17
-Revisi
Isma dengan suka rela menyedokkan nasi dan lauknya ke dalam piring Andara dengan porsi yang sangat tidak manusiawi, saking banyaknya.
"Nek, nasinya kebanyakan itu," protes Andara.
"Gak papa, biar kamu cepet gede, nenek udah capek-capek masakin makanan kesukaan kamu, pokoknya harus dihabiskan," Isma tak menghiraukan protesan Andara dan melanjutkan menyendokkan lauknya.
"Duh... tapi Satria gak yakin bisa habisin itu semua, perut Satria mana cukup," Andara hanya pasrah pada apa yang dilakukan neneknya karena perutnya juga sudah sangat lapar.
Andara menerima sodoran piring yang sudah penuh itu dan mulai melahapnya. Isma melakukan hal yang sama dengan Andara.
"Sudah izin ke Sekolah?" tanya Isma disela-sela suapannya.
"Sudah."
"Berapa hari disini?"
Andara tidak langsung menjawab untuk menelan makanannya terlebih dahulu.
"mungkin 3 atau 5 hari."
"Mau ke makam kakek?"
"Mau. Tapi besok aja ya, nek."
"Ya, sekarang istirahat aja dulu," kata Isma.
"Masih inget Raya? anaknya pak rt Kosim."
"Inget, dulu Satria temen mainnya dia."
"Nah. Kalau kamu butuh temen, main aja ke rumahnya, minta dia temenin kamu jalan-jalan," Andara hanya menggangguk sembari menikmati kunyahan demi kunyahan makanannya.
"Raya selalu nanyain kamu kalo ketemu sama nenek."
"Nambah lagi?" tanya Isma ketika melihat piring Andara tinggal tersisa sedikit lagi.
"Udah cukup, nek. Satria udah kenyang banget."
Andara mencuci piring kotor bekas makan mereka, sedangkan Isma membereskan meja makan.
"Nanti sore nenek mau ke pengajian rutin di rumah bu hj. Halimah, kamu Istirahat aja."
"Iya, nek," Andara menyelesaikan piring terakhir kala Isma keluar dari ruangan itu.
Berjalan ke ruang tamu untuk mengambil tasnya, Andara tidak melihat apapun disana.
'Mungkin nenek udah mindahin ke kamar,' batin Andara.
Andara melangkahkan kakinya lagi ke arah ruangan yang akan ditinggalinya selama beberapa hari disini.
Berhenti di depan pintu yang ditempeli poster spongebob dan patrick yang saling merangkul sambil tersenyum lebar. Andara tersenyum mendapati poster itu ternyata masih ada dan tidak dilepas ataupun dibuang.
BAB 6 : PULANG KE HALAMAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 384
-Day18
-Revisi
Membuka daun pintu dan memajukan langkah memasuki ruangan itu. Andara mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan. Tidak banyak berubah. Selain warna cat yang diganti dari berwarna kuning menjadi abu-abu muda, cukup enak dilihat dan santai.
Andara membaringkan tubuh diatas ranjang yang ada disana. Menerawang berapa lama dia tidak datang kesini? ya, Andara ingat terakhir datang ketika kakek meninggal itupun hanya 3 hari saja dia disini. Andara balik ke Jakarta karena harus sekolah.
Ah, mungkin ini adalah kunjungan terakhir Andara ke sini. Andara tetap pada rencana awalnya, ditambah setelah melihat kekacauan yang semakin menjadi dalam keluarganya.
drrttt... drrttt... drrttt...
Andara menghela nafas lelah, bangkit dari baringnya dan menghampiri tas ranselnya yang berada di atas meja belajar untuk mengambil ponsel yang berdering memanggil-manggil.
Terlihat nama 'Keisyana' di layar gawainya. Andara malas menjawab dan hanya membiarkannya sampai panggilan berhenti dengan sendirinya.
drrttt... drrttt... drrttt...
Ponselnya berdering lagi, terlihat masih menampilkan nama yang sama dilayar.
