Loading
14

0

1

Genre : Religi
Penulis : La Remba Garuda
Bab : 30
Pembaca : 3
Nama : Al-Farisi
Buku : 1

HIJRAH YANG DIRINDUKAN

Sinopsis

Problematika kehidupan merupakan segala problem atau masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap manusia yang hidup di dunia tentu akan memiliki masalah yang berwarna-warni. Kondisi zaman yang semakin berkembang dapat dilihat berbagai jenis problem hadir dari sudut padang kehidupan, baik sosial budaya, ekonomi, politik hingga pendidikan. Akibatnya problem tersebut merong-rong generasi sehingga tidak jarang berbagai fenomenah konyol dapat terjadi. Ditambah lagi dengan minimnya pemahaman agama dan kesadaran membuat sesuatu yang tabu menjadi hal yang lumrah atau suatu yang lumrah dianggap hal yang tabuh. Hijrah berarti suatu tindakan atau perbuatan perpindahan hidup dari hal-hal yang negatif ke hal-hal yang positif. Artinya dari perbuatan mungkar menuju yang ma’ruf, dari jahiliyah menuju islamiyyah, dari syirik menuju tauhid, dari maksiat menuju taat, dari berharap selain Allah ta’ala menuju berharap kepada Allah ta’ala, dari berdoa kepada selain Allah ta’ala menuju berdoa kepada Allah ta’ala, dari takut selain kepada Allah ta’ala menuju takut hanya kepada Allah ta’ala.
Tags :
Hijrah

BAB 1 PROBLEMATIKA KEHIDUPAN

2 0
  • Sarapakan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 544
  • Sarkat Jadi Buku

Problematika kehidupan merupakan segala problem atau masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap manusia yang hidup di dunia tentu akan memiliki masalah yang berwarna-warni. Sebab pada dasarnya manusia dihidupkan di dunia oleh Sang Khaliq untuk diuji dengan masalah, rintangan, dan hambatan kehidupan. Namun, dengan hadirnya berbagai problematika tersebut tidak hanya berdiam diri saja, tetapi wajib mencari solusi untuk menyelesaikannya. Sebab jika terus dibiarkan maka akan mengganggu ketenangan kehidupan. Walaupun masalah bersifat kecil akan tetapi ketika terus dibiarkan maka akan berpotensi menjadi masalah yang menggunung.

Kehidupan manusia merupakan proses terjadinya perkembangan potensi yang ada, baik fisik maupun psikis menuju satu tahap tertentu. Pola perkembangan kehidupan tersebut berasal dari dalam individu sendiri maupun dari hasil interaksi dengan lingkungan sosial dan alamnya. Hal ini tentu akan bersentuhan bahkan berbenturan dengan aspek permasalahan yang aktual, di antaranya perkembangan zaman, struktur sosial, modernisasi, dan pola hidup tertentu yang berkembang di masyarakat. Akibatnya tidak jarang manusia melakukan suatu perbuatan di luar kewajarannya.

Kondisi zaman yang semakin berkembang dapat dilihat berbagai jenis problem hadir dari sudut padang kehidupan, baik sosial budaya, ekonomi, pendidikan hingga politik. Akibatnya problem tersebut merong-rong generasi sehingga tidak jarang berbagai fenomenah konyol dapat terjadi. Ditambah lagi dengan minimnya pemahaman agama dan kesadaran membuat sesuatu yang tabu menjadi hal yang lumrah atau suatu yang lumrah dianggap hal yang tabuh.

Kondisi ini tentu jika ditelisik lebih dalam maka tentu bisa dikatakan bahwa akal telah menghamba kepada hawa nafsu. Namun, tidak sedikit insan yang terjun dalam kubangan ini. Dan lebih anenya, ketika diajak untuk memahami pedoman kehidupan atau melaksanakan kewajiaban terhadap Sang Khaliq banyak alasan yang dilontarkan agar tidak hadir. Akan tetapi ketika diajak untuk jalan-jalan atau  traveling, pesta miras, ke tempat lokalisasi, atau tempat hiburan lainya tidak berpikir panjang langsung diiyakan.

Perilaku ini tidak jarang dilakukan oleh oknum intelektual, walaupun banyak tugas kuliah misalnya tetapi ketika diajak untuk pergi ke tempat wisata relah ditunda untuk dikerjakan. Namun ketika diajak ketempat majelis ilmu, maka akan beralasan bahwa lagi banyak tugas kuliah sehingga harus segera diselesaikan. Padahal dalam majelis ilmu tersebut paling lama 2-3 jam saja. Bedah halnya dengan ketika pergi di tempat wisata atau ke tempat hiburan lainya yang berjam-jam. Dan setiap manusia memiliki waktu yang sama dalam sepekan yakni 168 jam, namun sangat sulit untuk menyisikan waktu 2 jam saja untuk mempelajari ilmu agama.

Berikut disajikan beberapa sudut pandang problem kehidupana manusia, yakni:

1. Sosial Budaya

Sosial budaya merupakan segala hal yang dibuat manusia dengan pikiran dan budinya yang dimiliki terhadap kehidupan bermasyarakat. Artinya sosial budaya merupakan konsep kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri. Namun, bukan berarti sebuah budaya dapat bertentangan dengan agama. Budaya dapat dikatakan tidak bertentangan dengan agama selama budaya itu tidak melanggar apa yang menjadi ketentuan agama. Sebab agama merupakan di atas segala perbuatan manusia.

Perubahan sosial budaya dapat terjadi apabila suatu kebudayaan melakukan kontak atau terjadi hubungan dengan kebudayaan asing. Sehingga tidak heran lagi jika generasi saat ini terkhusus generasi muslim mulai terkontaminasi dengan budaya asing, terutama budaya pergaulan bebas atau budaya liberalisme. Generasi begitu bangga ketika bebas berekspresi sesuai kemau dirinya, seperti mengumbar aurat, berpacaran, berjudi, pesta miras bahkan hadir di tempat-tempat hiburan. Lebih anehnya lagi kondisi ini sudah dianggap hal yang lumrah untuk saat ini. Sehingga tidak bisa dipungkiri jika ada ungkapan gadis desa rusak di kota.

LANJUTAN BAB 1

1 1
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 559
  • Sarkat Jadi Buku

Jika seekor kuncing atau hewan ternak peliharaan lainnya pulang di rumah dengan kondisi hamil itu suatu kewajaran, sebab dalam kehidupan perhewanan tidak ada kata malu. Beda halnya dengan manusia yang memilki rasa malu dalam dirinya. Akan tetapi dengan kondisi saat ini, suatu perbuatan hamil di luar nikah sudah dianggap hal yang lumrah atau bukan suatu aib lagi. Sehingga, para orang tua tinggal mengambil jalan tengah saja dengan menikahkan keduanya. Namun, lantaskah dosa perzinahan itu langsung gugur begitu saja? Jawabnya sebelum keduanya melakukan pertobatan yang sesungguhnya atau toubatan nasuha kepada Allah ta’ala maka dosanya tetap akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dan anak yang dilahirkan tidak bisa dinasabkan kepada ayahnya tetapi harus dinasabkan kepada ibunya. Walaupun secara biologi itu merupakan ayahnya namun secara agama bukan ayahnya. Tidak jarang juga seorang wanita mati di tangan kekesihnya akibatan seorang lelaki biadab yang tidak ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan kadang mereka melakukan suatu tindakan yang konyol ataupun menjijikan seperti janin yang dikandung digugurkan serta untuk menutup aib janin tersebut kadang dimakannya. Dikutip dari Media Indonesia  melaporkan bahwa setiap tahun kurang lebih 2 juta janin digugurkan. Maka benarlah firman Allah ta’ala dalam surah Al-isrá ayat 32 yang artinya:

Dan janganlah kamu mendekati zina, karena itu sesengguhnya suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isrá: 32).

Ayat tersebut jika direnungkan sungguh dalam maknanya. Di mana sangat tegas peringatannya yakni dilarang mendekati zina. Artinya didekati saja tidak boleh apalagi melakukannya. Adapaun salah satu contoh perbuatan mendekati zina yakni melakukan hubungan pacaran. Walapun pacaran tidak berakhir dengan hamil duluan, akan tetapi hamil duluan berawal dari pacaran. Sehingga, ketika hamil tentu akan terjadi kepanikan dan rasa penyesalan yang mendalam. Kenikmatan 15 menit dibalas dengan kesengsaraan yang lama. Dan tentu yang paling menderita adalah wanita.

Perlu diketahui juga sesungguhnya wanita yang berpacaran itu sama halnya dengan makanan yang dibagikan secara gratis. Sebab, ia akan dinikmati secara bebas oleh pasangannya walaupun belum ada ikatan pernikahan. Mulai dari dicium, diraba dan aktivitas lainnya tentu itu gratis. Maka, tentu aktivitas ini lebih mahal wanita pelacur. Lantas, masihkah mau melakukan aktivitas pacarannya? Jawabanya ada pada diri sendiri.

Kekonyolan yang sangat lumrah juga terjadi dalam kehidupan sosial yang dilakukan oleh umat muslim yakni mengumbar aurat dengan sangat bangga. Di mana ketika berpakaian belum memenuhi standar syar’iat islam. Sehingga, sering dikatakan berpakaian tetapi telanjang, ibarat makanan khas muna dan tolaki seperti lapa-lapa dan burasa. Artinya lekukan tubuh begitu jelas tergambar. Kemudian aktivitas tersebut tidak jarang di posting di media sosial yang dimiliki. Akibatnya akan memicu hawa nafsu laki-laki yang melihatnya. Maka, tentu akan menjadi dosa jariah bagi si pelaku. Sebab Allah ta’ala sudah mengingatkan kewajiban menutup aurat dalam Al-Qur’an yakni:

Dan katakana pada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perihasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perihasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesame islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perihasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (TQS. An-Nur: 31).

user

29 July 2021 07:04 Rallien Delmara Niceeeee

LANJUTAN BAB 1

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 522
  • Sarkat Jadi Buku

Anehnya juga yang tidak jarang terjadi yakni akan merasa risih atau malu ketika ada jerawat tumbuh di muka, tetapi ketika aurat terlihat akan merasa biasa-biasa saja. Sehingga, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghilangkan jerawat tersebut. Walaupun harga skincere puluhan ribu bahkan ratusan ribu, akan berusaha membelinya dengan menyisikan uang jajan yang dimiliki. Bahkan relah tidak jajan seminggu terpenting bisa membeli skincere dulu. Namun, untuk bersedakah sangat jarang menyisihkan rejeki yang dimiliki. Kemudian apakah kewajiban menutup aurat hanya berlaku untuk perempuan? Jawabnya tentu tidak. Laki-laki pun diwajibkan menutup aurat. Sebab batas aurat laki-laki yakni antara pusar dan lutut. Sehingga seorang laki-laki harus menjaga dengan baik juga auratnya, seperti ketika bermain bola sebaiknya menggunakan penutup paha. Dan laki-laki juga perlu menghindari pakaian yang ketat dan memakai pakaian yang longgar. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an yakni:

Hai anak Adam sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakauian yang indah untuk perihasan. ” (TQS. Al-Araf: 26).

2. Ekonomi

Ekonomi merupakan suatu perilaku atau tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya manusia harus bertindak atau beraksi untuk mencari kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Sehingga tidak jarang manusia melakukan segala cara dalam memenuhi kebutuhannya.

Hidup dalam selimut kapitalisme bukan suatu keheranan jika suatu yang haram dapat dihalalkan, seperti transaksi ribawi, berdagang miras, tempat judi, hadirnya tempat-tempat lokalisasi, dan berbagai perbuatan lainnya yang dapat menguntungkan diri sendiri maupun kelompok. Hal ini diakibatkan karena akidah yang gunakan merupakan akidah sekulur yakni pemisahan agama dengan kehidupan. Artinya agama hanya dianggap sebagai perbuatan spiritual semata dan tidak punya andil dalam mengatur ekonomi, politik, sosial budaya dan aspek kehidupan lainnya.

Perbuatan ribawi saat ini sudah dianggap hal yang lumrah dalam kehidupan masyarakat. Bahkan merasa bangga ketika bisa masuk ke dalamnya seperti menjadi pergawai bank konfensional. Melakukan utang-piutang dan kredit barang dengan bunga sekian persen. Hal ini dilakuakn ketika membutuhkan modal usaha relah melakukan peminjaman di bank dengan bunga sekian persen. Padahal pada dasarnya transaksi ribawi merupakan salah satu dosa besar dalam kehidupan. Bahkan dosanya bagaikan 36 kali dosa berzina dan yang paling ringan seperti seorang lelaki berzina dengan ibu kandunganyas sendiri. Allah ta’ala sudah mengingatikan dalam Al-Qur’an, yakni:

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka bertaka bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapatkan peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (TQS. Al-Baraqarah: 275).

Problem terbesar juga yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan utang Negara hari ini yang sudah mencapai sebesar Rp. 6.418,15 triliun hingga Mei 20021? Apakah seluruh rakyat Indonesia turut bertanggungjawab? Di mana, utang ini memakain sistem bunga. Maka tentu seluruh rakyat Indonesia ikut bertanggungjawab bukan hanya pemerintah semata. Sebab, rakyat merupakan pengawas utama bagi pemerintah. Sehingga sikap yang benar adalah setipa rakyat harus selalu siap mengeluarkan pendapat berbentuk saran maupun kritikan terhadap segala keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dan pemeirntah tidak boleh gampang baper dengan segala pendapat yang dikeluarkan oleh rakyat, sebab pemerintah merupakan pelayan bagi rakyat.

LANJUTAN BAB 1

1 1
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 630
  • Sarkat Jadi Buku

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses belajar mengajar ilmu pengetahuan yang dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Setiap insan tentu akan mengalami yang namanya pendidikan. Sebab sejak lahir manusia sudah memasuki areh pendidikan. Di mana, ia diajarkan berbicara, berjalan, dan aktivitas lainnya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar atau terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pembukaan UUD 1945 alinea keempat berbunyi mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa ini seolah merepresentasikan salah satu tujuan pendidikan Indonesia. Akan tetapi, melihat kondisi generasi saat ini sungguh mengkhawatirkan. Ditambah dengan sistem pendidikan yang digunakan terselimuti dengan akidah sekularisme. Akibatnya, mempelajari ilmu agama bukan suatu keharusan atau kewajiban bagi setiap insan terkhusus seorang muslim. Apalagi saat ini, beredar isu bahwa mata pelajaran agama diganti dengan akhlak dan budaya.

Fenomena, yang tidak jarang dijumpai ketika seorang muslim balig tidak melaksanakan kewajibannya seperti melaksanakan sholat lima waktu. Kemudian, tidak jarang juga ditemukan seorang muslima ketika ditanya jumlah rukun islam maupun rukun iman kadang tidak diketahui atau dilupakan dan bahkan ditukarkan. Hal ini diakibatkan karena menjauh dari sebuah majelis ilmu keagamaan. Padahal pada dasarnya tujuan dihidupkan di dunia ini, adalah melakukan apa yang harus dilakukan dan tidak melakukan yang dilarang serta untuk melakukan harus memperlajari ilmu agama. Sebab, di dalamnya telah terdapat hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Sang Khaliq. Dampak lainnya, seorang muslim bersuka rela dalam melakukan berbagai bentuk kemaksitaan yang merajalela akibat menjauh dari sebuah jama’ah majelis ilmu.

Hal lain yang sering terjadi, yakni orang tua takut ketika anaknya mengikuti kajian ilmu agama. Hal ini terjadi, karena mindset negatif terhadap kajian ilmu agama. Di mana ketika mengikuti kajian keagamaan akan berpotensi menjadi seorang teroris ataupun meninggalkan serta menentang budaya yang bertentangan dengan ketentuan agama. Padahal pikiran ini sangat keliru besar. Sebab, di dalam kajian agama tidak diajarkan untuk menjadi teroris. Oknum-oknum teroris yang mengenakan atribut Islam, itu merupakan oknum yang keliru dalam menafsirkan ajaran agama. Di sisi lain, untuk menjelekkan ajaran agama terutama ajaran agama Islam tentang jihad fisabilillah dan penegakan sistem khilafah Islamiyyah. Sehingga sikap yang benar untuk menanggapi peristiwa ini adalah yang disalahkan oknumnya atau pelakunya bukan agama yang dianutnya. Sebab ajaran agama Islam merupakan ajaran kebenaran untuk menuju ridho Allah ta’ala sebagai pencipta alam semesta.

Sebuah budaya dianggap benar ketika budaya itu menjadikan ajaran agama sebagai landasan dasarnya. Sehingga, apabila ada budaya yang dianggap bertentangan dengan ketentuan agama. Perlu dilakukan pembaharuan bukan menghilangkannya. Sehingga, pelu mempelajari ilmu agama agar dalam menjalankan aktivitas kehidupan tidak melanggar ketentuan. Sikap yang benar dalam menjalankan kehidupan adalah saling menghargai perbedaan pendapat. Karena perbedaan itu bagian dari rahmat dan tanda kebesaran Allah ta’ala.

