Ruang kisah
Sinopsis
Tags :
#sarkat
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 01
-Jumlah Kata 488
- Revisi
Adzkiya Naila Taleetha. Gadis manis yang sering di panggil adzkiya oleh teman-temannya. Sedari kecil Adzkiya di didik dengan nilai-nilai agama. Namun, di tahun terakhir ia menempuh pendidikan tingkat sekolah, ia melakukan kesalahan fatal. Bagi sebagian orang mungkin ini bukan hal biasa saja, tapi tidak bagai dia. Dia sudah melanggar janjinya sendiri kepada Abi dan uminya. Dan lebih parahnya adalah, ia melanggar janji yang juga ia buat kepada Sang pencipta, Allah SWT. Menyesal, kesal, sakit, kecewa. Semuanya terasa begitu menyiksa, bahkan ia merasa hampir gila karena memikirkan ini.
Menyesal, ia sungguh sangat menyesal dengan apa yang pernah ia lakukan di beberapa bulan terakhir ini. Tapi, untuk mengakhirinya ia juga berat. Tapi, mau bagaimana pun kebenaran harus tetap di tegakkan. Ia tidak boleh kalah dengan nafsu dan bisikan syaitan. Ya, ia harus tegas untuk ini. Masa depan nya juga masih panjang, ia harus memenuhi semua impiannya dan juga impian kedua orang tua nya. Ia harus bisa mengebelakangkan ego dan perasaannya. Allah dan orang tuanya lebih penting dari perasaan nya yang sekarang. Karena bisa jadi perasaan nya sekarang hanya perasaan semu dan bisikan syaitan.
Setelah semalaman ia merenungi dan memutuskan pilihan yang akan ia ambil, ia melanjutkan kegiatannya dengan beribadah kepada Sang Maha Esa, memohon ampun dan memohon kemudahan dalam segala urusannya. Hanya Allah yang bisa di andalkan dalam keadaan apapun. Hanya Allah tempat menempatkan harapan yang benar, karena Allah tidak mungkin mengecewakan hamba-Nya yang bersungguh berharap hanya kepada-Nya.
Pagi ini, adzkiya sedang bersiap untuk berangkat ke sekolah. Cuaca hari ini sedikit mendung, tapi itu bukan penghalang untuk dirinya berangkat menimba ilmu. Setelah sarapan, Adzkiya berpamitan untuk berangkat sekolah. Ia berangkat menaiki angkutan umum dengan alasan agar bisa bersosialisasi dengan baik.
“Kiya, mata kamu kok sembab gitu? Jangan bilang kamu semaleman nangis?! Kamu nangis kenapa? Ada masalah ya? Kok gak cerita sama aku sih!” Annisa memberondong adzkiya dengan banyak pertanyaan, karena ia melihat mata adzkiya yang terlihat sekali habis menangis
“Nisa, aku gapapa kok. Maaf ya, untuk sekarang aku belum siap cerita. Nanti kalau aku udah siap, pasti aku cerita sama kamu ya?” jelasnya dengan memberi senyum manis khasnya.
“Bener ya kiy, nanti kalau udah siap wajib cerita sama aku” jawab Nisa agak ngotot.
“Iya Nisa, udah yuk kita masuk kelas. Bentar lagi bel masuk.” Adzkiya mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Bukannya kenapa-kenapa, hanya saja ia merasa malu untuk menceritakan kesalahan nya kali ini pada Anisa yang notabene sahabat baiknya sejak kecil.
Adzkiya menggandeng tangan Anisa dan berjalan menuju kelas mereka yang ada di lantai dua. Mereka sekolah di sekolah swasta milik kakek adzkiya. Sekolah tersebut juga sekolah yang cukup terkenal juga menjadi salah satu sekolah favorit di daerah tempat tinggal adzkiya.
Mereka berjalan menyusuri koridor yang masih agak ramai oleh siswa siswi sekolah tersebut. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya mereka sampai di kelas. Mereka duduk satu bangku di barisan kedua dari depan. Baru saja mereka mendudukan diri di kursi, terdengar suara bel tanda akan di mulainya pembelajaran jam pertama dan kedua.
Setelah belajar di kelas beberapa jam, kini sudah waktunya mereka istirahat. Para siswa siswi mulai berhamburan ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah meronta tinta ingin di isi makanan. Ada juga yang memanfaatkan waktu istirahat mereka ke perpustakaan, taman sekolah juga ke musholla sekolah. Dan salah satu di antara mereka yang memanfaatkan waktu istirahat di musholla adalah Adzkiya.
Adzkiya melangkahkan kakinya ke arah musholla yang berada di tengah-tengah gedung IPA dan IPS. Biasanya ia ke musholla dengan Anisa, tapi beberapa hari yang lalu Anisa kedatangan tamu bulanan perempuan. Jadilah sekarang ia berjalan sendirian ke musholla. Ia memang sudah terbiasa memanfaatkan waktu istirahat pertamanya di musholla. Setelah sampai di musholla, ia mengambil wudhu sebelum melaksanakan sholat sunah dhuha. Setelah mengambil wudhu dan sholat dhuha, ia kembali menengadahkan tangannya. Meminta ampunan atas segala dosa dan juga memohon petunjuk jalan hidup yang terbaik, serta meminta kemudahan dalam menjalankan hiudp. Dilanjut dengan membaca Alqur'an.Ini adalah rutinitas Adzkiya ketika ia tidak kedatangan tamu bulanan, jika sedang kedatangan tamu bulanan ia biasanya akan di kelas saja atau di perpustakaan. Ia sangat jarang di kantin karena dari rumah ia selalu membawa bekal yang selalu disiapkan oleh uminya.
