Ada Kehangatan di Langit Chana
Sinopsis
Tags :
#inspirasi #keluarga #cinta #pendidikan #komedi #guru #murid #kkn #ppl #thailand #luarnegeri #perjuangan
- Sarapan Kata KMO Club Batch 35
- Kelompok: 6 Carta Penna Troops
- Jumlah Kata: 630 kata
- Day: 1
Sinar mentari, perlahan memperlihatkan keindahan desa Tugu Jaya. Cahayanya yang terang, menghangatkan suasana dingin yang membeku. Jika kau melihat ke atas, kau akan menjumpai langit biru nan luas. Dan jika kau melihat ke bawah, gemercik air perlahan mengalir di sela-sela bebatuan indah yang menawan. Padi bendang terhampar luas berkilauan, bak lautan indah bagi mata yang memandang. Bukit-bukit yang menjulang tinggi mengelilingi pesawahan, dengan sangat menakjubkan. Embun pagi ini, menghiasi pepohonan hijau nan rindang yang berjejer rapi di tepi jalan. Burung-burung pun bernyanyi dengan riang, dan bertebaran untuk menyambut rezeki dari Sang Maha pemberi kasih sayang.
Semilir angin sejuk, perlahan memasuki jendela tua yang terbuka lebar, membelai wajah seorang gadis berparas cantik, yang sedang tersenyum menatap celengan ayam jago, miliknya.
“Sudah saatnya,” ia bergumam.
Dengan perlahan, gadis ini menggetok-getok celengan yang terbuat dari tanah liat dengan palu. Ia berusaha, agar bunyinya tidak terdengar sampai keluar kamar. Ia tidak ingin, suara pecahan dari tabungannya ini mengundang tamu yang tak diundang.
“Kenapa nggak pecah, pecah yah? Apa aku banting aja?” bisiknya. “Ah, tidak, tidak,” lanjutnya. Ia pun bersiap-siap untuk mengayunkan palu, dengan sekali pukulan.
“Satu, dua, ti…”
“Tok! Tok! Tok!” Seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan sangat keras.
“Praaak!” Ia yang kaget pun, seketika memukul celengannya sampai hancur. Ia terdiam. Menunggu respon seseorang dibalik pintu, yang mungkin saja mendengar pecahannya. Keheningan pun terjadi. Namun, hanya beberapa saat.
“Teh Bilqis!” suara nyaring Kinan mengagetkannya. “Tok, tok, tok, tok, tok.” Kinan mengetuk pintu kamar Bilqis dengan tidak sabar. “Teteh lagi apa sih? Ayo dong buka pintunya,” rengek Kinan penasaran.
“Tok, tok, tok, tok.”
“Nggak bisa diganggu,” tukas Bilqis. Segera ia meraih ponselnya dan mencari video di internet. Video orang yang sedang memecahkan kendi. Kemudian memasang volume yang paling tinggi.
“Bunyi apa sih teh?” tanya Kinan kembali.
“Ssst! jangan banyak tanya. Lagi seru nih, video orang lagi mecahin kendi.” Seloroh Bilqis.
Suara Kinan pun tak ada lagi. Bilqis memandang uang sepuluh ribuan yang berserakan dihadapannya. Ia biasa menyisihkan uang dari hasil kerja paruh waktunya untuk ditabung. Ia tersenyum dan mulai memasukan hasil tabungannya selama satu tahun ini ke dalam keresek berwarna hitam. Kemudian ia melipatnya seperti buras dan mengikatnya dengan sebuah karet berwarna merah. Bilqis menyimpan uang tersebut dalam rak buku. Ia selipkan diantara buku-buku kampusnya.
Tabungan ini, ia kumpulkan untuk biaya KKN dan PPL yang sebentar lagi akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan datang. Namun, Ia tahu bahwa uang ini sangat jauh dari kata cukup. Segera ia membereskan pecahan dari celengan ayam jago tersebut ke dalam kardus. Tepat, setelah Bilqis selesai merapihkannya. Kinan muncul di depan jendela.
“Tok, tok, tok.” Kinan mengetuk jendela kamar Bilqis yang terbuka.
“Teh,” panggil Kinan sambil melihat ke sekeliling kamar Bilqis.
“Kenapa lagi Kinan?” Berdiri menghalangi kardus. Kemudian, mendorong kardus ke kolong meja dengan kakinya secara perlahan.
“Emm, Kinan baru ingat. tadi Kinan ketemu Bu Lisa di jalan, teteh di suruh cek WhatsApp,” jelas Kinan.
“Ok makasih,” balas Bilqis kepada Kinan yang sudah beranjak pergi meninggalkannya.
Bilqis segera menarik kardus, berisi pecahan celengan ayam jago dan membuangnya. Bilqis hanya tidak ingin persoalan tabungan ini menjadi panjang. Ia tidak mau kedua orang tuanya tahu bahwa ia sedang membutuhkan biaya untuk KKN dan PPL. Ia hanya tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya. Terlebih, perekonomian keluarganya saat ini sedang kering kerontang.
Keluarga Bilqis adalah keluarga yang sederhana. Bapaknya adalah seorang buruh tani, sedangkan ibunya adalah seorang guru ngaji di kampung. Usaha warung yang di buka oleh kedua orang tuanya pun adalah warung sembako kecil-kecilan. Walaupun, keadaan perekonomian yang serba pas-pasan. Kedua orang tua Bilqis tetap berusaha dan mendukung agar anak-anaknya tetap bisa sekolah sampai keperguruan tinggi. Namun, bapaknya Bilqis, seminggu ini sudah tidak bekerja menjadi buruh tani, karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk. Pendapatan dari warung pun tidak seberapa, paling hanya bisa untuk makan sehari-hari dan untuk membiayai sekolah Kinan, itu pun masih kurang.
Bersambung....


- Sarapan Kata KMO Club Batch 35
- Kelompok: 6 Carta Penna Troops
- Jumlah Kata: 589 kata
- Day: 2
Kakaknya Bilqis—Bening, usianya hanya beda dua tahun dari Bilqis. Ia pintar, hobinya belajar, belajar dan belajar. Mangkanya ia selalu mendapat beasiswa sejak SMK dan selalu berprestasi. Saat ini, ia sedang kuliah di semester akhir. Ia mendapatkan beasiswa kuliah sejak awal semester karena prestasi akademiknya. Hal ini berbeda dengan Bilqis, yang harus membayar setiap semesternya dengan banting tulang.
Bening—kakanya Bilqis, mengajar sebagai guru honor di salah satu sekolah dasar, di desa Tugu Jaya, yang gajinya pun tidak seberapa. Gajinya perbulan, sebagian besar ia bayarkan untuk kredit motornya. Terkadang sisanya ia kasih ke umi untuk tambahan dapur, namun tentu tidak besar. Hal ini berbeda dengan Bilqis, walaupun ia harus membayar Kuliahnya sendiri dengan jerih payah. Ia tetap berusah mendapatkan penghasilan lebih untuk membantu perekonomian keluarga, terutama membantu biaya sekolah Kinan. Selain bekerja di tempat fotokopi, Bilqis pun rajin memasukan dagangannya ke kantin-kantin sekolah dan kampus. Tetangga yang hanya melihat kerjaan Bilqis dari luar, memandang rendah jika dibandingkan kakaknya. Tapi Bilqis tidak pernah menanggapi sesuatu hal yang hanya akan menjadikan ia lemah. Malah sering kali, perasaan lelah dan sakit menjadikan ia semakin kuat. Terlebih lagi, adanya keluarga di sekeliling Bilqis, membuat ia sangat menikmati hari-harinya dengan indah, dan melepaskan beban yang menindih pundaknya.
Bilqis segera membaca pesan dari bu Lisa. Senyum mengembang menghiasi wajahnya yang putih dan bersih. Segera ia duduk dan menuliskan sesuatu di buku agendanya.
“Apakah aku bisa?” ucapnya dengan suara rendah. Ia menoleh ke dinding, tepat di hadapannya terdapat tulisan-tulisan motivasi. Bilqis membaca salah satu quote, yang tertempel di mading kecilnya. “I can, if I think I can.” Ia mengulang-ulang bacaan tersebut.
“Yah, aku pasti bisa. Aku harus berubah, berubah menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Bismillah,” ucapnya dengan senyum penuh semangat.
Bilqis bergegas dari bangku kayu yang ia duduki, menuju ke arah jendela dengan memandang langit. Ia memiliki bulu mata yang panjang dan lentik merekah penuh pesona. Kedua bola matanya yang kecoklatan memandang dengan penuh takjub akan indahnya ciptaan Sang Ilahi. Ia sangat menikmati panorama pagi ini, yang dirinya seperti menyatu pada alam yang menyambutnya. Angin sepoi-sepoi membelai wajah Bilqis. Tidak terasa, air matanya mengalir membasahi pipi.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Bilqis terus mengulang-ulang ayat dari surah Al-Baqarah. Ia tersenyum bahagia. Senyum yang memperlihatkan lesung pipi yang menghiasi wajah manisnya.
“That’s it.” Dengan menunjuk ke arah pesawat yang melintasi pandangannya. Matanya mengikuti gerak pesawat yang terbang ke arah selatan. Ia ingin sekali bisa naik pesawat. Waktu di bangku sekolah dasar, ia pernah diajak gurunya untuk naik pesawat. Tapi, hanya naik saja—pesawatnya tidak terbang.
“Ada yang bisa bantu umi? Menghantarkan bakakak hayam pesanannya bu Lisa?” tiba-tiba suara umi terdengar keras dari balik pintu.
“Bilqis, Umi.” Segera Bilqis menghampiri umi. Entah kenapa, orang-orang rumah suka sekali berbicara dengan suara keras dibalik pintu kamarnya.
“Alhamdulillah. Ini Nak, bawa pelan-pelan, yah.” Dengan memberikan bungkusan besar berwarna putih, “Pesanan ini mau dibawa bu Lisa, untuk acara sunatan keponakannya pagi ini.” lanjut Umi.
“Siap Bos! Segera laksanakan.” Balas Bilqis.
Bilqis melirik ke arah Kinan, adik perempuannya yang sedang asik menonton Televisi yang layarnya runyek di ruang tamu. Kinan sangat menikmati film animasi kesukaannya, sampai-sampai film itu membuat ia terkekeh-kekeh. Tetapi, bagi Bilqis animasi hewan kecil itu, bagaikan makhluk kecil menggeliat yang siap menghantui hari-harinya. Segera Bilqis berdiri menghalangi pandangan Kinan.
“Dari pada nonton yang nggak jelas. Lebih baik yuk, ikut Teteh antar masakan ini.”
“Apanya yang nggak jelas si Teh? Orang seru begini kok, lagian aku nggak mau, ah.” Sambil membaringkan tubuhnya ke lantai.
Nih anak, astagfirullah, batinnya.
“Bener nggak mau?” Bilqis memicingkan mata dan tersenyum.
_Bersambung_
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 726 Kata
Day: 3
Bilqis, memegang rahasia terbesar Kinan. Rahasia yang orang lain tidak ada yang mengetahuinya. Rahasia itu pun Bilqis dapatkan, ketika ia tidak sengaja membaca buku harian Kinan, yang tergeletak di lantai kamarnya.
“Iya, iya, nunggu iklan deh,” pinta Kinan.
“Kinan, ayo,” ajak Bilqis.
“Sebentar lagi yah, Teteh cantik. Lagi seru ini, please.” Wajahnya memelas.
“Nggak bisa, ini udah ditungguin bu Lisa. Hitung nih, satu, dua…” dengan menaikan jari satu persatu.
“Oke oke, tapi bangunin.” Kinan menyodorkan kedua tangannya.
“Ayo, udah tiga belas tahun juga, masih seperti anak-anak aja.” dengan menarik tangannya sekuat mungkin.
Mereka pun mengendari sepeda ontel yang sudah tua, sampai-sampai bunyinya mengisi kesunyian pedesaan ini. Bilqis sangat menikmati pemandangan alam di desanya. Angin sepoi-sepoi sering kali membelai wajahnya, dan hal itu sudah membuat ia tersenyum bahagia.
Melewati jalan perbukitan sangat mengasyikan. Kalo saja bungkusan besar ini bisa dipegang Bilqis, maka ia tidak harus membonceng Kinan yang menambah beban pada sepedanya.
“Teh pelan-pelan, bokong aku sakit, nih.” Sambil menarik-narik ujung jilbab Bilqis.
“Iya, ini juga udah dipelanin, karena ini turunan aja, jadi lebih kencang.” Sahut Bilqis dengan berusaha menghindari jalan yang berlubang.
“Remnya.” Wajah Bilqis sedikit panik.
“Remnya kenapa Teh?” Kinan yang waswas menggerakkan kepalanya ke kanan. Melihat, kalau-kalau ada Sesutu di depan jalan.
“Wah, gawat remnya kurang pakem.” Bilqis berusaha untuk memperlambat laju sepedanya yang semakin meluncur. Suasana pun bertambah menjadi mencekam, ketika sekumpulan hitam perlahan menyebrangi jalan.
“Teteh, awas Kebo!” teriak Kinan sambil memeluk erat Bilqis.
“Astagfirullah, Umii,” teriakannya menggema ke angkasa.
***
“Kenapa Mi?” Tanya bapak sambil membuka Rolling door warung.
“Nggak kenapa-napa Pak, hanya saja Umi seperti mendengar teriakan Bilqis.” Sambil merapihkan dagangan warung. “Semoga, mereka baik-baik saja.”
“Umi, Bapak. Bening mau berangkat ke kampus dulu yah.” Dengan mencium tangan umi dan bapak.
“Hati-hati yah Nak, semoga menjadi orang yang sukses, bahagia dunia dan akhirat,” doa umi.
“Motor kamu sudah bapak bawa ke bengkel, kamu jalan saja ke bengkel pak Tejo, sepertinya sekarang sudah selesai.”
“Iya Pak, makasih yah. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam,” jawab umi dan bapak berbarengan.
“Eh Neng geulis, baru mau berangkat?” sapa bu Romlah, yang suka sekali menggibahi orang lain.
“Muhun bu,” jawab Bening.
“Berangkat ngajar atau kuliah?”
“Ngajar bu, setelah itu baru kuliah.”
“MasyaAllah, anak idaman memang.” Sambil memilih-milih sayuran di warung.
“Mari Bu, Assalamualaikum,” ucap Bening.
“Waalaikumsalam.”
Dari kejauhan, terlihat sekelompok emak-emak yang sedang berjalan mengarah ke warung bu Nur—uminya Bilqis. Sesekali mereka tertawa dengan keras dan sesekali mereka bicara dengan serius. Entah apa yang mereka bicarakan. Kelompok ini terkenal dengan sebutan, Geng Daster. Begitulah mereka menamai gerombolannyanya. Kelompok ini diketuai oleh bu Romlah—yang sudah datang terlebih dahulu. Biasanya, mereka belanja di warung bu Nur tidak begitu banyak. Malah, lebih banyak ngobrolnya. Bapak Bilqis segera masuk ke dalam rumah. Selain menghindari pertanyaan-pertanyaan yang nggak jelas dari geng daster, ia pun mau mendirikan salat Duha.
“Eh Pak Endang, mau kemana? Buru-buru amat.” celetuk ibu-ibu berdaster ungu tua.
“Mau shalat,” jawab pak Endang dan berlalu.
“Bu Nur, kok si bapak di rumah terus? Nggak kerja?” bisik ibu-ibu berdaster oren.
“Pak Endang seminggu ini lagi kurang sehat, Bu. Sebenarnya, pak Endang ingin sekali melakukan aktivitasnya seperti biasa. Tapi saya tidak mengizinkan. Nanti yang ada malah tambah sakit. Nanti yang khawatir siapa? Ya kita juga.” Jelas umi Bilqis sambil menggantungkan beberapa ikan asin dan petai di depan warung.
“Tuh, jangan suudzan Bu Romlah. pak Endang teh lagi sakit, bukannya malas bekerja.” Jelas ibu-ibu berdaster coklat.
“Huss! Ngomong apa sih kamu?” Sergah bu Romlah dengan menyenggolkan bahunya.
Bu Nur hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sekarang mah apa-apa harus hemat,” celetuk salah satu ibu-ibu berdaster ping.
“Kenapa memangnya?” ibu-ibu berdaster coklat menimpali.
“Kenapa? Ya memang hidup mah harus hemat atuh Nooy,” sahut bu Romlah. Diikuti tawa ibu-ibu yang lain.
“Ini loh, anak saya kan sebentar lagi mau KKN sama PPL, jadinya banyak pengeluaran.” Ibu-ibu berdaster ping menjelaskan.
“Ya ampun, kirain teh ada apa?” sela ibu-ibu berdaster biru.
“Eh, kamu mah tidak merasakan sulitnya cari uang,” jelas ibu-ibu berdaster ping dengan mendelikkan matanya.
“Memang KKN sama PPL teh, naon?” tanya umi Bilqis.
“Masa, nggak tau Bu? Kan anak-anak Ibu pada kuliah,” ujar bu Romlah.
Umi Bilqis hanya tersenyum. Memang karena anak-anaknya—baik Bilqis ataupun Bening tak pernah ada yang bercerita mengenai Biaya Kuliah.
“Memang kamu tau Rom?” celetuk ibu-ibu berdaster coklat.
“Emm, Bu Nur yang anaknya kuliah aja nggak tau, apa lagi saya. Hahaha,” ketawanya menggelegar. Sampai-sampai semua burung di desa itu meninggalkan sarangnya.
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 813 Kata
Day: 4
“Tenang-tenang, sekarang zamannya teknologi.” Ibu-ibu muda berdaster pelangi, membuka ponselnya dan mulai mengetik. “Oke, saya bacakan yah.” dengan mengangkat ponselnya.
Mereka semua seketika berhenti dari aktivitasnya memegang sayur. Mereka mulai bersiap mendengarkan penjelasan mengenai KKN dan PPL.
“Ok, KKN atau Kuliah Kerja Nyata adalah bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa, yang pelaksanaan kegiatannya berlangsung antara satu sampai dua bulan.”
“Oooh,” ucap serempak.
“Lanjut yah, Ibu--Ibu. Sedangkan, PPL atau Praktik Pengalaman Lapangan yang kegiatannya berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah.” jelas ibu muda berdaster pelangi dengan bangga.
“Jadi, maksudnya? PPL itu apa?” tandas salah satu ibu-ibu berdaster coklat.
“Ya ampun, masa masih belum paham sih Nooy?” lontar bu Romlah. “Itu loh, yang jadi guru magang. Kaya di sekolahannya anak gue. Ada guru yang ngajarnya cuma tiga bulan. Ternyata itu mahasiswa yang lagi peraktik. Nah, gue nggak tau ya, kalo itu yang namanya PPL, hahaha," tawanya kembali menggelegar.
Uminya Bilqis hanya tersenyum, melihat kelakuan Geng Daster yang ramenya minta ampun. Di hati beliau, ada rasa sesak yang menggelayuti. Selama ini, ia pun tidak pernah bertanya mengenai kegiatan Bilqis ataupun Bening di kampus. Ia lebih fokus mencari uang untuk sesuap nasi dan biaya sekolah Kinan, karena ayah Bilqis pun dalam beberapa tahun ini, sering jatuh sakit. Kondisinya sudah sangat lemah. Ibu Bilqis hanya tahu, anaknya Bening mendapatkan beasiswa, sehingga aman-aman saja. Untuk masalah pendidikan, orang tua Bilqis jarang sekali bertanya, karena memang tidak paham. Orang tuanya hanya tamatan dari sekolah dasar, itu pun tidak sampai lulus. Ia teringat Bilqis, yang hampir setiap hari pergi pagi—pulang malam. Ia hanya tahu, Bilqis bekerja di tempat fotokopi. Gajinya mencukupi biaya kuliah serta setiap bulannya memberikan uang untuk menambah biaya sekolah Kinan. Ia berfikir, apakah gaji di tempat fotokopi itu besar? Seketika ia menyeka air matanya yang menggenang.
***
“Chiiit," bunyi rem sepeda.
“Moo!” Sapi itu menjerit ketakutan.