Jadi, menuntu ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Sebab, ilmu kunci dari segala kebaikan. Seorang muslim tidak sempurna agamanya tanpa menuntut ilmu. Sejak dilahirkan manusia dalam keadaan suci dan tanpa ilmu. Namun, ia sudah dibekali sebuah insting belajar. Sehingga, ia mampu mempelajari anggota badannya, alam semesta, kehidupan, dan lainnya serta dapat mengenal Tuhannya. Maka dari itu, sebenarnya manusia tidak ada yang bodoh, hanya saja kekurangan informasi. Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersabdanya dalam hadistnya, yakni:

Menuntu ilmu itu wajib atas setiap muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik ra, dishahihkan Al Albani dalam Shahihnya al-Jamaami’ish Shaghiir no. 3913).

Mempelajari ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Namun, bukan berarti mempelajari ilmu lainya diabaikan. Semua ilmu itu penting untuk dipelajari agar dapat menjalankan hidup dengan baik. Tidak jarang kita menjumpai para oknum cendekiawan menyalahgunakan pengetahuannya untuk menguntungkan dirinya sendiri dan kelompoknya. Hal ini terjadi, karena akal sudah diselimuti oleh hawa nafsu terhadap keinginan kenikmatan dunia.

user

29 July 2021 07:06 Rallien Delmara Tholabul 'ilmi faridhotun 'ala kulli muslimin wa muslimat. Asikk

LANJUTAN BAB 1

1 0
  • Sarapan Kata KMO Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 930
  • Sarkat Jadi Buku

4. Politik

Politik merupakan suatu konsep sebuah pemerintahan untuk menentukan jabatan dan menetapkan sebuah hukum yang akan dilaksanakan dalam kehidupan. Konsep politik yang berkembang di negara-negara sekarang cenderung idealisme demokrasi dan sosialisme komunis. Adapun untuk idealisme Islam secara menyeluruh pelaksanaannya berakhir pada tahun 1924. Sehingga wajar jika dalam pelaksanaan politik sistem demokrasi agama tidak diperbolehkan ikut campur. Mengapa demikian? Sebab aqidah yang digunakan dalam sistem demokrasi adalah aqidah sekuler yaitu pemisahan kehidupan muamalah ataupun politik dengan agama.

Sistem demokrasi menganggap agama hanya sebagai konsep ritual atau spiritual semata. Artinya urusan agama dikembalikan hanya menjadi urusan pribadi bagi setiap rakyat. Sistem ini dikenal juga sebagai sistem kedaulatan rakyat yaitu suara rakyat suara Tuhan. Pengemban idealisme ini beranggapan bahwa manusia berhak membuat peraturan hidupnya. Sebab, manusia memiliki kebebasan yang terdiri dari kebebasan beraqidah, berpendapat, hak milik dan kebebasan pribadi. Akibatnya dari kebebasan hak milik ini lahirlah ekonomi kapitalisme yang paling menonjol dalam idealisme kapitalisme-demokrasi.  Kemudian dampak lainnya mengakibatkan hal-hal yang menjadi haram bisa menjadi halal dan yang halal bisa menjadi haram tergantung dari hasil rapat paripurna legislatif sebagai pembuat hukum.

Sistem demokrasi yang menganggap rakyat berhak membuat peraturan. Artinya rakyat adalah sumber kekuasaan. Sehingga kedaulatan Tuhan tidak dianggap dalam sistem ini. Rakyat punya hak penuh untuk membuat peraturan, mengangkat kepala negara dan menggajinya untuk menjalankan peraturan yang ditetapkan. Namun, hal yang paling konyol dalam sistem ini untuk menjadi wakil rakyat (legislatif) ataupun pemimpin rakyat (eksekutif) harus mempunyai partai politik. Tanpa ada partai politik maka tidak bisa mencalonkan diri. Walaupun kadang sudah lama menjadi pengurus partai, jika tidak memiliki uang banyak maka tidak bisa diusulkan untuk mencalonkan diri. Oknum yang bisa diusulkan untuk mencalonkan diri adalah yang punya uang banyak dan elektabilitas baik. Sehingga, wajar jika ada oknum berganti-ganti partai politik dalam mencalonkan diri. Lembaga pengurus proses pemilihan wakil rakyat dan pemimpin rakyat disebut KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Fenomena yang sering terjadi dalam sistem ini ketika masa pesta demokrasi, aktivitas sogok menyogok atau sering disebut dengan serangan fajar sudah menjadi rahasia umum. Para calon kandidat ketika masa kampanye tiba begitu vocal menyampaikan visi dan misi. Begitu sopan dan ramah terhadap masyarakat hingga keluarga yang sebelumnya jarang dikunjungi sudah menjadi sering. Hal ini dilakukan agar bisa mendapatkan hati rakyat  supaya dapat memilihnya. Sehingga, sering disebut keluarga lima tahun, ada ketika masa pesta demokrasi.

Perlu dipahami bahwa di dalam sistem demokrasi sampai saat ini belum ada hukum yang mengatur bagi setiap calon kandidat harus wajib melaksanakan seluruh janji kampanyenya. Misalnya jikaa tidak dilaksanakan maka akan dihukum sekian tahun penjara dan denda sekian juga. Jadi wajar ketika para calon kandidat terpilih banyak janji kampanye yang tidak dapat direalisasikan. Hal lain yang sering terjadi dan sudah menjadi rahasia umum ketika kandidat yang didukung, maka para anggota PNS yang terbukti melawan akan dipindah tugaskan. Sehingga, demi mempertahankan posisinya rela melakukan apapun seperti aktivitas sogok menyogok. Padahal aktivitasini ini merupakan dosa besar, sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyampaikan dalam hadits:

"Dari Abu Hurairah RA berkata:  Rasul SAW bersabda: Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap." (HR. Imam Ahmad). Hadist ini dinyatakan shohih oleh syaikh Al-banani di dalam shohih At-targhib wa At-Tarhibll/261 no.2212.

Aktivitas-aktivitas tersebut wajar terjadi dalam sebuah sistem yang jauh dari agama. Perlu diketahui juga bahwa kandidat yang terpilih merupakan bukan sepenuhnya wakil rakyat, tetapi ia juga sebagai petugas partai politik yang mengusungnya. Akibatnya ketika menjabat tentu prioritas utamanya adalah diri sendiri, kelompoknya kemudian kepentingan rakyat. Inilah buruknya sistem kapitalisme-demokrasi, kepentingan umum menjadi prioritas akhir. Adapun untuk penegakkan hukum cenderung tumpul ke atas tajam kebawah. Di mana seorang pencuri kecil akan lebih cepat kasusnya diselesaikan, sedangkan bagi pencuri uang rakyat atau koruptor begitu pelan bagaikan siput dan bahkan pelayanannya lebih istimewa. Lebih anehnya lagi perilaku ini sudah dianggap hal lumrah, sehingga rasa malu terasingkan.

Proses pembuatan hukum dalam sistem demokrasi yang dilakukan oleh anggota legislatif sesungguhnya cenderung mengikuti hawa nafsu. Artinya sebagian oknum anggota legislatif ketika melakukan voting untuk mensahkan sebuah undang-undang, tentu terlebih dahulu akan mempertimbangkan kepentingan pribadi, kelompok dan kemudian kepentingan rakyat. Sehingga, wajar jika banyak peraturan yang pro pada kepentingan oknum elit dan kontra pada kepentingan rakyat kecil serta banyak aturan yang tumpang tindih. Itulah bahayanya ketika manusia membuat sendiri peraturan hidupnya dan berani melawan peraturan ketetapan Allah ta'ala. Padahal Allah ta'ala sudah mengingatkan dalam firman-Nya yang artinya:

"Sungguh, Kami turunkan kepadamu kitab yang merupakan kebenaran dari Allah. Hendaknya kamu memutuskan di antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu." (TQS. An-Nisa: 105).

Sedangkan, sistem sosialisme komunis menganggap agama hanya sebagai candu. Sehingga idealisme ini bersikap ateistik dan antiagama. Sebab, dianggap berdampak negatif terhadap perkembangan kehidupan manusia. Maka, wajar dulu ketika komunis berkembang di bangsa ini membantai umat beragama terkhusus umat Islam. Aqidah yang berkembang dalam sistem ini adalah aqidah materialisme yaitu segala kehidupan berasal dari materi. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini merupakan bentuk evolusi materi. Sehingga menganggap materi bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir). Maka jelas sistem ini tentu mengingkari adanya penciptaan alam semesta, kehidupan dan manusia oleh Zat Yang Maha Pencipta. Adanya agama dalam sistem ini hanya dianggap sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi, kerena melalaikan pekerjaan manusia.

Jelaslah bahwa kedua sistem ini merupakan sistem bathil karena menjauhkan perkara agama dalam pengaturan kehidupan. Adapun ada, karena aturan itu dapat menguntungkan bukan karena ketaatan kepada Pencipta. Sebab asas yang berlaku dalam kedua sistem ini adalah asas untung rugi atau bermanfaat mudharat. Padahal sesungguhnya penerapan hukum pencipta tidak boleh tebang pilih. Artinya tidak boleh hanya mengambil hukum yang bermanfaat bagi kehidupan dan membuang hukum yang tidak bermanfaat. Harusnya segala ketetapan hukum yang ditetapkan oleh pencipta, maka sebagai hamba-Nya harus samina watona. Sebab segala ketentuan-Nya merupakan kebaikan bagi kehidupan manusia sebagai hamaba-Nya.

BAB 2 MENGENALI DIRI

1 0
  • Sarapkan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah kata 559
  • Sarkat Jadi Buku

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah taála yang sempurna. Sebab manusia diciptakan dari dua jenis unsur yakni unsur fisik atau jasmani dan unsur ruhani yakni jiwa atau ruh. Sehingga unsur fisik tanpa unsur jiwa maka tidak sempurna. Manusia dikatakan hidup karena unsur jiwa masih mendiami unsur fisik. Kemudian dengan fisiknya manusia dapat melakukan aktivitas kehidupan dunia. Dari fisiknya pula manusia dapat dikenali bentuk fisik dan rupunya. Allah taála menyampaikan dalam firmanya yang artinya:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baikanya” (TQS. At-Tin: 4).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah taála menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Artinya dapat direngkungkan bahwa manusia memang makhluk cipataan-Nya yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain. Allah menciptakan manusia lengkap dengan jasadnya sebagai tempat mendimnya jiwa. Sehingga manusia memiliki tubuh yang nyata. Ketika jiwa meninggalkan tubuh atau jasad, maka manusia dikatakan mati. Sebab unsur fisik atau jasad tidak dapat lagi melakukan aktivitas kehidupan dunia.

Manusia ketika diciptakan dibekali dengan beberapa qhodar, yakni naluri (ghorizatun) dan kebutuhan jasmani (hajat udhowiyyah). Naluri terdapat tiga unsur, yakni naluri seksual atau cinta mencintai (ghorizatun naú), naluri bertuhan atau mengagungkan sesuatu (ghorizatun tadayyun), dan naluri mempertahankan diri (ghorizatun baqó). Ketiga naluri ini dapat bereaksi dipengaruhi oleh faktor eksternal. Seperti reaksi dari naluri cinta mencitai, ketika ada seorang pria melihat wanita kemudia tertarik untuk memilikinya. Maka hal ini ghorizatun nau’nya berekasi. Sehingga wajar ketika ada laki-laki tertarik pada wanita begitu pun sebaliknya, sebab itu semua sudah fitrah manusia. Yang aneh ketika ada pria atau wanita tertarik kepada sesama jenis, maka hal ini patut dijauhi.

Kebutuhan jasmani (hajat udhowiyyah) merupakan kebutuhan atau keinginan tubuh yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar bagi menusia yang ditimbul diakibatkan oleh kerja struktur organ tubuh manusia. kebutuhan ini meliputi kebutuhan rasa lapar, haus, mengantuk, dan lainnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, jika tidak dipenuhi akan membahayakan tubuh yang mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Seperti rasa lapar ketika tidak dipenuhi akan mengakibatkan rasa sakit perut hingga berdampak pada penyakit maag. Unsur ini sesungguhnya secara alamiah akan menuntut pemuasan karena dorongan internal. Walaupun kadang dipengaruhi faktor eksternal juga seperti rasa kelaparan ketika melihat makanan yang enak. Namun, tuntutan pemuasan dari kebutuhan jasmani tidak akan hilang pada saat kebutuhan jasmani menuntut pemuasan. Bahkan tuntutan itu akan terus ada sampai tuntutannya dipuaskan. Sehingga kebutuhan ini dikatakan kubutuhan yang menuntut pemuasan yang secara pasti. Beda halnya dengan naluri yang tidak menuntut pemuasan secara pasti.

Keistimewan yang dimiliki manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya, yakni akal, rasa malu, memiliki agama, dan pahala serta dosa. Akal inilah yang dapat mengantarkan manusia untuk mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Akal mempunyai peran yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Adanya akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang terpuji dan mana  yang tercela, dan mana yang haq dan mana yang bathil. Sehingga dari akal yang dimiliki inilah yang membuat manusia dapat mulia hidupnya. Tetapi, dengan akal inilah yang membuat manusia bisa lebih rendah dari bintang, ketika akal menghamba pada hawa nafsu. Sebagimana Allah taála menyampaikan dalam firmannya yang artinya:

Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari golongan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memili mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah ” (TQS. Al-Áraf: 179).

LANJUTAN BAB 2

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 503
  • Sarkat Jadi Buku
  • PR

Ayat ini sangat jelas menyampaikan bahwa ketika manusia tidak memposisikan potensi yang dimiliki dengan tepat. Maka akan menjerumuskan dirinya lebih renda ketimbang makhluk lain seperti hewan ternak. Sebab hewan ternak tidak memiliki akal yang dipergunakan untuk membedakan hal yang baik dan hal yang buruk. Rasa malulah yang menjadi salah satu tolak ukur manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan. Artinya manusia tidak sembarang berbuat sesuatu untuk memenuhi pontesi yang dimiliki seperti memenuhi ghorizatun naú. Untuk memenuhi potensi ini manusia memiliki aturan atau syariat yang telah ditetapkan oleh Allah taálah sebagai pencipta alam semesta, kehidupan, dan manusia. Sehingga ketika ada oknum manusia yang memenuhi naluri tersebut tanpa melewati aturan yang telah ditetapkan, maka sama seperti hewan ternak bahkan lebih sesat lagi.

Agama ada dalam kehidupan manusia sebagai bentuk penyaluran ghorizatun tadayyun.  Lewat agama juga seorang hamba dapat mengenal Penciptanya. Tanpa adanya agama tentu akan menimbulkan kebingungan yang dahsyat dalam kehidupan manusia karena tidak dapat mengetahui penciptanya. Sebab Pencipta untuk dapat dikenali oleh hamba-Nya harus memberikan informasi kepada hamba-Nya. Sehingga Pencipta menurukan kitab suci kepada Rasul-Nya melalui perantara malaikat-Nya sebagai petunjuk sekaligus pengenalan diri bagi Pencipta kepada hamba-Nya. Dalam Islam kitab suci yang diturunkan yakni Al-Qur’an. Kitab suci ini merupakan penyempurna bagi seluruh kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Sebab dalam kita suci ini seluruh aspek kehidupan manusia telah diatur secara rinci. Sehingga Islam merupakan agama rahmatan lil alamin.

Beriman kepada Pencipta Yang Maha Pengatur merupakan hal yang fitrah bagi setiap manusia. Hal ini dikarenakan reaksi dari perasaan hati untuk mengagungkan sesuatu. Tetapi, sangat keliruh besar jika hanya melibatkan perasaan hati untuk menyalurkan ghorizatun tadayyun. Sebab jika hanya perasaan hati yang dilibatkan tentu rasa keyakinan tidak akan bertahan lama karena adanya rasa kejenuhan atau kebosanan dalam diri. Sehingga dalam kenyataanya perasaan tersebut akan menambah-nambah yang diimani dengan sesuatu yang tidak ada hakekatnya. Jika seorang hamba meyakini Pencipta Maha Melihat kemudian membayangkan seperti cara melihatnya makhluk, maka ini perbuatan yang sangat keliruh. Mengapa? karena pada dasarnya akal yang dimiliki manusia mempunyai keterbatasan sehingga tidak dapat menjangkaunya. Jadi sangat konyol jika ada oknum yang menggambarkan Penciptanya mempunyai mata seperti mata makhluk. Padahal sifat makhluk dan sifat pencipta sangat jauh berbeda.. sifat makhluk pasti bersifat terbatas, teratur, terpaksa, lemah, serbah kurang, dan serbah begantung, sehingga mustahil bbersifat azali. Sedangkan pencipta sudah tentu bersifat azali yakni tidak berawal dan tidak berakhir, sehingga wajibul wujud atau wajib adanya. Olenya itu, pentingnya peran akal dalam mengimani Pencipta Yang Maha Pengatur.

Islam tidak menjadikan perasaan hati sebagi satu-satunya untuk mengimani Pencipta Yang Maha Pengatur. Tetapi, akal ikut serta dalam proses ini sehingga perannya sangat berpengaruh penting dalam membernarkan apa yang diimani. Hal ini dilakukan agar seorang hamba tidak menambah sifat-sifat Pencipta yang tidak sesuai dengan sifat Ketuahanan ataupun menghayalkan penjelmaan-Nya dalam bentuk materi. Islam mewajibkan setiap umatnya untuk menggunakan akal dalam beriman kepada Allah taála. Islam telah menjadikan akal sebagai dalam beriman kepada Allah taála. Seabagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yyang berakal” (TQS. Ali’Imran: 190).