Selesai dengan kegiatannya di musholla, Adzkiya beranjak keluar dari sana. Baru saja ia akan melangkahkan kaki setelah selesai memakai sepatu, ada seseorang yang memanggilnya. Badannya mematung sesaat. Ia sangat hapal dengan pemilik suara berat yang barusan memanggilnya, sosok lelaki yang membuatnya terluka, kecewa dan juga mengingkari janji nya. Sosok yang membuat pertahanan diri nya beberapa bulan belakangan ini runtuh, dan berakibat janjinya ia ingkari. Setelah beberapa saat melamun, ia tersadar dengan tarikan dari ujung kerudung nya.
“Ada apa?” Tanya Adzkiya to the point. Ia tidak ingin hanya sekedar basa basi, karena itu bisa memicu hancurnya pertahanan yang ia buat semalaman hingga merelakan waktu tidurnya.
“Kamu berubah beberapa minggu ini nai. Aku ada buat salah ya sama kamu?” Tanya lelaki yang ada di belakangnya.
“Aku gapapa. Dan ya, sepertinya ini waktu yang tepat. Aku mau hubungan kita sampai disini. Aku sadar, hubungan kita itu salah. Dan gak ada pembenaran nya sama sekali. Maaf, maafkan aku yang seolah mempermainkan perasaan kamu. Tapi aku gabisa melanjutkan hubungan kita” Adzkiya mengatakan nya dengan tegas dan tak terdengar ada keraguan saat ia mengatakannya.
Berbeda dengan lelaki yang masih berdiri tegap di belakangnya, lelaki itu mematung di tempatnya. Terlihat jelas sekali jika lelaki itu kaget dengan apa yang ia dengar dari gadis yang ia cintai bertahun-tahun lamanya.
“Nai, kamu yakin dengan keputusan kamu? Kamu yakin dengan apa yang kamu ucapkan barusan?” Tanya lelaki di belakang Adzkiya dengan lirih, dari nada nya tersirat luka yang mendalam.
“Yakin. Sangat yakin. Aku harap setelah ini, kita benar-benar selesai. Dan, bersikap layaknya orang yang nggak pernah saling kenal.” Jawab Adzkiya dengan tegas. Seolah ia tidak terluka sama sekali, berbeda dengan sorot matanya yang mulai sayu. Kedua bola matanya sudah berkaca-kaca, tapi ia tahan mati-matian agar tidak ada air mata yang menetes. Ia tidak boleh goyah dengan keputusannya. Tidak boleh.
“Baik nai. Aku turuti apa mau kamu. Maaf juga ya nai, aku membawamu ke jalan yang salah.”
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day...
-Jumlah Kata....
“Baik nai. Aku turuti apa mau kamu. Maaf juga ya nai, aku membawamu ke jalan yang salah.” Lelaki di belakang Adzkiya berucap dengan nada yang masih lirih sama seperti tadi. Dan juga tersirat ada kecewa serta penyesalan.
“Aku pamit, assalamu’alaikum” Adzkiya melangkahkan kakinya meninggalkan lelaki yang masih berdiri lunglai di depan musholla sekolah. Pertahanan yang Adzkiya buat sedari tadi pun sudah lirih, air matanya menerobos keluar dengan derasnya. Adzkiya membelokan langkahnya menuju toilet khusus perempuan, setelah berada di dalam toilet Adzkiya menangis sejadi-jadinya. Merasa marah, sakit, terluka juga kecewa secara bersamaan. Banyak perandaian yang berputar di kepalanya. Seandainya dulu ia tidak terbuai juga mengedepankan ego, mungkin ia tidak akan seperti sekarang. Seandainya dulu ia bisa menahan diri dari godaan syaitan, mungkin sekarang ia akan damai dengan rutinitas yang memang sudah menjadi kebiasaan nya. Tapi, itu hanya perandaian semata. Waktu tidak dapat di putar, beras pun sudah menjadi bubur.
Setelah sedikit merasa tenang, tangis nya pun sudah mereda. Adzkiya membasuh wajahnya dan melangkahkan kakinya menuju ke kelas. Ia terus melangkahkan kakinya menyusuri koridor yang sudah sepi. Mungkin semua siswa siswi sudah berada di kelasnya masing-masing, karena ini juga sudah memasuki jam pelajaran. Bisa di pastikan sekarang ia ketinggalan pelajaran.
Setelah sampai di depan kelasnya, Adzkiya merasa sedikit heran. Kenapa di kelasnya terdengar ricuh sekali? Apa tidak ada guru yang mengajar?
Untuk memastikannya, Adzkiya membuka kenop pintu kelas. Setelah pintu kelas terbuka, suara ricuh tadi mendadak menghilang dan di ganti dengan keadaan kelas yang menjadi sunyi. Atensi seluruh murid di kelas beralih ke Adzkiya yang berdiri dengan tatapan heran di depan kelas.
“Astaga Adzkiya, bikin kita kaget aja ih.” Salah satu dari mereka mengutarakan kekagetannya karena kedatangan Adzkiya.
“Hehe, maaf ya temen-temen.” Adzkiya hanya cengengesan tak jelas di depan teman-temannya.
Dan mereka yang melihat tingkah Adzkiya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kenapa mereka punya teman modelan Adzkiya sih?!