“Alhamdulillah, hampir aja!” Bilqis menghela napas lega dan dilanjut dengan tawa ringan.
“Untung aja, nggak sampai nyentuh tuh Kebo.” Kinan memegang jantungnya yang berdegup kencang.
“Kebo, Kebo, ini Sapi—Neng, gimana sih?.” Protes laki-laki separuh baya dengan memeluk sapinya erat-erat. “Hati-hati dong, kalo Sapi saya kenapa-kenapa gimana?” ketusnya.
“Maaf ya Pak,” ucap Bilqis lembut. “Kan sapinya juga nggak kenapa-napa Pak. Lagi pula, masa Bapak lebih mengkhawatirkan Sapi daripada keselamatan kita Pak? Kita sesama manusia harus saling berkasih sayang Pak. Kalo Bapak ada pada situasi seperti kita sekarang ini, bagaimana?” jelas Bilqis.
“Moo!” Sapi itu terlihat ingin protes.
“Ngomong apa sih, anak zaman sekarang.” Laki-laki itu pun berlalu meninggalkan Bilqis dan Kinan.
Mereka berdua saling pandang dan menahan tawa. Lima meter dari Bilqis berpijak. bu Lisa sudah menunggu mereka di depan gerbang sambil melambaikan tangan. Bu Lisa adalah dosen kesayangannya Bilqis, yang sekarang sudah tidak lagi mengajar.
“Assalamualaikum,” sapa Bilqis dan Kinan.
“Waalaikumsalam, ayo masuk,” ajak bu Lisa.
Bilqis, yang memperhatikan Bu Lisa hendak pergi bersama keluarganya, mengurungkan niat untuk masuk ke dalam.
“Makasih Mrs. Lisa, di sini saja.” Dengan memarkir sepedanya, di samping gerbang berwarna hitam, “Ini pesanannya, Mrs.” Bilqis pun menyodorkan Bakakak Hayam yang masih hangat.
“Hemm, wanginya sedap sekali. Makasih yah Bilqis, Kinan, dan sampaikan terima kasih saya sama Umi kalian. Oh iya, Bilqis. Bagaimana? Kamu sudah membaca baik-baik pesan ibu, pagi tadi?”
"Sudah Mrs.” Dengan senyum yang mengembang.
“Bagaimana? Kamu siap mengajar di tempat kursus ibu? Tempatnya tidak terlalu jauh dari kampus kamu. Untuk jadwal kan bisa disesuaikan dengan waktu luang kamu. Hari kamis, jumat dan sabtu. Pukul 09:30 sampai 11:00, bagaimana? Mau diambil?” jelas Bu Lisa.
Bu Lisa, selain dekat dengan Bilqis, ia juga adalah teman dekat uminya Bilqis di kampung. bu Lisa, sangat tahu keadaan prekonomian keluarga Bilqis yang saat ini semakin turun.
“Bagaimana?” ulang bu Lisa
“Mau banget Mrs. InsyaAllah, saya siap.” Dengan mengepalkan tangannya bak pejuang kemerdekaan, “Kapan saya bisa mulai Mrs.?”
“Nah, ini yang Ibu suka dari kamu, selalu semangat.” Dengan tersenyum, “Besok, bagaimana? kamu siap?”
“InsyaAllah, siap Mrs., thanks a million.”
“It's my pleasure, dear." dengan memegang bahu Bilqis.
Dari dalam mobil, tampak seseorang sedang memperhatikan Bilqis. Ia pun keluar dan menyapanya.
"Bilqis yah? Yang dulu kalo lihat layangan putus, langsung lari dan sering rebutan sama saya. Haha, dan pada akhirnya saya yang harus ngalah, karena kamu perempuan, haha," sapa Agus laki-laki yang belum lama lulus S2 dari Turki.
"hehehe," Bilqis hanya cengengesan dengan hati yang berdegup kencang.
Bu Lisa hanya tertawa, melihat kelakuan anaknya yang membuat Bilqis tertunduk malu.
"Kamu yah Gus, masih ingat saja." ucap bu Lisa dengan memberikan Bekakak Hayam. "Ini, bawa ke dalam mobil."
"Siap." Agus pun berlalu.
"Mrs. Saya pamit pulang yah, Assalamualaikum." Dengan menarik Kinan yang sedari tadi cengar-cengir menatap Bilqis.
"Waalaikumsalam, hati-hati yah."
Sebenarnya, ada sedikit kekhawatiran dihati Bilqis. Ia tidak tahu, apakah ia bisa mengajar bahasa Inggris atau tidak. Terlebih lagi mengajar anak-anak. Memang, Bilqis mengambil jurusan bahasa Inggris tapi kemampuannya dalam bahasa Inggris sungguh pas-pasan. Itu karena waktu yang ia punya ia fokuskan untuk mencari uang, untuk membantu perekonomian keluarganya.
_Bersambung_
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 (Carta Penna Troops)
Jumlah Kata: 734 Kata
Day: 5
***
“Uhuk, uhuk, uhuk,”
“Mau minum air hangat Pak?” tanya umi menghampiri.
“Ini, masih ada.” Sambil memperlihatkan gelas yang airnya sudah tidak terlalu hangat.
“Sini, Umi ganti dengan air yang lebih hangat ya Pak.” Dengan mengambil gelas bapak dan pergi ke arah dapur.
“Uhuk, uhuk, uhuk,”
Dari kejauhan, tampak Kinan sedang mengejar Bilqis yang menggowes sepeda dengan sangat lincah. Ada raut kebahagiaan di wajah Bilqis. Ia tertawa, ketika Kinan yang hanya teriak-teriak dengan nada marah, mengejarnya di belakang.
“Assalamualaikum,” dengan suara terengah-engah, Bilqis mencium tangan umi dan bapak.
“Waalaikumsalam, kenapa Qis? Kok sampe kaya orang dikejar-kejar hantu.” tanya umi dengan tersenyum.
“Umi ini, kaya pernah dikejar-kejar aja sama hantu,” seloroh bapak.
“Memang, hosh, hoshh!” suara Bilqis terengah-engah. “Memang Bilqis lagi dikejar-kejar hantu Pak, tuh hantunya.” Dengan menunjuk ke arah Kinan yang sedang berlari ke arah Bilqis. Secepat kilat Bilqis masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.
“Teh Bilqis!” teriak Kinan. “Tok, tok, tok, tok.” Kinan mengetuk dengan sangat keras. “Keluar nggak?” ancam Kinan.
“Enggak,” sahut Bilqis.
“Loh loh loh, ini tuh ada apa sih?” tanya umi dengan mengusap kepala kinan.
“Masa, Kinan ditinggalin Umi, sama teh Bilqis. Lihat tuh sandal Kinan, jadi nginjek tahi kebo kan, gara-gara ngejar teh Bilqis,” gerutunya.
“Bukan Kebo, tapi Sapi,” seloroh Bilqis.
Bilqis mendengarkan celotehan Kinan yang semakin marah padanya dari dalam kamar. Ia hanya bisa menahan tawa mendengar kelakuan adiknya itu.
“Coba kamu ceritainnya yang lengkap, jangan dipotong-potong,” sahut Bilqis dari dalam kamar. “Cerita yang dipotong-potong itu dapat menimbulkan prasangka yang tidak baik,” lanjut Bilqis.
Kinan hanya terdiam. Sepertinya amarahnya sudah mulai mereda, berbarengan dengan nafasnya yang sudah stabil.
“Itu kamu pegang apa?” tanya umi kepada Kinan.
“Ini?” Dengan mengasongkan beberapa ulat berwarna hijau ke hadapan Umi.
“Huaaa!” Umi yang lepas kendali pun refleks dengan menepak ulat itu ke arah bapak. Dan salah satu ulat itu pun berhasil mendarat tepat di sarung bapak.
“Astaghfirullah!” teriak bapak karena kaget.
Bilqis menahan tawanya, begitu juga Kinan. Sementara Bapak segera membuang ulat itu dengan memegangnya.
Umi menatap Kinan.
“Pantas saja, Teteh kamu ninggalin kamu. Ya kamunya usil,” terang umi yang memiliki rasa geli atau takut yang sama dengan Bilqis terhadap ulat. Kinan hanya cengar cengir merasa bersalah.
“Nah, sudah jelaskan, siapa yang salah duluan?” Sahut Bilqis dari dalam kamar. Merasa kondisi sudah aman, alias Kinan sudah tidak pegang ulat lagi. Bilqis pun keluar kamar.
“Tadi itu kita sempat jatuh Umi, gegara Kinan jail naro beberapa ulat jengkal di kerudung Bilqis.” Dengan menjemel pipi Kinan.
“Aww.” Kinan meringis sambil mengusap pipinya.
“Kinan cuma iseng Umi. Lagian, Teteh sama ulat aja takut banget,” celetuk Kinan.
“Umi juga geli.” Sambil ngebrigidik. “Minta maaf sama Tetehmu, karena kamu sudah iseng” pinta Umi.
“Nggak mau, kan aku juga ditinggalin.”
“Yaa gimana nggak ditinggalin, kan Kinan tau, Teteh takut banget sama ulet. Eh, malah jail. Terus uletnya juga nggak mau dibuang sama Kinan, malah mau dipelihara di pohon jeruk Umi, biar ulat si kepala helem ada temennya. Yaudah teteh tinggalin aja,” jelas Bilqis.
Umi yang mendengar ulat-ulat itu mau dipelihara di pohon jeruknya, menatap Kinan.
“Ayo Kinan, minta maaf sama Teteh kamu.” pinta Umi.
“Iya maaf yah Teh,” dengan wajah menyesal.
“Iya, jangan diulangi lagi, yah.” Dengan memeluk adiknya. Sebenarnya, ia pun merasa berslah karena sudah buat Kinan berlari mengejarnya naik sepeda. Tapi mau gimana lagi, Kinan tidak ingin membuang ulat kesayangannya.
“Tenang Kinan, ulatnya tadi sudah Bapak taruh di halaman depan,” jelas bapak dengan tersenyum.
“Bapak?” ucap Bilqis dan umi dengan histeris.
“Good.” Dengan memberikan dua jempol ke arah bapak.
Yah, Kinan sama seperti Pak Endang yang suka sekali dengan ulat, dan hal itu bertolak belakang dengan Bilqis dan uminya.
“Uhuk, uhuk.” Bapak masih terus batuk.
“Kepuskesmas saja ya Pak?” pinta Bilqis.
“Enggak, Cuma batuk biasa kok.” Dengan meminum air hangat yang ada dihadapannya.
“Bilqis, Umi mau ngomong.”
“Iya Umi?” mendekat dan duduk di samping umi.
“Bagaimana kuliah mu? Apakah ada kendala keuangan?” tanya umi.
“Alhamdulillah tidak Umi.”
“Kamu kapan mulai KKN dan PPL? Apkah biayanya sudah ada?
“Dua bulan yang akan datang sepertinya Umi, kalo tentang biaya Alhamdulillah Bilqis dapat kerjaan tambahan. Jadi guru les, di tempat kursusnya bu Lisa,” wajahnya ceria.
“Alhamdulillah yaa Allah.” Dengan mengangkat kedua tangannya.
Bilqis sebenarnya ingin bertanya kepada Umi. Bagaimana umi bisa tahu Bilqis akan KKN dan PPL. Tapi, ia merasa hal itu tidak perlu, karena permasalahn yang sesungguhnya dapat teratasi. Bilqis terdiam sesaat. Ia teringat bahwa besok adalah hari pertama ia mengajar. Ia harus bersiap-siap mempersiapkan materi pembelajaran dengan matang.
...Bersambung...
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 (Carta Penna Troops)
Jumlah Kata: 536 Kata
Day: 6
DUA
BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN
Posisi matahari saat ini berada tepat di garis meridian langit. Menandakan telah datangnya waktu salat zuhur. Di sebelah pojok kamar terdapat seorang gadis sedang bersujud, menghamba kepada Rabbnya dengan sangat khusyuk. Ada bisik lembut dan butir-butir bening mengalir membasahi sajadah panjang yang terbentang. Kalimat salam telah mengakhiri salatnya. Ia pun bermunajat kepada Sang Kholik, Sang Maha pencipta alam semesta ini.
Selepas salat zuhur, Bilqis bersiap-siap untuk pergi ke Kampus. Biasanya sebelum masuk kelas, ia menyempatkan diri untuk pergi ke kantin-kantin yang ada di kampus. Melihat apakah dagangan keripik ubinya laris? Keripiknya ini sangat digemari karena rasanya yang enak, renyah dan nikmat.
Bilqis sangat beruntung mempunyai teman yang bernama Zahra. Zahra lah yang biasa mengantar Bilqis untuk mengantarkan barang dagangan Bilqis dengan motornya. Zahra sangat memahami kondisi perekonomian sahabatnya itu. Bilqis bisa berangkat berbarengan dengan Zahra ke Kampus. Karena rumah mereka memang satu arah.
Matahari sudah lebih sedikit menjorok ke arah barat. Pohon-pohon besar sangat membantu Bilqis berlindung dari panasnya matahari. Bilqis memandang langit, memperhatikan pergerakan awan yang mirip sekali bulu-bulu domba yang melayang. Angin sejuk pun membelai wajahnya kembali. Ia tersenyum dan merasa bahwa beban-beban berat telah terbang dan menguai meninggalkannya.
Selain berdoa tentu harus diiringi dengan kerja keras. Doa dan usaha terbaik, pasti akan membuahkan hasil terbaik. Ia teringat dengan kata-kata kedua orang tuanya.
“Wahai Rabb, berilah penerang jalan menuju jalan yang Kau ridhoi,” bisiknya.
“Bilqis.” Teriak seorang wanita berhijab ping yang mengenakan tas ransel besar berwarna hitam. Ia memiliki mata yang sipit dan kulitnya putih.
“Tin, tin,” suara klakson motor.
“Qis, Qis, Bilqis.” Panggil sahabatnya, namun Bilqis hanya bergeming.
“Tiiin!” Ia pun menekan tombol klakson dengan lebih lama.
“Astagfirullah.” Bilqis menoleh dan tersenyum.
“Qis, kamu tuh lihat apa sih? Sampai nggak engeh kalo ada aku,” gerutunya sambil menoleh ke langit
“Lihat cinta, Ra.” Dengan sambil memegang tangan Zahra.
“Ih apaan si? Geli tau.”
“Hahaha.”
“Udah ayo naik, tiga puluh menit lagi kita harus sudah sampai. Memang kamu mau diwawancarai pak Victor lagi?.”
“Mau,” jawab Bilqis dengan mengangguk-angguk. “Hati-hati loh, ucapan itu bagian dari doa.” Bilqis melanjutkan ucapannya ketika Zahra hendak membuka mulutnya. Bilqis pun tertawa ringan melihat ekspresi Zahra yang menatapnya. “Ayo berangkaat.” Dengan semangat Bilqis mengangkat kedua tangannya.
Bilqis teringat akan kejadian beberapa hari yang lalu, ketika Pak Victor mewawancarai ia, Zahra dan Lili di depan kelas. Bilqis dan teman kelompoknya mengerjakan tugas pada saat dateline. Alhasil, kerjaannya pun tidak serapi kelompok yang sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari.
“Tolong jelaskan, kenapa berkas yang saya terima, bisa miring seperti ini?” dengan membanting berkas ke meja. “Ibu?” Menatap Bilqis.
“Maaf pak, atas kelalaian kita,” jelas Bilqis.
“Kita? Apa Bu? Kita?” Sambil menatap tajam ke arah Bilqis, Zahra dan Lili secara bergantian.
“Maaf pak…”
“Stop! Saya tidak meminta Ibu Zahra untuk menjawab.” Kemudian matanya berpaling kepada Bilqis lagi, “Ibu?”
“Maaf, atas kesalahan kami Pak. Kami tidak akan mengulanginya lagi,” dengan menundukan pandangannya.
Seketika Bilqis merinding, bangun dari kenangannya. Mengingat waktu yang semakin cepat, dan kemacetan tak terelakkan. Membuat ia untuk mengambil alih mengendarai motor Zahra.
“Ra, macetnya parah banget nih, biar aku aja yah yang bawa motornya. Kita lewat jalan Tikus itu aja.” Bilqis menunjuk ke arah gang kecil yang jaraknya hanya lima meter dari tempat mereka.
“Oke siap.” Zahra pun melipirkan motornya ke pinggir jalan.
...Bersambung...
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 509 Kata
Day: 7
Hujan pun turun membasahi dedaunan dan ranting pohon. Para pedagang bergegas menyelamatkan dagangannya secara bergotong royong. Baik wanita maupun laki-laki berhamburan menyelamatkan diri dari hujan. Bilqis yang menikmati rintikan hujan halus segera ditarik tangannya oleh Zahra.
“Bilqis, lihat!” Matanya mengarah ke salah satu dosen yang sedang memarkir mobilnya.
Segera mereka berdua berjalan dengan cepat melewati mobil pak Victor, Menaiki tangga, melewati koridor kampus dan sampai di ruang A. Mata kuliah Second Language Acquisition.
“Alhamdulillah, sampai Ra. Nyaris tiga menit lagi,” jelas Bilqis.
“Sumpah, dek dekan banget Qis. Telat tiga meniit aja,”
“Udah, kelar.” Jelas Bilqis dengan menyandarkan tubuhnya ke kursi.
“Apa nya yang kelar Bu?” tanya seorang laki-laki berusia 45 tahun. Postur tubuhnya tinggi tegap dan dengan memakai kacamata bingkai kotak berwarna hitam. Serta selalu memakai pakaian lengan panjang sesiku. Ia menatap Zahra dan Bilqis dengan sangat tajam dan tidak lupa dengan senyuman tipisnya.
Pak Victor adalah seorang dosen yang sangat terkenal dengan kedisiplinannya. Sekali buat salah, jangan harap bisa lolos. Ia akan memberikan ultimatum terlebih dahulu kepada mahasiswa yang melanggar. Tentu dengan ekspresinya yang menakutkan. Bilqis dan teman satu kelasnya sangat takut dengan pak Victor. Beliau adalah seorang ahli bahasa, sedikit saja mereka salah ucap, maka koreksian panjang akan menanti.
“Apanya yang kelar Bu?” pak Victor mengulangi.
“Tidak ada Pa,” jawab Bilqis dengan tersenyum.
“Loh, kenapa jawabannya tidak ada? Saya tanya, apanya yang kelar Bu? Kurang jelas?” sambil menyalakan laptopnya. Sesekali melirik ke arah Bilqis dengan menunggu jawaban.
Bilqis menunduk, ia tidak berani menatap pak Victor. Entah kenapa, rasanya sangat takut jika matanya berpapasan dengan Beliau. Keadaan kelas pun sangat sunyi. Saking sunyinya, kalo ada yang menelan ludah pun pasti akan terdengar.
“Ibu? Bisa bantu jawab?” dengan melirik ke arah Zahra.
Siapa pun, jika dihadapkan dengan beliau dalam kondisi seperti ini pasti tidak akan berani mengangkat wajahnya.
“Baik, Ibu dan Bapak. Mari kita mulai dengan membaca doa terlebih dahulu.”
Semuanya berdoa dengan khusyuk. “Selesai,” pak Victor mengakhiri doa. Ia menatap seleruh mahasiswanya. Kemudian, ketegangan pun terjadi.
“Discipline!” Pak Victor menatap keseluruh mahasiswa yang diam seribu bahasa. Ia beranjak dari tempat duduknya, “Prepare!” Melirik ke arah Bilqis.
Seketika hening, hanya terdengar suara langkah pak Victor yang berjalan ke arah kanan dengan menatap semua mahasiswa yang tertunduk.
“Mempersiapkan segala sesuatu hal itu sangat penting Dek. Saya tidak ingin lagi melihat mahasiswa saya berlari terburu-buru karena dikejar waktu.”
Mahasiswa saling pandang, mencari-cari siapakah pelaku yang menyebabkan ketegangan ini. Semua mata tertuju pada Bilqis dan Zahra yang mematung, menyesali atas ketergesaan mereka.
“Sudah, tidak perlu mencari siapa? Dan berbuat apa? Ini untuk introspeksi Ibu dan Bapak semua,” dengan mengangkat satu alisnya.