"Racun," desis Andara.
Mengabaikan panggilan lagi, Andara mengubah handphonennya menjadi mode diam atau silent mode. Meninggalkannya di atas meja dan kembali membaringkan tubuhnya ke atas ranjang.
Masih belum puas menelusuri kamar ini, Andara mengedarkan pandangannya lagi ke setiap inci ruangan itu. Mengamati satu persatu untuk diingat dalam otaknya saat dia kembali nanti. Walaupun Andara tahu dia tidak akan bisa mengingatnya lagi saat waktu itu tiba.
Beralih dari jendela yang menghadap ke halaman depan, netranya menelusuri meja belajar yang sempat dia datangi tadi.
Andara ingat dulu saat kecil, meja itu masih disimpan digudang rumah, bukan karena sudah lapuk dan jelek. Kata kakeknya sengaja disimpan di gudang karena ruangan yang lain sudah sempit. Meja belajar itu milik Sintya semasa sekolah, sejak Andara lahir, meja itu disingkirkan untuk menyimpan barang-barang Andara.
Meja berwarna coklat tua itu mempunyai laci dibawahnya, 2 dijadikan tempat untuk pijakan kaki, dan satu laci besar di bawah samping kiri memanjang ke bawah. Tidak ada lampu belajar atau hiasan apapun di atasnya, hanya tas ransel Andara dan handphonenya yang tergeletak begitu saja.
Kursi beroda disamping meja belajar menjadi perhatian atensi Andara saat ini. Hanya sesaat karena netra Andara beralih ke objek yang lebih besar dari ruangan itu, Sebuah lemari kayu 2 pintu berukir bunga-bunga tanpa cermin.
Andara penasaran apa yang ada di dalam sana, tapi rasa malasnya mendominasi. Andara memilih untuk memejamkan matanya dan mengarungi alam mimpi. Menyimpan rasa penasarannya untuk dipuaskan nanti.
BAB 7 : RAHASIA
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 305
-Day19
-Revisi
"Selamat pagi, bun, yah, bang."
"Pagi sayang."
"Pagi de."
Safira menarik kursi meja makan di sebrang bundanya dan mulai menyendokkan nasi goreng yang sudah tersedia ke dalam piringnya.
"De, kamu berangkat sama ayah dulu, ya. Abang mau ke rumah ketua yayasan dulu, ngambil proyektor buat presentasi nanti. Yang di sekolah rusak gak bisa dipake lagi," Safira hanya mengganguk menanggapi ucapan Azam, abangnya.
Azam segera bangkit dan merapikan pakaiannya bersiap untuk pergi. Menyalami kedua orang tuanya dilanjutkan dengan Safira.
"Assalaamualaikum," pamit Azam.
"Waalaikumussalaam," jawab serentak.
Terdengar suara mesin motor yang menderu keluar dari kawasan rumahnya.
"Safira, ayah dengar dari bang Azam, kamu sedang dekat dengan seorang laki-laki?"
"ekhem..." Safira meraih gelas berisi air dan meneguknya sedikit.
Fikiran safira sudah tertuju pada orang yang dimaksud ayahnya adalah Andara.
"Safira dan dia hanya teman, yah," jelas Safira.
"Benar begitu?" tatapan Wirya penuh selidik ke arah Safira.
"Ya," jawab Safira tanpa ragu.
Tapi dalam lubuk hatinya safira menggigit bibirnya, ada hal yang dia tidak ceritakan pada siapapun tentang dia dan Andara. Hal yang seharusnya tidak pernah terjadi dan tidak harus orang tahu, tapi tidak ada yang bisa menolak apalagi menentang apa yang sudah digariskan untuknya.
"Safira tau, apa yang dimaksud ayah menanyakan hal ini, kan?"
"Ya, ayah. tentu saja. Safira tidak akan pacaran, ini murni hanya dekat sebatas teman. Apa abang bicara yang macam-macam sama ayah dan Bunda?" tanya Safira was-was.