LANJUTAN BAB 2

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 544
  • Sarkat Jadi Buku

Jelaslah sudah bahwa akal merupakan salah satu potensi yang sangat penting dalam mengimani apa yang diimani. Ada banyak ajakan oleh Al-Qur’an dalam berbagai surat yang berbeda untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari sunatullah serta memperoleh petunjuk agar beriman kepada Penciptanya. Semuanya ditunjukan kepada potensi akal untuk diajak berfikir dan merenung, sehingga imannya berasal dari akal dan bukti yang nyata. Iman semacam ini tentu akan kuat landasannya, bukan seperti imannya orang-orang lemah. Sebab iman ini berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan serta senantiasa mengamati alam semesta untuk berpikir dan merenungi. Sehingga dengan pengamatan dan perenungan yang tenang akan sampai kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa.

Lantas bagaimana dengan pertanyaan yang mengakatan “Bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada Allah taála, sedangkan akal tidak mampu memahami Zat Allah taála?” untuk menjawab pertanyaan ini, maka hal utama yang perlu dipahami adalah akal manusia itu terbatas dan Zat Allah taála berada diluar tiga unsur alam semesta, kehidupan, dan manusia. Kemudian perlu dipahami bahwa beriman kepada Pencipta itu, percaya terhadap wujud Allah taála. Wujud-Nya dapat diketahui melalu ciptaan-Nya, bahwa sesungguhnya segala zat ciptaan yang ada di alam semesta ini merupakan reprentasi terhadap Pencip-Nya. Artinya sungguh mustahil alam semesta, kehidupan dan manusia ada begitu saja tanpa ada yang menciptaakan. Logika sederhana sebuah Masjid tidak mungkin berdiri sendiri tanpa ada yang mendirikannya. Tetapi perlukah kita mengetahui bagaimana bentuknya yang membuat Masjid tersebut? Jawabannya tentu tidak, cukup meyaki bahwa masjid tersebut ada yang membuatnya. Begitulah pula dengan pencipta alam semesta, kehidupan, dan manusia cukup kita meyakininya tidak perlu mengetahu bentuknya, sebab akal tidak mampu menjakaunya.

Terus bagaimana mengatakan Allah taála sebagai pencipta alam semesta, kehidupan, manusia? jawabannya Al-Qur’anlah yang menjadi dalil utama untuk membuktikan kebenaran tesebut. Namun, sebelum itu hal utama yang perlu dipahami adalah konsep berpikir. Orang dikatakan dapat berpikir ketika memenuhi syarat berpikir yakni fakta yang terindra, otak, alat indra, dan informasi terhadulu. Ketika orang mampu menghubungkan fakta terindra dengan informasi terdahulu maka ia dikatakan paham. Nah, untuk membuktikan hal ghaib atau sesuatu yang tidak kasat mata perlu adanya alat bukti atau dalil. Dalil tentu bersifat kasat mata, sehingga mampu untuk dijangkau. Dari sinilah peran para Rasul dibutuhkan oleh umat manusia dikarenakan manusia merupakan makhluk Allah taála. Manusia senantiasa mensucikan penciptanya diakibatkan fitrah berupa ghorizatu tadayyun. Aktivitas inilah yang dinamakan ibadah yang berfungsi sebagai penghubung antara manusia dengan Penciptanya. Maka perlunya sebuah aturan dalam peribadatan tersebut. Sebab jika tanpa aturan tentu akan mengakibatkan kegaduhan dalam beribadah. Tetapi, aturan ini tidak boleh datang dari manusia sebab manusia tidak mampu menjangkau hakekat Pencipta. Olehnya itu, aturan ini datangnya harus dari Pencipta, maka perlunya ada Rasul yang menyampaikan wahyu ini kepada umat manusia.

Begitu pula segala aktivitas manusia lainya dalam kehidupan perlu adanya aturan. Adanya naluri dan kebutuhan jasmani dalam diri manusia tentu menuntut pemuasan. Pemuasan seperti ini jika dibiarkan begitu saja tanpa ada aturan akan menjurus ke arah pemuasan yang salah dan menyimpang. Hanya saja aturan itu lagi-lagi tidak boleh hadir dari diri manusia, akan tetapi harus dari Pencipta sebagai Maha Pengatur alam semesta. Sebab manusia memiliki pemahaman yang terbatas untuk mengatur pemuasan naluri dan kebutuahan jasmani. Sehingga ketika dibiarkan tentu berpotensi terjadi perbedaan, perselisihan, pertentangan, dan terpengaruh lingkungan tempat tinggalnya. Akhirnya akan menjerumuskannya ke dalam kesengsaraan. Olehnya itu aturan tersebut berasal dari Pencipta melalui para Rasul.

LANJUTAN BAB 2

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 580
  • Sarkat Jadi Buku

Jika ada yang meragukakan kebenaran Al-Qur’an sebagai kitab suci Allah taála. Tentu sebagai muslim wajib membuktikan bahwa Al-Qur’an memang benar kitab suci Allah taála yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu alahi wassallam melalui perantara Malaikat Jibril As. Bukti bahwa Al-Qur’an datang dari Allah taálai dapat dilihat dari faktanya atau kenyataanya bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berbahasa Arab. Kemudian ada tiga kemungkinan untuk menentukkan darimana asal kitab suci Al-Qur’an, yaitu karangan orang Arab, karangan Rasulullah shallallahu alahi wassallam, dan berasal dari Allah taálah. Hanya tiga kemungkinan ini yang ada untuk membuktikan kitab suci Al-Qur’an, tidak lagi kemungkinan lainnya. Sebab kita suci Al-Qur’an berciri khas Arab baik dari segi bahasa maupun gayanya.

Kemungkinan pertama, bahwa  kitab suci Al-Qur’an merupakan karangan orang Arab. Tentu hal ini jika ditelisik akan menemukan fakta sungguh mustahil. Sebab kitab suci Al-Qur’an sendiri telah menentang oknum tersebut untuk membuat karya yang serupa. Sebagaimana Allah taála menyampaikan dalam firman-Nya yang artinya:

Katakanlah:’Maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya” (TQS. Hud: 13).

Ayat tersebut menantang yang mengatakan kita suci Al-Qur’an sebagai karangan orang Arab untuk mendatangkan sepuluh surat yang serupa. Tetapi, sejak kitab suci Al-Qur’an diturunkan hingga sampai saat ini belum ada yang mampu melakukannya. Kemudian Allah taála kembali meringankan tantangannya, sebagaimana firman-Nya yang artinya:

Katakanlah: (‘Kalu benar apa yang kamu katakan), maka cobalah datangkan sebuah surat yang menyerupainnya” (TQS. Yunus: 38).

Ayat ini menantang para oknum yang meragukan kebenaran kita suci Al-Qur’an untuk mendatangkan sebuah surat serupa. Namun, lagi-lagi tidak dapat dilakukan walaupun menyerupai surat terpendek dalam kitab suci Al-Qur’an yaitu surat Al-Kausar dan seluruh ahli syair dikumpulkan. Hal ini membuktikan bahwa kitab suci Al-Qur’an bukan berasal dari perkataan orang Arab, maka gugurlah kemungkinan pertama.

Kemungkinan kedua, mengatakan bahwa kita suci Al-Qur’an karangan Rasulullah shallallahu alahi wassallam. Namun, jika ditelisik lagi akan kembali menemukan kemustahilan. Sebab Rasulullah shallallahu alahi wassallam merupakan orang Arab juga. Biar bagaimanapun jeniusnya ia merupakan salah satu bagian dari bangsanya. Sehingga masuk akal jika Rasulullah shallallahu alahi wassallam tidak mampu membuat karya yang serupa. Apalagi Rasulullah shallallahu alahi wassallam disisi lain menyampaikan hadist-hadist shahih. Tetapi, setiap ayat hadist dibandingkan dengan ayat manapun dalam Al-Qur’an tidak menemukan gaya bahaya yang serupa. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat jelas dalam setiap ayat. Ditambah lagi pada saat itu Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersifat ummiy yang diartikan tidak pandai menulis dan membaca. Artinya Rasulullah shallallahu alahi wassallam sebelumnya belum pernah membaca atau menulis ayat serupa dalam kitab suci Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah taála yang artinya:

Dan Engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) suatu kitab pun dan Engkau tidak pernah menulisnya dengan tangan kananmu. Andaikan Engkau pernah membaca dan menulisnya, niscaya benar-benar ragulah orang mengingkarimu” (TQS. Al-Ankabut: 48).

Tuduhan lain yang dilontarkan terhadap Rasullah shallallahu alahi wassallam adalah bahwa Al-Qur’an disadur olehnya dari seorng pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Namun, Allah taála membatah perkataan oknum tersebut dalam firman-Nya yang artinya:

(Dan) sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata:’Bawahsannya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajaar kepadanya (adalah) bahasa’ajami (non Arab), sedangkan Al-Qur’an itu dalam bahasa Arab yang jelas” (TQS. An-Nahl: 103).

Jelaslah bahwa Al-Qur’an bukan karangan Rasulullah shallallahu alahi wassallam. Dengan demikian, gugurlah kemungkinan kedua. Sehingga, sangat jelas bahwa kitab suci Al-Qur’an merupakan kalamullah atau perkataan Allah taála. Di mana syariat ini diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu alahi wassallam. Artinya inilah dalil naqli yang membuktikan kerasulan Muhammad shallallahu alahi wassallam dan kebenaran Al-Qur’an sebagai kitab suci Allah taálah serta bukti kebernaran untuk wajib beriman kepada Allah taála sebagai Pencipta alam semesta, kehidupan, dan manuisa. 

LANJUTAN BAB 2

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 501
  • Sarkat Jadi Buku

Beriman kepada Allah taála dan Rasulullah shallallahu alahi wassallam merupakan nikmat yang tidak dapat dibayarkan dengan apapun. Walaupun kepala terpisa dari badan rela dilakukan demi mempertahankan keimanan tersebut. Hal ini terjadi karena yang diimani dapat memuaskan akal, sesuai fitrah manusia, dan menetramkan jiwa. Inilah kebenaran yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya. Lantas masikah meragukan tentang eksistensi Ketuhanan Allah taála dan kebenaran Al-Qur’an yang diajarkan oleh Rasululullah shallallahu alahi wassallam?

Setelah kebenaran Al-Qur’an dapat dibuktikan sebagai kalamullah, maka apa yang menjadi ketetapan di dalamnya wajib ditaati. Dari sinilah peran pahala dan dosa pada diri setiap manusia. Artinya ketika ia melaksanakan perintah Allah taála akan mendapatkan pahala, sedangkan ketika melanggar perintah-Nya akan mendapatkan dosa. Perlu dipahami bahwa di dalam diri manusia terdapat dua area yang menjadi salah satu keistimewaan, yakni area yang menguasai manusai dan area yang dikuasai. Area yang menguasai merupakan area yang di dalamnya manusia tidak dapat memilih. Artinya segalah yang terjadi pada diri manusia merupakan ketetapan Pencipta. Sebagai contoh, ketika ada manusia ditetapkan oleh Allah taála lahir menjadi orang Indonesia, memiliki kulit putih atau hitam, berhidung pesak atau mancung, berambut kriting atau lurus, berbadan tinggi atau pendek, bermuka ganteng atau cantik, dan bentuk lainnya. Itu semua merupakan kenikmatan yang telah ditepakan oleh Pencipta dan manusia tidak punya andil untuk menetapkan sendiri tubuhnya. Segalah ketetapan ini Allah taála kelak tidak akan memintai pertanggungjawaban, karena diluar kekuasan manusia. Sehingga, tidak perlu ada rasa kekhawatiran terhadap segala ketetapan dalam diri. Sikap yang benar harus bersyukur karena itu yang terbaik menurut Pencipta serta di dalamnya tidak berlaku pahala dan dosa.

Sedangkan, area yang dikuasai manusia merupakan area di mana manusia dapat memilih atau menentukan sendiri apa yang ingin dilakukan. Potensi ini sudah menjadi ketetapkan Pencipta juga bagi manusia. Sehingga, perlu berhati-hati dalam menfaatkan potensi ini. Sebab, di dalamnya berlaku pahala dan dosa. Artinya ketika manusia salah memilih akan mendapatkan dosa atau keburukan dan ketika benar memilih akan mendapatkan padahala atau kebaikan. Sebagai contoh ingin menjadi orang baik atau jahat, pacaran atau tidak, mengumbar aurat atau menutup aurat, sholat atau tidak, puasa atau tidak, taat pada Allah taála atau membangkang pada Allah taála, korupsi atau tidak, bertransaksi ribawi atau tidak, belajar ilmu agama atau tidak, dan lainnya. Itu semua merupakan pilihan bagi manusia karena berada dalam area kekuasaannya. Setiap pilihan yang diambil memiliki kosekuensi dan kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah taála.

Hal inilah yang harus dikhawatirkan oleh manusia, karena setiap pilihan akan menentukan nasibnya di akhirat. Hidup di dunia sesungguhnya bagaikan melakukan perjalanan yang panjang. Tentu, ketika melakukan sebuah perjalan membutuhkan bekal yang cukup agar tidak merasa kelaparan ataupun kehausan di perjalanan. Analogi sederhana, seperti seseorang melakukan penjelajahan di hutan rimba atau mendaki di gunung. Ketika pendaki tersebut tidak membawa bekal yang cukup, maka pasti akan kelaparan dan kehausan di perjalanan. Jadi, sikap yang benar harus selalu memilih hal-hal yang baik agar tidak menjerumuskan diri ke dalam panasnya api neraka. Di mana panasnya api neraka tidak bisa dibayangkan oleh akal manusia. Siksaan yang paling ringan seperti seseorang diletakan dua bara api kemudian mendidih otaknya.

LANJUTAN BAB 2

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 553
  • Sarkat Jadi Buku

Jika menelisik kondisi manusia, maka akan menemukan dua jenis manusia secara umum, yakni manusia sejati dan manusia jadi-jadian. Manusia sejati merupakan manusia yang menjadikan akalnya untuk memimpin dirinya. Ia tidak akan melakukan apapun sebelum mengetahui eksistensi diri, seperti darimana ia berasal?, untuk apa diadakan?, dan mau kemana setelah kehidupan ini? Tiga pertanyaan mendasar ini yang akan selalu menghantuinya sebelum menemukan jawabannya. Bagi oknum yang beraqidah sekuler akan tetap menjawab bahwa kehidupan berasal dari Pencipta. Tujuan diadakan untuk mencari kebahagian agar kesejahteraan dapat dicapainya. Adapun ibadah kepada Pencipta dilakukan hanya sebatas penyaluran ghorizatun tadayyun. Artinya ia tetap melaksanakan kewajiabnya terhadap Pencipta, akan tetapi cenderung yang dilaksanakan ibadah bersifat pribadi, seperti sholat, puasa, bayar zakat, dan naik haji sertanya lainya. Segala peraturan yang ditetapkan oleh Pencipta dalam ibadah individu dengan senang hati akan dilaksanakan, walaupun kadang juga ditinggalkan. Namun, ketika peraturan yang ditetapkan pencipta terhadap kehidupan muamala akan berpikir panjang untuk dilaksanakan jangan sampai merugikan. Kemudian, setelah kehidupan ini akan kembali di akhirat, yakni surga atau neraka.

 Oknum yang beraqidah materialis menjawab bahwa kehidupan berasal dari materi. Artinya materi bersifat wajibul wujud atau ada begitu saja tanpa ada yang menciptakan. Ketika materi satu bertemu dengan materi lain akan menghasilkan materi baru, seperti sel sperma laki-laki bertemu dengan sel telur wanita dalam rahim menjadi janin. Contoh lainnya hewan yang mati akan menjadi bangkai, sehingga menghasilkan kehidupan baru berupa ulat-ulat. Maka, wajarlah oknum yang beraqidah materialis tidak mempercayai adanya Pencipta ataupun hal yang ghoib. Sehingga, agama hanya dianggap sebagai candu dalam kehidupan manusia. Tujuan dihidupkan untuk mencari kebahagian dan kesejahteraan. maka perlunya bekerja bekerja dan bekerja. Pekerjaan menjadi perhatian utama dalam idealisme ini, dikarenakan tuntutan kepuasan kebutuhan jasmani. Kemudian setelah kehidupan dunia, idealisme ini menjawab akan kembali menjadi materi lagi. Jadi, idealisme ini menganggap bahwa materi bersifat abadi.

Sedangkan, idealisme Islam menjawab bahwa kehidupan berasa dari Maha Pencipta. Segala sesuatu yang ada di alam semesta merupakan karya Maha Pencipta. Tujuan dihidupkan untuk beribadah kepada Allah ta’ala agar mendapatkan ridho-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya:

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (TQS. Az-Zariyat: 56).