Bilqis berharap pembelajaran ini cepat selesai.
“Ok, today we will discuss about 'Bilingualism in Childhood and Adults',” jelas pak Victor dengan melebarkan kedua tangannya di atas meja.
***
Bilqis selalu menyempatkan diri untuk sholat Isha terlebih dahulu di Masjid kampus sebelum pulang. Zahra sedang berhalangan, sehingga ia menunggu di Green Place, letaknya di depan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Saat ini, Masjid sangat sepi. Hanya ada Bilqis dan seorang ibu tua yang sedang salat di saf bagian akhwat karena memang sekarang sudah pukul 21:00 WIB.
...Bersambung...
Sarapan kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 (Carta Penna Troops)
Jumlah Kata: 536 Kata
Day: 8
Selepas salam, ia teringat sebuah plang besar berwarna hijau yang terpampang di antara kedua pohon Mahoni. Letaknya, tepat di tepi jalan utama kampus. Jadwal KKN sudah menghiasi plang tersebut dengan sangat nyata. Membuat semua mata memandang ke arahnya. Ia pun mendapatkan informasi bahwa waktu pembayaran KKN paling lambat adalah bulan depan. Pikirannya meluas ke sana dan ke mari. Ia membutuhkan biaya lebih untuk membeli buku ini dan buku itu. Biaya sekolah Kinan juga sudah menunggak satu bulan. Ia pun memikirkan kondisi Bapaknya yang semakin hari kesehatannya semakin memburuk. Usaha warung pun tidak seramai dulu. Saat ini, banyak sekali yang membuka usaha warung sembako di dekat rumah, sehingga penghasilan sehari-hari cukup untuk makan saja.
Hari ini, Bilqis mendapatkan kabar dari pak Tono—pemilik tempat fotokopi—dimana Bilqis bekerja. Pak Tono meminta Bilqis untuk tidak bekerja sementara waktu karena tempat fotokopi itu akan digusur oleh pihak kampus. Tempat itu akan dijadikan gedung baru dan tempat fotokopi akan dipindah ke lokasi yang paling ujung, dekat dengan kantin-kantin lama. Pemilik fotokopi meminta Bilqis untuk istirahat dalam beberapa bulan karena pendapatan belum stabil. Bilqis memahami itu dan menerimanya. Saat ini, ia hanya bisa melakukan ikhtiar terbaik dan berdoa.
“Ya Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang. Aku memohon kepada Rabb yang telah menciptakkan manusia, yang telah memudahkan segala urusan manusia. Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahn. Permudahlah kami dalam segala urusan kami ya Rabb, Aamiin ya Rabbal alamin.” Bilqis pun menyeka air mata yang membasahi pipinya.
“Kyaa! Jambreet!” teriak ibu-ibu separuh baya yang sedang berusaha mempertahankan tas miliknya.
Bilqis terkejut melihat pemandangan yang biasanya hanya ia lihat di televisi. Ia refleks dan terjadilah laga. Bilqis mencoba mengambil tas milik ibu tersebut dari pelaku. Seketika, pria itu ingin mendaratkan tas yang ia genggam ke arah kepala Bilqis dengan kencang, namun Bilqis berhasil menghindar. Bilqis sejak sekolah dasar memang sangat menyukai ekskul bela diri. Terlebih lagi, ayahnya Bilqis adalah seorang jawara di kampung. Jadi wajar saja jika ia bisa menghindari serangan pria itu dengan sangat cepat.
Bilqis menarik jaket pria yang hendak kabur bersama tas miliki wanita tua yang sedang teriak-teriak minta bantuan. Ketika pria itu ingin menyerang kembali, Bilqis menghindar dan mendaratkan sikunya pada punggung pria itu hingga terjungkal. Seketika itu, berdatanganlah kaum Adam yang mendengar teriakan ibu tua tersebut. Mereka yang ada di sana, kagum melihat keberanian Bilqis. Pria itu pun dibawa oleh satpam kampus keluar. Ibu tua itu sangat berterima kasih sama Bilqis dan ingin memberikan sedikit tanda terima kasihnya. Namun, Bilqis tidak menerimanya, karena memang sudah menjadi keharusan ia membantu seseorang yang membutuhkan pertolongan selama ia bisa. Ibu itu memaksa. Namun, Bilqis tetap tidak menerimanya karena ia merasa bahwa mungkin ibu ini pun sedang membutuhkan uang. Bilqis pamit untuk pulang duluan.
“Nama Adek siapa?” tanya ibu berjilbab coklat.
“Panggil saja saya si manis, Bu.” Dengan tersenyum. Bilqis memang tidak bohong. Bahwa nama kecilnya dulu adalah si manis. Ayahnya sering kali memanggil Bilqis dengan panggilan si manis karena memang dulu wajahnya manis. Sekarang ia sudah remaja, wajahnya berubah menjadi gadis yang cantik. Sejak sekolah menengah pertama, Ia tidak mau lagi dipanggil si manis, karena beberapa anak tetangga sering kali mengolok-olok nama itu dengan memanggilnya “Si manis jembatan angker”. Yah memang, di desa Bilqis sangat terkenal legenda “Si manis jembatan angker.”
...Bersambung...
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 (Carta Penna Troops)
Jumlah Kata: 601 Kata
Day: 9
“Semoga Allah mempermudah segala urusan Dek Manis, yah. Terima kasih banyak.“ Dengan mengusap kepala Bilqis.
“Aamiin, sama-sama Bu, Asalamualaikum.”
“Wa'alaikumus-salam,” serempak beberapa orang yang ada di sana menjawab.
Jarak Masjid ke Green Place cukup lumayan jauh. Jika jalan kaki membutuhkan waktu tiga menit. Sepanjang jalan, Bilqis teringat dengan pria berpakian lusuh yang hendak menjambret. Bagaimana dengan nasibnya? Bagaimana ia bisa melakukan kejahatan di rumah Allah? Apakah sungguh pahit kehidupannya, sehingga ia nekat seperti itu? Untuk siapakah ia menjambret? Untuk keluarganya kah? Apakah pekerjaan yang halal sudah tidak ada lagi? Ia berhenti sejenak. Mengingat akan nasibnya. Ia berusaha menepis semua pikiran negatif itu, dan meyakini bahwa Allah adalah pembuat skenario terbaik. Pasti ada hikmah dalam segala hal. Allah akan memberikan yang terbaik.
Semoga Bapak itu dapat tercerahkan dan menyadari akan kesalahannya.
“Bilqis.” Zahra melambaikan tangan.
“Maaf lama.”
“Iya lama banget, ngapain aja, si?”
“Ya, memang kalo ke Masjid mau ngapain?”
“Ya, salat.”
“Nah, itu. Yaudah yuk, let's go home.” Dengan mengangkat tangan kanannya.
Malam ini, langit terlihat indah. Rembulan tampak bersinar terang. Bintang-bintang bertebaran dengan sangat menawan. Angin pun hadir membersamai Bilqis. Ia, sangat menikmati keindahan langit malam di desanya. Karena Bintang-bintang dapat terlihat lebih jelas, ketika disekitar area tempat berpijak, padam cahaya.
“Alhamdulillah sudah sampai, makasih ya Ra,” ucap Bilqis.
“Sama-sama, Qis. Asalamualaikum.”
“Wa'alaikumus-salam.”
***
Hari ini adalah hari Jum’at. Hari pertama Bilqis mengajar di tempat kursus bu Lisa. Semua teknis sudah dijelaskan oleh bu Lisa melalui telpon. Bilqis sedikit gugup. Sudah dua kali ia bulak-balik kamar mandi, dan ini yang ke tiga.
“Masih sakit perut?” tanya Umi, khawatir.
“Sudah tidak Umi, hanya sedikit mules aja,” jawab Bilqis dengan jalan tertatih-tatih.
“Umi buatkan air hangat lagi yah,” dengan berjalan ke arah dapur.
“Ciee, dek dekan ya?” Seloroh Kinan yang sedang asik menonton film animasi ulat kesukaannya.
Bilqis enggan meladeni adiknya. Rasa khawatir menguasai dirinya. Mukanya tampak pucat. Dan keringat dingin megucur di dahinya. Ini adalah hal baru bagi Bilqis. Beberapa kali Umi memperhatikan tingkahnya. Ia menarik napas dan membuangnya secara perlahan-lahan.
“Bismillah.. aku bisa,” ucapnya.
“Nah, begitu. Punya hati harus tenang, harus selalu berzikir ka Gusti Allah. Kalo selalu berdzikir pasti hati akan tenang, insyaAllah,” tutur umi.
“Baik Umi, Bilqis mau berangkat sekarang aja Umi,”
“Diminum dulu air hangatnya.”
“Okey.” Memberikan jempol ke Umi dengan semangat. Ia sudah lebih merasa tenang.
“Qis, kalo mau berangkat sekarang, bareng Teteh aja yuk. Kan lumayan bisa irit ongkos sedikit,” ucap Bening dengan mengeluarkan motor dari dalam ruang tamu.
“Boleh, Teh.” Bilqis pun pamit dengan mencium tangan kedua orang tuanya.
Pagi ini Bilqis nebeng sama kakaknya—Bening. Tetapi, hanya sampai jalan besar saja. Karena arah tujuan mereka berdua berbeda. Waktu semakin berputar, rasanya sangat lama untuk menunggu angkutan umum. Ponselnya berdering—bu Lisa memanggil.
“Asalamualaikum, Qis,” salam bu Lisa.
“Wa'alaikumus-salam, Mrs.”
“Kamu dimana? Hari ini bareng sama ibu aja, yah.”
“Bilqis sudah on the way, Mrs.”
“Lho, ini kan masih jam tujuh, Qis.”
“Iya Mrs., supaya bisa mempersiapkan materi hari ini dengan lebih baik. Apalagi kan, saya masih baru Mrs. dalam hal mengajar,” Ia teringat dengan ucapan pak Victor kemarin, 'Prepare!'
“Sebentar lagi ibu juga sudah mau berangkat, Qis. Kamu sudah sampai mana? Kalo belum jauh mah bareng saja, naik mobil ibu,” pinta bu Lisa.
“Saya sudah sampai jalan besar gang anggrek Bu, tapi ini juga masih nunggu angkutan umum.”
“Nah, kalo begitu bareng ibu aja yah. kurang lebih, tujuh menit lah kamu nunggu. Soalnya ada yang ingin ibu sampein ke kamu terkait materi pembelajaran hari ini, yah.”
“Baik, Bu.”
Bilqis segera mencari tempat untuk bisa ia duduki.
“Tin, tin,” tampak seorang laki-laki tampan, membuka kaca mobilnya.
“Asalamualaikum Qis, ayo naik,” ajaknya.
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 (Carta Penna Troops)
Jumlah Kata: 516 Kata
Day: 10
“Wa’alaikumus-salam.”
Bilqis terkejut ketika laki-laki yang ada di dalam mobil tersebut adalah Agus, putranya bu Lisa.
“Qis, ayo naik,” ajak bu Lisa yang duduk di sebelah Agus.
“Ah, i-iya, Bu.” Segera ia masuk ke dalam mobil.
“Ibu, salut sama kamu, Qis. Dihari pertama saja sudah semangat. Iya nggak, Gus?” tanya bu Lisa ke putranya.
Agus hanya tersenyum dan memberikan jempolnya.
“Semoga istiqomah, yah.” Bu Lisa Nengok ke arah Bilqis yang sedang duduk di belakang dengan senyumnya yang manis.
“InsyaAllah, Bu.”
Sesekali ia mengatur nafasnya, agar stabil dan dapat mengendalikan kondisi yang membuat jantungnya berdegup kencang.
“Memang, sebelumnya Bilqis pernah ngajar dimana?” tanya Agus.
“Emm, Belum pernah A.”
“Tadi malam kan, kamu sudah tanya hal itu ke Ibu, Gus. Ibu juga sudah jawab, kamu kenapa tanya lagi hal itu ke Bilqis?”
“Supaya ada pembicaraan aja, Bu.” Dengan tertawa ringan.
“Haha, Kamu nih, yah. Ada-ada aja.” Dengan menepakan tangannya ke bahu Agus.
Bilqis hanya tersenyum akan hal itu.
***
Bilqis diminta oleh bu Lisa untuk mengajar di kelas B2 yang jumlah siswanya ada dua belas orang. Buku pegangan guru pun sudah ia dapatkan. Ia mencoba untuk bisa mengendalikan dirinya untuk tetap tenang. Entah kenapa, ia mulai merasakan perutnya yang kembali tidak bersahabat. Selepas dari toilet. Bu Lisa memperkenalkan ia dengan seorang guru yang bernama Bu Madona. Sebenarnya nama slinya adalah Masiah Donawati, disingkat menjadi Madona. Segera, Bilqis diantar bu Madona ke ruang kelas B2.
“Asalamualaikum. Good morning, everyone,” sapa Bilqis.
Serempak semua yang ada didalam kelas menjawab. Mereka semua menatap Bilqis. Ada yang tersenyum, ada yang jutek, dan ada juga yang flat. Wanita yang sedang menemani Bilqis di ruang tersebut adalah salah satu guru senior di Sky Course. Ia memperkenalkan Bilqis kepada siswa dan mempersilahkan Bilqis untuk memulai kegiatan belajar mengajar. Guru senior pun pamit untuk undur diri.
“Baik, pembelajaran terakhir sudah sampai materi apa? tanya Bilqis untuk memastikan.
“Talking about hobbies.” Anak laki-laki berkacamata mengangkat tangannya.
“Guessing meaning using punctuation clues.” anak laki-laki disampingnya melanjutkan.
“Listening for advice.” Seorang gadis berusia dua belas tahun mengangkat bukunya.
Seketika, kelas itu menjadi ramai. Setiap siswa menyebutkan materi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Hal itu membuat Bilqis bingung. Ia teringat ketika di mobil, bu Lisa mengatakan bahwa dalam satu kelas itu terkadang dicampur beberapa level karena ingin mengganti ketidak hadiran mereka dari jadwal yang sudah ditetapkan. Bilqis memperhatikan siswa-siswa asli dari kelas ini tampak mempermainkan ia. Ia tahu, pasti dalam satu kelas ini hanya ada beberapa siswa yang datang dari level lain. Tapi kenapa semua siswa memiliki materi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ia terdiam sesaat. Ia menyalahi perkataannya diawal. Kenapa tidak langsung dia tentukan saja materi untuk hari ini.
“Baik, hari ini kita akan belajar mengenai Tenses.”
“Miss, saya belum paham dengan Present Perfect Tense.” Gadis berusia sepuluh tahun mengangkat tangannya.
“Present mah saya sudah bosen, Miss. Membahas Simple Past Tense saja, Miss.”
“Simple Future Tense saja, Miss. Materi Simple Past Tense sudah sering di ulang.” Pinta anak laki-laki berusia tiga belas tahun.
“No no no no! aku tidak mau Simple Future Tense, Miss. Past Future Perfect Continuous Tense saja, Miss. Aku belum paham,” pinta anak laki-laki bertubuh besar.
...Bersambung...
BAB 3
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 (Carta Penna Troops)
Jumlah Kata: 561 Kata
Day: 11
Dan terjadi lagi. Setiap anak ingin membahas Tenses yang berbeda-beda. Bu Madona yang memperhatikan Bilqis di dekat jendela tampak sangat jutek. Hal itu mengingatkan ia dengan pak Victor. Seketika ia merinding dan perutnya terasa mulas lagi. Akhirnya ia memulai pembelajaran yang sudah ia siapkan. Walaupun, sempat mendapati protes dari murid-muridnya.
Bilqis, mendengarkan percakapan bu Madona dengan bu Lisa. Bu Madona mengatakan bahwa Bilqis belum siap untuk mengajar. Caranya mengajar sangat tidak efektif. Bu Madona pun mengatakan bahwa untuk mengatasi tiga belas siswa saja Bilqis masih kepayahan. Bilqis mendengarkan itu dari balik pintu. Siapa yang tidak bisa mendengar suara bu Madona yang nyaring itu?
“Asalamualaikum,” Bilqis mengetuk pintu.
“Wa’alaikum-salam, Bagaimana? hari pertama lancar?” tanya bu Lisa dengan tersenyum.
“Alhamdulillah, Mrs. lancar.” Dengan sesekali melihat bu Madona yang melengos.
Bu Madona merasa tidak suka dengan jawaban Bilqis dan ia pun berkata “Mungkin karena hari pertama aja kali, yah. soalnya tadi kamu kelihatan gugup banget, sih. Seperti belum siap dan ingin cepat-cepat selesai saja. Haha.” Dengan sedikit tertawa dan melipat kedua tangannya. Ia pun segera meninggalkan ruangan itu.
Bilqis hanya tersenyum. “Mrs. Lisa, saya mau langsung pamit untuk kuliah.”
“Bilqis, duduk dulu sini.”
Bilqis duduk di samping bu Lisa dengan tertunduk malu. Ia merasa gagal hari ini. padahal ini adalah hari pertama yang sangat penting untuk bisa membentuk hubungan dengan siswanya. Tapi, semuanya kacau. Bu Lisa meminta Bilqis untuk tidak mengambil hati atas perkataan bu Madona. Ia pun terus menyemangati Bilqis untuk tetap semangat seperti biasanya.
“InsyaAllah, saya akan mengajar lebih baik lagi, Mrs. Asalamualaikum.”
“Wa’alaikumus-salam.”
Sesampainya di kampus. Bilqis menyempatkan diri untuk pergi ke kantin-kantin yang ia titipkan barang dagangannya. Saat ini, penghasilan yang bisa ia dapatkan hanya dari dagangan keripik dan tempat kursus yang membuatnya sesak. Keripik yang ia titipkan pun adalah keripik buatannya Bu Ijah, seorang wanita separuh baya yang dulu pernah bekerja di kampus, sebagai tukang bersih-bersih gedung FKIP. Selama didalam kelas, ia terus memandang ke arah jendela yang telah dibasahi oleh hujan. Ia terus berfikir bagaimana caranya mendapatkan solusi atas semua permasalahan yang sedang ia hadapi?
“Ibu?” seseorang memanggilnya.
Ia masih terus fokus dengan pikiran dan hati yang sedang bermusyawarah dan masih belum menemukan titik terang.
“Qis,” Zahra menepuk pundaknya. “Qis, Bilqis.”
“Apa?” dengan menengok ke arahnya.
Zahra hanya memberi isyarat. Matanya mengarah ke arah pak Victor yang sedang menatap Bilqis dengan menyipitkan kedua matanya, sedangkan kedua tangannya di lipat untuk menopang dagunya. Bilqis tersadar dari dunianya. Ia merapihkan letak duduknya. Ia mendengar seseorang berbisik di belakangnya.
“Yah, mulai tegang lagi, ini mah.” Dengan kasak-kusuk.
“Baik, Ibu dan Bapak. Hari ini, kenapa saya mengumpulkan semua angkatan dalam ruangan ini? Karena saya akan memberikan kabar gembira.” Matanya melebar dan ada senyuman mengembang menghiasi wajahnya.
Sepertinya pak Victor sedang good mood hari ini. Bilqis merasa lega. Semua mahasiswa menunggu, kabar apa yang akan di sampaikan oleh Pak Victor.
“Bahwa pihak kampus akan memberangkatkan delapan mahasiswa dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang terpilih untuk KKN dan PPL di Thailand selama kurang lebih tiga bulan. KKN dan PPL ini akan dilaksanakan dalam satu waktu dan ini free.” Jelasnya.
“Tentu ini adalah kesempatan yang sangat rugi jika dilewatkan.” Lanjutnya.
Semua mahasiswa langsung ramai membicarakan apakah teman di samping kanan, kiri, depan dan belakang mereka akan ikut? Hanya Bilqis yang terlihat tidak tertarik. Pikirnya, untuk mengajar di tempat kursus bu Lisa saja sangat sulit. Apalagi, mengajar murid yang berbeda budaya dan bahasa. Ia langsung menggeleng.
...Bersambung...
BAB 3
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 622 Kata
Day: 12
“Saya mengundang salah satu mahasiswa yang sudah melaksanakan KKN dan PPL di Thailand, untuk memberikan info yang lengkap kepada Ibu dan Bapak. Untuk kak Mawar, dipersilahkan.” Dengan memberikan senyumnya yang khas.