"Apa menurutmu abang akan begitu?" tanya Wirya balik.
"Hem... engga, sih. Tapi ayah nanya Safira gini, kan jadinya Safira suuzon sama abang," Safira menyengir kuda diakhir kalimatnya.
"Walaupun laki-laki itu baik, tapi Safira harus ingat dan tahu batasan pergaulan antara perempuan dan laki-laki. Apalagi masa-masa kalian itu adalah masa-masanya yang menggebu-gebu."
"Iya, ayah."
"Ayah bukan melarang kamu untuk menyukai seseorang, hanya saja jangan sampai rasa kagum kamu itu menjerumuskanmu ke dalam jurang. kata abang kamu menyukai dia, kan?"
BAB 7 : RAHASIA
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 310
-Day20
-Revisi
"Tuh, kan. Abang ngomongnya macam-macam, huh dasar." Safira menyela.
"hush, gak boleh gitu," ucap Aisyah, bundanya.
"Lagian abangnya gitu..."
"Yasudah, gak papa, ayah hanya nanya saja. suka atau nggaknya kamu sama laki-laki itu, pesan ayah hanya satu, Ingat dan jaga batasan kamu, Safira. Ayah tidak perlu mengekang atau melarang-larang kamu ini dan itu, kamu sudah besar, selama kamu tidak macam-macam ayah tidak akan melarang kamu," Wirya menyelesaikan makannya, begitupun Safira yang juga bersiap untuk berangkat ke sekolah.
****
Mobil hitam itu berhenti di depan gerbang sekolah, Safira keluar setelah menyalami ayahnya dan memasuki gerbang setelah memastikan mobil ayahnya melaju lagi.
Merasa tidak ada yang kurang, Safira merogoh tas tanpa melihat isinya untuk mengambil ponselnya. Sambil berjalan Safira mengotak atik ponselnya, memeriksa room chatnya dengan Andara.
1 detik
2 detik
3 detik
4 detik
5 detik
Hingga detik ke 5, Safira menghela nafas kasar. Tampilannya masih sama, hanya ada pesan dia semalam yang menanyakan keberadaan dan kabar Andara dengan lambang ceklis satu di pojok bawahnya.
Sempat terlintas dikepala Safira 'bagaimana kalau dia diblok, karena Andara risih dengan Safira'. Tapi lagi-lagi Safira bisa menyangkal itu semua dan menjauhkannya dari dalam kepalanya.
Yang Safira takutkan dan membuatnya kalut setengah mati adalah isi kepalanya yang menerka-nerka hal yang sangat tidak diinginkan terjadi pada Andara. Ya, Safira khawatir dan takut.
Karena terlalu fokus dengan ponselnya, Safira tidak memperhatikan jalannya.
BRUK... PRAK...
Safira bergeming saking syoknya, otaknya memproses informasi dengan sedikit lambat, apa yang baru saja terjadi?
Selang beberapa detik, Safira membungkuk dan menubruk gawainya yang terlempar saat adegan tabrakan tadi. Meneliti dengan intens takut-takut ponselnya mati dan tergores.
"Kalo jalan jangan main hp. Perhatiin sekitar jangan nunduk mulu," Safira mendongak barangkai orang itu yang menabraknya.
Mengernyitkan dahi heran, Safira menimpali.
"Maaf kalau aku yang nabrak kamu, Tapi kamu kan gak bawa hp atau apapun, harusnya kamu juga fokus ke jalan dan bisa liat keadaan sekitar."
BAB 7 : RAHASIA
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 309
-Day21
-Revisi
Yang diajak bicara hanya melayangkan tatapan datar dan menggelengkan kepala, melengos begitu saja dari hadapan Safira
"Dasar, ada-ada saja," rutuk Safira.
Safira melanjutkannya langkahnya menuju ke kelas lagi, kali ini ponselnya digenggam dengan erat dan netranya memperhatikan ke jalan di depannya takut-takut hal seperti tadi terjadi lagi.