Jadi, sangat jelas dalam ayat tersebut bahwa manusia dihidupkan untuk beribadah kepada-Nya. Artinya manusia harus selalu taat, berserah diri, rendah hati, dan tunduk terhadap segala ketetapan Maha Pencipta. Manusia tidak boleh bersifat sombong kepada siapapun terutama kepada Pencipta, karena segala yang dimiliki merupakan milik Maha Pencipta. Maka, sebagai makhluk ciptaan Allah ta’ala wajib melaksanakan segala ketetapannya dengan senang hati baik dalam perkara ibadah individu maumpun dalam perkara muamalah. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, ia musuh yang nyata bagimu” (TQS. Al-Baqarah: 208).

Ayat ini sangat jelas menyampaikan bahwa bagi manusia yang beriman kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya harus memasuki Islam secara menyeluruh. Artinya segala ajaran Islam wajib dilaksanakan, tidak boleh ada tebang pilih dalam melaksanakan. Ketika dirasa dapat menguntungkan walaupun haram diambil, dan ketika merugikan padahal wajib dilaksanakan diabaikan, maka ini merupakan perilaku yang konyol. Kemudian setelah kehidupan dunia, Islam menjawab akan kembali kepada Allah ta’ala untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan di dunia. Apabila amal baiknya lebih berat daripada amal buruknya, maka langsung di masukan ke dalam kebahagian yang hakiki, yakni surga. Sedangkan, ketika amal buruknya lebih berat daripada amal baiknya, maka langsung dimasukan ke dalam kesengsaraan yang hakiki, yakni neraka. 

LANJUTAN BAB 2

1 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 571
  • Sarkat Jadi Buku

Bagi manusia yang menggunakan akalnya dengan baik setalah mengetahui jawaban dari pertanyaan mendasar tersebut. Maka, ia akan selalu hidup dengan bahagia penuh rasa syukur kepada Allah taála baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit, baik senang maupun duka. Hal ini karena manusia tersebut telah menemukan jawaban yang memuaskan akal, sesuai fitrah manusia, dan menentramkan jiwa. Sehingga, ia paham bahwa hidup di dunia bukan hanya untuk mencari makan, menikah, mencari uang banyak, mempunyai mobil dan rumah yang memah. Namun, ada amanah Tuhan yang harus dilakukan dan itu demi kebagaikan manusia itu sendiri, yakni beribadah sesuai apa yang diperintahkan oleh-Nya baik perkara individu maupun perkara muamalah. Manusia ini akan selalu merasa senang dan dalam melaksanakan perintah-perintah Allah taála dan akan merasa gelisa ketika meninggalkannya. Ini ciri manusia sejati, yakni manusia yang dipimpin oleh akalnya.

Beda halnya dengan manusia jadi-jadian, yakni manusia yang dipimpin oleh hawa nafsu. Artinya akal menghamba kepada hawa nafsu. Sehingga, akalnya selalu digunakan berpikir untuk dapat memenuhi keinginan nafsu. Segala sesuatu akan dihalalkan walaupun itu melanggar apa yang menjadi ketetapan Allah taála selaku Pencipta alam semesta, kehidupan dan manusia. Ketika nafsu mengginginkan rumah atau kendaraan yang mewah, maka ia akan berpikir menggunakan akalnya bagaimana agar bisa diwujudkan? Sehingga perilaku yang konyol pun dilakukan, seperti merampok atau korupsi bagi oknum pejabat, berbisnis yang haram pun dilakukan jika dianggap menguntungkan. Ketika ghorizatun nau’ menginginkan pemuasan, maka akal akan diaktifkan untuk memenuhi reaksi tersebut. Bagi yang berpacaran akan dilampiaskan kepada pacar dengan cara merayu agar bisa melayaninya, bagi yang tidak punya akan mencari wanita pelacur. Ketika ingin dikagumi orang atau terlihat istimewa di hadapan muka umum, maka perilaku yang melecehkan dirinya pun dilakukan, seperti mengobral aurat bagaikan barang dagangan. Masih banyak lagi perilaku lainnya yang dapat merendahkan diri melebihi hewan ternak.

Inilah bahayanya manusia jadi-jadian segala sesuatu akan dilakukan demi pemuasan kebutuhan dirinya walaupun melanggar syariat Allah taála. Sehingga pemuasan diri sudah bagaikan Tuhan yang harus selalu ditaati. Sehingga, wajar jika menemukan manusia jenis ini bergentayangan karena memang ada oknum-oknumnya. Manusia jenis ini akan sulit menerima sebuah kebenaran jika disampaikan, sebab rasa sombong sudah menyelimuti akalnya. Namun, ketika kebenaran atau hidayah sudah masuk menyelimuti akalnya, maka rasa kesungguhannya untuk taat kepada Allah taála sungguh luar biasa. Hal ini wajar karena rasa penyesalan dalam diri begitu mendalam, sehingga akan selalu menangis ketika mengingat kemaksiatannya. Orang-orang jenis ini akan senantiasa dicintai Allah taála karena rasa penyelasan dan tobatnya kepada-Nya. Sebagimana Allah taála menyampaikan dalam firman-Nya yang artinya:

“… Sesunggunya Allah menyukai orang yang bertobat …” (TQS. Al-Baqarah: 222).

Potongan ayat tersebut sangat jelas bahwa Allah taála menyukai orang-orang yang bertobat. Sesungguhnya tidak ada kata terlambat selama Allah taála masih mengizinkan untuk menghirup oksigen atau nyawa belum sampai ditenggorokan kemudian kembali bertakwa kepada-Nya. Seberapat apapun dosa yang pernah dibuat, seperti beratnya gunung-gunung di dunia dikumpulkan menjadi satu Allah taála tetap akan mengampuni dan menerima tobatnya. Karena memang Allah taála Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Sebagaimana disampaikan dalam firman-Nya yang artinya:

… Sesungguhnya, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang ” (TQS. Al-Baqarah: 37).

Jadi, jangan pernah katakan bahwa Allah taála tidak akan mengampuni atas segala kemakasiatan yang pernah dibuat. Kemudian, jangan pernah merasa malu untuk kembali bertakwa kepada Allah taála. Rasa malu harusnya terjadi ketika melakukan kemaksiatan. Lalu tunggu apa lagi? Segerakanlah diri untuk kembali bertakwa kepada-Nya. Sebab, jodoh yang paling istimewa tidak menunggu tobat untuk datang meminang. Setujuh atau tidak setujuh ketika Ia datang, maka tetap harus mengikutinya karena itu perintah langsung dari Allah taála.

BAB 3 APA ITU HIJRAH ?

1 1
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 528
  • Sarkat Jadi Buku

Dewasa ini tak jarang kita mendengar kata hijrah. Namun, apakah kita sudah betul-betul memahami apa sesungguhnya hijrah itu? Menurut bahasa hijrah berasal dari bahasa arab “ ???????” artinya berpindah, menjauhi atau menghindari. Sedangkan menurut istilah hijrah adalah menjauhi sesuatu dengan sangat keras karena adanya ketidak setujuaan dan kebencian. Jika merujuk pada KBBI, hijrah diartikan perpindahan Nabi Muhammad shallallahu alahi wassallam bersama sebagian pengikutnya dari Mekkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy Mekkah.

Hijrah merupakan salah satu fenomena penting dalam Islam. Bahkan penanggalan kalander Islam dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad shallallahu alahi wassallam dari Mekkah ke Madinah. Makna hijrah secara syar?i memiliki ragam aspek yang cukup luas jika ditelisik dari berbagai defenisi. Umumnya para ulama memiliki pendapat yang berbeda terhadap makna hijrah.

Pendapat pertama, hijrah dimaknai sebagai perpindahan dari negeri kaum kafir atau kondisi peperangan (daarul kufri wal-harbi) menuju negeri muslim (daarul Islam). Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Arabi, Ibnu Hajar al-Aswalani, dan Ibnu Taimiyah. Mereka berpendapat demikian dengan maksud negeri kaum kafir merupakan negeri yang dikuasai dengan sistem pemerintahan dilakukan oleh orang-orang kafir dan hukum yang dilaksanakan oleh mereka. Dan terkhusus lagi Ibnu Taimiyah berpendapat mengenai negeri yang dijuluki daarul kufri, daarul iman, dan daarul fasik, bukan karena hakekat dari negeri itu, melainkan perilaku dari penduduknya.

Pendapat kedua, hijrah bermakna perpindahan dari negeri orang zalim (daarul zulmi) menujua negeri orang-orang adil (daarul adli) dengan maksud menyelamatkan agama. Daarul adli dimaknai negeri yang memiliki pemimpin nonmuslim tetapi memiliki toleransi yang sangat tinggi. Sebagaimana pada saat itu Rasulullah shallallahu alahi wassallam memerintahkan umat islam berhijrah ke Habasyah karena memiliki pemimpin yang adil walaupun Ia seorang nonmuslim.

Pendapat ketiga, Ibnu Arabi berpendapat menyetujui pendapat pertama. Akan terapi beliau mengkhususkan lagi dengan makna yang lebih luas lagi yakni meninggalkan negeri yang diperangi menuju negeri islam, meninggalkan negeri yang dihuni oleh para ahli bid?ah, meninggalkan negeri yang dipenuhi hal-hal yang haram sementari mencari hal-hal yang halal merupakan kewajiban bagi setiap kaum muslimin, melarikan diri demi keselamatan jiwa, meninggalkan negeri yang dilanda wabah menuju negeri yang sehat tanpa wabah, dan melaradikan diri demi keselamatan harta.

Hijrah bermakna bertekad untuk mengubah diri demi meraih rahmat dan ridho Allah ta?ala. Kemudian hijrah dimaknai sebagai prinsip hidup. Sehingga, seseorang dikatakan berhijrah jika memenuhi dua syarat yakni ada sesuatu yang ditinggalkan dan ada sesuatu yang di tujuh. Secara garis besar hijrah dibedakan menjadi dua perkara, yakni hijrah makaniyah yang berarti berpindah dari satu tempat menuju ke tempat lain. Hal ini, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad shallallahu alahi wassallam, Nabi Ibrahim alahi sallam dan Nabi Musa alahi sallam. Dan hijrah maknawiyah yang berarti mengubah diri dari perbuatan buruk menjadi lebih baik demi mengharap keridhoaan Allah ta?ala. Kemudian hijrah maknawiyah terdiri dari, hijrah i?tiqadiyah (hijrah keyakinan) yang berarti ketika seorang muslim mencoba meningkatkat keimananya agar terhindar dari kemusyrikan, hijrah fikriyah (hijrah pemikiran) yang bermakna ketiak seseorang kembali mengkaji pemikiran islam yang berdasarkan firman Allah ta?ala dan sabda Rasulullah shallallahu alahi wassallam demi menghindari pemikiran yang sesat, hijrah syu?uriyyah yang bermakna perubahan gaya berbusana dan kebiasaan sehari-hari seperti cara berbusana, berhias wajah dan lainya, dan hijrah sulukiyyah (hijrah tingka laku atau kepribadian) yang bermakna ketika seseorang mengubah kebiasan dan tingka laku buruk menjadi lebih baik.

user

29 July 2021 07:08 Rallien Delmara Maa Syaa Allah. Yuk, hijrah

LANJUTAN BAB 3

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 609
  • Sarkat Jadi Buku

Hijrah juga dimaknai sebagai perjalan manusia di muka bumi untuk mencari pelajaran, hikmah, dan nasehat. Sehinga, hijrah berarti suatu tindakan atau perbuatan perpindahan hidup dari hal-hal yang negatif ke hal-hal yang positif. Artinya dari perbuatan mungkar menuju yang ma’ruf, dari jahiliyah menuju islamiyyah, dari syirik menuju tauhid, dari maksiat menuju taat, dari berharap selain Allah ta’ala menuju berharap kepada Allah ta’ala, dari berdoa kepada selain Allah ta’ala menuju berdoa kepada Allah ta’ala, dari takut selain kepada Allah ta’ala menuju takut hanya kepada Allah ta’ala.

Baca dan ulangi berkali-kali makna dari hijrah tersebut, hingga benar-benar memahaminya. Sebab ketika hanya sekedar dibaca tanpa memahaminya maka tentu menjadi perbuatan yang sia-sia. Akan tetapi ketika dipahami, maka tentu dalam diri akan timbul sebuah reaksi untuk terus mendalaminya hingga kemudian bisa diamalkan dalam kehidupan. Hijrah kerap juga dimaknai sebagai fase terpenting dari kehidupan. Sebab hijrah menjerumuskan pada kondisi yang diharapkan bagi setiap manusia.

Setiap orang tentu menginginkan kondisi yang damai dan nyaman hingga bisa menentramkan jiwa. Sehingga ketika seorang muslim berhijrah menuju taat kepada Allah ta’ala  dan Rasul-Nya akan ada perubahan yang signifikan dalam kehidunnya terutama di zaman sekarang. Di mana kemaksiatan begitu merajalelah hingga merong-rong generasi kaum muslimin. Ia tidak akan ragu-ragu bahkan terus maju untuk meninggalkan perkara yang melalaikan diri dari perintah Allah ta’ala yang telah dicontohkan oleh Rasul-Nya. Kemudian akan berani menentang pendapat kebanyak orang yang menyelisi perintah Allah ta’ala dan Rasulnya walaupun pada akhirnya akan dikucilkan. Semisal berani menutup aurat ketika yang lainya mengkampayekan mengumbar aurat, berani meninggalkan perbuatan riba ketika lainnya berlomba-lomba bertransaksi riba, berani menjombloh ketika lainya berlomba-lomba berpacaran, berani menolak suap-menyuap ketika lainya berlomba-lomba ingin melakukannya.

Hijrah yang demikian, tentu akan memberikan tanda pada diri berupa keberanian sikap untuk keluar dari realitas masa lalu dengan segala akses dan hubungannya. Kemudian berpindah pada kehidupan religius yang mendekat diri pada Allah ta-ala dengan mendengarkan suara hati yang fitrah. Di mana semenjak penciptaannya manusia telah berada pada keadaan yang fitrah, sebagaimana disampaikan dalam sebuah riwayat bahwa:

Diriwayatkan dari Bukhori RA di dalam shahihnya dari Rasulullah shallallahu alahi wassallam, bersabda: tiadak ada yang terlahir kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, dan majusi.” (HR. Bukrari).

Fitrah berarti suci, artinya orang berhijrah bersih dari segala sesuatu yang hina atau berbau dosa. Dalam hal ini kembali pada fitrah dirinya yang memang sejak awal telah fitrah. Sehingga orang berhijrah sejatinya kembali pada rumahnya sendiri. Kemudian seseorang yang berhijrah tentu memiliki perjuangan yang sangat keras dan membutuhkan energi besar untuk melawan hawa nafsu. Di mana sebelumnya sudah merasa nyaman dengan keadaan gelap karena mendapatkan banyak kenikmat luar bisa yang bersifat sementara. Ditambah lagi dengan lingkungan baru yang belum tentu menerima perubahannya, lebih-lebih orang-orang di masa lalunya mencemoh bahkan ingin kembali menariknya ke dalam kubangan hitam.

Orang hijrah sesungguhnya sedang merangkai sebuah mimpi indah di masa depan yang akan diwujudkan. Mimpi yang menggerangkan hati untuk melakukan tindakan-tindakan besar, bermakna, dan bernilai kepahlawanan. Hai ini, dipengaruhi sebuah mimpi besar dan harapan serta keyakinan kuat bahwa ada masa depan yang menunggu di sana. Sehingga orang berhijrah tidak ragu meninggalkan pekerjaanya yang mengundang murka Allah ta’ala, karena Allah ta’ala akan menggantinya dengan yang lebih baik, sebagaimana dalam sebuah riwayat bahwa:

Sesungguhnya tidaklah Engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik.” (HR. Muslim).

Hijrah sebagai sebuah gerakan fisik sudah tentu berkaitan dengan gerakan yang bersifat spiritual. Artinya, keberhasilan berhijrah tidak semata-mata ditentukan perpindahan fisik, tapi juga ditentukan oleh niat dari seseorang untuk melakukan perpindahan. Dalam konteks modern saat ini, hijrah dipahami sebagai upaya untuk mengubah perilaku dan mental dengan semangat keislaman yang baru. Hijrah upaya untuk meraih pencapaian dan prestasi, baik spiritual maupun material yang lebih baik dari sebelumnya.

BAB 4 JENIS-JENIS HIJRAH

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 503
  • Sarkat Jadi Buku

Para pembaca yang budiman, sebelumnya telah dibahas tentang defenisi hijrah. Di mana, hijrah merupakan proses perpindahan dari hal-hal yang buruk ke hal-hal yang baik. Tentu, setiap manusia menginginkan menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, segala aktivitas yang dilakukan dalam area yang dikuasi, tentu diawali dengan niat. Niat merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu yang diperankan dengan perbuatan. Niat juga merupakan modal utama dalam melakukan suatu perbuatan. Islam  mendefenisikan niat merupakan suatu keinginan untuk mendapatkan ridho Allah taála dalam setiap perbuatannya baik perkara hubungan dengan Pencipta (hablum minallah), dengan diri sendiri (hablum minanafsi) maupuan dengan manusia lainnya (hablum minannas).  Sehingga, ketika niatnya mengharapkan kecil tentu hasilnya kecil juga, begitu pun ketika niatnya mengharapkan besar, maka hasilnya besar. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alahi wassallam dalam sebuah hadist yang artinya:

Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersabda:’Semua perbuatan tergantung niatanya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan, barang siapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhori).