“Baik, terima kasih banyak, Pak.” Dengan menganggukan kepalanya. “Asalamualaikum, teman-teman semua.” Ia melambaikan tangannya bak selebriti.
“Wa’alaikumus-salam, Kakak,” serempak semuanya menjawab.
“Perkenalkan, saya Mawar dari semester tujuh. Saya akan berbagi pengalaman saya dari awal keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia.”
Mahasiswa yang ada di ruang tersebut sangat excited untuk mendengarkannya. Kecuali hanya Bilqis yang terus berusaha mencari jalan keluar dari permasalahannya. Pak Victor sesekali melirik ke arah Bilqis dengan tatapan yang tajam. Bilqis menyadarinya, dan kembali fokus pada kak Mawar.
“Saya dan teman-teman, di tempatkan di provinsi Songkhla, Thailand Selatan. Tempatnya sangat nyaman. Lokasi sekolah tempat kami PPL pun berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Alhamdulillah, saya ditempatkan di sekolah yang orang-orangnya sangat welcome dan seperti keluarga sendiri.”
“Untuk sekolahnya, apakah nanti bisa memilih, Ka?” tanya seorang laki-laki berkacamata bundar.
“Tidak bisa, karena sistemnya random.”
“Baik, saya lanjut.”
Segera pak Victor memotong pembicaraan Mawar. “Bapak, Untuk pertanyaan bisa Bapak simpan terlebih dahulu. Presentasi ini belum selesai. Ini peringatan untuk yang lainnya juga. Baik, Kak Mawar dipersilahkan untuk melanjutkan presentasinya.
“Baik, terima kasih, Pak.” Dengan menganggukkan kepalanya lagi. “Ada kabar baiknya. Untuk seluruh biaya kehidupan kita di sana, akan dicover oleh pihak sekolah dan mendapatkan uang saku setiap bulannya.”
Salah seorang mahasiswa mengangkat tangannya tapi segera ditarik kembali ketika melihat pak Victor melotot ke arahnya.
“PPL dan KKN ini dilaksanakan kurang lebih tiga bulan. Bla, bla, bla, bla, bla,” jelas Mawar dengan menutup presentasinya.
“Ada yang ingin ditanyakan?”
“Tidak, Kak. Semuanya sudah jelas,” jawab salah satu mahasiswi yang duduk di barisan paling depan.”
“Saya, Kak!” ucap seorang laki-laki dengan postur tubuh tinggi. Kulitnya sao matang. Matanya tajam seperti elang. Duduk paling belakang.
“Yah, dipersilahkan.”
“Jika, semisal, seumpamanya.”
Pak Victor langsung memotong ucapannya, “Tolong, Bapak bicara yang jelas. Itu termasuk pemborosan kata.” Dengan melebarkan kedua tangannya di atas meja.
Suasana langsung gaduh. Dengan ruangan yang besar dan jumlah mahasiswa yang banyak. Wajar-wajar saja jika terjadi kegaduhan. Mereka akan tetap merasa aman dari tatapan pak Victor yang melirik ke sana dan ke mari.
“Silahkan dimulai pertanyaannya.” Pak Victor memberi isyarat dengan tangan kanannya.
“Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan? Semisal, kecelakan. Apakah pihak sekolah di sana atau kampus akan mengcover semua biaya rumah sakit?”
“Tergantung,” pak Victor langsung menjawab. “Jika Bapak, kecelakaannya di saat melaksanakan tugas. Maka seluruh biaya akan dicover. Tapi, kalo kecelakaan tersebut dikarenakan sikap Bapak yang ceroboh. Seperti, main hingga larut malam dan terjadi pengkroyokan di jalan oleh preman. Maka, harus ditanggung sendiri.” Dengan senyum khasnya.
Seketika ruangan tersebut ramai kembali. Siapa yang tidak tahu laki-laki yang bernama Alkar. Cowok yang sanagt aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa. Dan belum lama ini, Ia dikabarkan mengalami pengkroyokan di jalan raya oleh para preman. Untung saja segera di tolong oleh Satpol yang sedang Patroli.
Pak Victor, meminta Mawar untuk membagikan formulir pendaftaran ke seluruh mahasiswa. Ia juga, meminta mahasiswa yang berminat KKN dan PPL di Thailand untuk membawa pulang formulirnya. Hal itu bertujuan, agar mendapatkan persetujuan dari orang tua terlebih dahulu. Ia pun meminta mahasiswa untuk segera mengumpulkan form pendaftaran itu kembali pada hari rabu yang akan datang.
Bilqis, memandangi formulir tersebut. Ia hanya tersenyum dan iseng menuliskan namanya di Form itu. Teman yang ada disampingnya, Lili dan Zahra Pun mulai menggodanya. Ia mengatakan bahwa ia hanya iseng saja menulis namanya.
Mungkin kah? Aku akan pergi ke sana? Segera ia menggelengkan kepalanya kembali setelah mengingat kejadian di Sky Course pagi tadi.
Pak Victor, meminta mahasiswa yang tidak ada niatan mendaftar PPL di Thailand, untuk segera mengumpulkan kembali formulir tersebut ke atas mejanya. Bilqis kebingungan karena nama ia sudah tertera di formulir itu. Segera ia memasukan formulir tersebut ke dalam tasnya. Sedangkan, sebagian mahasiswa telah mengumpulkan formulir tersebut, begitu juga dengan Zahra dan Lili.
...Bersambung...
BAB 3
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 610 Kata
Day: 13
***
Hari senin pun tiba. Bilqis menghitung-hitung tabungannya kembali. Ia sangat bersyukur karena untuk biaya KKN dan PPL sudah ada. Kemarin bu Lisa mengundang Bilqis untuk datang ke rumahnya. Ternyata, bu lisa memberikan gaji diawal. Tujuannya, agar Bilqis tidak berhenti ditengah jalan. Bu Lisa yakin, Bilqis akan menjadi pengajar yang baik. Tentu saja, dengan banyaknya pengalaman mengajar dan tekun belajar akan menjadikan seseorang ahli dalam bidangnya. Setelah bu Lisa mengetahui bahwa Bilqis sudah tidak bekerja di tempat fotokopi, ia pun meminta Bilqis untuk sementara waktu menambah jam mengajar di Sky Course, karena guru kelas B3 sedang ambil cuti karena sakit. Bilqis menyetujuinya karena ia pikir lumayan uangnya untuk tambah-tambah biaya kampus dan adiknya, Kinan. Bilqis sempat bertanya-tanya, kenapa bu Lisa sangat mempercayai ia? Ia ingin tanyakan hal itu tapi segera ia urungkan niatnya. Ia sudah sangat bersyukur atas apa yang terjadi.
Bilqis menggabungkan uang hasil dari dagangan keripiknya, gaji dari bu Lisa dan pesangon dari pak Tono. Semuanya ia gabungkan dengan tabungannya di dalam keresek hitam dan dilipat seperti biasa, lalu diikat dengan karet. Ia menyelipkan tabungannya di tempat semula. Bilqis merasa lebih tenang karena uang KKN dan PPL sudah aman.
Hari ini adalah hari ketiga Bilqis mengajar. Bu Lisa mengajaknya untuk barangkat bersama lagi namun Bilqis menolak dengan beralasan bahwa ia harus pergi ke suatu tempat terlebih dahulu. Sebenarnya, Bilqis merasa tidak enak karena bu Lisa sudah terlalu baik kepadanya namun apa yang ia berikan untuk Sky Course tidak ada apa-apanya. Bu Lisa pun mengatakan bahwa Bilqis tidak perlu merasa tidak enak, karena toh jalan mereka satu arah dengan tempat kerja Agus. Bilqis tetap memilih untuk pergi sendiri.
Suasana mengajar di kelas ini tidak jauh berbeda dari jelas B2. Murid-muridnya ingin belajar dengan metode yang menyenangkan. Mereka merasa bosan dengan cara mengajar Bilqis yang sedikit sekali melibatkan murid-muridnya untuk aktif.
“I am bored,” bisik anak perempuan berambut pirang kepada teman sebelahnya.
“Don't say that,” sanggah anak perempuan berusia dua belas tahun dengan melanjutkan fokusnya ke arah Bilqis.
“You are boring,” membisikan kembali temannya dengan melipat kedua tangan di dada.
“Excuse me, Miss. May I wash my hand?” anak berambut pirang mengangkat tangannya.
“Yes, please,”
“Excuse me, Miss. May I go to the toilet, please?” anak laki-laki berkacamata memberikan senyumnya pada Bilqis.
“Yes, please,” senyum Bilqis perlahan mengecil ketika banyak yang mengangkat tangan untuk ijin pergi ke toilet.
“I'm sorry, Miss. I need to go to the toilet.
“Excuse me, Miss. I will be back in a minute.”
Di dalam kelas hanya tersisa tiga siswa yang sedang menatap Bilqis dengan iba. Hal itu membuat ia lemah. Terlebih lagi bu Madona tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan muka yang mirip sekali dengan ubi merah rebus yang baru saja diangkat dari panci.
“Miss, boleh bicara sebentar di luar?” tanya bu Madona yang masih memegang gagang pintu dengan menaikkan alisnya.
Bu Madona protes atas apa yang terjadi. Ia menilai Bilqis tidak sungguh-sungguh dalam mengajar dan membiarkan anak-anak pergi bergerombol dan bermain di taman. Bilqis meminta maaf dan akan berusaha lebih baik lagi. Tapi bu Madona terus ingin mengajak debat Bilqis dengan kata-katanya yang pedas.
“Memang di kampusnya Miss Bilqis, tidak diajarkan cara mengajar yang baik? ”
Bilqis menyadari bahwa bu Madona hanya ingin membuat masalah semakin besar. Ia segera pamit tanpa menjawab pertanyaannya.
“Üzgünüm ne dedi?ini anlam?yorum, pardon.” Berjalan meninggalkan bu Madona yang bertanya-tanya atas ucapan, Bilqis.
“Bukan kah tidak sopan? meninggalkan orang yang sedang berbicara?” Matanya mendelik. Sedangkan kedua tangan ia letakan di pinggangnya.
“Bukan kah lebih tidak sopan? Meninggalkan murid yang sedang menunggu di dalam untuk belajar?” Bilqis meninggalkan bu madona yang melongo. Entah mengapa, bu Madona sangat tidak suka dengan Bilqis. Apakah hanya karena cara mengajarnya? Atau karena hal lain?
...Bersambung...
BAB 3
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 540 Kata
Day: 14
Bilqis kembali mengajar, dengan waktu yang sebentar lagi akan berakhir. Anak-anak yang mangkir pun sudah datang kembali dengan senyum yang mengembang. Bilqis mengakhiri kelas, dengan memberi tugas kepada mereka yang bermain di taman. Sempat, ada raut ketidak setujuan di wajah mereka. Bilqis masih belum bisa memenuhi keinginan mereka. Ia masih belum paham bagaimana caranya untuk menjadi guru yang baik, disenangi dan bisa dihormati muridnya. Walau begitu, ia tetap akan berusaha.
***
“Woy! Sibuk banget dari tadi.” Dengan menepuk bahu Bilqis.
“Ssst!” penjaga perpus memperingatkan Zahra.
“Role play, yah. Betul banget.” Membaca buku sambil menjawa-jawab sendiri.
“Qis!”
“Ssst!” kembali penjaga perpus mengingatkan Zahra.
“Ok! I'm ready!” Tanpa sadar Bilqis mengayunkan tangannya ke meja.
Sontak, hal itu menarik perhatian semua orang yang ada di dalam perpustakaan. Bilqis hanya cengar-cengir dan segera menuju ke meja Bu Diyah, untuk meminjam buku. Zahra yang melihat kelakuan temannya ini hanya mengikutinya saja tanpa bersuara. Sesampainya di luar.
“Finally! I got it,” dengan mendekapkan buku ke dadanya.
“Alhamdulillah. Akhirnya, teman ku yang satu ini mau lebih fokus untuk belajar. Terima kasih ya Allah.” Dengan mengangkat kedua tangannya.
Bilqis hanya tersenyum melihat tingkah temannya ini.
“Meyyoong.” Seekor kucing berjalan menghampiri tuannya.
“Hey! Madona, seharian ku cari-cari. Ternyata, ada di sini.” Dengan mengelus-elus kucing yang penuh dengan pitak ditubuhnya.
Bilqis seketika tertawa mendengar nama itu, ia teringat dengan bu Madona di Sky Course. Namun, tawanya segera tertahan ketika sosok yang ada di hadapannya tidak begitu asing. Pria tersebut membalikan badan. Sang Tuan kucing itu adalah pak Victor. Segera mereka cengar-cengir dan kabur ketika pak Victor hendak membuka mulutnya.
“Misi, Pak,” ucap Bilqis dengan jalan sesopan mungkin dan diikuti oleh Zahra.
Pak Victor sangat menyukai kucing, sampai-sampai semua kucing yang ada di kampus mengenalinya. Kalo melihat pak Victor seperti itu, rasa takutnya sedikit berkurang, Tetapi tetap saja sorot mata pak Victor sangat menakutkan bagi Bilqis.
Langit telah berganti dengan dipenuhinya bintang-bintang. Bilqis yang selesai dari salat Maghrib mendapati ponselnya berdering dan ada lebih dari 10 panggilan tak terjawab. Ia membaca pesan dan seketika itu, air mata tertahan di kedua matanya yang indah. Zahra dan Lili yang melihat sahabatnya itu langsung memeluknya dan menenangkannya.
“Aku harus segera ke rumah sakit. Teh Bening bilang bapak mau dirawat inap, sakitnya cukup parah.” Dengan sambil terisak, “Aku ijin untuk tidak masuk kelas hari ini, yah.”
“Yang sabar, Qis. Sekarang kamu tenangkan hati, kamu.” Lili menepuk-nepuk bahunya.
“Yaudah, yuk. Aku antar, Qis.” Zahra menarik tangan Bilqis.
“Enggak, Ra. Aku sendiri aja, aku baik-baik aja, kok.” Dengan menyeka air mata di pipi. Kondisinya sudah lebih stabil.
Jarak rumah sakit dari kampus tidak terlalu jauh, hanya berkisar 2,7 km. Segera ia naik angkutan umum, setelah memberikan kabar ke dosen akan absennya. Gerimis pun menemani perjalanannya.
Sesampainya di lantai dua, ia bergegas ke ruangan yang berada di pojok sisi kanan. Bertuliskan ruang Merak II. Ia segera berjalan dengan hati yang berdegup kencang. Sosok Bapak yang dulu sangat kuat, sekarang semakin lemah. Tubuhnya semakin kurus dan wajahnya sangat pucat. Selang oksigen pun menghiasi wajahnya.
Segera Bilqis mencium tangan Ibunya yang terus berzikir di samping Bapak.
“Bapak, skait apa?” berbisik ke Bening.
“Tadi, Dokter spesialis kardiologi bilang, Angina atau rasa nyeri pada dada Bapak yang menyebabkan napas pendek serta mual yang dirasakan, termasuk dari tanda gejala awal penyakit arteri koroner, Qis.” dengan memegang bahu Bilqis
...Bersambung...
BAB 4
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 589 Kata
Day: 15
“Bapak akan baik-baik saja kan, Teh? tanya Bilqis.
“Insyaallah.”
Bening mengajak Bilqis untuk keluar ruangan. Ada pembicaraan serius yang ingin ia bicarakan dengan Bilqis.
“Bapak didiagnosis dengan Angina tidak stabil, Qis.”
“Jadi, gejala yang Bapak rasakan termasuk Angina tidak stabil, itu berarti harus operasi?.”
“Alhamdulillah enggak, Qis. Hanya saja, Bapak butuh diterapi. Dan membutuhkan obat-obatan yang memperbaiki aliran darah serta menurunkan denyut jantungnya.”
“Bagaimana untuk biayanya, Teh?”
“Nah, ini yang mau Teteh bicarakan sama kamu. Untuk saat ini, biaya yang dibutuhkan tiga juta, Qis. Untuk, menebus obat dan biaya yang lainnya. Teteh Cuma punya simpanan 500 ribu.” Dengan mengusap air matanya.
“Bilqis punya tabungan, Teh,” ucapannya mantap sambil memegang bahu Bening .
Bilqis dan Bening segera pamit ke Umi untuk pulang ke rumah. Karena, mau ambil beberapa baju salinan untuk Bapak dan keperluan lainnya. Selama di jalan, Bilqis merenungi biaya rumah sakit Bapak dan biaya KKN serta PPL. Ia segera menepis keraguannya itu. Keselamatan Bapak jauh lebih penting daripada yang lainnya.
Sesampainya di rumah, Bilqis segera berlari ke kamarnya. Ia menuju rak buku dengan tergesa dan tidak menemukan bungkusan hitam miliknya. Ia mencoba untuk menuruni semua buku-buku serta, meneliti ke sana dan ke mari. Hatinya mulai tidak tenang.
“Kenapa tidak ada, yah? Aku yakin banget ada di sini.” Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Bilqis terus memeriksa seluruh sudut kamarnya. Ia tetap tidak menemukan tabungannya itu.
“Ada apa, Qis?” tanya Bening.
“Tabungan aku nggak ada, Teh. padahal aku yakin banget menaruhnya di sini.”
“Kamu, taruh tabungan kamu dalam celengan kan? Seharusnya bisa terlihat.” Dengan ikut mencari-cari di dalam lemari.”
“Aku taruh dalam keresek hitam, Teh.” Dengan wajah yang penuh khawatir.
“Kok, kamu teledor banget, sih. Kalo saja, tidak disimapan di kresek. Pasti tidak akan seperti ini.” Dengan terus mencari.
“Kok, Teh Bening malah nyalahin aku?” dengan sedikit emosi.
“Teteh harus kembali ke rumah sakit lagi, karena banyak yang harus dibawa. Umi pasti sudah menunggu. Kamu cari tabungan kamu, Qis. Teteh berharap tabungannya ketemu.” Ada nada tidak percaya pada Bilqis.
Bilqis memang tidak berbohong. Ia menaruhnya dalam keresek dan sekarang hilang. Ia ingin sekali marah pada kakaknya. Ingin sekali berdebat dan mengeluarkan kata-kata yang membela dirinya. Tetapi, ia segera mengurungkan niatnya itu. Karena, percuma saja melakukan hal yang tidak berguna dalam kondisi seperti ini. Ia segera ambil air wudhu, untuk menenangkan hatinya. Ia teringat, bahwa ia belum salat isya. Segera ia mendidirikan salat.
Dalam sujud penuh penghambaan serta penghayatan. Air mata mengalir membasahi wajah dan sajadah panjang yang terbentang. Hatinya, saat ini campur aduk. Mengingat kondisi Bapaknya, KKN yang akan segera tiba, tabungannya yang hilang entah kemana, serta kata-kata kakaknya yang menyebalkan. Ia menangis, memohon petunjuk atas segala semua permasalahan yang sedang ia hadapi. Rasa lelah membuat ia tertidur dengan masih mengenakan mukena.
“Assholaatu khoirum minan nauum,” azan subuh berkumandang.
Bilqis terbangun, ia tersadar bahwa ia melewati salat Tahajud. Dengan tubuh yang masih lemas, ia segera mandi dan salat. Ia sempat berpikir, apakah ia minta bantuan sama bu Lisa saja? Tapi, segera ia menepis itu semua. Bu Lisa sudah sangat baik padanya. Ia tidak ingin menyeret bu Lisa pada persoalan keluarganya lagi. Mengingat Sky Course, malah mengingatkan ia akan bu Madona.
“Lengkap sudah.” Dengan membaringkan tubuh di atas kasur. Ia sangat kelelahan mencari tabungannya.
Pukul 06:20 WIB. Bilqis melanjutkan dengan merapihkan seluruh ruangan. Ia berharap dapat menemukan tabungannya itu. Ia mencoba mencari ke sana dan ke mari dengan hati yang sesekali menyesali keteledorannya. Ia terus memikirkan kondisi Bapak.
Tiba-tiba, terdengar suara kendaraan berhenti di depan rumah. Bilqis ingin melihat, tapi segera ponselnya berdering.