Setelah Adzkiya duduk di bangkunya, kelas kembali ricuh. Ada yang sedang gosip, nonton drakor, ada juga yang mabar. Bahkan, ada juga yang sudah tertidur pulas dengan menumpukan kepalanya di atas tumpukan buku maupun tas masing-masing.
“Kok lama banget sih kiy di musholla nya. Lagi ada masalah berat banget ya?” tanya Anisa dengan nada khawatir. Jelas saja Anisa khawatir, Anisa melihat mata Adzkiya yang semakin sembab.
“Gak kok nis, tadi ada urusan sebentar. Jadinya lama deh ke kelasnya. Oh iya, guru kok gak ada yang masuk nis?” Adzkiya berusaha mengalihkan pembicaraan mereka,lagi. Adzkiya belum mau bercerita, denganasan yang sama seperti tadi pagi. Dan, ia juga takut pertahanannya akan runtuh lagi jika ia memaksakan diri untuk tetap bercerita dengan Anisa
“Aku ngerti kalau kamu belum bisa cerita. Tapi, aku harap kamu ga pernah merasa sendirian ya? Aku akan selalu ada buat kamu. Oh iya, kita jamkos kiy. Soalnya kata paketu guru-guru lagi ada rapat sama donatur” Anisa tau persis seperti apa sahabatnya ini. Jadi, ia tidak akan memaksa Adzkiya agar berbagi cerita maupun masalah yang kini sedang di hadapi.
“Makasih ya nis, kamu selalu bisa paham dan ngerti sama kondisi aku” Adzkiya tersenyum tulus kepada Anisa. Ia sungguh bersyukur karena Allah hadirkan Anisa sebagai sahabat baiknya di bumi. Ia jadi tambah menyesal, bisa-bisanya dengan limpahan kenikmatan dari Allah ia masih saja melanggar aturan Nya. Huh, dirinya benar-benar harus terus memperbaiki keimanannya.
“Ya ampun kiy, kita itu udah sahabatan dari jaman buluk. Jadi, gimana bisa gue gak paham dan ngerti sama kamu Adzkiya” Anisa berujar dengan nada gemas dan tangan yang mengepal. Menahan diri agar tidak mencubit teman limited edition yang sayangnya adalah sahabat terbaik gnya.
Adzkiya yang tahu sahabatnya menahan gemas pun hanya cengengesan. Ia benar-benar sangat bersyukur.
Setelah perbincangan dengan sedikit perdebatan diantara Adzkiya dan Anisa, kini mereka tengah berjalan menyusuri koridor menuju gerbang sekolah. Semua siswa siswi di sekolah di pulangkan lebih awal dari yang sudah terjadwal. Parkiran dan gerbang sekolah sudah sangat ramai dengan kendaraan yang di bawa para murid serta jemputan mereka.
Adzkiya dan Anisa berpisah di gerbang, karena Anisa sudah di jemput supir pribadi mama nya. Adzkiya sendiri sedang berjalan menuju halte, menunggu angkutan umum yang melintas ke depan rumah orang tuanya. Sembari menunggu angkutan umum, Adzkiya mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan yang melandanya.
Saat Adzkiya masih duduk menunggu angkutan umum, ada seorang wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya. Adzkiya masih belum menyadari keberadaan wanita paruh baya di sebelahnya, ia terlalu fokus dengan ponselnya. Wanita paruh baya di samping Adzkiya tersenyum manis sambil memperhatikan Adzkiya.
“Assalamu’alaikum nak?” wanita paruh baya di samping Adzkiya mengawali pembicaraan.
Merasa ada yang mengucapkan salam padanya, Adzkiya menengok ke arah samoing kanan kiri nya. Dan saat ia menengokkan kepalanya ke arah kanan, ia menemukan wanita paruh baya yang tengah menatapnya dengan senyum manis.
“wa’alaikumussalam Bu” Adzkiya balas tersenyum manis
“Sedang menunggu jemputan atau angkutan umum nak?” tanya wanita paruh baya di samping Adzkiya dengan masih mempertahankan senyum nya.
“Sedang menunggu angkutan umum Bu. Ibu sendiri, sedang menjemput atau menunggu angkutan umum seperti kiya?”
Baru saja mau menjawab pertanyaan Adzkiya, ada suara yang mengalihkan atensi mereka.
“Maaf ya umma, umma jadi nunggu lama”
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 3
-Jumlah Kata 814
“Maaf ya umma, umma jadi nunggu lama” suara dari belakang Adzkiya dan wanita paruh baya tersebut membuat atensi keduanya teralih. Adzkiya sedikit terperangah saat tau siapa pemilik suara tersebut.
“Lho, Abang. Umma belum lama kok disini, urusan Abang sudah selesai?” wanita paruh baya di samping Adzkiya langsung berdiri saat melihat putranya berjalan mendekat. Lain halnya dengan Adzkiya yang langsung menundukkan kepalanya.
“ Alhamdulillah umma, urusan abang udah selesai umma” Jawab lelaki tadi.
“ oke kalau gitu kita langsung pulang dan beberes keperluan abang di sana ya. Astaghfirullah, umma lupa kenalan sama kamu nak!” wanita paruh baya di depan Adzkiya baru menyadari kalau bukan hanya ia dan putranya di sana. Sedangkan lelaki satu-satunya diantara dua wanita tersebut hanya tersenyum memperhatikan.
“Nama umma Maya, kamu panggil umma aja ya. Kalau nama kamu siapa sayang?” tanya wanita paruh baya dengan lembut di Sergai senyuman.