Duduk di kursi tempatnya biasa duduk, Safira mengecek ponsel lagi. Kali ini Safira menjelajah sosial medianya. Mengetikan nama @sukmandaras dikolom pencariannya, melihat kapan terakhir jejaring sosial lelaki itu aktif, untuk memastikan kalau dia benar-benar bukan di blokir.
"Hah..." Safira menghela nafas lega setelah mematahkan asumsinya sendiri. Yang Safira lihat, disana tertulis akun @sukmandaras terakhir aktif 3 hari yang lalu.
"Saf, nih ada titipan surat dari Andara. Nanti sampein ke guru yang ngajar, ya," Dimas mengulurkan sebuah surat yang langsung diambil alih oleh Safira.
"Kemaren gue lupa ngasih. Baru inget tadi pas si Adit gak sengaja obrak-abrik isi tas gue," ucapnya menjelaskan.
"Dih, parah, Dimas," timpal Safira cemberut.
Dimas hanya menyengir kuda. "Maaf, bu," kekehnya.
"Okey, deh. Makasih, ya," kata Safira mengibas-ngibas amplop yang berisi surat itu.
Dimas hanya mengacungkan jempol dan melenggang pergi dari meja Safira.
Sepeninggalan Dimas, Safira membuka amplop yang memang tidak direkatkan itu dan membaca satu-persatu huruf tulisan tangan yang rapi karya Andara.
Izin seminggu untuk acara keluarga? Lagi dan lagi entah untuk kali keberapa Safira mengeryitkan dahi heran. Tiba-tiba atensinya beralih pada handphonenya secepat kilat dan mengirim sebuah pesan lagi pada kontak yang nyatanya masih belum ceklis dua.
Safira
"An, kamu di Bandung?"
√
Ah... Tidak papa, sekarang rasa penasaran dan kalutnya sedikit teratasi. Ya, semoga saja memang Andara berada di Bandung dengan neneknya.
Safira melamun, merenungkan lagi apa yang telah ditemukannya beberapa waktu lalu tentang Andara. Tidak. Tidak. Safira tidak boleh terlalu larut dan bertindak ceroboh yang akan membuat semuanya semakin kacau. Diam-diam Safira bertekad dalam hati ini hanya akan menjadi rahasianya, Andara dan tuhan yang tahu.
BAB 8 : SAPA
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 302
-Day22
-Revisi
Menggeliat terbangun dari alam bawah sadar, Andara mengerjap beberapa kali, masih tidak mengerti dengan tempat dimana dia berada.
"ouh..." lirih Andara setelah kesadarannya penuh.
Dengan langkah lunglai, Andara berjalan ke arah pintu. Terus ke dapur untuk merasakan seteguk air yang menyegarkan tenggorokannya yang kering. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari-cari keberadaan sosok nenek.
"Nek... nek... nenek..." tidak ada sahutan, hanya hening yang menjawab.
Andara bergegas memeriksa ke segala ruangan yang ada di rumah itu. Namun tidak ada tanda-tanda neneknya berada.
"huffftt..." Andara menghempaskan tubuhnya disofa ruang tamu. Tak sengaja matanya menangkap gerakan jarum jam yang menunjukan pukul 04.10 sore. Ah, ya. Andara baru ingat, mungkin neneknya sedang ke pengajian rutin seperti yang dibilangnya tadi pagi.
Andara beranjak untuk melihat ke luar rumah.
'hmm... udah sore, udah lama juga aku gak siram tanaman,' Mencari selang untuk disambungkan ke keran air.
"Loh... kamu... Satria bukan?" seorang gadis sepantaran Andara berhenti dijalan depan halaman Isma.
"Iya," andara mengeryit mencoba mengingat siapa dia. "Raya bukan?" tanyanya.
"Oalah... Satria, apa kabar? lama banget gak kesini. Iya aku Raya," tanpa tedeng aling-aling gadis yang mengaku bernama Raya itu menghampiri Andara dan menepuk lebih ke memukul bahu Andara pelan dalam tanda kutip.