“Iya, Teh?” dengan suara yang pasrah.
“Qis, ini Kinan mau ngomong,” suara Bening tergesa-gesa.
...Bersambung...
BAB 4
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 627 Kata
Day: 16
“Iya, Kin? Ada…”
“Teteh, tabungan Teh Bilqis yang di ikat karet merah, kan?” memotong ucapan Bilqis.
“Iya, betul.” Ada raut kebahagiaan di wajahnya.
Kinan menceritakan tragedi kemarin sore. Umi memintanya mencari kresek besar, untuk membawa sayuran, pesanannya bu Lurah. Kinan mencari-cari di kamar Bilqis dan menemukannya. Sempat ia curiga dengan plastik besar yang sedikit berat. Ketika Kinan mau membukanya, ada kucing yang sedang ribut di depan pintu masuk rumah. Untuk memisahkannya, Kinan melemparkan bungkusan itu ke arah dekat kucing. Hal itu berbarengan dengan pak Endang yang meminta tolong. Dadanya terasa nyeri dan kondisinya mengkhawatirkan. Segera fokus semua yang ada di sana tertuju pada pak Endang. Mereka pun segera membawa pak Endang ke rumah sakit.
“Terus, bungkusannya sekarang dimana?” tanya Bilqis khawatir.
“Maaf, Teteh. Kinan lupa ambil. Sepertinya, masih di halaman depan rumah,” dengan nada sedikit takut.
“Apa?” bukan ingin bertanya kedua kalinya, tapi lebih tidak percaya.
Terdengar suara Umi yang sedang memarahi Kinan. Bilqis segera mematikan ponselnya dan berlari ke luar rumah. Ia telusuri seluruh halaman depan rumah. Tetapi, ia tidak mendapati apa yang dicari. Segera ia tersadar bahwa truk pengangkut sudah mengangkut sampah di depan rumah. Segera ia mengunci pintu rumah dan mengejar truk sampah itu dengan sepeda ontel tuanya. Jantungnya berdegup sangat kencang. Ada sedikit harapan baginya. Ia terus menggoes dengan sangat lincah. Ada dua jalur yang harus dipilih. Ia memutuskan bertanya pada bu Romlah yang sedang menyapu halaman.
“Bu, truk sampah pergi ke arah mana, ya?”
“Memangnya saya kurang kerjaan apa? mantengin truk sampah lewat rumah saya.” Jawabnya ketus.
Kalo saja ada orang lain di dekat sini, pasti Bilqis tidak akan bertanya pada bu Romlah.
“ke arah, sana.” Dengan menunjuk ke arah kiri.
“Makasih, Bu.”
Ponsel berdering. Bening menanyakan kabar bungkusan tersebut. Bening sudah harus menebus obat Pak Endang. Bilqis segera mematikan ponselnya. Ia melaju dengan sangat cepat. Di sepanjang jalan tak terlihat ada truk sampah. Bilqis segera berhenti. Hatinya menyuruh ia berhenti.
“Pak, Lihat truk sampah lewat sini?”
“Tidak, Neng. Truk sampah datangnya nanti, jam 08:00.”
Bilqis ditipu oleh bu Romlah. Segera ia putar balik dan menuju ke sisi kanan. Bu Romlah yang melihat Bilqis seperti itu, tertawa dengan seseorang melalui ponselnya. Bilqis ingin rasanya melabrak bu Romlah. Tapi, waktunya tidak tepat. Ia harus segera sampai.
Ia terus menggoes sepedanya. Beberapa warga memberi tahu bahwa truk sampah pergi ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Jaraknya cukup lumayan jauh. Sampailah ia di pintu masuk TPA dengan terengah-engah. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.
Ketika memasuki TPA. Ingin rasanya Bilqis muntah. Bau busuk tercium di sana sini. Hatinya ciut, ia melihat tumpukan sampah berbukit-bukit. Banyak lalat berterbangan di sana sini. Ia takut sekali jika ada binatang kecil menggeliat. Tubuhnya seketika merinding. Kalo saja bukan karena Bapaknya, pasti ia sudah kabur dari temapat itu. segera ia menanyakan truk yang mengangkut sampah di depan rumahnya.
“Oh iya, iya. Truk yang itu?” Dengan menunjuk ke arah truk yang sedang menurunkan sampah dari tempatnya.
“Pak, Pak tunggu, Pak,” teriaknya.
Dengan segala rasa yang bercampur. Ia berlari dan menanyakan bungkusan hitam yang ada di depan halaman rumahnya. Bapak di sana mengatakan tidak tahu. Hati Bilqis sangat sakit mendengarkan pernyataan Bapak tersebut. Perjuangan ia mengumpulkan tabungan telah sia-sia. Air matanya menggenang, ingin rasanya ia teriak saja. Ia mengutuki dirinya. Hanya karena tidak ingin orang tuanya tahu tentang biaya KKN dan PPL, ia melakukan hal yang teledor. Niatnya tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir dengan masalah biaya kuliahnya. Tapi, sekarang ia merasa bahwa hal ini lebih mengkhawatirkan semuanya. Obat bapaknya harus segera di tebus.
Seketika, Hati kecilnya berkata, bahwa tidak ada yang sia-sia. Segala sesuatu yang terjadi pasti ada hikmahnya. Bersabar dan terus melakukan ikhtiar terbaik.
Tiba-tiba ponsel berdering.
“Qis, bagaimana?” tanya Bening.
“Alhamdulillah, uangnya ada, kak. Bilqis siap-siap ke Rumah sakit dulu, ya. Tapi, mungkin agak sedikit telat.” Ia tersenyum sambil menyeka air matanya.
...Bersambung...
BAB 5
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 638 Kata
Day: 17
Bilqis berpikir, bahwa ia akan segera meminta bantuan kepada bu Lisa untuk meminjamkannya uang. Ia harus tetap melakukannya, walaupun di hati kecilnya menolak. Segera ia bergegas dari TPA, namun seseorang memanggilnya.
“Neng!” Dengan berlari kecil.
“Cari ini, yah?” tanya seorang laki-laki bertubuh tinggi, wajahnya bersih dan sedikit kearab-araban. Penampilannya pun sedikit kotor.
Bilqis masih berdiri mematung. Ia meneliti bungkusan hitam itu.
“Betul kang, itu milik saya.” dengan semangat Bilqis meraih bungkusan itu.
“Eh, tunggu dulu.” Ia mengangkat bungkusan itu tinggi-tinggi, “Memang, ini isinya apa?” tanyanya memastikan.
“Uang, itu tabungan aku selama satu tahun, kang. Sini, aku lagi buru-buru.” Mencoba meraihnya.
“Eh, bentar dulu.” Dua langkah berjalan mundur, “Ada berapa jumlahnya?”
“Empat juta,”
“Terus?”
“Enam ratus,”
“Berapa?” memastikan lagi.
“Ehh, 50 ribu,” dengan menyambar bungkusan itu.
Bilqis segera berlari meninggalkan tempat itu, tanpa mengucapkan terima kasih. Laki-laki itu hanya tersenyum melihat kelakuan Bilqis yang berlari tergesa-gesa. Di pertengahan jalan, Bilqis baru tersadar. Alangkah bodohnya, ia tidak mengucapkan terima kasih. Ia terlalu bahagia dan terburu-buru karena harus menebus obat bapaknya di rumah sakit.
Sesampainya di depan rumah. Bilqis melihat Kinan dan Bening yang sedang menunggu di luar. Mereka tidak bisa masuk karena kunci rumah hanya ada satu.
“Telpon Teteh, kok, nggak diangkat-angkat, Qis?”
“Ini, Teh.” Dengan memberikan bungkusan itu ke Bening.
“Alhamdulillah. Kamu menemukannya dimana, Qis?” tanya Bening
“Ceritanya panjang. Nanti saja Bilqis jelaskan. Sekarang, kita langsung ke rumah sakit saja, yuk.”
Kinan yang sangat merasa bersalah. Langsung memeluk Bilqis dan meminta maaf atas keteledorannya. Bilqis yang mau marah pun tidak jadi.
“Apa-apa itu, harus ijin dulu,” jelas Bilqis.
“Iya, Teh Bilqis. Maafin Kinan, yah.” Dengan masih memeluk Bilqis.
“Maafin Teteh juga, Yah,” ucap Bening, “Teteh, sempat tidak percaya sama kamu.” Dengan memeluk Bilqis.
“Qis, kamu belum mandi, ya?” tanya Bening.
“Iya, Teh Bilqis, kok, bau?” Kinan menyahut.
“Iya, kan abis dari TPA. Itu uang, keburu diangkut sama truk dan singgah di TPA,” jelas Bilqis.
Seketika Bening dan Kinan melepaskan pelukannya.
“Jadi, kamu benar-benar masuk ke TPA?” tanya Bening.
“Iya.”
“Nanti, kamu harus ceritakan semuanya sama, Teteh.”
Bening dan Kinan kembali memeluk Bilqis. Mereka tahu, bahwa untuk seorang Bilqis masuk ke tempat yang mungkin saja banyak hewan kecil menggeliat, sangat diacungkan jempol.
Segera Bilqis dan Bening siap-siap untuk pergi ke rumah sakit setelah semuanya siap. Bening mengatakan bahwa ia dipinjami uang oleh salah satu temannya yang juga berada di rumah sakit, untuk menebus obat pak Endang. Karena pak Endang harus sesegera mungkin meminum obat untuk meredakan nyeri pada dadanya.
Kinan ditinggal di rumah karena nanti siang ia akan masuk sekolah. Bening hari ini ijin tidak mengajar, sedangkan Bilqis tetap harus mengajar setelah menjenguk bapaknya.
Kondisi Pak Endang pun membaik. Dilain hal, bu Lisa juga sudah memberikan gaji selama satu bulan penuh dan itu juga yang membuat Bilqis harus tetap mengajar.
Sampailah, Bilqis di Sky Course. Ia terlambat sepuluh menit. Di dalam kelas sudah ada bu Madona yang sedang mengajar. Ia mengetahui keberadaan Bilqis, tetapi ia cuek saja. Ia memperlihatkan cara mengajarnya yang seru. Walaupun sebenarnya, sebagian anak-anak tidak tertarik dengan pembelajaran yang bu Madona berikan karena terlalu sulit.
“Hi, Miss Bilqis,” sapa gadis berusia dua belas tahun. Namanya Chika. Ia adalah anak gadis yang baik.
Bilqis tersenyum dan melambaikan tangannya. Sebagian murid lainnya menyambut Bilqis dengan hangat karena mereka tidak tahan dengan materi yang diberikan oleh bu Madona, sedangkan sebagian lagi ingin tetap bu Madona yang mengajar.
“Eh, ada Miss Bilqis.” Dengan senyumnya yang dibuat-buat. “Kemana saja, Miss? Asik main sepeda, ya?” dengan tertawa.
Anak-anak di dalam ruangan itu menyimak setiap kata yang dilontarkan oleh bu Madona. Ada yang ikut tertawa dan ada yang merasa iba pada Bilqis.
“Ma'am, lanjutkan saja pembelajarannya,” ucap gadis berambut pirang dan diiukuti sebagian lainnya.
“Ok.” Dengan senyum khasnya. “Bagaimana, Miss? Boleh saya lanjutkan pembelajarannya?” dengan senyum khasnya itu.
Bilqis hanya mengangguk dan segera pergi dengan hati yang sedikit sakit. Ia sadar bahwa ia memang datang terlambat. Ia menyadari kesalahannya, hanya saja ia tidak terima dengan perlakuan bu Madona yang tidak menghargainya di depan murid-murid yang lain. Hal itu semakin menjatuhkan ia di depan murid-muridnya.
“Tunggu, kenapa bu Madona tahu kalo tadi pagi aku naik sepeda?” gumamnya.
...Bersambung...
BAB 6
Sarapan kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 626 Kata
Day: 18
Bilqis pergi ke ruang guru. Ia habiskan waktunya dengan membaca dan mempelajari buku yang ia pinjam dari perpus kampusnya. Seketika Bu Lisa hadir di hadapannya dan memberikan salam.
“Asalamualaikum.”
“Wa’alaikumus-salam,” jawab Bilqis dengan tersenyum.
“Bagaimana ngajarnya hari ini, Qis? Lancar?”
Bilqis ingin menjawab dan menjelaskan apa yang terjadi, namun Bu Madona tiba-tiba datang dari balik pintu dan menyambar bagai tamu tak diundang. Ia mengatakan bahwa Bilqis tidak sungguh-sungguh dalam mengajar. Keterlambatan Bilqis disebabkan karena ia asik berolahraga dan mengabaikan kewajibannya.
“Ini buktinya.” Bu Madona memperlihatkan foto Bilqis mengendarai sepeda.
Bilqis paham. Ia segera menyadari bahwa bu Romlah dan bu Madona ada hubungan kekeluargaan karena sepintas wajah mereka sama. Sama-sama garangnya. Siapa lagi yang mengambil gambar ia tadi pagi? Kalo bukan bu Romlah yang sudah menipu ia. Bilqis segera menjelaskan semua yang terjadi pada bu Lisa. Termasuk sikap Bu Romlah padanya.
“Jangan beralasan kamu, nanti kalo jadi kenyataan bagaimana? kamu mau? Bapak kamu masuk rumah sakit betulan?” dengan melipat kedua tangannya.
“Saya memang salah karena sudah telat sepuluh menit. Saya minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi. Tapi, saya tidak berbohong dengan semua penjelasan saya Mrs.”
Bu Lisa mempercayai Bilqis. Ia sudah mengenal Bilqis, sejak Bilqis semester satu. Bilqis adalah anak yang cerdas, jujur dan baik. Ia juga anak yang disiplin terhadap waktu. sekarang ini, memang ada perubahan dalam diri Bilqis karena fokusnya adalah mencari biaya untuk kuliah, bayar sekolah Kinan dan tak jarang juga menambah biaya dapur. Hal itu terjadi ketika bapaknya sering jatuh sakit.
“Berarti, ini hanya salah paham saja,” jelas Bu Lisa.
“Apa?” Bu Madona sangat tidak terima dengan ucapan Bu lisa.
Bu Lisa mengatakan bahwa ia ingin menjenguk pak Endang. Akhirnya Bilqis dan Bu Lisa segera pergi meninggalkan Bu Madona yang masih tidak terima dengan itu semua.
***
“Qis, bagaimana keadaan Bapak?” tanya Zahra khawatir.
“Alhamdulillah. Semakin baik, walaupun masih harus rawat inap.”
“Eh, udah pada bayar KKN belum?” tanya Lili.
“Memang terakhir kapan, Li?” tanya Bilqis
“Selasa depan, Qis.”
Bilqis merenung. Ia mencari-cari cara, untuk bisa membayar biaya KKN serta biaya selama KKN. Di dalam kelas, sangat ramai membicarakan KKN dan PPL ke Thailand. Ada yang sudah mendaftar dan ada yang masih ragu-ragu. Kalo Bilqis bukan dari keduanya. Ia benar-benar tidak ada niatan untuk KKN dan PPL di sana.
Bilqis merasa ingin ke toilet. Sesampainya di depan TU. Ia berpapasan dengan pak Hasan, dosen mata kuliah Pronunciation Practice ketika ia semester satu. Pak Hasan menanyai apakah ia akan mendaftar KKN dan PPL di Thailand.
“Gak, Pak.” Dengan tersenyum.
“Gak, Gak. ‘Tidak,’ Ibu,” ucap Pak Victor yang muncul dari balik pintu TU.
Entah mengapa orang-orang yang suka berbicara sinis pada Bilqis, sering kali muncul dari balik Pintu.
“Gunakan bahasa yang baik dan benar, Ibu. ‘Gak’ itu bukan bahasa baku. Jadi, tidak baik diucapkan kepada orang yang lebih tua, terutama dosen.” Dengan mata sinisnya dan berlalu pergi.
Pak Hasan hanya tertawa melihat Bilqis yang menunduk karena takut. Ia melihat Bilqis yang ada dihadapannya sungguh berbeda. Bilqis yang dulu adalah mahasiswi yang pemberani dan sangat akrab dengan semua dosen. Entah pikiran apa yang merasuki Bilqis. Mungkin karena ia sering mendapatkan teguran dari pak Victor dan juga, ia mendapati kabar dari senior-senior terdahulu bahwa pak Victor adalah dosen yang paling ditakuti. Sehingga, hal itu yang tertanam dalam pikirannya.
“Kamu yakin tidak mendaftar, Qis? tanya Pak Hasan lagi.
Bilqis hanya menggeleng dan tersenyum.
“Ada masalah, kah? Ceritalah sama Bapak. Siapa tahu Bapak bisa bantu.”
“Tidak ada, Pak. Tidak berminat saja.”
“Sombong sekalii.” Pak Victor berjalan melewati Bilqis dan masuk ke dalam TU.
Pak Hasan tertawa dengan sangat lepas karena melihat Bilqis yang semakin merapat ke tembok.
Masih ada waktu lima belas menit sebelum kelas dimulai. Bilqis tidak jadi pergi ke toilet. Ia malah pergi ke kantin untuk membeli minum. Tenggorokannya terasa kering. Segera ia mengambil air mineral dari dalam kulkas.
“Asalamualaikum,” sapa seseorang yang ada di hadapannya.
Ia terkejut bukan main. Sampai-sampai botol minum terlepas dari tangannya.
...Bersambung...
BAB 7
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 619 Kata
Day: 19
Laki-laki itu mengambil botol minum Bilqis yang terjatuh dan menyerahkannya pada Bilqis. Bilqis masih terpaku di tempat. Ia berpikir, apakah laki-laki ini mengikutinya? Segera ia menepis pikiran negatifnya itu.
“Ma-makasih, Kak,” ucapnya.
Laki-laki yang ada di hadapannya adalah laki-laki yang sama ketika Bilqis berada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) tadi pagi. Laki-laki itu hanya tersenyum dan segera berlalu.
“Kang, tunggu.” Bilqis menghentikan langkahnya, “Akang yang tadi pagi di TPA, kan?
“Iya, kenapa?” senyumnya semakin lebar.
“Emm, terima kasih Kang atas bantuannya tadi pagi. Maaf, saya lupa bilang 'terima kasih,' bukannya tidak ingin berterima kasih, tetapi saya harus segera pergi ke rumah sakit.”
“Iya, santai aja. Kalo boleh tahu. Memang, Siapa yang sakit?”
“Bapak saya, Kang, tapi Alhamdulillah sudah lebih baikkan.”
“Alhamdulillah. By The Way, kamu jurusan PBI, yah?”
“Iya, kang.”
“Semester?”
“Enam.”
“Kamu sudah daftar KKN dan PPL ke Thailand?”
“Enggak berminat, Kang.”
Bilqis berpikir, banyak sekali yang menanyai ia sudah mendaftar atau belum. Ia tidak berminat karena memang ia merasa, ia tidak mampu untuk menjalankan amanah di sana. Mengajar di English Course saja masih kepayahan, apalagi di tempat yang berbeda budaya dan bahasanya.
“Sombong sekali Anda.” Dengan tertawa.
“Memang dengan tidak berminat, berarti sombong?” tanya bilqis.
Bilqis memperhatikan sikap laki-laki ini mirip sekali dengan Pak Victor. Entah karena gaya bicaranya yang sedikit mirip atau karena ucapannya yang sama. Sama-sama tidak mengenakkan. Ia segera pergi karena beberapa menit lagi kelas akan dimulai. Bilqis pamit terlebih dahulu.
“Apakah ia kuliah di sini juga? Ah, padahal tadi pagi ia bekerja sebagai pengangkut sampah. Tetapi, tidak ada yang aneh juga, sih. Semua orang bisa kuliah kalo ada niat dan usaha,” gumamnya sambil menaiki tangga.
“Mulai bicara sendiri lagi, Bu?” tanya Pak Victor yang tiba-tiba berpapasan dengannya. “Istighfar.” Dengan sorot mata tajam dan senyum khasnya itu.
Entah kenapa seharian ini Pak Victor sering kali muncul di waktu yang tepat. Ia sering sekali mengkoreksi ucapan Bilqis dengan sikapnya yang membuat Bilqis semakin menciut.