“ Adzkiya tan- eh umma” jawab Adzkiya sedikit gugup dan masih setia menundukkan kepalanya.
“Namanya cantik, persis seperti orang nya.” Adzkiya yang mendengarnya hanya tersenyum.
“ Oh iya, kita. Kenalin ini bang Sakha, putra sulung umma.”
“Adzkiya kak” Adzkiya menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Begitupun dengan lelaki di depannya, Sakha.
“Eum,Umma kak ad- Sakha kiya duluan ya. Angkot nya sudah datang. Assalamu’alaikum” Adzkiya melangkah kan kakinya menaiki angkot.
“Hati-hati ya kiya. Semoga bisa bertemu kembali. Wassalamu’alaikum” Umma Maya sedikit mengeraskan suaranya agar Adzkiya yang sudah berada di angkot mendengar apa yang ia ucapkan.
Setelah kepergian Adzkiya, sakha dan umma Maya pun beranjak pergi dari halte. Mereka melangkahkan kaki menuju mobil yang di kemudikan oleh Sakha.
Adelard Sakha Massaid. Sosok lelaki yang bisa dibilang mendekati sempurna. Namun, yang namanya manusia pastilah tiada yang sempurna. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Ia sosok yang masuk kedalam list lelaki idaman. Sosok yang tegas, juga sedikit anti perempuan. Kecuali umma dan adiknya tentunya,dan Adzkiya termasuk kedalam pengecualian tersebut. Entah bagaimana Adzkiya bisa masuk kedalam list pengecualian wanita yang ia hindari selama ini.
“Semua berkas sudah siap kan bang?” tanya Maya kepada Sakha yang sedang mengemudi di depannya.
“Sudah kok umma. Abang tinggal mengemas semua keperluan Abang untuk di sana” Jawab Sakha yang masih fokus dengan kemudinya.
Maya manggut-manggut tanda mengerti.
“Abang yakin dengan keputusan Abang? Bukan karena desakan Abba kan nak?” Maya bertanya kepada Sakha dengan nada sedikit ragu. Ia tidak ingin anaknya melakukan segala sesuatunya dengan terpaksa. Karena ia takut dari keterpaksaan yang di jalani anaknya akan berakibat fatal untuk kehidupan di masa mendatang.
“Umma tenang aja ya? Abang ikhlas kok, sangat ikhlas bahkan. Abang yakin, Abba pasti mau yang terbaik untuk abang. Abang juga sadar, kalau Abang memang perlu mendalami agama, terlebih Abang seorang laki-laki. Abang akan menjadi imam bagi keluarga Abang nantinya. Dan itu butuh ilmu serta kesiapan.” Sakha menjawab keraguan ummnya dengan lembut dan keyakinan.
Ya. Setelah perbincangan nya tadi dengan Adzkiya, Sakha langsung menghubungi Abba dan Umma nya untuk menyetujui keputusan Abba nya. Semalam keluarga nya berkumpul seperti biasa di ruang keluarga. Dan pada saat itulah. Abba Sakha, Gazi menne Massaid. Beliau menginginkan puteranya pindah ke pondok pesantren. Bukan tanpa alasan, Gazi ingin yang terbaik untuk putranya. Zaman semakin maju dan pergaulan sang putra perlu di perketat. Sekalipun Gazi tetap memantau keseharian putranya, tidak bisa di pungkiri kalau ia juga takut Sakha bergaul dengan orang yang salah di luar pantauannya. Setidaknya jika di pesantren anaknya akan lebih terpantau dan terjaga dari pergaulan yang terlalu bebas.
“Terimakasih ya nak, sudah mengerti abba dan umma.” Maya sungguh bangga dengan putranya yang selalu bisa mengerti keadaan dan keputusan kedua orangtuanya.
“Umma gak perlu berterimakasih sama Abang. Seharusnya Abang yang berterimakasih sama abba dan umma. Abba dan umma sudah merawat dan mendidik Sakha sampai saat ini dengan sangat baik. Abang juga minta maaf ya umma, pasti Abang banyak salah dan dosa sama abba dan umma.” 'abang sudah melanggar peraturan yang di buat di keluarga kita juga' lanjut Sakha dalam hati.
Mungkin jika Allah tidak menegurnya melalui Adzkiya, ia akan menentang apa yang abba nya putuskan. Sakha bersyukur karena Allah tidak membiarkannya terlena dengan kemaksiatan berkedok kenikmatan.
Maya hanya tersenyum dan mengusap punggung putra sulungnya. Ia bersyukur karena telah memilih suami yang tepat, hingga bisa menjadi sosok ayah yang baik dan bisa dijadikan teladan oleh putra putrinya. Maya sesekali menyeka air mata yang menerobos menetes membasahi pipinya. Maya menangis terharu dengan takdir yang kini menjadi jalan hidupnya. Ungkapan syukur terus terucap baik di lisan maupun hatinya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 35 menit, akhirnya Sakha dan Maya sampai di kediaman mereka. Mereka turun dari mobil dan melangkahkan kaki ke dalam rumah untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran.
Sedangkan di sisi lain, Adzkiya sudah sampai di rumahnya beberapa menit yang lalu. Saat ia memasuki rumah, ia di kejutkan dengan keberadaan nenek dan kakeknya. Sontak saja Adzkiya langsung memeluk keduanya bergantian, mengobati rindu yang telah lama di pendam. Agak berlebihan mungkin, tapi itulah yang di rasakan Adzkiya. Ia merindukan kakek dan neneknya ini, karena dengan merekalah ia tumbuh saat kecil dahulu.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 4
-Jumlah Kata 410
“Nenekkk sama kakek kok gak bilang kalau mau ke sini? Kalau kiya tau kan pasti kiya kasih sambutan yang meriah. Aishhhh” Adzkiya merasa kesal, bukan karena nenek dan kakeknya kesini, tapi karena ia tidak bisa menyambut keduanya.