Andara sedikit meringis sebelum menjawab.
"Baik, baik. Kamu gimana? Pangling banget liatnya," balas Andara.
"Seperti yang kamu lihat," sembari memutar badannya. "Lagian songong banget kamu gak pernah kesini-kesini lagi," balasnya bercanda.
Andara hanya terkekeh dan menjawab.
"Yeh... harus sekolah aku,"
"iya lah tu. libur?"
"Nggak, Izin aja."
"Nah, tu bisa izin. Berapa lama disini?"
"Ya, jangan keseringan aja lah. Gak tau, liat nanti aja," Andara mematikan keran. "Eh, hayu sini duduk dulu, lupa aku" Andara menggiring Raya ke kursi di beranda.
"Minum?" tanya Andara.
"Gak usah, aku bentar ko mau nganterin itu," tunjuk Raya ke arah sepedanya.
"Nek, Ismanya lagi rutinan ya?" Andara mengangguj sebagai jawaban.
BAB 8 : SAPA
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 301
-Day23
-Revisi
"Apa itu?" tanya Andara menumpahkan penasarannya.
"Bronis pesenan nyai Lussi,"
"Kamu yang bikin?"
"Masa iya, teh Sarah itu. Aku cuman jadi kurirnya aja," Katanya terbahak. Andara hanya ikut terbahak hambar dengan lelucon tidak lucu Raya.
"Yaudah, Aku mau nganterin ini dulu, ya. nanti aku diintrogasi teh Sarah lagi, gara-gara nyai Lussi gedor teteh lewat telepon. Hadeuh..."
"Iya, iya... hati-hati."
Sepeninggalan Raya, Andara kembali ke selang yang masih menempel kebibir keran. Menyiram semua yang ada dihalaman rumah sesuka hati. Bunga, pohon, tanah, batu yang Andara temua bahkan pagar kayu pendek yang menjadi pembatas kawasan rumah ikut basah karena ulah Andara.
Air. Elemen yang paling Andara suka adalah Air, diantara elemen-elemen lain, seperti air, api, tanah, petir, angin. Menurut pemikiran Andara, elemen lain bisa memberi kehidupan, tapi lebih dari itu air jauh lebih dibutuhkan untuk membangun kehidupan.
Katanya 90% tubuh kita itu terdiri dari air. Andara juga pernah membaca artikel tentang teori asal muasal kehidupan di bumi, hewan dan tumbuhan tentu saja tidak ada dan terjadi begitu saja. Bumi berproses dan rumit. Para ilmuan menemukan teori tentang kehidupan di bumi berasal dari evolusi kimia dan evolusi biologi. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa kehidupan di bumi berasal dari mikroorganisme yang masuk kedalam air bersamaan dengan debu. Entahlah, Andara hanya suka membahas dan membaca-baca teori-teori rumit yang membuatnya berfikir. Yang Andara percaya adalah ada hal luar biasa yang menciptakan semua ini dengan sangat menakjubkan, Tuhan. Andara bukan atheis hanya dengan membahas dan menyukai hal-hal berbau filsafat. Andara percaya pada Tuhan yang satu, yang menciptakan segala dan kekal, abadi.
Setelah mematikan keran dan merapikan selang, Andara masuk ke dalam rumah untuk melihat apa yang ada di dapur.
Nasi tinggal sedikit.
Lauknya belum ada.
Andara memeriksa lemari pendingin, Apa yang bisa dijadikan karya masakan Andara. Andara sebenarnya bisa memasak dengan layak walaupun tidak selezat masakan Isma.
BAB 8 : SAPA
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 303
-Day24
-Revisi
Sayur-sayuran, telur tentu saja ada, ikan, tahu, tempe. Andara mengambil seikat sayur kangkung dan tahu, tempe. Menyimpannya ke dalam wadah untuk diolah nanti. Andara memilih untuk menanak nasi terlebih dahulu. Selesai dengan beras, Andara mulai mencuci, merendam dan memotong bahan-bahan yang dibutuhkan. Bisa saja Andara makan-makanaan yang bergizi setiap hari ketika di Jakarta, rasa malas dan kebiasaan 'menyakiti dirinya' yang menahan dia.