***
Malam ini, Bilqis menginap di rumah sakit bersama Bening, bergantian dengan Uminya dan Kinan. Uminya sudah seharian penuh menunggui sang suami.
“Kamu sudah bayar biaya KKN, Qis?” tanya Bening.
Bilqis memperhatikan Pak Endang. Bapaknya sedang tertidur, tapi dari pergerakan nafasnya, ia tahu bahwa Bapaknya tidak sedang tidur. Ia hanya memejamkan mata saja.
“Alhamdulillah, semuanya aman,” jelas Bilqis ke Bening. Ia tidak ingin membuat Bapaknya khawatir.
Hari yang cerah menyinari pedesaan Tugu jaya. Bilqis dan Bening sudah sampai di rumah, ketika Umi dan Kinan telah sampai terlebih dahulu di rumah sakit.
Hari ini, Bilqis tidak mengajar. Memang karena ia tidak ada jadwal mengajar dihari rabu. Ia sangat bahagia karena hari ini tidak perlu ada debat kusir dengan bu Madona, yang memiliki nama asli Masiah Donawati. Mengingatnya membaut Bilqis tertawa.
Bilqis mulai fokus mempelajari buku-buku pembelajaran bahasa Inggris lagi. Waktu terus berjalan tanpa bisa menawar, tak terasa sudah pukul 11:00 WIB. Ia memandangi formulir pendaftaran KKN-PPL Thailand. Ia iseng dengan mengisi lengkap pendaftaran tersebut. Setelah selesai mengisi, ia mengatakan ke Bening melalui ponsel bahwa ia akan KKN dan PPL di Thailand. Walaupun sebenarnya ia hanya guyon kepada Kakaknya.
Ponsel Bilqis berdering. Ada panggilan dari Zahra. Zahra menanyakan apakah Bilqis akan mendaftar KKN dan PPL? Karena hari ini adalah hari terakhir mendaftar.
“Qis, terakhir pendaftaran pukul 13:00 siang, loh,” jelas Zahra.
Sekarang sudah pukul 11:35 WIB. Bilqis berpikir dengan tenang. Ia harus segera mengambil keputusan yang tepat. Tabungan ia selama setahun sudah dipakai untuk membayar rumah sakit Bapaknya. Gaji bulan ini pun sudah diberikan oleh bu Lisa diawal bulan. Pak Tono pun belum ada kabar lagi, sepertinya masih belum membutuhkan karyawan.
Akhirnya, Bilqis memilih untuk segera mendaftarkan diri, walaupun hatinya terus bertanya-tanya, apakah aku bisa? Segera ia memotivasi dirinya. Ia yakin bahwa jika ini yang terbaik, pasti Allah akan mempermudah langkahnya.
“Tin! Tin!” suara klakson motor terdengar tepat di depan rumahnya.
...Bersambung...
BAB 8
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 556 Kata
Day: 20
“Qis, Bilqis!” teriak seorang perempuan di halaman depan rumahnya.
Bilqis segera menuju keluar. Ia mendapati Zahra yang sudah siap untuk tancap gas. Zahra memang sudah berniat untuk mendaftar KKN-PPL Thailand bersama Bilqis. Ia sudah bersiap di depan rumah bilqis sedari tadi, ia akan mendaftar jika Bilqis pun mendaftar. Akhirnya, mereka berdua segera pergi ke Kampus dengan mengendarai motor.
Mereka berdua sempat berhenti di Masjid Al-Istiqomah yang berada di Jalan Jaya Indah untuk melaksanakan salat zuhur terlebih dahulu. Masjid dengan nuansa Arab terukir sangat indah memesona. Ruangannya sangat sejuk dan membuat hati terasa tenang. Hal ini akan membuat siapapun ingin berlama-lama untuk rukuk dan sujud kepada Sang Maha pemberi kasih sayang.
Bilqis dan Zahra terjebak macet kembali. Entah apa yang terjadi di depan sana. Benar-benar kendaraan tidak bisa bergerak. Zahra semakin panik karena waktu yang terus berjalan menuju pukul 12:25 WIB. Bilqis mencoba menenangkan sahabatnya itu.
“Kalo memang jalan menuju KKN Thailand adalah yang terbaik untuk kita, pasti Allah akan mudahkan, yang penting kita pun harus melakukan ikhtiar terbaik kita. Sini, biar aku yang bawa motornya, Ra.”
Bilqis memegang kendali motor Zahra. Ia memohon kepada pengendara lain untuk memberinya jalan. Ia menembus kemacetan dengan cara menyelip dari satu kendaraan ke kendaraan berikutnya. Hingga sampailah ia berada di gang Solusi. Yah, nama gang itu adalah gang Solusi. Solusi dari kemacetan jalan raya. Segera Bilqis melaju dengan penuh kehati-hatian.
Bilqis dan Zahra telah sampai di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pukul 12:50 WIB. Mereka berlari melewati tangga dan dan juga koridor kampus. Hingga sampai takdir mempertemukan mereka dengan Sang guru yang hampir mereka tabrak di persimpangan tangga menuju lantai dua. Dosen tersebut adalah Pak Victor. Bilqis dan Zahra sangat terkejut begitujuga dengan dosennya. Tak ayal, mereka pun mendapati banyak kata-kata motivasi yang menyesakkan dada mereka. Ekspresi pak Victor sungguh menakutkan. Bilqis melihat jam tangannya. Waktu tersisa lima menit lagi, sedangkan Pak Victor masih mengeluarkan kata-kata mutiaranya. Bilqis segera pamit kepada Pak Victor dan menarik tangan Zahra. Mereka berdua kembali berlari. Suara Pak Victor masih terdengar jelas di telinganya, tapi kesempatan untuk mendaftar ini tidak akan datang dua kali.
“Asalamualaikum, Bu,” salam Bilqis dengan masih terengah-engah.
“Wa’alaikumus-salam. Ada yang bisa dibantu, Qis?” tanya Bu Lidia, pegawai TU yang sangat ramah.
“Saya ingin mendaftar KKN-PPL Thailand, Bu.” Dengan memberikan formulirnya dan juga punya Zahra.
Bu Lidia melirik jam tangannya. Ia menarik nafas panjang dan tersenyum kepada Bilqis dan Zahra, “Maaf, saya tidak bisa terima formulir ini karena melewati waktu yang sudah ditentukan. Maaf kan saya yah, Qis. Coba, kamu datang 5 menit sebelumnya.”
Bilqis melirik jam dinding yang menempel tepat di tembok sebelah kirinya. Bilqis paham, pasti jam tangannya Bu Lidia sudah diatur lebih cepat daripada waktu sebenarnya. Mungkin Bu Lidia lupa, pikirnya.
“Tapi, Bu. Jam dinding di sana masih pukul 12:57.” Bilqis menunjuk ke arah jam dinding.
“Ia betul, Bu Li, baru jam 12:57. Nih,” ucap Pak Nabil yang ada di sebelah Bu Lidia dengan memperlihatkan ponselnya.
Bu Lidia menarik nafasnya kembali dan tersenyum kepada Bilqis dan Zahra. Ia meminta maaf dan menerima formulirnya. Bilqis dan Zahra pun sangat bergembira. Namun, kegembiraan itu hanya sesaat.
Bu Lidia menjelaskan bahwa nanti akan ada tes tertulis dan wawancara yang akan segera dilaksanakan. Ia pun mengatakan bahwa nanti yang akan menguji calon peserta KKN-PPL Thailand adalah Pak Victor. Bilqis dan Zahra saling pandang tak percaya. Permasalahan mereka dengan Pak Victor saja belum selesai.
...Bersambung...
BAB 9
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 617 Kata
Day: 21
“Masa, sih?” tanya ibu berdaster ungu tidak percaya.
Bu Romlah sangat semangat bercerita tentang Bilqis ke anggotanya. Tentu yang diceritakan adalah hal buruk. Ternyata, Bu Madona adalah sepupunya Bu Romlah. Ia tentu berpihak kepada Bu Madona yang sangat tidak menyukai Bilqis. Bu Romlah sangat piawai dalam memainkan kata. Gerak birirnya pun tak kalah lihainya. Ia menceritakan kepada geng Daster, betapa buruknya Bilqis mengajar dan sangat tidak berlaku sopan terhadap guru seniornya di English Course.
“Cantik-cantik, banyak ulahnya, ya,” ucap ibu berdaster coklat.
“Padahal kelihatannya Kalem, ramah dan baik, loh.” Mamah muda menepuk bahu bu Romlah dengan pelan.
“Kelihatannya aja ramah, padahal kecil-kecil betingkah,” seloroh Bu Romlah dengan mata melotot.
“Sstt! Bu Nur dateng,” bisik salah satu anggota kepada Bu Romlah.
Begitulah geng Daster, sering menggibah dimanapun tempatnya. Bahkan, di tempat mangsanya pun jadi. Mereka memperhatikan Bilqis yang keluar dari rumah dan segera berpamitan kepada Uminya.
“Qis,” panggil seorang laki-laki dari dalam mobil. Ia adalah Agus, Sang pangeran di desa Tugu Jaya.
Bilqis segera menaiki mobil Agus setelah memberi salam pada geng Daster yang memerhatikannya tanpa berkedip. Mereka berprasangka tidak baik terhadap Bilqis. Bu Romlah memulai aksinya lagi dengan mengkompor-kompori uminya Bilqis.
“Bu Nur, bukannya tidak baik berdua-duaan di dalam mobil, yah?” seketika Bu Romlah berdiri tepat di samping Bu Nur.
“Tidak, kok, Bu. Di dalam mobil ada Bu Lisa juga,” ucap Bu Nur menjelaskan.
“Ah, tadi saya nggak lihat ada bu Lisa, loh. Bener nggak ibu-ibu?” Bu Romlah meminta dukungan.
“Iya, bener,” geng Daster membenarkan.
Bu Lisa memang berada di dalam mobil, hanya saja tidak terlihat karena terhalang oleh tubuh Agus. Selain fisiknya yang selalu menjadi pembicaraan geng Daster, semua kegiatannya pun tak luput dari perhatian mereka. Agus bekerja di salah satu perusahaan di Kota Bogor sebagai CEO. Kemudian, Ia juga mempunyai sebuah lembaga kursus bahasa Turki di daerah Pajajaran. Walaupun lembaga kursusnya masih baru, tetapi sudah banyak peminatnya.
Di dalam mobil, Bu Lisa menanyakan kesehatan pak Endang. Bilqis menjelaskan bahwa pak Endang sudah pulang ke rumah dan keadaannya semakin membaik. Bilqis sangat berterima kasih karena bu Lisa sudah membiayai sisa tagihan rumah sakit. Ia sungguh semakin tidak enak dengan bu Lisa yang sudah banyak sekali membantu. Bu Lisa sempat menanyakan biaya KKN terhadap Bilqis, tapi Bilqis mengatakan bahwa semuanya sudah aman.
“Oh ya Qis, ini ada beberapa buku metode pembelajaran yang oke banget. Wajib dibaca, dipahami dan dipraktekan.” Agus memberikannya kepada Bilqis setelah sampai di English Course.
“Terima kasih banyak, A,” dengan raut wajah yang sangat bahagia.
“Iya, sama-sama. Nanti kalo ada yang Bilqis tidak paham, Bilqis bisa tanya-tanya saya, yah,” dengan tersenyum.
“Baik, A,” dengan menundukan pandangannya. Ia tidak bisa menatap Agus bukan karena sorot matanya sama dengan pak Victor. Hanya saja, ia mencoba untuk menjaga hatinya dari fitnah dunia.
Kegiatan belajar mengajar hari ini sudah lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Tidak ada debat kusir dengan bu Madona lagi. Murid-muridnya pun bisa mengikuti apa yang ia instruksikan, Walaupun sebenarnya kelas terasa biasa-biasa saja. Tidak ada semangat dari murid-muridnya. Mereka mengadu kepada Bilqis, bahwa mereka sangat lelah untuk belajar. Mereka belajar pun karena dipaksa oleh orang tua mereka. Sebagian anak pun ada yang masih kesulitan dalam memahami pembelajaran walaupun sudah diulang-ulang oleh Bilqis.
Kelas pun telah usai. Bilqis pergi ke ruang guru yang sudah ada Bu Madona dan guru-guru lainnya. Mereka menatap Bilqis dengan senyum yang dipaksakan. Melihat mata bu Madona, seperti menyiratkan sesuatu.
"Ma'am, Bu Lisa di mana, yah?” tanya Bilqis dengan penuh kesopanan.
“Di mana? Mana saya tahu?” Bu Madona tertawa dan diikuti guru yang lainnya.
Sifat Bu Madona sangat tidak jauh dengan sepupunya, yaitu bu Romlah, walaupun usia bu Madona jauh lebih muda. Sedangkan, usia bu Madona dengan Bilqis hanya terpaut 6 tahun. Beberapa saat kemudian, Bilqis mendapati ponselnya berdering.
“Asalamualaikum. Qis, gawat.”
...Bersambung...
BAB 10
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 617 Kata
Day: 22
“Wa’alaikumus-salam, Teh,” salamnya dengan penuh kecemasan.
Bilqis segera pergi ke halaman. Ia mendengar dengan saksama apa yang dikatakan oleh kakaknya. Pak Endang kembali sakit, walaupun tak separah kemarin. Akhirnya, Bilqis pamit dengan penuh kesopanan kepada guru yang lainnya untuk tidak ikut rapat. Bu Madona sempat mengatakan sesuatu yang tidak mengenakan hati, tetapi Bilqis tidak menghiraukan perkatannya yang penuh racun itu.
Akhirnya, Bilqis sampai di toko perlengkapan medis. Ia segera membeli nasal oxygen cannula adult untuk pak Endang. Harga selang oksigen memang tidak mahal, tetapi yang mahal itu harga tabung oksigennya. Bilqis tidak memiliki uang yang cukup untuk membelinya. Dalam kepanikan yang melanda, ia mendapati pesan dari grup Info kuliah bahwa calon peserta KKN-PPL Thailand wajib membuat essai.
…
Batas terakhir pengumpulan essai dengan judul "Indonesian Culture VS Thailand Culture" adalah lusa, tanggal 19 Mei 2017, pukul 08:30 WIB. Mahasiswa diharapkan untuk mengumpulkan essai dengan tepat waktu. Bagi mahasiswa yang lolos dalam seleksi essai akan mengikuti tes wawancara. Jika terlambat, maka tidak akan bisa mengikuti tes. Tes wawancara akan dilaksanakan tulat, tanggal 20 Mei 2017, pukul 08:00 WIB.
Bilqis tidak terlalu memperhatikan pesan itu. Ia segera menelpon Bening.
“Teh, tabung oksigen harganya mahal, uang Bilqis nggak cukup,” jelas Bilqis dengan mata berkaca-kaca.
“Siapa yang suruh beli tabung? Teteh cuma minta tolong kamu belikan selangnya saja. Qis, kamu bisa ke rumah bu Lurah? Beliau mau meminjamkan tabung oksigennya. Kakak tidak bisa ke sana, karena ada rapat hari ini.”
Bilqis menarik nafas panjang. Ia berusaha menenangkan hatinya. Perjalanan ke rumah lumayan memakan waktu. Ditambah lagi, nanti ke rumah bu Lurah, sedangkan ia harus naik kendaraan umum yang terkadang harus ngetem. Semoga bapaknya baik-baik saja, batinnya. Akhirnya, ia naik ojek online yang biayanya sedikit lebih mahal.
“Bu, agak sedikit lebih cepat, yah,” pinta Bilqis.
“Segini udah cepet, Neng,” ucap Bu ojol yang jalannya sangat penuh kehati-hatian.
“Saya harus segera sampai di rumah, Bu. Bapak saya membutuhkan oksigen segera.”
“Kalo begitu, Neng aja atuh yang bawa motornya,” tantang Bu ojol.
“Oke.”
Bilqis mengendarai motor dengan sangat penuh kehati-hatian. Ia tahu kapan harus melaju dengan cepat, kapan harus melaju dengan lambat. Bilqis meminta ijin kepada Bu ojol untuk mampir sebentar ke rumah bu Lurah untuk mengambil tabung oksigen. Alhamdulillah, bu Lurah sangat baik. Ia meminjamkan Bilqis tabung oksegin yang masih ada isinya. Bilqis juga sangat berterima kasih kepada Bu ojol yang sudah sangat membantunya. Ia memberikan Tip kepada Bu ojol, tetapi ia menolak.
Biqis segera memasangkan selang oksigen ke Pak Endang yang sudah tampak lemah. Bilqis sangat khawatir akan kondisi keluarganya. Ia menemani Bapaknya beberapa saat. Ketika kondisi dirasa membaik, ia ijin untuk segera berangkat kuliah setelah melaksanakan salat djuhur di rumah. seperti biasa, Bilqis menghubungi Zahra yang mungkin saja belum berangkat ke kampus.
“Ra, dimana? Udah berangkat?” tanya Bilqis.
“Belum, Qis. kenapa?”
“Mau nebeng, hehe.”
“Memang hari ini nggak ngajar, Qis?
“Udah selesai Ra, dari jam 11 juga. Cuman, tadi habis pinjam tabung oksigen ke rumah bu Lurah untuk bapak.”
“Bapak kamu kenapa, Qis? Sakit lagi?”
“Nanti aja aku ceritain.”
Diperjalanan, Zahra mengingatkan Bilqis tentang essai yang harus mereka buat. Bilqis mengajak Zahra untuk pergi ke perpus sebelum kelas di mulai, namun Zahra menolak karena hari ini ia ada janji untuk menghadiri acara kajian rutin di kampus.
“Wah, pastinya sangat bagus untuk nutrisi jiwa, yah,” ucap Bilqis.
“Tentu.” Zahra tersenyum.
“Oke, kalo begitu nanti aku nyusul, deh.” Dengan menepuk pelan bahu Zahra.
“Sip.”
Bilqis tiba di perpustakaan umum kampus. Ia mencari data untuk bahan perang. Membuat essai adalah hal yang sudah lama tidak ia lakukan. Ia meneliti satu demi satu rak buku yang terpajang lebar di hadapannya. Ponsel berdering, ternyata dari Agus. Agus menanyakan apakah Bilqis ada di kampus. Ada sesuatu yang ingin ia berikan pada Bilqis. Bilqis menjelaskan dengan sopan kepada Agus bahwa hal itu bisa dititip saja ke bu Lisa.
Seseorang yang sedari tadi berada di sudut perpus memperhatikan Bilqis dan berjalan mendekat ke arahnya.
“Asalamualaikum,” sapanya.
“Wa’alaikumus-salam,” jawab Bilqis dengan terkejut.
...Bersambung...
BAB 11
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah kata: 587 Kata
Day: 23
“Ketemu lagi, yah,” sapanya.
Laki-laki itu memperkenalkan dirinya ke pada Bilqis. Ia adalah laki-laki yang sama ketika Bilqis berada di TPA dan kantin kampus. Namanya adalah Amar, ia seorang mahasiswa jurusan KPI dan aktif di organisasi. Bilqis ingin menanyakan perihal Amar yang berada di TPA hari lalu, tetapi ia menahannya untuk bertanya lebih jauh.
“Ikut daftar KKN-PPL Thailand juga, kan?”
“Emm, rahasia,” bisiknya.
“Eh, tapi kan, kamu mah nggak minat, ya,” tertawa pelan dan meninggalkan Bilqis.
Bilqis sedikit terkejut dengan ucapan Amar. “Apa maunya dia? Datang-datang hanya buat ulah,” gumamnya kesal.
Bilqis masih terus mencari-cari buku yang ia butuhkan. Ia melihat bahwa Amar telah memegang buku yang ia cari. Tak lama kemudian, Amar meletakkan buku itu kembali dan berlalu pergi meninggalkan perpustakaan. Segera Bilqis mengambilnya.
***
Keesokan harinya, Bilqis semakin tekun mempelajari semua data yang akan menjadi bahan essainya. Ia datang lebih awal ke English Course karena ia membutuhkan Wifi untuk menunjang kebutuhnnya dalam membuat essai. Tentu, ia sudah ijin terlebih dahulu kepada bu Lisa. Ia sangat menikmati waktu kesendiriannya. Sampai akhirnya, tibalah Bu Madona di hadapan Bilqis dengan penuh tanya.