“Kan nenek sama kakek mau kasih kejutan buat kiya. Kalau nenek dan kakek kasih tua kiya nanti gak jadi kejutan dong” jelas seorang wanita baya yang masih di peluk erat oleh kiya. Nenek Adzkiya dari pihak ayah, Fatimah namanya.
“Bunda sama ayah juga, kok gak kasih tau Kiya sih.”
“Lho, bunda juga kaget waktu nenek sama kakek tiba-tiba ke rumah. Tadi sudah mau hubungi kiya, tapi kata kakek Ndak usah.”
Adzkiya yang mendengarnya semakin kesal. Entah saking kesal atau apa, kini mata Adzkiya mulai berkaca-kaca. Mungkin jika ia berkedip sekali saja, air mata yang sudah di pelupuk matanya akan jatuh membasahi pipi.
Ayah Adzkiya yang sadar dengan keadaan putrinya pun langsung menarik Adzkiya kepelukannya. Saat sudah berada di pelukan sang ayah, tangis Adzkiya pecah. Semua yang sudah ia lewati berputar bak kaset rusak. Perasaan bersalah, kecewa dan terluka kembali terasa.
“Kiya kenapa sayang? Maaf ya kita gak ngasih tau kiya kalau nenek sama kakek ke rumah.” Nenek Fatimah sedikit menyesal karena ia lah yang telah merencanakan semua ini. Tadinya, ia pikir cucu kesayangannya ini akan senang jika di beri kejutan kedatangannya dan sang suami. Tapi ternyata salah, cucu kesayangannya kini sedang menangis tersedu-sedu di pelukan ayahnya.
“Hiks,,, kiya hiks,,, nangis hiks karena kesalahan hiks hiks yang hiks kiya buat,h hiks” Adzkiya mengutarakan alasannya menangis. Adzkiya tidak ingin keluarganya merasa bersalah, terlebih lagi neneknya.
Adam, kakek Adzkiya. Mendengar penjelasan cucunya pun tersenyum lembut. Ternyata, cucu kesayangannya ini belum banyak berubah. Masih seperti dulu, dimana ia melakukan kesalahan pasti akan menangis terlebih dahulu. Setelah puas menangis ia akan menceritakan dan mengakui kesalahannya.
“Ssst,,,udah gapapa sayang. Manusia gak ada yang sempurna. Jadi, pasti pernah berbuat salah.” Hasan, ayah Adzkiya. Berusaha menenangkan puterinya yang masih menangis di dalam pelukannya. AdzkiyaAdzkiya yang mendengar penuturan sang ayah, bukannya berhenti menangis malah semakin deras air mata yang menetes. Adzkiya semakin merasa bersalah pada ayahnya, ia telah mengecewakan ayahnya.
Setelah beberapa menit berlalu, kini tangis Adzkiya mulai mereda. Dan keadaan ruang keluarga masih hening, orang-orang yang berada di sana masih memperhatikan Adzkiya dengan tatapan geli.
Adzkiya sudah hampir lulus SMA, tapi kelakuannya tak jarang masih seperti anak kecil. Tapi, mereka bersyukur. Dengan begitu berarti putri dan cucu mereka tidak terbawa pergaulan yang salah. Dan itu artinya, mereka berhasil dalam mendidik Adzkiya.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 5
-Jumlah Kata 443
- Revisi
“Ayah, bunda, kakek, nenek. Maaf, maafkan Adzkiya. Adzkiya melakukan kesalahan yang fatal. Hiks,,, Adzkiya melanggar janji yang kiya buat. Maafkan Adzkiya” Adzkiya berucap dengan lirih.
Mereka yang berada di ruang keluarga sedikit terkejut dengan pengakuan Adzkiya. Mereka ingin marah, tapi melihat Adzkiya yang kembali terisak membuat mereka menahan amarahnya. Mereka akan mendengar penjelasan Adzkiya terlebih dahulu, sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk menghukum Adzkiya. Karena, setiap kesalahan fatal yang di perbuat anggota keluarga, pasti akan mendapatkan hukuman.
Seperti halnya kakak laki-laki dari Adzkiya yang kini tengah mengenyam pendidikan di kota berbeda dengannya. Bukan tanpa alasan kakak Adzkiya mengenyam pendidikan di kota yang berbeda dengan keluarga. Itu semua karena kakak Adzkiya melanggar salah satu peraturan yang ada di keluarga mereka, yaitu berpacaran.
Dan, kesalahan yang sama kini di lakukan oleh Adzkiya. Meskipun Adzkiya belum sampai ke tahap pacaran, tapi interaksi antara Adzkiya dengan lelaki yang sempat ia sukai. Tapi Adzkiya menyesalinya dengan sangat. Ia kecewa dengan dirinya sendiri yang belum bisa membentengi diri untuk tidak terjerumus ke dalam maksiat.
“Kiya, jelaskan sama kita ya nak. Jelaskan tanpa ada kebohongan di dalamnya.” Adam berujar dengan lembut namun ada ketegasan dalam kalimat tersebut.