Hadist ini sangat jelas, bahwa setiap niat akan mempengaruhi hasil yang didapatkan. Maka, perlunya dalam melakukan segala perbuatan meluruskan niat karena Allah taála dan Rasul-Nya agar menjadi orang-orang yang beruntung. Sangat keliruh meniatkan segala perbuatan untuk kebahagian duniawi. Sebab, kebahagian yang didapatkan bersifat sementara. Kenikmatan dunia dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, seperti jari yang dicelupkan di samudra yang luas kemudian mengangkatnya. Maka, setetes air di ujung jari tersebut merupakan nikamt dunia, sedangkan seluruh air di samudra merupakan nikmat akhirat. Jadi, kenikmatan maupun kesengsaraan akhirat tidak bisa dibayangkan oleh akal, sebab akal tidak mampu manjangkaunya.

Jika ditelisik hadist tentang niat tersebut, maka akan menemukan keutamaan, yakni sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima, kecuali berdasarkan niat, seperti tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niat masing-masing. Kemudian, manusia diberi kebaikan atau pahala dan keburukan atau dosa menurut niatnya, jika niatnya baik, maka amalnya baik. Jika niatnya buruk, maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik, seperti korupsi uang rakyat kemudian berniat disedehkan kepada masyarakat fakir miskin hukumnya tetap haram atau dosa. Segala perbuatan manusia secara umum terdiri atas tiga perkara, yakni ketaatan, kemaksiatan, dan perkara mubah.

Semua perkara tersebut dalam perlaksanaanya selalu diawali dengan niat, baik diniatkan karena Allah taála  atau duniawi, itu tergantung dari individu masing-masing. Sebab, setiap manusia mempunyai niat berbeda-beda dalam menjalankan aktivitas kehidupan.  Potensi ini menjadi modal utama bagi manusia untuk merangkai kebahagian baik dunia maupun di akhirat. Namun, perlu dipahami bahwa setiap niat yang diniatkan belum tentu hasilnya semaksilmal yang diharapkan. Sebab, dibalik hasil yang didaptkan ada peran Pencipta, dan Pencipta mengatahui apa yang terbaik untuk kebutuhan diri. Maka, perlunya untuk selalu bersyukur bersyukur dan bersyukur atas apa yang didapatkan walaupun merasa diri sudah maksimal melakukannya. Sebagaimana firman Allah taála yang artinya:

… Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahl itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sdang kamu tidak mengetahui” (TQS. Al-Baqarah: 216).

Para pembaca yang budiman, sebelumnya telah dibahas tentang defenisi hijrah. Di mana, hijrah merupakan proses perpindahan dari hal-hal yang buruk ke hal-hal yang baik. Tentu, setiap manusia menginginkan menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, segala aktivitas yang dilakukan dalam area yang dikuasi, tentu diawali dengan niat. Niat merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu yang diperankan dengan perbuatan. Niat juga merupakan modal utama dalam melakukan suatu perbuatan. Islam  mendefenisikan niat merupakan suatu keinginan untuk mendapatkan ridho Allah taála dalam setiap perbuatannya baik perkara hubungan dengan Pencipta (hablum minallah), dengan diri sendiri (hablum minanafsi) maupuan dengan manusia lainnya (hablum minannas).  Sehingga, ketika niatnya mengharapkan kecil tentu hasilnya kecil juga, begitu pun ketika niatnya mengharapkan besar, maka hasilnya besar. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alahi wassallam dalam sebuah hadist yang artinya:

Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersabda:’Semua perbuatan tergantung niatanya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan, barang siapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhori).

Hadist ini sangat jelas, bahwa setiap niat akan mempengaruhi hasil yang didapatkan. Maka, perlunya dalam melakukan segala perbuatan meluruskan niat karena Allah taála dan Rasul-Nya agar menjadi orang-orang yang beruntung. Sangat keliruh meniatkan segala perbuatan untuk kebahagian duniawi. Sebab, kebahagian yang didapatkan bersifat sementara. Kenikmatan dunia dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, seperti jari yang dicelupkan di samudra yang luas kemudian mengangkatnya. Maka, setetes air di ujung jari tersebut merupakan nikamt dunia, sedangkan seluruh air di samudra merupakan nikmat akhirat. Jadi, kenikmatan maupun kesengsaraan akhirat tidak bisa dibayangkan oleh akal, sebab akal tidak mampu manjangkaunya.

Jika ditelisik hadist tentang niat tersebut, maka akan menemukan keutamaan, yakni sesungguhnya tidak ada amalan yang diterima, kecuali berdasarkan niat, seperti tidak sah melakukan wudhu atau sholat jika tidak di awali dengan niat masing-masing. Kemudian, manusia diberi kebaikan atau pahala dan keburukan atau dosa menurut niatnya, jika niatnya baik, maka amalnya baik. Jika niatnya buruk, maka amalnya buruk walaupun bentuknya baik, seperti korupsi uang rakyat kemudian berniat disedehkan kepada masyarakat fakir miskin hukumnya tetap haram atau dosa. Segala perbuatan manusia secara umum terdiri atas tiga perkara, yakni ketaatan, kemaksiatan, dan perkara mubah.

Semua perkara tersebut dalam perlaksanaanya selalu diawali dengan niat, baik diniatkan karena Allah taála  atau duniawi, itu tergantung dari individu masing-masing. Sebab, setiap manusia mempunyai niat berbeda-beda dalam menjalankan aktivitas kehidupan.  Potensi ini menjadi modal utama bagi manusia untuk merangkai kebahagian baik dunia maupun di akhirat. Namun, perlu dipahami bahwa setiap niat yang diniatkan belum tentu hasilnya semaksilmal yang diharapkan. Sebab, dibalik hasil yang didaptkan ada peran Pencipta, dan Pencipta mengatahui apa yang terbaik untuk kebutuhan diri. Maka, perlunya untuk selalu bersyukur bersyukur dan bersyukur atas apa yang didapatkan walaupun merasa diri sudah maksimal melakukannya. Sebagaimana firman Allah taála yang artinya:

… Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahl itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sdang kamu tidak mengetahui” (TQS. Al-Baqarah: 216). 

LANJUTAN BAB 4

0 0
  • Sarapan Kata KMO CLub Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 600
  • Sarkat Jadi Buku

Manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan, sesungguhnya berangkat dari pemikiran yang diembannya. Artinya pemikiralah yang membentuk dan memperkuat prinsip atau presepsi seseorang dalam melakukan sesuatu. Dari presepsi yang dimben ini tentu akan mempengaruhi segala niat beserta perilaku dalam mengeskpresikan kehidupan. Sebagai contoh seseorang tentu memiliki sikap yang berbeda dalam memperlakukan orang yang dicintai dengan orang yang dibenci. Perbedaan sikap ini dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan dan niatnya. Sehingga, perlunya membentuk pemikiran dan perasaan yang Islami agar segala aktivitas yang dilakukan tertuju pada ridho Allah taála. Perubahan pemikiran dan perasaan seseorang dari konsep jahiliyah menuju Islami, hanya ia sendiri yang mampu melakukannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah taála yang artinya:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kamu, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (TQS. Ar-Raád: 11).

Jadi, segala niat dan perilaku yang ada dalam diri manusia merupakan hasil dari keinginannya yang dilandasi oleh pemikiran dan perasaan yang diembannya terhadap kehidupan. Tentu, untuk mengubah konsep pemikiran seseorang dengan mewujudkan pemikiran yang benar terhadap kehidupan dunia. Untuk menunjang konsep ini memerlukan terbentuknya dalam diri pemikiran tentang alam semesta, manusia, dan hidup, yakni tentang Zat yang ada sebelum kehidupan dunia dan apa yang ada sesudahnya. Dengan pemikiran yang cemerlang tentu bisa dicapai mengenai tiga unsur tersebut. Di mana pembahasan sebelumnya telah dibuktikan bahwa dibalik segala yang ada di alam semesta terdapat Pencipta. Sehingga, dapat dipahami bahwa segala aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan dunia harus  tertuju pada ridho Allah taála sebagai pencipata alam semesta, kehidupan, dan manusia.

Adanya presepsi yang benar dalam menjalankan kehidupan, tentu akan tumbuh rasa semangat dalam melakukannya. Segala yang dilakukan akan senantiasa bernilai ibadah dikarenakan niat yang terbentuk, yakni karena Allah taála dan Rasul-Nya. Allah taála menyediahkan pahala bagi perbuatan baik manusia, karena akal telah berniat memilih menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan, untuk perbuatan buruk telah disediahkan siksa yang pedih, karena akal telah berniat memilih melanggar perintah Allah taála dan larangan-Nya, seperti dalam memenuhi nalurinya dan kebutuhan jasmani bukan dengan cara yang diperintahkan oleh Allah taála. Segala niat yang dipilih dan diikuti dengan perbuatan kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah taála, sebagaimana Firman-Nya yang artinya:

Setiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya” (TQS. Al-Mudatsir: 38).

 Manusia yang menyadari segala perbuatannya di dunia di awasi dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah taála, maka senantiasa terdorong untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Manusia yang telah menyadari bahwa Allah taála telah memberikan kebebasan untuk melakukan suatu perbuatan yang dikendaki ataupun meninggalkannya. Apabila manusia tidak cerdas dalam memanfaatkan hak pilihnya ini, maka akan menjerumuskannya ke dalam kubangan kesengsaraan yang hakiki atau neraka jahanam. Seorang mukmin sejati yang memahami hakekat nikmat akal dan hak pilih yang telah dikaruniakan oleh Allah taála, senantiasa akan merasa waspa dan takut kepada-Nya. Ia akan selalu senantiasa melaksakan perintah Allah taála dan menjauhi larangan-Nya karena takut ditimpa azab dan selalu mengharapkan ridho Allah taála.

Manusia yang memiliki pemikiran dan perasaan Islami sudah tentu menjadikan syariat Islam sebagai landasannya dalam menjalankan kehidupan dunia. Bukan, seperti manusia yang memiliki pemikiran dan perasaan sekuler yang selalu merasa mempunyai kebebasan dalam berekspresi sesuai keinginannya. Ia merasa bahwa Pencipta hanya mengawasi pada saat pokok perkara hubungannya dengan Pencipta. Namun, dalam perkara lainnya Pencipta tidak memiliki banyak peran untuk mengatur kehidupan. Sehingga, wajar jika menjumpai seorang mukmin ketika masuk masjid melaksanakan sholat menutup aurat dengan sempurna. Namun, pasca selesai melaksanakan sholat dan keluar masjid kembali mengumbar aurat tanpa merasa melanggar apa yang menjadi ketetapan Pencipta tentang wajibnya menutup aurat. Apalagi yang memiliki pemikiran materialis dalam hal ini sosialiseme komunis yang tidak percaya adanya Pencipta alam semesta, kehidupan dan manusia. Tentu, yang menjadi landasan untuk beraktivitas adalah aturan yang dibuatnya sendiri.

LANJUTAN BAB 4

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 572
  • Sarkat Jadi Buku

Adapun jenis-jenis hijrah yang sering dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat, yakni sebagai berikut.

  1. Hijrah karena Politik/Kekuasaan

Hijrah jenis ini merupakan jenis hijrah yang dilandasi oleh niat untuk berkuasa atau menginginkan kedudukan berupa jabatan tertentu di dalam instansi pemerintahan. Perubahan yang terjadi dalam diri oknum ini di landasi oleh nafsu kekuasan, bukan karena Allah taála dan Rasul-Nya. Perubahan ini ditandai dengan perilakunya terhadap masyarakat. Di mana, ketika pesta demokrasi sudah dekat para oknum ini mulai melakukan aksinya untuk mendapatkan perhatian terhadap masyarakat. Dimulai dari penampilan yang sudah keustadz-ustadzan bagi sebagian oknum. Kemudian, rajin membantu kegiatan masyarakat baik berupa materi, moril, maupun tenaga. Ia rela melakukan apapun demi menyenangkan hati masyarakat. Tutur katanya begitu ramah, rajin senyum dan menyapa siapun yang dijumpainya, serat mulai rajian sholat di masjid padahal sebelumnya jarang kelihatan. Sebagian oknum tidak jarang melakukan kunjungan dan bersedekah ke pesantren-pesantren dengan harapan mendapatkan simpati dari kalangan santri.

Ketika masa kampanye oknum ini begitu fasih menyampaikan visi dan misinya. Program demi program dijanjikan untuk bisa meyakinkan hati masyarakat. Slogan yang disampaikan lewat baliho yang dipasang dari berbagai sudut kampung maupun kota begitu menjanjikan. Konyolnya dalam meraih kekuasan tersebut aktivitas menyogok sudah menjadi sebuah tradisi. Mereka relah membayarkan biaya transportasi bagi masyarakat di luar daerah dengan perjanjian harus memilihnya. Padahal aktivitas menyogok merupakan dosa besar dan Allah taála melaknat perbuatan tersebut. Sebagaimana sabda Rasul shallallahu alahi wassallam dalam sebuah hadist yang artinya:

Dari Abu Hurairahn RA berkata:’Rasul shallallahu alahi wassallam bersabda:’Allah melaknat penyuap dan yang di suap” (HR. Imam Ahmad).

Namun, ketika sudah terpilih atau berkuasa perubahan pada dirinya begitu dignifikan. Di mana, sebelumnya setip lewat di tengah-tengah masyarakat kaca mobil tidak jarang diturunkan, tetapi setelah terpilih begitu rapat jendela mobil. Sebelumnya rajian berkunjung di pesantren, kini hanya tinggal kenangan. Janji manis dalam momen kampanye mulai terasingkan, seolah lupa ingatan. Hal ini terjadi karena memang pada dasarnnya niat mereka hanya untuk meraih kekuasaan bukan karena Allah taála dan Rasul-Nya.

Hijrah semacam ini merupakan hijrah yang sangat keliruh besar. Sebab, segala kebaikan yang dilakukan berpotensi sia-sia dan tidak membuahkan pahala disisi Allah taála. Kebaikan yang dilakukan pra pemilihan hanya sebatasan pencitraan karena hanya mengharapkan simpati masyarakat. Jadi, hijrah karena politik, maka yang didapatkan seperti yang ditujukan, itupun kalau didapatkan, dengan kata lain itulah hasil usaha yang dilakukannya. Namun, ketika yang diniatkan tidak didapat, maka akan muncul rasa kekecawaan yang berat. Sehingga, terjadilah kesenjangan dalam masyarakat, seperti silaturahmi antar tetangga maupun sesama saudara akan terputus, akibat tidak didukung ataupun perbedaan dukungan. Sikap dan perbuatannya pada dasarnya sama seperti masyarakat yang menjauh dari nilai-nilai keIslaman. Adapun sesuai yang Allah taála perintahkan itu tidak semua dari perbuatannya dan cenderung akan plin-plan dalam keputusannya karena sekedar ikut-ikutan atau keterpaksaan. Hal ini ditandai dengan mengintolerasi bagi generasi muslim yang melakukan aktivitas kemaksiatan, seperti pacaran, mengumbar aurat dan perbuatan lainnya. Jikalaupun ada sebagian oknum yang memperjuangkan nilai-nilai keIslaman, ia pun tidak dapat berbuat banyak dikarenakan sistem yang mengingat menjauhkan nilai-nilai keagamaan atau beraqidah sekularisme. Bahkan konyolnya ada sebagian lagi sudah berjuang, namun yang niatkan tidak didapat, akhirnya keluar atau pindah partai dan bahkan buat partai baru dengan slogan yang menjanjikan.

Inilah dampak ketika perbuatan tidak diniatkan karena Allah taála dan Rasul-Nya. Walaupun niatkan karena Allah taála dan Rasul-Nya jika di dalam praktiknya menyalahi yang menjadi ketentuan Pencipta atau melanggar syariat-Nya, maka tetap akan berdampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Sehingga, perlunya ilmu dan niat yang lurus karena Allah taála dan Rasul-Nya dalam melakukan hijrah atau perubahan dalam diri agar tidak berbuah sia-sia.

LANJUTAN BAB 4

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 661
  • Sarkat Jadi Buku

2. Hijrah karena Seseorang (Ikhwan atau Akhwat)

Hirah karena seseorang merupakan bentuk hijrah yang dilakukan dengan niat untuk mendapatkan atau memiliki si doi. Perubahan yang signifikan dalam diri oknum ini dipengaruhi oleh ghorizatun naú atau naluri cinta-mencintai. Artinya ia melakukan perubahan dalam diri karena orang yang dicintainya. Sikapnya akan jauh berbeda dengan sebelumnya. Sebab, orang yang cintai merupakan orang sholeh atau sholehah yang tidak mau melakukan hubungan pacaran. Maka, ia melakukan cara yang dianggap bisa membuat orang yang dicintainya jatuh cinta kembali kepadanya. Oknum  ini akan cenderung menjaga sikap, lebih islami, lebih terlihat sholeh atau sholehah saat ada orang yang dikaguminya.