“Tumben banget udah sampe,” celetuknya dengan nada yang tidak enak untuk didengar.
Bilqis tidak menghiraukan Bu Madona yang ngoceh tanpa henti. Sepertinya ia rindu untuk berdebat dengan Bilqis. Tak lama, Bu Lisa dan Agus datang. Bu Madona segera mendekati Agus yang berjalan ke arah Bilqis yang sedang serius di depan laptopnya.
“Eh, ada Kang Agus,” sapa Bu Madona mesra.
Bu Madona adalah janda muda beranak satu. Kedatangan Agus, tak ayal membuat ia bersemangat untuk menyapa laki-laki yang ia sukai. Tetapi, keberpihakan tidak datang kepadanya. Agus malah merasa risih setiap kali bu Madona muncul di hadapannya.
“Qis,” panggil Agus.
Bu Madona mendahului langkah Agus yang mengarah ke Bilqis. “Ya ampun, Miss Bilqis. Kirain lagi mempersiapkan bahan ajar untuk hari ini. ternyata oh ternyata, malah fokus ke hal lain. Ingat, loh, jangan sampai murid-muridnya kabur dan main di taman lagi,” seloroh Bu Madona dengan tertawa puas.
Bilqis sungguh tidak memperdulikan percakapan panas yang sedang terjadi antara Bu Madona dan Agus yang sedang berlangsung di hadapannya. Ia hanya fokus kepada essainya. Ia harus segera menyelesaikan essainya hari ini karena besok adalah batas akhir pengumpulan.
Agus memberikan beberepa buku metode pengajaran yang menarik kepada Bilqis. Bilqis sangat berterima kasih atas kebaikan Agus terhadapnya. Agus pun menanyakan perihal essai yang sedang dibuat oleh Bilqis. Akhirnya, Agus mengajarkan Bilqis cara membuat essai yang baik dan benar. Ia memberikan arahan-arahan yang harus Bilqis lakukan. Ia juga mengirimkan beberapa essai yang pernah ia buat.
Bilqis melihat aura menyeramkan datang dari Bu Madona ke arahnya.
“Baik A, terima kasih atas arahannya. Sudah saya catat dan nanti tinggal dipraktekan.” Memperlihatkan catatan kecilnya.
“Sama-sama, semangat yah, Qis.” Dengan tersenyum.
Bilqis mengajar di kelas seperti biasa. Ia belum bisa memberikan pengajaran yang menyenangkan untuk muridnya. Sebagian besar muridnya sulit untuk paham dengan yang ia ajarkan. Padahal, ia sudah sangat berusaha mempelajari metode-metode itu. Entah bagaimana lagi Bilqis harus mencoba.
Seharian penuh kegiatannya ia lakukan di luar. Malam pun tiba, hujan di luar sengat deras. Angin dan petir pun tak ayal mengisi malam yang biasanya sunyi. Bilqis mulai mengerjakan essai dengan penuh kekhusyuan. Ia membuat essai dengan sangat lancar. Usahanya mengumpulkan data dan mempelajarinya tidak sia-sia. Ia mulai mengedit kembali essainya yang telah rampung, tetapi takdir berkata lain.
“Ada yang lihat lilin dimana?” tanya Umi yang berada di dapur.
“Tadi siang, dipaenin Kinan, tuh, Umi,” sahut Bening.
“Kinan simpan di bawah meja ruang tamu, Kok,” teriak Kinan.
“Mana? Nggak ada Kinan. Coba bantu cari!” omel Bening.
Bilqis masih terpaku memandangi laptopnya yang seketika ikut mati. “Aaaaaa!” teriaknya pelan, “Astagfirullah.” Sambil menggigit ujung kerudungnya.
...Bersambung...
BAB 12
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah kata: 526 Kata
Day: 24
Sekarang, sudah pukul sebelas malam. Hujan di luar pun masih belum reda. Sesekali, suara petir terdengar menggelegar. Bilqis terbaring lemas di atas tempat tidurnya. Ia menangisi essai yang lupa ia save. Ia menyesali keteledorannya dan tidak akan mengulangi untuk yang kedua kalinya. Mati lampu dirasa akan sangat lama. Bilqis pun berusaha menenangkan dirinya.
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,” ucapnya pelan. Bilqis terus mengulang-ulang ayat enam dari Surah Asy-syarh yang semakin membuatnya tenang. Ia terus berpikir untuk mendapatkan solusi. Akhirnya, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju meja belajarnya.
Bilqis menulis kembali essai yang masih ia ingat. Besok pagi, ia akan ketik ulang, pikirnya. Waktu menunjukan pukul satu malam. Ia pun tertidur di meja belajarnya dengan posisi masih terduduk.
“Assholaatu khoirum minan nauuum,” azan subuh berkumandang.
Bilqis terbangun, segera ia mengambil air wudhu dan mendirikan salat subuh. Salam telah mengahkiri salatnya.
“Ya Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hamba bersimpuh, memohon ampun atas dosa-dosa hamba dan seluruh umat Muslimin wal Muslimat. Hamba ridho dengan ketentuan dan keadilan-Mu. Ya Allah, hamba bersimpuh mohon kasih atas cinta-Mu, atas segala harapan bersama-Mu. Ya Allah, Sembuhkanlah Bapak hamba yaa Rabb. Berikanlah kesehatan, kekuatan, ketenangan dan keselamatan untuk kami yang penuh harap kepada-Mu. Yaa Allah, yang telah menciptakan langit dan bumi serta isinya. Yaa Allah, yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Aku memohon kepada Rabb yang telah menciptakan manusia, yang telah memudahkan segala urusan manusia dan sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Permudahlah kami dalam urusan kami yaa Rabb, Aamiin.” Angin sejuk membelai wajah Bilqis dengan sangat ramah. Hatinya terasa lebih tenang.
Bilqis mengetik kembali essainya. “Some two to three hundred ethnic groups in Indonesia,” sesekali Bilqis melafalkan essainya. “Indonesia’s rich culture begets so many inspired works of art, music, dance, drama, theatre, martial arts, painting, architecture, crafts, clothing, foods and so on.”
Ponsel Bilqis pun berdering. Ada dua panggilan tak terjawab dari Zahra.
“Asalamualaikum.”
“Wa’alaikumus-salam.”
“Qis, udah jam berapa ini?”
“Jam tujuh lewat 21 menit, 24 detik.”
“Qis, jangan bercanda. Jam setengah Sembilan pendaftaran akan ditutup.”
“Siapa yang bercanda si? Kan kamu sendiri yang tanya jam berapa?” Bilqis menahan ketawa mendengar omelan temannya. “Iya, tahu. Makasih yah, sudah diingatkan. Lope lope banyak buat kamu, Ra.”
Bilqis harus pergi ke tempat fotokopi yang ada di sebrang jalan besar. Ia meminta bantuan adiknya. Ia meminta Kinan untuk mengantarkannya sampai ke fotokopi dengan mengendarai sepeda ontel.
“Teh, pelan-pelan, dong.” Protes Kinan yang trauma dibonceng Bilqis.
“Iya, ini juga udah pelan-pelan, kok.” Bilqis semakin kencang menggoes sepedanya.
“Teh, jantung kinan berasa loncat-loncat, nih. Teteh memangnya nggak kapok apa?” Dengan menarik-narik ujung jilbab Bilqis.
“Iya, ini udah lebih di pelanin.” Sambil melihat jam tangannya.
Mereka pun melewati turunan yang sama untuk kedua kalinya. Tak ayal, sekelompok hitam menyebrangi jalan dengan jumlah yang lebih banyak dari yang sebelumnya.
“Teh Bilqis, awas!”
“Astagfirullah … Umii!” teriak Bilqis.
***
“Kenapa lagi, Mi?” tanya Bapak yang sedang terduduk lemah di ruang tamu.
“Umi seperti mendengar teriakan Bilqis, Pak.” Dengan mengelus dadanya.
“Kita berdoa saja, semoga anak-anak kita selalu dalam lindungan Allah,” ucap Pak Endang dengan mencopot selang oksigennya.
“Aamiin,” dengan mengusap kedua telapak tangan ke wajahnya. “Loh kok, sudah dilepas saja, Pak?” tanya Bu Nur panik.
...Bersambung...
BAB 13
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 641 Kata
Day: 25
“Bapak sudah merasa lebih baikan, Mi.” Beranjak dari tempat duduknya.
“Yakin?” tanya Bu Nur tidak percaya.
“Kok, yakin? Kan Bapak yang merasakan, Mi.”
“Bapak, mau kemana?” Beranjak dari tempat duduknya.
“Bapak mau jalan-jalan ke luar sambil berjemur, kenapa? Mau ikut?” tanya Pak Endang dengan tersenyum.
“Ya harus ikut, masak Bapak jalan sendirian, kalo nanti ada apa-apa bagaimana?”
“Ya, jangan ada apa-apa.” Dengan tertawa.
Bu Nur, meminta pak Endang untuk jalan paginya di sekitaran rumah saja, karena warung tidak ada yang menjaga. Bu Nur menatap suaminya dengan penuh kasih. Ia menangkap sorot mata pak Endang yang kosong. Pak Endang memejamkan matanya sejenak.
“Mi, maafin Bapak, yah.” Dengan menatap bu Nur yang berada di sampingnya.
“Loh, Bapak ini kenapa tiba-tiba minta maaf? Bapak nggak salah apa-apa, kok.” Mengelus bahu suaminya dengan pelan.
“Maaf, karena membuat kalian semua dalam kesulitan, kalo saja … ” Matanya berkaca-kaca.
“Bapak itu ibarat matahari bagi kami, Pak. Tak perlu diungkit-ungkit lagi masa lalu itu. Bapak sekarang jauh lebih baik. Bapak adalah yang terbaik untuk saya dan anak-anak. Bapak selalu bertanggung jawab dalam menafkahi kami semua. Terima kasih sudah menjadi bapak dan suami yang baik untuk kami.”
Pak Endang menarik nafas panjang. Air matanya mulai menetes membasahi wajahnya yang pucat.
“Saat ini Bapak lagi sakit, jangan dipikirkan yang sudah lalu, jadikan saja pelajaran yang berharga, Pak. Umi tetap sayang Bapak.”
Pak Endang dahulunya adalah seorang pejabat. Ia dengan keluarga kecilnya hidup dengan sangat berkecukupan, bahkan lebih. Bu Nur adalah gadis desa yang beruntung, kata orang-orang di desanya. Ia hanya lulusan sekolah dasar, namun ia adalah wanita yang dipilih oleh pak Endang untuk menjadi istrinya. Kebahagiaan mereka pun hanya sebentar saja. Pak Endang divonis hukuman penjara empat tahun atas kasus korupsi pengadaan sewa mobil dinas dan operasional Bank Lulut. Saat itu, Bilqis baru berusia 2 tahun.
Bu Nur sangat kesulitan menjalani hidup dengan kedua anaknya yang masih kecil, terlebih lagi harus hidup dalam keadaan yang mengenaskan. Bu Nur saat itu sangat kecewa, tetapi ia memilih untuk berusaha memperbaiki keadaan yang sebagian orang tidak menginginkannya. Pak Endang sangat menyesali atas perbuatannya itu. Ia hampir kehilangan harapan untuk hidup. Selama pak Endang mendekam di penjara, bu Nur tinggal di rumah orang tuanya. Ia menghabiskan waktunya dengan mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti pengajian rutin dan sering menjenguk pak Endang dengan sambil memberi nasehat dan motivasi. Pak Endang dan bu Nur akhirnya sepakat untuk memberikan sebagian harta yang tersisa untuk disumbangkan ke panti asuhan.
Selepas pak Endang bebas dari penjara. Ia dan keluarganya merantau ke pulau Jawa. Menjalani hidup yang baru dengan hati yang baru. Mereka tinggal di sebuah desa yang bernama Tugu Jaya. Pak Endang harus memulai kehidupannya yang sangat asing baginya. Ia terbiasa hidup enak, namun sekarang ia harus bekerja sebagai pemulung. Kehidupan mereka saat itu, sangat tragis. Sampai akhirnya pak Endang bekerja sebagai buruh tani. Ia berusaha dengan keras untuk menafkahi keluarganya kembali. Ia ingin menebus hari-harinya dengan menjadi seseorang yang amanah. Ia sungguh menyesali karena telah mengikuti nafsu akan tipu daya dunia. Bu Nur pun tidak pernah mengeluh dengan kehidupan yang sekarang, ia sangat bersyukur suaminya kembali ke jalan yang benar.
***
“Gubraaak.” Sepeda Bilqis gagal dikendalikan.
“Aww! Sakit.” rintih Kinan.
“Duh, perih.” Tangan Bilqis tergores tanaman Putri malu.
“Bapak, kenapa, sih? Setiap kita lewat jalan ini, selaaalu saja, kebo-kebo Bapak ini menghalangi jalan kita,” ucap Kinan sewot.
“Kami, Kin. Bukan kita,” Susul Bilqis.
Kinan melotot ke arah Bilqis. Ketika ia hendak menyalahkan Tetehnya yang juga salah dalam kasus ini, ia keduluan oleh Abang itu.
“Kebo-kebo …,”
“Ini Sapi, Neng,” Kinan memotong ucapan Abang itu.
“Udah-udah. Yuk, kita lanjut, Kin. Kita yang salah,” ucap Bilqis dengan mengangkat sepedanya yang nyungsep ke sawah.
“Kita? Teh Bilqis aja kali, aku itu korban dari tragedi ini.”
Bilqis meminta maaf kepada Kinan dan Abang berbaju ungu. Namun, Kinan masih belum puas, ia terus mengoceh di sepanjang jalan. Bilqis hanya tersenyum melihat kelakuan adiknya itu.
...Bersambung...
BAB 14
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 619 Kata
Day: 26
Sekarang, Bilqis menggowes sepedanya dengan lebih hati-hati. Tangannya masih terasa perih karena mencium tanaman Putri Malu. Waktu terus berputar, Ia melihat jam yang terus berjalan tanpa bisa berhenti sedetik pun.
“Oke, sampai juga … Terima kasih, adik tercinta,” ujar Bilqis.
“Kinan, mau langsung pulang,” balasnya ketus.
“Kaki kamu nggak apa-apa kan, Kin?” Melihat Kinan yang jalannya sedikit pincang.
“Nggak apa-apa gimana? Memang teh Bilqis nggak lihat kaki aku pincang?” selorih Kinan.
“Yaudah, nanti Teteh belikan ice cream kesukaan kamu, gimana?”
“Dua.” sahutnya.
“Oke!” Dengan memberikan jempol ke Kinan.
“Yuhuu.” Kinan loncat kegirangan dan menggowes sepeda dengan sangat lincah.
Bilqis bengong melihat tingkah Kinan. Ternyata, Kinan hanya pura-pura pincang. Tapi, Bilqis tahu bahwa sebenarnya Kinan juga sedikit kesakitan ketika jatuh dari sepeda. Bilqis segera print essainya di tempat fotokopi. Ia melihat jam lagi, waktu mendekati pukul 07:45 WIB. Bilqis melihat semua bangku di tempat fotokopi itu terisi penuh oleh orang-orang yang melakukan berbagai keperluannya. Bilqis tidak bisa hanya menunggu, akhirnya ia mencari celah untuk bisa ikutan ngeprint.
“Dek, Kakak boleh ikutan ngeprint sebentar?” tanya Bilqis lembut.
“Nggak, aku juga lagi buru-buru, Kak,” tanpa nengok sedikit pun.
“Misi, Pak. Boleh ikutan ngeprint?” Berjalan mendekat ke arah bapak yang sedang memainkan ponselnya.
“Boleh aja,” ucapnya.
Bilqis sangat senang akan kebaikan Bapak berkumis tebal ini, “Terima kasih banyak Pak.”
“Tapi, printer yang ini rusak, Neng.” Dengan nyengir bak kuda.
Bilqis sedikit gondok, tapi ia segera pergi ke bangku yang lain. Ia mencari-cari, siapakah yang akan berbaik hati kepadanya? Ia yakin dari banyaknya kata “tidak” pasti akan ada kata “ya”.
“Kak, boleh ikutan ngeprint? Sebentaar aja.”
Perempuan ini lebih tidak mengenakan lagi, dibanding dua orang tadi. Perempuan berpakaian warna cerah ini sungguh tak acuh terhadap Bilqis. Fokus Bilqis teralihkan ke almemater yang perempuan itu kenakan. Ia satu kampus dengan Bilqis. Bilqis berusaha menyapanya dengan lembut dan meminta bantuannya, tetapi Bilqis malah kena semprot. Ia mengatakan bahwa ia juga sedang buru-buru dan Bilqis sungguh mengganggunya.
Bilqis hampir kehilangan harapan, tapi ia terus optimis untuk menanyakan kesediaan orang-orang yang mau membantunya. Bilqis sempat berpikir, apakah rasa kemanusiaan di hati orang-orang sudah menghilang? Segera hati kecilnya menepis perkataan itu. Ia yakin bahwa mereka memiliki keperluan yang mendesak juga.
“Kak, kalo mau ngeprint, di sini saja,” ucap salah satu penjaga fotokopi yang wajahnya terhalang oleh banyaknya orang yang sedang mengantri. Tempat fotokopi ini paling besar, murah dan hanya ada satu-satunya di tepi jalan besar ini. Maka wajar saja jika banyak pelanggannya.
Bilqis sangat senang mendengarnya. Ia segera menghampiri asal suara itu. Laki-laki itu tersenyum melihat Bilqis. Tak ayal, hal itu membuat Bilqis kaget bukan main. Laki-laki itu adalah Amar, laki-laki yang sangat menyebalkan bagi Bilqis. Bilqis pun semakin bertanya-tanya, kenapa ia ada dimana-mana? Apakah ia seorang penguntit? Bilqis kembali untuk berhusnuzan kepadanya.
“Ini, dibuat tiga rangkap.”
“Okey! Tapi, bisakan ngeprint sendiri? soalnya ini lagi ramai banget.” Sambil menunjuk ke arah orang-orang yang sedang minta dilayani.
“Kertasnya mana?” ucap Bilqis.
“Itu di samping, kamu.” Amar tertawa dengan melanjutkan pekerjaannya.
Amar melihat essai Bilqis yang terpampang di komputer. Ia menahan tawanya. Bilqis menyadari hal itu. Bilqis sedikit malu karena waktu itu ia pernah bilang ke Amar kalo ia tidak berminat sama sekali dengan KKN-PPL Thailand.
“Ini, sudah selesai. Semuanya jadi berapa?” tanya Bilqis.
“Delapan belas ribu,” senyum itu tidak pernah lepas dari wajahnya. Senyum yang mungkin meledek Bilqis.
Setelah berterima kasih, Bilqis segera pergi ke kampus dengan menaiki angkutan umum. Macet pun tak terhindarkan. Ia ingin naik ojol, tapi pulsa internetnya hanya bisa untuk berkirim pesan saja. Ia melihat waktu sudah menunjukan pukul 08:20 WIB. Ia masih memiliki waktu sepuluh menit lagi. Jarak dari tempat ia ke kampus hanya berjarak beberapa puluh meter saja. Akhirnya, ia segera turun dan memilih untuk berjalan dan berlari mengejar waktu yang bisa saja mendahuluinya.
...Bersambung...
BAB 15
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 627 Kata
Day: 27
Bilqis mulai berlari, sehingga dirinya menjadi bahan perhatian orang-orang yang ia lalui. Tepat di belakangnya, pengendara motor memberikan beberapa klakson kepadanya. Ia tidak memperdulikan orang tersebut, karena ia berlari di jalan trotoar, bukan di jalan raya. Orang itu memberi klakson tanpa henti dan memancing perhatian orang-orang di sekitar mereka. Bilqis berhenti, ia ingin sekali menegur pengendara motor itu.
“Bisa minggir nggak?” bentaknya.
“Maaf ya, Kak. Ini bukan jalan untuk pengendara, tapi untuk pejalan kaki,” tegas Bilqis dan berlalu meninggalkannya.