Adzkiya menanggapi dengan menganggukkan kepalanya. Tangannya terus menyeka air mata yang terus menetes. Menarik nafas dalam dan menghembuskan nafasnya perlahan, Adzkiya memulai cerita kesalahannya.
Cerita dari Adzkiya pun mengalir. Adzkiya menceritakan semuanya tanpa kebohongan sedikitpun. Sedari kecil ia di didik untuk tidak berbohong dalam berkata maupun berbuat. Ia juga di beri kepahaman oleh kedua orangtuanya juga keluarganya, bahwa setiap tindak tanduk setiap makhluk selalu di awasi oleh sang pencipta.
Tapi, entah bagaimana awalnya. Adzkiya terjerumus kedalam kemaksiatan yang berkedok fitrah perasaan. Sungguh, setiap mengingat semua itu dada Adzkiya terasa sesak. Penyesalan terbesar dalam hidupnya adalah karena ini. Ia merasa gagal menjadi perempuan seperti yang sudah ia harapkan sedari kecil.
Sedari kecil, ia berharap bisa menjadi seperti sayyidah Fatimah. Putri Rasulullah SAW. Ia gagal karena tidak bisa mengendalikan perasaan dan nafsunya. Seharusnya, didikan dari orangtua dan keluarganya bisa menjadi modal dalam membentengi diri. Tapi, ia sadar setelah kesalahannya fatal. Dan baginya sulit untuk di maafkan.
Kedua orangtua dan kakek nenek Adzkiya yang mendengar seluruh cerita dari mulut Adzkiya sendiri, dan mereka yakin tidak ada kebohongan di dalamnya. Kenapa bisa mereka yakin jika tidak ada kebohongan dalam cerita Adzkiya?
Karena selama Adzkiya bercerita, mereka memperhatikan Adzkiya dengan lamat. Dan, mata Adzkiya selalu jujur dalam memancarkan isi hati maupun pikiran sang tuan. Mereka juga yakin, jika Adzkiya mau mengakui kesalahannya. Maka tidak akan ada kebohongan ataupun kesalahan yang sama ataupun lebdridari itu yang akan Adzkiya lakukan.
“Maaf ayah, bunda. Maafkan Adzkiya yang sudah mengecewakan ayah dan bunda” Adzkiya memohon maaf dengan bersimpuh di kaki kedua orangtuanya.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 6
-Jumlah Kata 666
“Maaf ayah, bunda. Maafkan Adzkiya yang sudah mengecewakan ayah dan bunda” Adzkiya memohon maaf dengan bersimpuh di kaki kedua orangtuanya.
Mereka yang ada di sana menatap Adzkiya yang masih bersimpuh di kaki kedua orangtuanya dan menggumamkan kata maaf, maaf dan maaf dengan ekspresi yang sangat sulit di baca.
“Bangun sayang, duduk dekat bunda” Bunda Adzkiya menuntun putrinya agar bangkit dan duduk di sampingnya. Setelah Adzkiya di sampingnya ia langsung memeluk putrinya, seraya menangis. Air mata yang sedari ia tahan, kini tak bisa lagi menahannya.
“Maaf ya nak, bunda dan ayah masih kurang dalam mendidik Kiya. Bunda dan ayah masih lalai dalam menjaga Kiya. Sampai-sampai Kiya berjalan ke arah yang salah tanpa sepengetahuan bunda dan ayah” Tangis bunda Adzkiya semakin menjadi setelah mengatakan kalimat tadi.
Adzkiya yang mendengar penuturan bundanya pun semakin dilanda rasa bersalah yang begitu besar. Menyesal dan kecewa memenuhi relung hatinya. Tangis yang tadi sudah mereda kini kembali histeris. Pelukannya semakin mengerat pada sang bunda.
Ayah Adzkiya yang melihatnya tersenyum kecil. Kecewa, ia kecewa pada dirinya sendiri yang masih lalai dan kurang memperhatikan gerak putrinya di sekolah. Tapi, ia juga bangga karena Adzkiya berani jujur dan berkata yang sebenar-benarnya tanpa ada kebohongan sedikit pun.
Sedangkan kakek dan nenek Adzkiya melihat menantu serta cucunya berpelukan tersenyum senang. Senang karena kejujuran Adzkiya dan menantunya yang tidak menghakimi Adzkiya karena kesalahannya. Tapi, menantunya malah berintrospeksi atas dirinya sendiri. Mereka benar-benar bersyukur karena keluarga anaknya terlihat dan begitu terasa penuh kasih sayang dan kejujuran.
“ Sudah ya Kiya, gapapa. Semuanya sudah terlewati, jadikan kesalahan ini kesalahan pertama juga terakhir dalam hidup kiya ya nak. Sudahi menangis mu, mari berwudhu bersama-sama. Hahahaha” kakek berusaha menghibur cucu tersayangnya itu. Sungguh kakek yang sangat ekspresif.
Mereka yang mendengar penuturan sang kakek sontak saja tertawa pelan. Adzkiya pun sama, ia terkekeh pelan, ia bersyukur karena tidak ada yang menghakimi nya. Tapi, meskipun begitu ia tidak akan mengulanginya untuk yang kedua kali apalagi untuk yang kesekian kalinya.
Setelah tadi Adzkiya dan bundanya saling berpelukan dan menangis. Kini mereka sedang makan siang bersama setelah tadi melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Mereka makan dengan khidmat dan rasa syukur yang terus mereka langitkan dalam hati. Bagaimana mungkin mereka tidak bersyukur atas segala nikmat yang telah di berikan Allah? Jika sampai mereka tidak bersyukur, sungguh mereka adalah orang yang sangat buruk.