Selfharm bukan hanya tentang menyakiti diri dari luar saja. Tapi juga meyakiti diri dari dalam, misalnya kurang tidur karena kebiasaan begadang atau justru malah terlalu banyak tidur, menahan lapar atau malah terlalu banyak makan dengan alasan emosional -bukan karena doyan-, memendam masalah sampai menyesakkan diri sendiri dan membuat frustasi juga itu termasuk selfharm yang secara sadar atau tidak sadar sering dilakukan Andara.
"Assalaamualaikum," salam Isma menghampiri Andara di dapur.
"Waalaikumussalaam, nek," jawab Andara.
"Duh, ko kamu masak sih, udah lapar ya?" Isma mengambil alih pisau yang dipegang Andara untuk memotong tomat.
"Satria belum lapar ko."
"Udah sana kamu mandi."
"Tapi ini-"
"Biar nenek aja yang masak."
"Tapi nenek baru pulang, belum istirahat juga."
"Udah biasa. Udah sana," usir Isma.
"Huufft..." Andara berbalik badan menuruti perintah Isma.
Memasuki kamarmya untuk mengambil pakaian ganti, Andara melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja belajar itu. Sejenak Andara berfikir, menimang untuk menghidupkan ponselnya atau tidak. Andara masih malas berurusan dengan ponsel, Andara takut ketika dia menghidupkan ponsel, suasana hatinya menjadi buruk dan emosinya melunjak lagi. Andara ingin terbebas dari rasa berat dan sesak walau hanya sesaat. Karena saat ini, Andara hanya ingin menikmati momennya bersama sang nenek sebelum dia benar-benar pergi.
Mengabaikan ponselnya, Andara mengayunkan langkahnya menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur.
Aroma masakan sudah tercium oleh hidungnya, sangat harum sampai-sampai perut Andara bersuara. Andara mengusap perutnya sabar dan terkekeh sendiri. cepat-cepat melakukan ritual bersih-bersihnya itu untuk segera menghampiri masakan di meja makan.
BAB 9 : JALAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 323
-Day25
-Revisi
8 bulan kemudian...
"Selamat pagi," Andara menghampiri Safira dengan kotak makan di tangannya.
"Pagi," balas Safira tersenyum cerah, secerah langit pagi ini.
"Nih, buat kamu dari nenek."
Safira menerima uluran tangan Andara dan berkata.
"Makasih," Andara membalas senyuman Safira dan merangkulan di pundaknya, berjalan bersama-sama menuju kelas.
"Hey, tunggu tunggu!" Seseorang berteriak di belakang mereka dengan suara sepatu yang bergerak cepat dan nyaring.
Andara dan Safira berbalik untuk melihat siapa pelaku yang menginterupsi langkah mereka.
"Woy lah, capek aku ngejar kalian. Hosh... hosh... hosh..." Raya memegang lutut setelah berhasil dihadapan orang yang dia kejar.
"Suruh siapa lari-lari," celetuk Andara.
"Aku dikejar anjing, hosh... hosh..." Safira hanya menggeleng mendengar penuturan Raya. Dia faham apa yang dimaksud 'anjing' itu.
"RAYA! RAYA!" Tubuh raya menegak ketika seseorang meneriakan namanya.
"Hadeuh kalian," Andara yang bersuara.
"Saf, An, hosh... hosh... Raya!" nafas Lati memburu, memegang lutut seperti yang dilakukan Raya tadi.
"Anjingnya, hosh... udah pergi, hosh..."
Safira memberikan botol minumnya, Lati menyambar dengan secepat kilat dan menenggaknya, Raya melotot dan memprotes.
"Ko tadi aku gak kasih minum,"
"Nih..." Sodor Lati. Raya menerima dan menghilangkan rasa dahaganya akibat berlari-larian tadi.