Kekonyol lain yang dilakukan akan mencari tahu, di mana orang yang dikagumi kajian. Hal ini dilakukan agar ia ikut kajian di tempat yang sama, sehingga akan selalu melihat atau menjumpai orang yang dikagumi. Ia akan melakukan cara apapun untuk mendaptkan perhatian dari orang yang dikagumi tersebut. Mulai suka bertanya sama orang tersebut, rutin ikut kegiatan hanya untuk melihat orang yang disukai, mulai memakai pakaian yang syari. Lebih anehnya lagi orang ini akan cenderung perhatian sama orang tesebut, seperti akan menanyai kabar, sudah makan ataun belum, bahkan akan menjadi alarm di setiap waktu sholat wajib atau sunnah. Di mana, ketika waktu sholat tahajud tiba, ia akan menelpon atau chate orang tersebut untuk mengingatkannya. Ketika waktu sahur maupun berbuka puasa ia akan kembali menjadi alarm. Pokoknya, ia akan melakukan hal-hal yang tidak biasanya sama orang yang di sukainya.  Walaupun chatenya tidak dibalas atau telponnya tidak diangkat ia akan baik-baik saja. Namun, ketika di balas atau diangkat telponnya, maka rasa bahagia dalam dirinya begitu luar biasa. Ia akan membalas chate tersebut dengan cepat atau berbicara dengan suara yang lembut dan kesopanan. Ia akan sering memposting perkara dakwah dengan tujuan agar orang yang di sukainya dapat melihat postingannya, sehingga ia akan memantau daftar yang milihat postingannya. Ketika orang yang disukai melihat postingannya, maka ia akan begitu bahagia.

Lebih jelasnya orang yang hijrah karena seseorang melakukan segala cara secara totalitas di hadapan orang yang di kagumi. Ia begitu cepat memahami ilmu agama ataupun menghafal ayat-ayat Al-Qur’an demi menujukan kepada orang yang disukai bahwa dirinya sudah begitu luar biasa. Namun, di hadapan orang lain akan bersikap biasa saja. Adapun kebaikan yang didapatkan belum sempurna, seperti akan terjadi kebiasan baru dalam dirinya yang belum dilakukan kini dilakukan. Sehingga, akan terbentuk kebiasaan dalam diri untuk terus melakukannya dan tidak merasa nyaman untuk ditinggalkan. Namun, di sisi lain ia tidak akan merasakan hikmah dari hijrah itu sendiri, sebab niatnya belum diluruskan karena Allah taála dan Rasul-Nya.

Hal yang paling dikhawatirkan untuk orang yang hijrah karena seseorang, ketika ia mengetahui ternyata orang yang dikagumi tidak menyukainya atau menikah dengan orang lain. Maka, hal ini membuatnya tersakiti, akibatnya berpotensi untuk kembali berbuat jahiliyah atau kemaksiatan. Mulai malas menghadiri kajian, hafalnya banyak yang hilang, meninggalkan sholat, melepas pakaiaan syarinya hingga bentuk kemaksiatan lainnya. Jadi, perlunya peran sahabat untuk kembali mendorongnya untuk bangkit dan meluruskan niat terhadap hijrah yang dilakukannya. Pada dasarnya hijrah karena seseorang hasilnya seperti yang ditujuakan, itu pun kalau didapatkan. Adapun jika didapat belum tentu menjamin kebahagian dalam rumah tangga yang dibangun. Sebab, setiap orang mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kekurangan yang ada dalam diri orang dikagumi tersebut bisa jadi membuat diri tidak bisa menyesuaikan. Akibatnya, banyak problem yang dilahirkan dari rumah tangga yang dibangun tersebut. Parahnya lagi baik pria maupun wanita ketika sudah mendapatkan apa yang diinginkan, maka belum tentu menjamin kepuasan dalam dirinya. Sehingga, seiring berjalan waktu terjadi kejenuhan atau kebosanan dalam diri, akibatnya memicu perselingkuhan.

Hal ini wajar jika terjadi kebosanan atau rasa ketidakpuasan, karena memang manusia yang berniat selain Allah taála dan Rasul-Nya atau berniat akan duniawi dalam menjalankan aktivitas kehidupan, tentu melahirkan sikap yang serbah kurang. Namun, tidak jarang ada sebagian orang seiring waktu dan terus belajar ilmu agama serta mulai memahami, tentu akan berpotensi untuk meluruskan niat kembali karena Allah taála dan Rasul-Nya. Jadi, perlunya keseriusan dalam menuntut sebuah ilmu dan diniatkan karena Allah taála dan Rasul-Nya agar hikmah hijrah bisa dirasakan bagaimana dahsyatnya.

LANJUTAN BAB 4

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 547
  • Sarkat Jadi Buku

3. Hijrah karena Fashion

Hijrah karena Fashion meruapkan salah satu bentuk perubahan dalam diri dengan niat mengikuti tren. Artinya perubahan yang dilakukan belum sempurna karena Allah taála. Namun, perubahan yang dilakukan hanya mengikuti gaya atau penampilan sesuai kondisi zaman. Hal ini ditandai dengan pola sikap yang ditunjukan di muka umum, seperti masih berpacaran, joget di tik tok, hingga suka memposting dirinya melalui akun media sosial yang dimiliki dengan menunjukan perubahan atas dirinya. Sikap demikian, berpotensi ria dan bahkan sombong. Hal yang paling mendasar juga di tandai dengan cara penggunaan fashion tersebut. Ketika di lingkungan rumah walaupun ada oknum yang bukan mahram berpenampilan terbuka atau masih mengumbar aurat. Namun, ketika di tempat umum penampilannya begitu luar biasa bagaikan seorang ustadza. Lantas, apakah hal ini patut disalahkan? Jawabanya tentu tidak karena bisa dipahami perubahan yang dilakukan belum dilandasi oleh ilmu. Sehingga, ketika ada sikapnya yang jauh dari akhlak mulia, maka yang disalahkan adalah orangnya bukan hijabnya.

Perubahan yang dilakukan oleh oknum ini sesungguhnya suatu bentuk kesyukuran juga. Namun, perlunya landasan ilmu agar dalam pelaksanaanya tidak keliruh. Artinya, menutup aurat itu sesungguhnya sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Sehingga, perlunya memahami batasan-batasan aurat agar bisa menutupnya dengan sempurna. Bisa jadi sudah dipahami, namun masih merasa gengsi dengan kondisi lingkungan, ia merasa ketika sering mengenakan pakaian syari akan dibilangkan kayak ibu-ibu atau bahkan seorang ustadza. Sehingga, wajar ketika menjumpai ada oknum yang berpakaian syari, tetapi tidak menggunakan kaos kaki, masih berhias secara berlebihan di muka umum, sehingga berpotensi tabarruj. Tabarruj adalah sikap menampilkan diri sehingga terpandang oleh mata. Artinya kecantikan yang dimiliki ditampilkan sehingga dilihat oleh orang sekitar. Dalam Islam seorang wanita menampilkan kecantikan atau berhias cantik hanya boleh di hadapan mahramnya terutama di hadapan suami. Sebagaimana dalam  sebuah riwayat Rasulullah shallallahu alahi wassallam  pernah ditanya. “Apa ciri wanita yang paling sholehah?” Beliau lalu menyampaikan yang artinya:

Yang menyenangkan suami ketika dilihat, dan mentaati suami ketika diperintah” (HR. Ahmad no. 9837, Nasai 3244 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Hadist ini sangat jelas menyampaikan bahwa seorang wanita harus berhias cantik dihadapan suaminya agar menyenangkan hati si suami. Bukan berhias di muka umum yang bisa memancing syahwat laki-laki yang bukan mahramnya.

Hijrah karena fashion dipicu adanya perkembangan zaman yang semakin modern. Ditambah lagi dengan kondisi zaman yang menghalalkan virus liberalisme. Di mana setiap orang bebas berekspresi sesuai kemaunya. Akibatnya, banyak generasi muslim yang ikut terpapar virus yang berbahaya ini. Ditandai dengan penampilan yang ditunjukan di muka umum, seperti gunakan khimar atau menutup aurat bagian kepala. Namun, masih menggunakan pakaian ketat yang menggambarkan lekukan tubuh. Ditambah lagi ketika di ajak untuk mengikuti majelis ilmu agama masih sangat sulit. Hijrah semacam ini cenderung menginginkan sanjungan atau pujian dari orang lain bahwa dirinya sudah berubah. Lantas, adakah kebaikan yang didapatkkan dari hijrah ini? Jawabannya kebaikan yang didapatkan belum sempurna. Sebab, niatnya belum diluruskan karena Allah taála. Adapun kebaikan yang didapatkan hanya bentuk kebiasaan dalam diri berupa ketidak nyaman ketika tidak menggunakan khimar dan hijab ketika keluar rumah. Jadi, sikap yang benar dalam melakukan perubahan dalam diri harus selalu diniatkan karena Allah taála dan Rasul-Nya agar bernilai ibadah, sehingga menghasilkan kebaikan atau pahala di sisi-Nya. Tidak kalah penting juga dalam melakukan aktivitas kehidupan harus dilandasi dengan ilmu. Olehnya itu, jangan pernah bosan untuk belajar belajar dan bejajar terutama ilmu agama agar kemulian menyertai baik di hadapan makhluk maupun Pencipta.

LANJUTAN BAB 4

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 514
  • Sarkat Jadi Buku

4. Hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya

Hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya merupakan hijrah yang diniatkan untuk mendapatkan ridho Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan. Hijrah bentuk ini merupakan bentuk hijrah yang tepat dan benar 100%. Sebab, sudah sepatutnya segala bentuk perubahan dalam diri menuju kebaikan dan aktivitas kehidupan dunia lainnya harus diniatkan karena Allah taála dan Rasul-Nya agar bernilai ibadah dihadapan Pencipta. Bentuk hijrah ini dintai dengan sikap oknum yang selalu senantiasa berusaha taat menjalankan seluruh perintah Allah taála dan menjauhi larangan-Nya baik dalam keadaan sendiri maupun berjamaáh. Ia senantiasa merasa tinggi ketika mendapat pujian dan merasa terpojokan ketika dihina. Ia terus fokus dalam menjalankan tujuannya, yakni mendapatkan ridho Allah taála dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan kesyukuran.

Oknum yang hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya tidak akan pernah merasa segan atau takut kepada siapapun dalam menjalankan seluruh syariat Allah taála selain kepada Pencipta. Sehingga, hijrah ini merupakan hijrah yang sangat mulia. Seseorang yang hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya, maka segala nikmat yang dibutuhkan oleh dirinya Allah taála akan cukupkan. Kenikmatan yang didapat ketika hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya, yakni kenikmatan yang luar biasa baik di dunia maupun di akhirat. Bagi seorang pemuda yang menginginkan pasangan hidup tentu Allah taála akan meridhoinya dengan pasangan yang sholeheh. Sebab, niatnya dalam mencari pasangan hidup untuk mendaptkan ridho Allah taála, sehingga tentu akan bernilai ibadah di hadapan Pencipta. Ketika berbisnis, ia senantiasa niatkan karena Allah taála dan Rasul-Nya agar bernilai ibadah dan ia menganggap metari atau keuntungan yang didapatkan sebagai bonus atas usahnya. Sebab, pada dasarnya ia tak mengharapkan keuntung, tetapi ridho Allah taála.

Sikap yang paling menonjol terhadap oknum yang hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya, ditandai dengan bentuk rasa senang dan bahagia setiap menjalankan perintah Pencipta dan menjauhi larangan-Nya. Ia tidak akan merasa tenang atau bahagia ketika meninggalkan ataupun terlambat menjalankan aktivitas ibadah individu, seperti sholat, puasa, dan lainya. Bahkan Ia akan merasa gelisah maupun sedih ketika terlambat menjalankan ibadah dan akan sangat merasa menyesal ketika terpaksa melakukan sebuah kemaksiatan. Ia akan selalu merenungi dirinya atas segala kemaksiatan yang pernah dikakukannya dan selalu merasa rendah dihadapan Allah taála.

Orang yang hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya relah mengorbankan apupun yang dimiliki demi mendapatkan ridho Allah taála. Ia tidak merasa sungkan atau keberatan menghabiskan hartanya untuk agama Allah taála. Bahkan nyawa pun direlakan untuk menolong agama Allah taála agar selalu tegak dan tersebar luas, serta terjaga eksistensinya. Hal ini dilakukan karena ia paham akan kebaikan yang didaptakan ketika menolong agama Allah taála. Sebagaimana Firman Allah taála yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman. Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (TQS. Muhammad: 7).

Ayat ini sangat jelas menyatakan, bahwa yang menolong agama Alla taála, maka niscaya Allah taála  akan menolongnya dan meneguhkan kedudukannya. Artinya, dapat dipahami sesungguhnya ketika menolong agama Allah taála pada dasarnya sama dengan menolong diri sendiri. Jadi, sesungguhnya sangat jelas bahwa manusialah yang sangat membutuhkan Allah taála, bukan Allah taála yang membutuhkan manusia. Sehingga, tidaknya ada peran seseorang dalam agama Allah taála, Allah taála tidak akan pernah merasa rugi, bahkan sesungguhnya manusia itu sendiri yang rugi.

LANJUTAN BAB 4

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 367
  • Sarkat Jadi Buku

Hijrah karena Allah taála dan Rasul-Nya tidak hanya berlaku bagi individu semata. Namun, berlaku untuk keluarga, kelompok bahkan Negara. Artinya, perubahan menuju kebaikan harus dibentuk dari semua sudut pandang yang dapat merusak kehidupan manusia. Ketika pandangan Negara masih menggunakan sistem jahiliyah, maka wajib hukumnya menggantinya dengan sistem yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alahi wassallam dan diteruskan oleh para sahabatnya hingga berakhir pada masa kekhilafahan ustmaniyah. Hal ini, perlu dilakukan agar insan yang terbentuk dalam lingkungan berakhlak mulia. Sebab, dalam membentuk generasi yang senantiasa bertakwa kepada Pencipta, maka Negara turut serta perberan dengan menerapkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala.

Akhlak mulia merupakan bentuk representasi dari pemikiran islami, perasaan islami dan peraturan islami yang mengikat pada individu. Karena islam merupakan agama sempurna yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu alahi wassallam melalui perantara Malaikat Jibril As yang mengatur hubungan manusia dengan Pencipta yang tercakup dalam akidah dan ibadah, manusia dengan dirinya tercakup dalam akhlak, makanan maupun minuman, dan pakaian, serta manusia dengan sesamanya yang tercakup dalam mu’amalah dan uqubat.

Pemikiran islami adalah manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan selalu menjadikan islam sebagai landasaan berpikir. Kemudian, perasaaan islami adalah manusia yang memiliki perasaan selalu bahagia dan senang dalam pelaksanaan syariat islam, walaupun itu sebuah hukuman yang pedih menimpa dirinya ataupun kelurganya. Sedangkan, peraturan islami adalah segala peraturan ketetapkan oleh Allah ta’ala untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Ketika tiga komponen terikat dalam diri manusia, tentu menjadikannya berakhlak mulia. Adanya penerapan syariat islam ke dalam seluruh aspek kehidupan merupakan perubahan sangat luar biasa yang dapat mendatangkan keberkahan bagi kehidupan manusia. Perubaha ini tentu harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat ataupun pemerintah. Sehingga, dapat membentuk Negara atau wilayah baldatun toyyibatun warobbun ghofur.

Hijrah karena Allah ta’ala dan Rasul-Nya senantiasa melakukan kebaikan tanpa ada paksaan sedikit pun dalam diri. Hijrah yang dilandasi karena Allah ta’ala niscaya apapun yang menghalangi tidak akan tergoyahkan. Beda halnya dengan hijrah selain Allah ta’ala akan senantiasa tidak bertahan lama. Sebab, ketika ada sebuah tantangan yang dapat mengganggu hijrahnya atau niat yang diharpakan tidak terpenuhi, maka gampang saja untuk kembali ke dalam kubangan kemaksiatan. Jadi, perlu merenungi diri apakah perubahan kebaikan atau segala aktivitas kehidupan yang dilakukan senantiasa diniatkan karena Allah ta’ala? Jawabannya tentu ada dalam diri masing-masing.

BAB 5 TANTANGAN HIJRAH

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 521
  • Sarkat Jadi Buku

Kehidupan dunia adalah tempat manusia di uji.  Maka, wajar jika setiap manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan penuh dengan rintangan atau cobaan. Begitu pula dalam aktivitas hijrah, akan mendapatkan ujian yang penuh warna warni. Apalagi aktivitas yang dilakukan merupakan aktivitas kebaikan atau positif. Namun, ujian yang ditimpahkan pasti bisa dilewati asalkan tetap sabar dan fokus untuk menyelesaikannya serta selalu berdoa kepada Allah taála. Sebab, Allah taála sudah memberikan kemampuan ke dalam diri setiap manusia untuk melewati setiap ujian yang diberikan. Artinya, ketika ujian datang menghampiri diri, maka pada saat itu juga Allah taála langsung memberikan kekuatan atau kemampuan dalam diri. Sehingga, tinggal meyakinkan diri untuk fokus menyelesaikan ujian tersebut. Ada ungkapan yang berbunyi:

 “Jangan katakan, wahai Allah aku punya masalah besar. Namun, katakan wahai masalah aku punya Allah Yang Maha Besar” (Pepeng Soebardi).