“ Kiya. Sekarang kiya sudah kelas 12 kan nak?” Tanya nenek Adzkiya di seberang Adzkiya yang baru saja menyelesaikan acara makan siangnya.
“Alhamdulillah iya nek. Sekarang kiya sudah kelas 12, dan sebentar lagi ujian. Mohon do’a nya ya nek, kek. Kalau ayah dan bunda Kiya yakin, sangat yakin pasti nama Kiya selalu ada di setiap do’a”
“Lho pasti itu. Bahkan nama Kiya adalah nama pertama yang selalu ayah dan bunda langitkan. Kalau berdo’a sudah, berarti tinggal berusaha. Kiya terus berusaha agar hasilnya sesuai keinginan kiya ya dan juga bisa membanggakan kami, seperti biasanya”
“Wah,,,,ayah dan bunda memang yang paling the best. Dan ya, Adzkiya pasti selalu berusaha agar bisa mendapatkan hasil yang terbaik dan bisa membanggakan ayah, bunda, nenek juga kakek” Adzkiya begitu semangat. Padahal tadi ia menangis terus menerus. Sungguh, ke-ekspresifan sang kakek menurun banyak pada Adzkiya.
Mereka yang melihat Adzkiya kembali ceria juga peringan begitu senang. Karena biasanya jika Adzkiya sudah menangis, pasti akan sulit untuk mengembalikan moodnya.
Sungguh, Allah begitu baik terhadap setiap hambanya. Banyak sekali kenikmatan yang Allah limpahkan kepada keluarga mereka. Rasa syukur terus di lantunka dalam relung hati masing-masing. Mereka tidak ingin menjadi hambanya yang kufur akan segala nikmat yang di beri oleh Allah.
“Lho, nenek sama kakek juga gapernah lupa loh buat do’a in cucu nenek ini” nenek Adzkiya berkata dengan tangan yang langsung menyeret Adzkiya pada pelukannya. Adzkiya sendiri malah senang karena semua keluarganya begitu sangat menyayangi nya.
“Makasih ya nenek, kakek. Udah sayang banget sama Kiya, padahal kita sering rewel dari kecil” Adzkiya sendiri terkekeh saat mengingat jika ia sedari kecil sering rewel meskipun hanya karena hal sepele.
“Sama-sama sayang. Itu sama sekali tidak masalah untuk kami” kakek merebut Adzkiya dan memeluk Adzkiya dengan penuh rasa kasih sayang.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 7
-Jumlah Kata 603
Di lain tempat, tepatnya di kediaman Sakha. Mulai dari umma, Abbas, adik kecil nya dan tentunya Sakha sendiri. Kini mereka tengah berkumpul di ruang keluarga, membicarakan banyak hal dan di ramaikan dengan celotehan si kecil.
“Abang, tadi Ica masuk kamar Abang terus Ica liat Abang lagi masukin baju ke koper. Abang mau ada lomba lagi ya? Tapi kok bajunya yang di masukin ke koper kok banyak banget” Khairunnisa, adik dari Sakha bertanya dengan raut wajah yang bingung tapi sungguh, wajahnya benar-benar menggemaskan di mata keluarganya.
Sakha memindahkan adik kecilnya ke atas pangkuannya.
“ Icha kalau Abang mau pergi dan sedikit lama, Icha gapapa kan?”
Sakha bertanya dengan hati-hati, ia takut adiknya marah. Karena adiknya sangat sulit untuk berjauhan dengan dirinya, bahkan hanya di tinggalkan untuk sekolahpun sebenarnya Icha enggan. Tapi setelah di beri pengertian oleh orang-orang rumah barulah Icha mau mengerti dan di tinggal sekolah oleh abangnya, selebihnya tidak akan bisa Sakha keluar rumah tanpa Icha.
“Eungh,,,Abang mau lomba? Kalo Abang mau lomba gapapa, tapi nanti kalau Abang pulang Abang harus bawa oleh-oleh buat Icha”
Ya, lomba adalah syarat kedua setelah sekolah untuk Sakha bisa meninggalkan Icha di rumah.
“ Abang bukan mau lomba, tapi Abang harus pindah sekolah dan hidup di pesantren milik eyang. Gapapa ya? Kan Abang di sana mau belajar, Icha juga sebentar lagi sudah masuk sekolah kan?” Sakha berusaha memberi pengertian pada adik kecilnya.
Sedangkan Icha yang mulai paham kalau Abangnya akan meninggalkan dirinya dalam waktu lama, ia langsung memeluk abangnya dengan erat. Seolah tidak akan ada ajari lagi untuk Icha bisa memeluk ababg satu-satunya itu. Mata Icha juga sudah berkaca-kaca, wajahnya sudah memerah menahan tangis.
Sakha yang mengerti adiknya belum mau untuk di tinggalkan oleh dirinya pun mengelus punggung kecil yang ada di dekapannya dan sesekali mengecupi dahi sang adik. Icha yang mendapatkan perlakuan manis dari abangnya pun tak lagi bisa menahan air matanya. Kini Icha sudah menangis tersedu-sedu dalam dekapan hangat sang Abang.
Keluarganya yang melihat adegan tersebut tersenyum bahagia karena anak-anaknya sangat akur. Saking akurnya si bungsu sama sekali tidak mau di tinggalkan sang Abang.