"Aku udah bilang berapa kali. Kalau ketemu anjing jangan lari. Jadinya kalian dikejar, kan," ucap Andara.
"Tapi kan takut... hih, liat mukanya yang lagi ngeliatin kita aja udah serem," Raya membela diri.
"Mana dia melet-melet dan gonggong lagi," tambah Lati.
"Ya, jangan diliatin dong," kata Safira.
"Anjingnya nyamperin, ya aku lari lah takut digigit, nanti aku rabies lagi," Andara menggeng melihat tingkah laku teman-temannya ini.
"Untung pak satpamnya baik, dia langsung tutupin gerbang pas aku masuk," ucap Lati.
"Kalian lari dari kosan?" tanya Safira.
"Iya, Anjing tetangga yang ngejar kita," jawab Lati.
"Bagus deh, jadi kalian gak telat datangnya," Andara menyeletuk yang dibalas tatapan melotolot, tak percaya dan geplakan ditangannya.
"Sembarang aja kamu, Sat."
"Tega banget sih bebeb sama aku," Lati merengek.
"Hush... ada-ada aja. Yuk ah, ke kelas," ajak Safira yang langsung melangkahkan kaki diikuti oleh ketiga temannya.
BAB 9 : JALAN
-Sarapan Kata
-KMO BATCH 37
-Kelompok 7
-Trenggana Sumapala
-Jumlah kata 302
-Day26
-Revisi
Di pojok kelas Andara berada, memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran dengan seksama. Andara ingin mengahabiskan waktu-waktu terakhirnya untuk menjadi sebaik mungkin dan bisa menorehkan kenangan baik, setidaknya untuk teman-temannya.
"Bolos yuk! Bosen gue, Dimas berbisik disebelah Andara.
Andara hanya melirik tak minat ke arah tetangganya itu.
"Aelah... Lo mah pinter gak kudu belajar aja udah tau, kaya gini mah kecil atuh. Bolos sesekali gak papa kali," bisiknya lagi.
"Kamu juga harus belajar, biar tau," balas Andara berbisik juga yang dibalas decakan oleh Dimas.
"Eh, An. Lo tau gak? katanya si Zara sama Doni minggu depan nikah," bisik Dimas lagi dengan hal yang berbeda.
Andara mengalihkan atensinya dari guru di deapn sana ke arah samping dan raut terkejut tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.
"Dan lo tau kenapa?" Andara tetap memperhatikan dan menunggu kelanjutan ucapan Dimas.
Dimas lebih mencondongkan tubuhnya ke arah Andara.
"Kalo lo mau tau, lo harus ikut gue bolos," Andara melotot, Dimas menaik turunkan alisnya sambil tersenyum miring.
Andara kembali tak menghiraukan bisikan setan berbentuk Dimas lagi. Tetap memilih pada pendiriannya untuk memperhatikan pelajaran dibanding bolos.
Andara melihat Dimas lagi melalui ekor matanya.
"Bentar lagi istirahat. Tahan," bisi Andara akhirnya ketika melihat Dimas menekuk wajahnya. Dimas tak menjawab.
"Kalo kamu gak bolos, nanti istirahat aku traktir deh," hiburnya.
Berhasil. Dimas terpancing. Melihay Andara dengan senyum jahat diwajahnya.
"Deal," katanya sambil mengulurkan tangan.
"Gak usah pake dal dil dal dil segala lah," sergah Andara.
"Gak bisa, nanti lo ingkar janji lagi," Dimas tetap kekeh.
"Ck. Mana ada. Laki-laki itu yang dipegang omongannya, kalau bukan berarti tu laki nggak tulen,"
"Huh," Dimas menarik tangannya yang tak disentuh Andara lagi.
Bel istirahat berdering, Guru yang mengajar pamit dan tak lupa beserta tugas yang tinggalkannya untuk dikerjakan anak didiknya itu.
"Istirhat. Kuy ke kantin, dah laper gue," Ajak Dimas ketika Guru baru saja keluar.