Ini merupakan quotes yang sangat bermakna. Di mana, sudah seharusnya segalah apa yang menimpa diri bersera kepada Allah taála untuk selalu berdoa meminta kemudahan dan petunjuk atas ujian tersebut serta berusaha dengan sekuat tega menyelesaikannya. Allah taála berfirman yang artinya:

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan” (TQS. Al-Insyirah: 5)

Ayat ini sangat jelas menyampaikan bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan. Artinya, jika direnungkan, maka ini merupakan berita gembira bagi manusia di dunia. Sebab, setiap masalah yang menimpa pasti dapat diselesaikan, karena memiliki jalan keluar. Lantas, apa yang membuat diri ragu untuk menyelesaikan masalah yang menimpah? Ditambah lagi Allah taála menyampaikan dalam Firman-Nya yang artinya:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pada (dari kebajikan) yang diusahakan dan Ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakan … ” (TQS. Al-Baqarah: 286).

Jelaslah bahwa setiap ujian yang diberikan pasti bisa diselesaikan. Sehingga, tidak perlu lagi ada rasa keraguan dalam diri untuk mengeluh atas masalah yang menimpah. Sudah seharusnya bersyukur kepada Allah taála, karena ujian yang diberikan merupakan salah satu bentuk kasih sayang­ kepada Hamba-Nya. Ujian yang diberikan merupakan bentuk pengangkatan derajat seorang hamba di hadapan Pencipta. Logika sederhana, seperti seseorang menimba ilmu dalam instansi pendidikan formal, tentu sebelum naik kelas ia akan diberikan ujian terlebih dahulu oleh gurunya. Ketika mampu kerjakan dengan baik, maka akan naik kelas. Namun, ketika tidak sanggup diselesaikan, maka akan tertinggal kelas. Sehingga, pentingnya selalu fokus dan berusaha sekuat tega dalam menyelesaikan segala ujian yang dihadapi agar bisa terselesaikan dengan sempurna.

Allah ta’ala sudah menyampaikan berita gembira dalam Firman-Nya yang artinya:

Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (TQS. An-Nahl: 96).

Jadi, sungguh sangat jelas bahwa seseorang yang sabar atas ujian yang menimpah, Allah taála sudah menyiapkan pahala yang lebih baik. Maka, perlunya sabar dan fokus menyelesaikan atas segala ujian yang ada. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi iman seseorang, maka ujiannya semakin berat juga. Namun, ini merupakan bentuk kasih sayang dan keadilan Allah taála bagi hamba-Nya. Sebab, Allah taála tidak rela menimpakan azab pedih yang tak terkira oleh akal di akhirat kelak bagi hamba yang beriman. Sehingga, Allah taála menggantinya dengan azab dunia yang sangat ringan. Dengan prespetif seperti ini, maka musibah berfungsi sebagai penggugur dosa.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 309
  • Sarkat Jadi Buku

Perlu diketahui juga, bahwa ketika manusia diciptakan  ada satu makhluk yang sangat tidak senang, yakni Azazil atau sekarang dikenal dengan iblis. Ia merasa sombong kepada Allah taála ketika disuruh bersujud kepada manusia pertama, yakni Nabi Adam As. Iblis merasa dirinya lebih mulia dari Nabi Adam As karena tercipta dari api, sedangkan Nabi Adam As tercipta dari tanah. Sehingga, enggan untuk bersujud kepada Nabi Adam As. Akibatnya, Allah taála murka dan langsung memanggil serta mengubah wujud Azazil dengan rupa yang menyeramkan. Sejak saat itu, nama Azazil berubaha menjadi iblis. Dari sini juga Iblis kemudia meminta penangguhan umur sampai hari kiamat dan berjanji menyesatkan manusia sebanyak mungkin untuk menemaninya di neraka jahanam. Sebagaimana Firman Allah taála yang artinya:

Bercakap Iblis: Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan” (TQS. Al-Hijr: 36).

Dari ayat ini, sungguh sangat jelas bahwa iblis merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Ia akan terus menggoda manusia sampai hari akhir. Ia tidak akan merasa senang dan bahagia ketika ada manusia yang taat beribadah kepada Allah taála. Sehingga, terus berusaha menggoda manusia agar membangkang kepada Allah  taála. Dari ayat ini juga dapat direnungkan bahwa kesalahan iblis hanya satu, yakni merasa sombong karena enggan bersuju kepada Nabi Adam As. Namun, Ia tetap menjadikan Allah taála sebagai Tuhannya dan selalu merasa takut Kepada-Nya. Jadi, sangat jelas ketika ada manusia yang membangkang atas perintah dan larangan Allah taála, maka akan menjadi bagian dari golongan Iblis selama tidak bertobat. Sebagaimana, Firman Allah taála yang artinya:

Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan dengan jenis kamu dan dengn orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya” (TQS. Shad: 85).

Ayat ini merupakan jawaban dari Allah taála saat Iblis meminta ketangguhan umur sampai hari kiamat. Sehingga, perlunya selalu berdoá meminta perlindungan kepada Allah taála atas godaan Iblis dan pentingnya untuk selalu taat atas segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 616
  • Sarkat Jadi Buku

Adapun tantangan-tantangan yang akan dilewati ketika berhijrah adalah sebagai berikut.

1. Tantangan dari Keluaraga

Tantangan hijrah dari lingkungan keluarga merupakan salah satu tantangan yang berat. Di mana, keluarga merupakan lingkungan yang sangat dekat dengan diri. Namun, akibat perbedaan pandangan terhadap syariat Islam, sehingga terjadi perdebatan atau tantangan dalam melakukan perubahan dalam diri. Lantas, apakah ketika ada perbedaan dalam Islam tidak boleh? Jawabannya sangat boleh karena itu merupakan salah satu kebesaran Allah taála. Namun, sikap yang benar dalam menghadapi perbedaan harus saling menghargai. Tidak boleh seseorang memaksakan kehendak atas kebenaran yang diyakini. Cukap disampaikan saja atas kebenaran yang dirai, diterima atau tidak itu tergantung individu yang mendengar pendapat yang disampaikan. Tantangn yang dihadapi dari lingkungan keluarga berupa pelarangan dalam mengikuti kajian ilmu agama, berpanampilan mengenakan cadar, bahkan bisa diusir dan tantangan lainnya. Hal ini, diakibatkan konsep pemikiran yang berbeda dalam menanggapi kebenaran syariat Islam. Pengaruh lainnya pemahaman yang belum sampai terhadap perkara perbedaan. Sehingga, menganggap perubahan yang dilakukan dalam diri keliruh besara ketika tidak sesuai dengan pandangan mereka.

Pelarangan dalam mengikuti kajian ilmu agama dipengaruhi framing yang berkembang. Di mana, mengikuti kajian ilmu agama mengakibatikan seseorang menjadi teroris bahkan menentang adat istiadat jika dianggap bertentangan dengan ketentuan agama. Adapun berpenampilan mengenakan cadar atau celana cingkrang terjadi penentangan dari keluarga dipengaruhi pemahaman yang awam dengan menganggap hal tersebut sebagai budaya Arab. Kemudian, dipengaruhi rasa kekhawatiran keluarga terhadap diri, karena jangan sampai dicemooh dalam lingkungan masyarakat. Padahal, berpenampilan menggunakan cadar atau celana cingkrang merupakan salah satu syariat Islam.

Kesalahan yang fatal juga dipengaruhi bahwa mengikuti kajian Ilmu agama dapat menghambat perkulihan. Ini terjadi pada kalangan mahasiawa yang mengikuti kajian ilmu agama. Di mana, keluarga menginginkan diri agar fokus pada perkulihan dan tidak mengikuti aktivitas lainnya terutama kajian ilmu agama yang telah dianggap berbahaya bagi kepercayaan dalam keluarga. Ditambah lagi melihat keluarga lain yang belajar ilmu agama, namun anaknya tidak terurus, tidak terlalu berbaur dengan masyarakat, tidak bekerja di tempat yang bertransaksi ribawi akhirnya membuat keluarganya miskin. Bahkan ada orang tua yang membakar jilbab dan kerudung anaknya atau menyuruh anaknya memilih antara kuliah atau berhenti dari hijrah yang dilakukan karena dianggap aktivitas yang dilakukan berafiliasi dengan aliran sesat, seperti isis dan lainnya. Selain itu, orang tua juga takut jangan sampai dengan berpakaian syari anaknya tidak menikah atau jodohnya jauh, karena kelihatan seperti ibu-ibu atau emak-emak. Padahal seharunya orang tua bersyukur dengan perubahan anaknya yang lebih taat kepada Allah taála. Sebab, memiliki anak yang sholeh/sholehah menjadi bagian dari amal jariyah yang dapat menyelamatkan orang tua dari siksaan neraka yang tidak dijangkau oleh akal pedihnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah shallallahu alahi wassallam dalam sebuah hadist yang artinya:

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepada-Nya” (HR. Muslim).

Pada dasarnya tentangan hijrah dari keluarga dipengaruhi virus sekuler yang telah merajalelah, sehingga membuat keluarga jauh dari pemahaman agama yang lebih dalam. Maka, sikap yang tepat dalam menghadapi tantangan ini harus bersabar dan perlahan memahamkan keluarga atas kebenaran yang dipahami. Bersikap taat kepada orang tua, tidak terkesan mengajari atau tidak langsung menentang atas kebiasaan dalam keluarga dan harus menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan dalam diri membuat pengabdiaan pada mereka semakin meningkat. Adapun kondisi terburuknya harus memilih keluarga atau pilih taat kepada Allah taála. Maka, harus tetap mempertahankan untuk selalu taat kepada Allah taála sebagai pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Sebagaimana dalam Firman-Nya yang artinya:

Dan sembalah Allah janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berrbuat baiklah bepada kedua orang tua, karib-kerabatm anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnul sabl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri” (TSQ. An-Nisa: 36).

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 405
  • Sarkat Jadi Buku

2. Tantangan dari Teman

Hijrah merupakan bentuk perubahan menjadi lebih baik. Sehingga, dari berbagai sudut padangan kehidupan akan mendapatkan tantangan termasuk dari teman atau sahabat sendiri. Tantangan dari teman merupakan salah satu tantangan hijrah yang berat. Di mana, selalu merasa berat untuk melaksanakan perintah Allah taála apabila teman belum dapat memahami perubahan yang dilakukan. Ditambah lagi dengan kondisi zaman yang membuat generasi muslim terpapar virus liberalisme, sehingga merasa tidak terbebani terhadap sebagian perintah Allaah taála. Kemudian, adanya pemahaman yang berbeda membuat diri sulit untuk mengedepankan aktivitas islami. Misalnya, ketika membuat kegiatan diri menginginkan dengan suasa kegiatan tanpa melanggar ketentuan Allah taála, seperti campur baur atau lainnya. Namun, karena adanya teman yang mendominasi dengan pemikiran yang masih sekuler. Sehingga, dibuat dengan suasana campur baur pun bukan suatu masalah. Akibatnya, diri dengan keterpaksaan harus ikut menyetujui apa yang menjadi keputusan bersama, walaupun diri tahu ada ketentuan Allah taála yang dilanggar.

Tidak jarang juga akan mendapatkan cemoohan ketika mengingatkan mereka untuk melaksaakan perintah Allah taála, seperti menutup aurat sesuai syariat Islam, menjauhi perbuatan zina ataupun melaksanakan sholat. Lebih parahnya lagi diri akan dijauhi teman atau sahabat lama yang tidak sepemikiran. Kemudian, cenderung diabaikan atau jarang diajak berkomunikasi karena ditau identik ceramah dan mengajak kajian ilmu agama. Mereka menginginkan diri untuk biasa-biasa saja, tidak perlu terlalu fanatik dengan agama. Bahkan mereka mentertawai diri ketika pergi ke pantai mengenakan gamis atapun kaos kaki pada saat mandi di laut. Kadang, ada juga sebagian teman lawan jenis menjaili diri dengan mau menyetuh tubuh, karena ditahu tidak bisa bersentuhan dengan yang bukan mahram.

Lebih beratnya lagi ketika menghadiri kegiatan reuni. Di mana, sebelumnya bisa berboncengan dengan yang bukan mahram. Namun, ketika sudah hijrah dan tahu bahwa berboncengan dengan bukan mahram tidak boleh. Akibatnya, ketika ada teman yang mau numpang atau menawarkan tumpangan, diri merasa berat untuk menghindarinya. Walaupun sudah menolak dengan baik, namun karena ada teman yang memaksa. Sehingga, diri kembali merasa tidak enakan dan dengan keterpaksaan harus mengikuti apa yang diinginkan teman demi menjaga perasaan mereka agar tidak kecewa. Masih banyak lagi bentuk tantangan lainnya dari teman atau sahabat. Maka, sikap yang tepat harus terus menguatkan keimanan kepada Allah taála dan perbanyak istighfar atas segala perbuatan perlanggaran terhadap ketentuan Pencipta. Mencari teman yang sepemikiran atau kelompok yang bisa mendukung hijrah yang dilakukan agar diri bisa terjaga dari kelalaian. Terus berdoa kepada Allah taála meminta perlindungan dan mendoakan teman-teman yang belum mendaptkan hidayah agar diketuk hatinya oleh Allah taála untuk taat beribadah kepada-Nya.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 578
  • Sarkat Jadi Buku 

3. Tantangan dari Cinta Mencitai (Ghorizotun Naú)

Cinta adalah sebuah rasa ketertarikan terhadap sesuatu termasuk kepada lawan jenis. Setiap manusia memiliki rasa cinta, karena Allah taála sudah mengaruniakan hal tersebut. Sehingga, wajar jika seseorang jantuh cinta kepada lawan jenisnya, itu merupakan hal yang fitrah atau manusiawi. Namun, jika cinta salah dikelolah akan mengakibatkan diri dapat terjerumus dalam kubangan kemaksitaan terhadap Allah taála. Cinta sebuah naluri yang menuntut pemuasan terhadap diri. Rasulullah shallallahu alahi wassallam sudah mengajarkan bagaimana cara pemenuhan ghorizatun naú. Akibat cinta nenuntut pemenuhan kepuasan, maka hal ini menjadi sebuah ujian atau tantangan bagi diri. Bagi pemuda jomblo yang berhijrah, tantang ghorizatu naú merupakan tantangan yang berat. Di mana, daya ketertarikan terhadap lawan jenis begitu kuat. Ia ingin membangun hubungan pacaran, namun hal itu merupakan perbuatan dosa, sehingga mengakibatkan dirinya bimbang. Terutama bagi wanita, ujian ghorizatun naú sangat berat, karena wanita insan yang penyayang dan perasa. Dominan wanita dalam menanggapi setiap permasalahan yang dihadapinya mengedepankan perasaan. Tidak jarang Ia memikirkan orang dikagumi dan ketika ada chate atau telpon masuk Ia merasa sangat senang atau bahagia, sehingga tidak jarang yang meresponnya.

Bagi yang sudah terlanjur pacaran, maka akan sulit untuk memutuskan pacarnya karena kadang tidak tega. Hal ini, disebabkan karena ia merasa pacaranya baik, penyayang, dan perhatian. Sehingga, membuat dirinya sayang, nyaman dan percaya. Akibatnya, membuat dirinya futur, sehingga malas menghadiri kajian ilmu agama dan kegiatan keagamaan lainnya. Apalagi bagi remaja atau seseorang yang beranjak dewasa, rasa ketertarikan kepada lawan jenis sungguh luar biasa. Ada perasaan suka ataupun kagum dan rasa benci. Sehingga, ketika berhijrah dan diperhadapkan dengan ujian ghorizatun naú sangat sulit baginya. Di mana, orang yang pernah disukai atau dikagumi tiba-tiba datang mengajak untuk membangun hubungan pacaran. Maka, hal ini tentu membuat diri greget dan bingung mengambil sebuah keputusan. Jika iman masih lemah, maka berpotensi diterima. Sehingga, terjadilah pacaran islami katanya. Di mana, satu sama lain saling mengingatkan dalam kebaikan dan sering bercanda. Ibaratnya bagaikan alarm di waktu sholat tiba. Bahkan sudah ada panggilan istimewa di antara keduanya, seperti abi dan umi, kanda dan dinda, calon iman dan calon makmum, dan panggilan istimewa lainnya. Padahal ini tetap merupakan perbuatan yang keliruh besar.

Tidak jarang juga, ketika iman sudah mulai meningkat, namun tiba-tiba ada lawan jenis chate dan kemudian ajak berkomukasi. Akibatnya kadang kebablasan, sehingga melayaninya untuk berkomukasi, seperti bertanya sudah makan atau belum?, sedang bikin apa?, dan pertanyaan basa basi lainnya. Padahal, komunikasi antara ikhwan dan akhwat itu terbatas, hanya perkara yang penting-pentisa saja, seperti perkara jual beli, tugas sekolah dan perkara penting lainnya. Olehnya itu, perlunya berhati-hati dalam perkara cinta. Diri harus pandai mengelolah cinta dengan baik. Terus tingkatkan rasa keimanan kepada Allah taála dan Rasul-Nya agar bisa memendung ujian tersebut. Rasulullah shallallahu alahi wassallam mengajurkan umatnya bagi yang mampu disegerakan untuk menikah dan yang belum dianjurkan berpuasa agar terhindar dari perkara zina atau ujian ghorizatun naú. Sebagaimana dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersabda yang artinya:

Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikalah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” (HR. Bukhori).