“Elo, lagi? Minggir!” usirnya.
Bilqis tidak ingin keributan semakin panjang, terlebih lagi semua perhatian orang tertuju pada dia dan wanita yang sebelumnya ia temui di tempat fotokopi. Akhirnya, Bilqis mengalah, karena jika tidak, ia bisa ditabrak oleh Nek Lampir itu.
Masih tersisa empat menit lagi. Bilqis terus menaiki tangga kampus dengan terengah-engah. Perutnya terasa keram. Akhirnya, ia lari dengan perlahan, menerobos kerumunan mahasiswa yang berada dilorong kampus sambil menahan keram di perutnya.
“Misi, Kak. Maaf, Kak.” Ia terus berlari ke arah TU.
Waktu tersisa hanya satu menit lagi. Bilqis berpapasan dengan Pak Victor yang melihatnya dengan menggelengkan kepala. Bilqis tersenyum dan berjalan sesopan mungkin ketika melewati pak Victor. kemudian, ia kembali berlari lagi.
“Asalamualaikum, Bu. Ini essai saya.” Dengan masih terengah-engah.
“Maaf, saya tidak bisa terima essai ini karena sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan,” jelas Bu Lidia.
Bilqis melihat jam di dinding, sudah lewat setengah menit. Seketika, tubuhnya terasa lemas. Ia memohon, tapi ia tidak bisa melawan ketentuan yang sudah ditentukan. Akhirnya, ia pamit dengan membawa kembali essai yang ada di tangannya. Ia berjalan keluar dengan pandangan yang kosong. Jantungnya berdetak dengan lebih kencang. Air matanya menggenang.
“Kak!” teriak seseorang dari belakangnya.
Bilqis nengok dan mendapati bu Lidia tersenyum kepadanya. Ia pun berlari menghampiri. Bu Lidia bilang kalo essai Bilqis masih bisa diterima. Karena tadi Bilqis sampai pukul 08:30 teng.
“Alhamdulillah, makasih ya, Bu.” Dengan menggenggam tangan bu Lidia.
“Iya, sama-sama. Semangat terus ya, Qis.”
Bilqis berjalan keluar dan mendapati sekelompok mahasiswi yang berjalan dengan santai sambil tertawa ke dalam TU. Entah apa yang mereka bicarakan. Bilqis beristirahat sebentar di bangku yang ada di depan ruang TU. Ia mulai membuka ponselnya, tetapi fokusnya teralihkan pada percakapan di dalam TU.
“Maaf, saya tidak bisa terima essai ini karena sudah lewat dari waktu yang sudah ditentukan,” jelas bu Lidia.
“Ya ampun Ibuu, Cuma lewat satu menit ajaaah,” geramnya.
“Iya, Cuma enam puluh detik, kok,” temannya menimpali.
“Bukan masalah detiknya, tetapi ini masalah disiplin waktu dan tanggung jawab. Kalo hal seperti ini saja kalian menyepelekan, bagaimana kalian bisa menghadapi hal yang lebih dari ini?” tegas bu Lidia.
Bilqis merasa kasihan kepada mereka yang tidak bisa mengumpulkan essai. Ia melihat wajah mereka yang keluar dari ruang TU dengan muka yang kesal. Mereka memaki bu Lidia dibelakang, mereka masih tidak terima dengan keputusan yang bu Lidia berikan.
Bilqis mengenakan headphone, pemberian dari bapaknya. Ia mulai melihat-lihat video di internet. Wifi kampus benar-benar sangat membantu mahasiswa yang fakir kuota. Bilqis mendapati salah satu channel yang sangat membuat ia penasaran. Nama channelnya adalah ‘Tangga Animasi’ segera Bilqis membuka video di channel itu.
“Setiap dari kita, menghadapi ujian yang berbeda-beda. Sesuai dengan yang kita sanggupi. Rasa sakit, luka, letih, dan hasil yang belum terlihat, yakinlah itu semua akan menjadikan kita semakin lebih kuat dan dewasa. Jika kita meyakini ini, maka kaki ini akan berani untuk melangkah dan akan menemukan kemudahan dalam segala urusan kita. Sebagaimana firman Allah dalam surah Asy-syarh ‘Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.’ Seperti siang dan malam yang selalu berdampingan. Lakukanlah ikhtiar terbaik kita. Yakinlah, hari yang dinanti pasti akan tiba. ‘Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan) tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).’ (lanjutan dari surah Asy-syarh) Yakinlah, teruslah berharap hanya kepada Allah SWT. Lakukanlah ikhtiar terbaik kita, maka hasilpun akan mengikuti. Teruslah berharap hanya kepada-Nya, hanya kepada Allah.”
...Bersambung...
BAB 16
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 606 Kata
Day: 28
“Qis, gimana?” tanya Zahra melalui telepon.
“Gimana apanya?”
“Kamu, lolos ke tahap selanjutnya?”
“Belum ada kabar, Ra.”
“Kok bisa?” sedikit terkejut.
“Kamu gimana?”
“Alhamdulillah, aku lolos ke tahap interview.” Ucapnya dengan riang.
“Waah! Selamat ya, Ra. Alhamdulillah.”
Bilqis menunggu kabar akan dirinya. Tak lama, grup online FKIP ramai dengan pesan. Bilqis membaca berulang-ulang pengumuman peserta yang lanjut ke tahap interview. Tidak ada namanya. Ia memastikan sekali lagi, tapi benar-benar tidak ada namanya. Ia membantingkan tubuhnya ke sofa yang ada di ruang guru.
It’s ok, pasti ada hikmah dari ini semua.
Bilqis kembali mengajar, tetapi fokusnya kembali terbagi-bagi. Ia kepikiran dengan biaya KKN dan PPL. Kesempatannya untuk mendapatkan beasiswa telah hilang.
“Miss, Miss Bilqis,” panggil salah satu muridnya.
“She is so boring,” bisik teman sebelahnya.
“Don’t say that,” dengan menepak tangan temannya.
“And you are so boring.” Memalingkan wajahnya.
Bilqis segera menepis masalahnya, ia harus fokuskan dirinya pada kelas ini. Bu Madona memandangi Bilqis dari luar jendela. Sunguh tatapan yang sangat mengganggu. Bu Madona hanya tersenyum kecil dan berlalu pergi. Bilqis memulai kelasnya seperti biasa, tetapi tidak ada semangat pada murid-muridnya. Bilqis berfikir, mungkin tidak lolosnya ia untuk KKN di Thailand karena ia memang belum siap dan inilah yang terbaik.
“Berapa yang lolos ke tahap selanjutnya, Pak?” tanya pak Hasan pada pak Victor.
“Tiga puluh mahasiswa.” Dengan masih melihat-lihat essai yang yang tertumpuk di meja kerjanya. “Haha, lihat ini, Pak.” Pak Victor memperlihatkan essai Bilqis yang hasil printnya miring.
“Itu punya siapa?”
“Siapa lagi kalo bukan Bilqissianno.” Panggilan pak Victor terhadap Bilqis.
“Tapi, Bilqis lulus kan?” tanya Pak Hasan penasaran.
“Oh, tentu tidak. Dari hasil kerjanya saja seperti ini.” Dengan mengerutkan dahinya.
“Pak Victor sudah baca essainya?” tanya Pak Hasan dengan mengambil essai Bilqis.
Pak Victor hanya tersenyum. Ia berfikir bahwa melihat perilaku Bilqis saja sering membuat ia menggelengkan kepala. Jadi, tidak perlu membaca essainya. Ia menilai, sikap Bilqis yang sering tidak peka terhadap sekelilingnya, bagaimana bisa survive di negera lain.
Senja terlihat sangat indah. Banyak pasang mata yang memandangi keindahannya tanpa berkedip. Banyak mahasiswa yang berjalan ke arah yang berbeda-beda, sesuai dengan keperluannya.
“Eh, kamu si Manis itu, kan?” tanya wanita tua berjilbab coklat muda dengan sedikit terkejut.
“Emm.” Bilqis mengingat-ingat sosok yang ada di hadapannya. “Ohh, Ibu? Apa kabar?” Bilqis mencium tangannya.
“Alhamdulillah, baik.” Ia mengusap bahu bilqis dengan hangat. Wanita tua ini adalah wanita yang dulu pernah Bilqis selamatkan di dalam Masjid.
“Bu, ayo kita pulang.” Ajak laki-laki yang sangat Bilqis kenal.
Bilqis terbengong cukup lama. Begitu juga laki-laki yang berada di hadapannya. Laki-laki itu hendak mengatakan seseatu, tetapi Bilqis cepat-cepat pamit dan berlalu pergi. Laki-laki itu adalah Pak Victor.
“Ibu kenal anak itu?” tanya Pak Victor memastikan penglihatannya.
“Iya, dia itu si Manis, yang pernah ibu ceritakan padamu.” Dengan penuh semangat ibunya menceritakan tentang Bilqis. “Dia murid kamu?”
Pak Victor terdiam sesaat. Ia meminta ijin untuk pergi ke ruang kerjanya sebentar. Ia ingin mengambil essai Bilqis yang sudah ia buang ke tempat sampah. Ia berjalan agak cepat. Ia mendapati tempat sampah itu sudah kosong. Segera ia pergi menemui Pak Lana yang biasa membuang sampah di gedung FKIP. Pak Lana mengatakan bahwa kertasnya ada padanya. Ia biasa mengumpulkan kertas-kertas yang tak terpakai di kantong hitam besar. Pak Victor pergi bersama pak Lana untuk mencarinya.
“Pak, yang ini?” tanya Pak Lana.
“Bukan,”
“Yang ini?”
“Bukan, sudah sini saya saja yang cari,” dengan mengaduk-aduk kertas yang ada dalam trashbag.
Beberapa Mahasiswa yang lewat jalan itu tersenyum melihat kelakuan Pak Victor. beberapa kali Pak Victor juga menatap balik dengan tatapan yang tajam kepada mahasiswa-mahasiswa itu. Ia terus mengaduk-aduk kertas yang warnanya sama semua. Ia berpikir bahwa Bilqis, muridnya itu tetap menyebalkan. Ia terus membuatnya dalam keadaan emosi.
...Bersambung...
BAB 17
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 678 Kata
Day: 29
“Yes, akhirnya dapat juga.” Dengan menggulung kertas itu, “Makasih ya, pak Lana.” Tersenyum dan berlalu pergi.
***
“Cuma ada tahu goreng aja, Umi?” tanya Kinan sambil mencolok tahu dengan garpu.
“Iya, syukuri aja yang ada, ya,” jawab bu Nur dengan lembut.
“Tahu ini makanan terenak, kamu harus bersyukur,” balas Bening.
“Lebih enak itu, Chicken steak Enoki Sauce, Steik T-bone, dan klapertart Klasik.” Kinan membayangkan makanan itu ada di hadapannya sambil menjilat-jilat bibirnya.
“Yang enak itu, yang ada di depan kita, kali. Mana enak ngebayangin yang nggak ada?” Bilqis tertawa puas dan diikuti yang lainnya, kecuali Kinan yang mukanya bete sebete betenya.
“Sudah-sudah, ayo kita baca doa terlebih dahulu,” ucap pak Endang melerai pertikaian antara Kinan dan Bilqis.
Bilqis makan dengan hati yang terus berbicara dengan akal pikirannya. Ia sudah bercerita pada uminya kalo ia mendaftarkan diri KKN-PPL Thailand. Tapi, ia sungguh tidak ingin menceritakan ketidak lolosannya pada bu Nur. Ia ingin mencari solusi terlebih dahulu untuk biaya KKN, baru ia akan bercerita perihal ketidak lolosannya itu. Bilqis terus mengunyah tahu dengan pandangan yang kosong. Ia terus mencoba mencari solusi. Tanpa ia sadari, keluarganya memperhatikan tingkahnya.
“Woy! Teh,” Kinan menepuk bahu Bilqis dengan sedikit kencang.
“Uhuk, uhuk, uhuk,” Bilqis tersedak karena kaget.
“Maaf Teh,” dengan wajah ketakutan, Kinan menuangkan air ke gelas Bilqis.
Bilqis ingin marah, tapi ia tahan. Bu Nur pun sempat memarahi sikap Kinan yang masih suka usil. Kinan berkilah, kalo ia ingin menyelamatkan Bilqis dari lamunannya. Bapak juga menanyakan Bilqis, apa yang sedang Bilqis pikirkan? sampai-sampai tak mendengar panggilan Bening. Bilqis hanya menjawab bahwa ia sedang banyak tugas kampus.
Malam ini, bulan terlihat sangat indah. Kunang-kunang bertebaran dengan sangat menawan di dekat jendela kamarnya. Ingin Bilqis menangkap kunang-kunang itu, tapi ia sempat tidak jadi, karena orang tua terdahulu bilang kalo kunang-kunang itu adalah kuku setan. Tapi, Bilqis tidak percaya akan hal itu, segera ia menangkap dengan kedua tangannya dan dilepaskannya kembali. Semilir angin perlahan membelai wajah Bilqis dengan sangat lembut. Ia terus berdoa kepada Sang maha pencipta agar ia mendapati solusi dari permasalahannya. Ia sangat yakin bahwa skenario terbaik adalah skenario Allah. Tak lama, ponsel Bilqis berderit. Ada pengumuman dari grup besar FKIP.
“Alhamdulillah.” Bilqis segera sujud syukur. Ia sangat berterima kasih kepada Allah yang telah mengijinkannya untuk mengikuti tes ke tahap selanjutnya. Di grup FKIP dijelaskan bahwa ada kesalahan dalam pengetikan, sehingga pengumuman hasil tes essai diperbaharui lagi. Sebenarnya, nama-nama yang lolos tidak ada yang berubah, hanya saja bertambah satu nama, yaitu nama Bilqis.
Pak Victor menatap essai Bilqis yang mengesankannya. Sebenarnya, ia tidak ada niatan meloloskan Bilqis hanya karena sudah membantu ibunya dari seorang penjambret. Ia hanya mencoba untuk se-profesional mungkin. Ia ingin memberikan keadilan pada Bilqis yang essainya sudah ia campakkan. Ia mengira bahwa Bilqis anak yang buruk, tetapi tak seburuk yang ia pikirkan. Ia akan meloloskan Bilqis kalo essai Bilqis memenuhi syarat. Ternyata diluar dugaan, essai Bilqis sangat bagus. Akhirnya, ia memberikan kesempatan kepada Bilqis untuk lanjut ketahap selanjutnya.
Bilqis bercerita kepada keluarganya tentang KKN-PPL Thailand. Ia berharap agar keluarganya ikut mendoakannya. Ia juga mengatakan bahwa besok adalah tes wawancara yang akan menentukan, apakah ia lolos atau tidak? Bu Nur dan pak Endang pun memberikan motivasi dan nasehat untuk Bilqis.
“Jika KKN Thailand ini yang terbaik untukmu, pasti Allah akan mudahkan,” jelas pak Endang.
“Iya betul. Jadi, Bilqis harus tenang, jangan dijadikan beban yah. lolos atau pun tidak, itu kehendak Allah. Yang penting, kita sudah melakukan ikhtiar terbaik kita,” ucap bu Nur sambil memegang bahu anaknya.
Hati Bilqis terasa plong. Ia sangat bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Ia berusaha mempelajari lagi essai yang ia buat. Ia juga mencari-cari pengalaman mahasiswa yang pernah KKN-PPL di Thailand melalui internet. Ia juga meminta izin untuk besok tidak mengajar kepada bu Lisa.
***
Hari yang dinanti pun tiba. Bilqis dan beberapa mahasiswa yang lain sudah memenuhi lorong kampus. Ada yang mondar-mandir karena nervous. Ada yang terus membaca essainya berulang-ulang. Di bangku, ada yang nyantai dan tertawa dengan teman-temannya. Hanya Bilqis yang sibuk memperhatikan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ia pun terus berdzikir menenangkan hati. Karena dengan hati yang tenang, insyaAllah semua akan lancar, pikirnya.
...Bersambung...
BAB 18
Sarapan Kata KMO Club Batch 35
Kelompok: 6 Carta Penna Troops
Jumlah Kata: 517 Kata
Day: 30
Mereka yang telah selesai wawancara merasa sangat lega. Banyak yang langsung mengerubuni untuk bertanya-tanya, apa saja pertanyaan yang diberikan? Tetapi, mereka tidak boleh memberi tahunya. Bilqis beranjak dari duduknya. Sekarang, giliran ia untuk diwawancara.
Ruangan terasa sangat dingin dan sunyi, sampai-sampai terdengar dentikkan jam dinding di ruang tersebut. Pak Victor yang sedang melihat-lihat essai yang ia pegang, membuat beberapa mahasiswa terlihat tegang. Ada lima orang yang berada di ruang itu, termasuk Zahra. Bilqis berusaha untuk tenang dan mencoba untuk merapihkan duduknya.
“Untuk mendapatkan hasil terbaik, kita harus lakukan apa, Dek?” Dengan melirik ke semua peserta.
“Usaha terbaik, Pak,” jawab serempak yang hadir.
“Bilqissianno?” tanya pak Victor.
“Mohon maaf, Pak. Untuk selanjutnya, saya akan melakukannya lebih baik lagi.” Bilqis menyadari kesalahannya. Tanpa Pak Victor memeberi tahu, ia sadar bahwa cetakan dalam essainya miring.
“Oke,” ucap pak Victor santai.
Pertanyaan pun dimulai.
“What do you know about the differences between Indonesia and Thailand culture?”
Emm, apa tuh artinya. Maksud Bapak tadi apa ya? Kok aku loading? Astaghfirullah, enggak, enggak. Aku nggak loading. Paham, paham, paham.
Bilqis merasa kebingungan, ia tidak paham apa yang dimaksud dengan Pak Victor. Untung saja, pertanyaan pertama dilemparkan ke laki-laki berkaca mata bundar. Bilqis memperhatikan jawaban dari laki-laki tersebut, ia mulai paham. Kemudian, pertanyaan diajukan ke yang lain dan Bilqis pun memperhatikan jawaban yang akhirnya ia bisa mengambil kesimpulan dari pertanyaan yang diberikan oleh pak Victor.
“Alkar?”
“In Thailand, bla bla bla,” jelasnya.
“Bilqissianno?” tanya pak Victor tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“In Indonesia people hand shake each other, although man and woman of muslim not touch hand each other. But, that is different in South Thailand. There is nothing hand shake between man and woman of muslim, although not touch hands each other. Well, If I go there, I will not do that,” jawab Bilqis dengan memberikan senyuman. Ia sudah mulai bisa menguasai dirinya untuk tetap tenang.
“What will you do if you were selected to go to Thailand on this program? Bilqissianno?”
“I will do better for everything, because this is one of my dreams. I will not pass up this amazing opportunity just by playing.”
Wawancara berjalan dengan lancar. Alhamdulillah, hari ini Allah telah memudahkan segala urusannya. Bilqis yakin bahwa jika KKN-PPL Thailand adalah yang terbaik untuknya, maka ia akan lolos. Dan begitu juga dengan sebaliknya. Hari ini, ia meminjam motor dari Kakaknya. Ia mengendarai motor dengan hati yang senang. Tak lama, kesenangan itu pun berubah ketika seorang anak melempar susu kotak ke jalan dan mendarat tepat di mukanya.
Bilqis melipir ke pinggir jalan. Ia ingin sekali menceramahi anak-anak yang usianya mungkin seusia dengan Kinan. Gaya mereka terlihat sangat tengil.
“Dek, siapa yang buang sampah ini ke jalan raya?” tanya Bilqis lembut.
“Saya, Bu,” dengan bangga.
"Jangan diulangi lagi yah," ucap Bilqis dengan sangat ramah. "Kalo orang tua kamu melihat kelakuan kamu seperti ini, bagaimana? Pasti mereka akan sedih," lanjut Bilqis.
Mereka pun, lama-lama luluh hatinya. Bilqis terus berusaha menyadarkan kekeliruan anak-anak itu dalam berfikir. Mereka meminta maaf pada Bilqis dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bilqis merasa senang dengan apa yang ia lakukan.
"Tin," suara seseorang menekan tombol klakson di dekatnya.
...Bersambung...