Jadi, sangat jelas bagaimana cara menjaga diri dari perkara ujian ghorizatun naú. Perlu dipahami bahwa jika diri mengejar cinta seseorang, maka sulit untuk mendapatkannya dan berpontesi merugikan diri sendiri. Namun, jika mengejar cinta Allah taála, maka niscaya Ia akan menggantinya dengan cinta yang lebih baik dan sangat menguntungkan bagi diri. Sebagaimana kisah cinta Zulaika kepada Nabi Yusuf As.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 611
  • Sarkat Jadi Buku

4. Tantangan dari Lingkungan

Lingkungan merupakan area hubungan sosial budaya antar masyarakat. Bagi pelaku hijrah lingkungan merupakan salah satu tantangan yang berat. Sebab, ada banyak pasang mata yang melihat dan banyak mulut yang membicarakan perubahan yang dilakukan. Hal ini, dipengaruhi jauhnya ilmu agama dari lingkungan mengakibatkan perubahan yang dilakukan untuk lebih taat kepada Allah taála dianggap asing, sedangkaan perbuatan maksiat dianggap hal lumrah. Pengaruh lingkungan terhadap diri seseorang sungguh signifikan. Di mana, ketika seseorang salah bergaul dapat mengakibatkan dirinya merugi. Sebab, lingkungan tempat segala karakter atau perilaku ada. Lingkungan yang diselimuti dengan sistem kapitalisme sekaligus virus liberalisme, tentu menjadi hal wajar jika banyak sifat hewani teradopsi pada sebagian sifat manusia.

Hal yang sering terjadi ketika melihat pelaku hijrah, terutama wanita yang bercadar akan dibilangkan teroris bahkan seorang ninja. Tentu hal ini, sangat berat bagi wanita yang berhijrah tersebut. Sedangkan, bagi pria yang memakai celana cingkrang dan memelihara jengkot akan diolok-olok dengan sebutan kebanjiran dan seperti kambing. Ejekan tersebut tentu akan menyakiti perasaan pria yang berhijrah. Parahnya lagi ketika Ia hendak ke masjid menunaikan sholat berjamaah, tiba-tiba di jalan diteriaki oleh teman yang sedang meninum miras untuk meminta doa agar masuk surga juga. Padahal permintaan doa hanya bentuk ejekan kepada pelaku hijrah tersebut. Ketika nongkrong bersama dan sedang asik bercerita, tiba-tiba azan berkumandang, Ia hendak pergi memenuhi panggilan azan dan mengajak teman-temannya. Namun, yang terjadi malah teman-temannya banyak alasan untuk tidak ikut sholat. Pergaulan seperti ini, akan mempengaruhi tingkat keimanan menjadi lemah sehingga dapat menarik diri untuk lalai dan kembali bermaksiat terhadap Allah taála. Akibat perubahan yang dilakukan juga tidak jarang mendaptakan fitnah atau gunjingan, bagi perempuan yang memaki gamis dibilangkan, seperti jangan sampai dia hamil karena mengenakan baju longgar, kemudian agama ataupun aliran apa lagi yang diikuti ini?, dan perkataan buruk lainnya.

Adanya lingkungan yang jauh dari suasana aktivitas Islami membuat pelaku hijrah tidak akan nyaman. Sebab, banyak tekanan dalam dirinya akibat perubahan yang dilakukan. Ketika ia kemana-mana selalu mengenakan kaos kaki dibilangkan terlalu perawatan. Padahal sudah sewajarnya kaki harus ditutup bagi wanita karena bagian dari aurat. Anehnya lagi ketika ditahu tidak melakukan hubungan pacaran, langsung diejek tidak akan menikah atau jauh dari jodohnya. Mereka bagaikan panitia pembagi jodoh saja. Namun, ketika Ia menikah dengan menerapkan konsep pernikahan syari, di mana pelaminan pengantin pri dan wanita dibatasi dengan hijab. Maka, mereka langsung berkata pernikahan yang aneh, sehingga menjadi bahan gosipan atau buah bibir. Hal ini, mereka menganggap telah bertentangan dengan adat istiad, padahal sesungguhnya konsep pernikahan tersebut merupakan bagian dari ajaran Islam. Dilakukan pembatasa dengan hijab bertujuan untuk menghindari terjadinya campur baur dan tabaruj. Karena pernikahan bagian dari ibadah terpanjang, maka sudah seharusnya menerapkan nilai-nilai Islam dalam pelaksanaannya. Sebagaimana ibadah sholat antar pria dan wanita harus dipisahkan dan bahkan dibatasi dengan hijab.

Akibat dari lingkungan yang jauh dari aktivitas Islami membuat diri akan cepat futur atau iman akan menurun. Sulit bagi diri untuk bertahan dengan kondisi tidak mendukung perubahan yang dilakukan. Diri cenderung berat hati atau tidak enakan ketika ada keluarga, teman, tetangga ataupun masyarakat lainnya meminta melakukan aktivitas yang bertentangan dengan pemahaman hijrah, seperti tidak bisa berboncengan ataupun salaman dengan yang bukan mahram dan bahkan berfoto dengan yang bukan mahram serta aktivitas lainnya. Olehnya itu, pentingnya meningkatkan keimanan, membentuk lingkungan yang Islami, dan berusaha tetap pada prinsip pemahaman hijrah yang dilakukan. Terus berdoa kepada Allah taála agar hati masyarakat yang ada dalam lingkungan yang di tempati mendapat hidaya untuk segera bertakwa kepada-Nya. Terpenting juga tetap berbuat baik kepada mereka, walaupun mereka sering mengejek atau menghina diri akibat perubahan yang dilakukan. Jangan tanamkan rasa jengkel atau marah pada mereka. Tunjukan bahwa perubahan yang dilakukan merupakan sebuah kebenaran yang dapat menyongsong ridho Allah taála sebagai pencipta alam semesta, kehidupan, dan manusia.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 547
  • Sarkat Jadi Buku

5. Tantangan dari Materi (Harta)

Materi atau harta merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sebab, manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan jasmiani dan rohani. Akibat kebutuhan ini manusia akan terus bekerja untuk memenuhi kebutannya tersebut. Jika tidak dipenuhi, maka akan mengakibatkan tubuh manusia menjadi lemah hingga rusak. Ini dasar manusia harus mencari materi atau harta untuk memenuhi kebutuhannya. Hidup dalam selimut sistem kapitalisme membuat pelaku hijrah harus berpikir panjang dan berhati-hati dalam bekerja. Sebab, dalam sistem kapitalisme banyak ketetapan Allah taála yang dilanggar. Di mana, yang haram dihalalkan dan yang halal diharamkan. Sebab, sistem kapitalisme beraqidahkan sekularisme. Hampir semua sisi bisnis selalu bersentuhan ataupun bersinggungan dengan aktivitas ribawi dan sistem jual beli yang tidak sesuai syariat islam. Banyak pelaku bisnis untuk memenuhi kebutuhannya relah meminjam uang di bank-bank konvensional yang jelas-jelas menggunakan sistem bunga. Ada banyak yang melakukan kredit tidak sesuai syariat Islam demi memenuhi pemuasan diri.

Bagi pemuda yang selesai wisudah tentu membutuhkan perkerjaan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebab, tidak menginginkan dirinya menjadi seorang pengangguran. Akibat hal ini, kadang tidak jarang menembus garis peringatan demi memenuhi kebutuhan ekonomi, seperti mendaftar menjadi pegawai bank konvensional. Padahal sebelumnya sudah mengetahui hukum ribawi sangat haram, karena termasuk dosa besar, dan paling ringan dosanya bagaikan seorang lelaki bersetubuh dengan ibu kandungnya. Kadang juga, karena sibuk bekerja akhirnya melalaikan kewajiban terhadap Allah taála, seperti meninggalkan sholat hingga malas menghadiri majelis ilmu agama.

Lantas, apakah seorang muslim dilarang kaya? Jawabnya tidak. Malahan sudah seharusnya umat Islam dapat menguasai perekonomian dengan baik tanpa melanggar ketentuan Allah taála. Sebab, dalam Islam sangat rinci diatur bagaimana sistem perekonomian Islam. Sebagaimana para sahabat Rasulullah shallallahu alahi wassallam, seperti Utsman Bin Affan, Abu Rahman Bin Auf, Abu Bakar Ashiddik dan lainnya. Mereka sangat gemar berbisnis, namun tujuan mereka berbisnis bukan untuk mengejar keuntungan ataupun kekayaan, melainkan mengejar ridho Allah taála. Ada banyak perkara ibadah lainnya yang membutuhkan materi berupa uang, seperti bersedakah, membeli pakaian syari, biaya transportasi menunaikan ibadah haji ataupun umrah, dan lainnya. Sehingga, ada ungkapan “Uang bukan segala, tapi dengan uang bisa berbuat segala.” Namun, dalam mencari harta tidak boleh melanggar apa yang menjadi ketentuan Allah taála.

Bagi pelaku hijrah ujian harta merupakan salah satu ujian yang sangat berat terutama bagi pemula. Banyak yang futur atau menurun kadar keimannya karena tantangan ekonomi. Lebih-lebih bagi pria yang ingin menikah harus menyiapkan biaya mahar, panai dan sebagainya baru bisa menikah. Sehingga, relah banting tulang siang dan malam mencari materi agar bisa meminang pujaan hatinya. Akibatnya ketika diajak kembali untuk ikut agenda keagamaan ataupun majelis ilmu ada banyak alasan untuk tidak hadir. Bagi wanita yang berprinsip harus punya penghasilan sendiri, relah menunda menikah dan memilih mencari kerja atau berbisnis terlebih dahalu. Akibatnya ketika pekerjaan sudah menyibukan dirinya, malas menghadiri majelis ilmu. Parahnya lagi ketika tempat bekerjanya menuntut berpenampilan menarik, akhirnya mau tidak mau harus mengikuti SOP yang telah ditentukan perusahan, seperti perpakaian sedikit ketak ataupun seksi. Masih banyak lagi bentuk tantangan lainnya yang hadir dari parkara materi atau harta. Olehnya itu, perlunya berhati-hati dalam memenuhi kebutuhan. Harus terus meningkatkan keiman kepada Allah taála dan Rasul-Nya dan mengutamakan berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk bekerja di suatu perusahaan. Apakah perusahanan yang dilamar melanggar ketentuan Allah taála atau tidak? Artinya, syariat Islam atau hukum-hukum Allah taála harus menjadi landasan ataupun tolak ukur dalam setiap aktivitas yang dilakukan terutama dalam mencari nafkah.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 302
  • Sarkat Jadi Buku

6. Tantangan dari Jabatan

Jabatan merupakan sebuah kedudukan penting dalam instansi pemerintahan ataupun organisasi serta partai politik. Ada banyak manusia yang berlomba-lomba merai jabatan, sehingga menghalalkan berbagai cari untuk mendapatkannya. Padahal jabatan adalah sebuah ujian dan amanah yang harus dilaksanakan dengan baik. Sebab, akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat kelak. Manusia yang mengharapkan jabatan  tentu arah niatkan bukan lagi karena Allah taála dan sudah pasti untuk mengejar eksistensi diri. Hidup di era sekarang yang diselimuti aqidah sekularisme sungguh sulit untuk menghindarkan diri agar tidak melanggar apa yang menjadi ketentuan Allah taála. Banyak anggota partai Islam yang mendapat amanah menjadi pejabat eksekutif maupun legislatif. Namun, mereka tidak mampu juga berbuat apa-apa dan bahkan kembali mengikuti arus yang menjadi jalan sistem sekulur itu sendiri. Sehingga, jabatan merupakan salah satu ujian yang sangat berat bagi pelaku hijrah ketika mendapatkan amanah tersebut.

Nikmat jabatan yang luar biasa dapat mengalihkan padangan hidup ke arah yang salah. Terkadang akibatan keinginan untuk menjadi pejabat relah meninggalkan partai yang sebelumnya telah membersarkan eksistensi dirinya. Padahal Rasulullah shallallahu alahi wassallam pun melarang umatnya untuk tidak meminta jabatan karena itu akan membebani dirinya. Sebagaimana dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersabda yang artinya:

Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah shallallahu alahi wassallam bersabda kepadaku:’Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan, maka tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun, jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan.” (HR. Muslim).

Ujian jabatan tidak semua didapatkan oleh pelaku hijrah. Namun, setiap muslim harus berhati-hati, sebab bisa saja ujian ini datang menghampiri. Para ulama ketika mendapatkan amanah ini, mereka sangat bersedih dan takut. Sebab, mereka sadar bahwa jabatan adalah ujian yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah taála. Mereka akan membaca tarji yang artinya: “Sesungguhnya kita ini hanya milik Allah, dan sesungguhnya kita kepada Allah akan kembali”.

LANJUTAN BAB 5

0 0
  • Sarapan Kata KMO Club Batch 35
  • Kelompok 10
  • Jumlah Kata 474
  • Sarkat Jadi Buku

Cinta akan jabatan ataupun harta memang sudah tabiat dari manusia. Namun harus berhati-hati, sebab jika manusia sudah besar angan, cinta harta, dan sudah tidak suka pada kematian atau takut mati. Maka, tentu ia akan dengan muda menggadaikan iman dan sangat muda terjebak dalam perilaku yang melanggar apa yang menjadi ketentuan agama. Apalagi di zaman sekarang walaupun sudah mengetahui sogok adalah perbuatan dosa besar. Namun, demi jabatan relah melakukan apapun untuk meraihnya ataupun mempertahankannya. Padahal harus menyadari bahwa jabatan adalah sebuah ujian dan amanah yang harus dilaksanakan dengan jujur serta adil. Sebab, akan dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat ketika di dunia dan di hadapan Allah taála ketika di akhirat. Setiap muslim yang mendapatkan jabatan harus selalu sadar akan hubungannya dengan Pencipta, di mana Ia harus menjadikan hukum Pencipta sebagai landasannya dalam menetapkan setiap kebijakan yang diputuskna.

Bagi pelaku hijrah terutama yang menyeruh pada penegakan syariat Islam secara menyeluruh, tentu ujian jabatan kerap sering menghampiri. Hal ini, ditawarkan oleh para oknum yang tidak mengharapkan tegaknya syariat Islam muka bumi. Mereka relah melakukan apapun demi mencegah tegaknya syariat Islam. Kondisi ini pun pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu alahi wassallam ketika awal-awalnya beliau mendakwahkan Islam di kalangan kaum Qurais. Beliau ditawarkan harta, jabatana, gadis-gadis cantik dan keistimewaan lainnya demi menghentikan dakwahnya tersebut. Namun beliau malah menjawab, walaupun matahari digenggamkan di tangan kanannya dan bulan digenggamkan di tangan kirinya tetap tidak akan menghentikan dakwahnya tersebut. Sebab, menyebarkan Islam merupakan perintah dari Tuhan-Nya. Akibat keputusan yang tepat dan kegigihan Rasulullah shallallahu alahi wassallam dan para sahabatnya dalam mendakwahnya Islam, akhirnya umat akhir zaman pun termasuk kita yang beragaam Islam bisa merasakan nikmatnya agama ini.

Jadi, inilah bentuk-bentuk tantangan dari hijrah dan bahkan masih banyak lagi. Namun, demi meraih ridho Allah taála, harus bisa melawan semua godaan yang dapat melemahkan iman walaupun nyawa menjadi taruhannya. Kita harus sadar bahwa dunia hanya sebagai tempat ujian bagi manusia dan tempat menyiapkan bekal untuk kembali menghadap kepada Pencipta alam semesta, kehidupan dan manusia. Kita harus bercermin dari perjuangan para pendahulu, mereka bersuka rela mengorbankan harta, tahta, bahkan nyawa sekalipun di korbankan demi tegaknya syariat Islam. Mereka ketika mendapat jabatan menangis di tengah malam, karena takut jangan sampai tidak dapat mempertanggungjawabkan amanah tersebut di hadapan Allah taála. Mereka takut dituntut oleh rakyat miskin, wanita yang menjada, anak-anak yatim dan rakyat lemah lainya di hadapan Allah taála ketika mereka tidak mendapatkan keadilan dan kesejahteraan di dunia. Sehingga, bagi muslim yang sadar betapa beratnya ujian dari jabatan tidak akan pernah berlomba untuk mendapatkannya. Namun, ketika mereka mendapatkan amanah dan kepercayaan langsung dari rakyat, mereka akan berusaha dengan sebaik mungkin untuk melaksanannya dengan amanah, jujur dan adil. Mereka tidak akan pernah berusaha memperkaya diri bahkan rela mengeluarkan hartanya demi kesejahteraan rakyatnya. Sebagaimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada saat kepemimpinannya rakyat mencampai kemakmuran dan beliau juga tidak menumpuk harta bahkan hartanya di serahkan ke kas Negara begitupun perihasan istrinya.

Mungkin saja kamu suka

Dela Revita Sar...
MAMA MINI
Catur Untari
MENITI RINDU
Cindy Aulia Sal...
Angkasa Malam
Faiz Starla
Seulas Senyum Liandra
Putri rohmayati
Jangan hina kekuranganku
Armila Fazri Na...
Surat Terakhir Darinya

Home

Baca Yuk

Tulis

Beli Yuk

Profil