“ Icha sayang, Abang harus belajar nak. Nantikan kalau Abang pulang dari pesantren Abang bisa main sama Icha kayak biasanya. Juga, nanti Abang bisa ajarin Icha lebih baik lagi. Boleh ya nak ya” umma Maya juga berusaha memberi pengertian kepada sang putri.:
Sedangkan Icha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tanda jika ia tidak mau di tinggalkan oleh abangnya. Icha takut nanti abangnya di pesantren akan menemukan adik lagi dan berimbas pada Icha yang tidak bisa main dan menghabiskan waktu bersama abangnya. Dan Icha tidak ingin itu terjadi.
“Icha, jangan seperti ini nak. Kasihan abangnya, Abang harus tetap pergi ke pesantren. Kalau Icha begini terus nanti Abang di pesantren sakit karena memikirkan Icha, Icha mau Abang seperti itu hmmm?” Abba mulai ikut memberi pengertian pada Puteri bungsu nya.
Icha terdiam sejenak. Mungkin bisa saja ia izinkan abangnya pergi tapi harus dengan menepati kesepakatan yang di buat olehnya.
“Hiks, oke hiks Abang hiks pergi. Tapi hiks hiks, Abang nda boleh cari dan punya hiks adik hiks baru lagi ya hiks. Janji hiks sana Icha” Icha mengutarakan syarat yang harus di patuhi abangnya agar ia bisa pergi ke pesantren.
Mereka semua yang mendengar penuturan syarat dari Icha untuk Sakha pun tergelak. Ternyata bukan Karena sedih saja tapi juga krena tidak ingin ada saingannya. Ada-ada saja tingkah gadis kecil mereka ini.
“Bagaimana Abang? Abang siap?”.icha bertanya dengan nada dan wajah yang di singkong-somgongkam. Tapi bukannya terlihat menjengkelkan tapi malah terlihat begitu menggemaskan.
“Baik! Siap komandan Icha”
Icha yang mendengar jawaban dar Sakha haha cemberut merasa di ledek. Sedangkan kelurganya sudah tertawa melihat tingkah laku Gadis kecil mereka
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 8
-Jumlah Kata 621
Kini Shaka sedang mengecek semua barang yang akan di bawanya ke pesantren. Seperti yang di katakannya kemarin pada sang adik bahwa dirinya akan pergi ke pesantren hari ini. Sebenarnya Abba memintanya pergi ke pesantren setelah ia lulus sekolah disini. Dan saat kuliah ia bisa di pesantren, tapi jika tetap disini ia tidak yakin imannya akan kuat. Benteng pertahanan yang sedari dulu ia bangun saja runtuh seketika. Dan itu karena bisikan syaitan, hingga akhirnya ia bukannya membuat dirinya sendiri masuk ke dalam dosa, memalukannya lagi. Bukan hanya dirinya sendiri yang terseret dosa itu, tapi sosok perempuan yang membuat dirinya jatuh hati pun ikut terseret karena lemahnya iman yang dimilikinya. Karena itulah ia ingin mempercepat keberangkatan ke pesantren. Agar ia bisa terhindar dari kesalah dan dosa yang sama untuk yang ke dua kalinya. Meskipun ia yakin, jika saat ini hatinya sudah benar-benar tertambat pada sosok yang sama. Mempercepat keberangkatannya sama saja dengan ia mempercepat mencharge keimanannya. Semoga saja begitu, pikirnya.
Setelah yakin semua keperluannya tidak ada yang kurang ataupun tertinggal, ia membawa semua barangnya. Satu koper dan dua tas jinjing berukuran sedang ia bawa turun. Saat turun ternyata semua keluarganya sudah siap, bahkan si gadis kecil manis pun sudah siap dengan setelan gamis yang terlihat sangat pas dan cocok untuk adik kecilnya itu, tidak lupa juga jilbab yang selalu menutupi mahkota indahnya.
“Abang masukan barang-barang abang dulu ya, setelah itu menyusul ke meja makan. Kita sarapan dulu sebelum berangkat.”
Baru saja Sakha akan melangkah keluar rumah, ummanya terdengar berteriak
“Jangan lupa Abba mu ajak sarapan bang”
“ Baik umma, abang ke depan dulu ya” Sakha melanjutkan langkahnya menuju ke luar rumah guna memasukan barang bawaannya ke mobil yang akan di gunakan untuk mengantarkan dirinya ke pesantren yang akan di tempati.
Saat sudah ada di dekat mobil, Sakha melihat abbanya yang sedang memanaskan mobil. Sakha memasukan semua barang bawaannya ke bagasi mobil, lalu menghampiri abbanya saat semua barangnya sudah tertata rapi.
“Ba, masuk dulu. Disuruh sarapan dulu sama umma”
“Ayoklah. Abang beneran gak terpaksa kan?”
“ Astaghfirullah Abba, nggak atuh. Kalau terpaksa mana mungkin abang minta di percepat berangkatnya. Apalagi sampai abang bela-belain pindah sekolah, Abba nih. Ini syaa Allah, Abang ikhlas ba” Sakha berusaha meyakinkan abbanya.
“Pun, abang sadar. Abang itu laki-laki, abang akan menjadi pemimpin. Dan sebagai pemimpin Abang harus tahu ilmunya. Dan juga butuh persiapan yang matang. Abba, abang boleh jujur?”
“ Abang memang selalu bisa membuat Abba dan umma bangga. Abang jujurnya nanti kalau sudah ada umma juga ya bang”
“ Iya ba”
Setelah sampai di meja makan mereka berdua memposisikan diri di tempat masing-masing. Setelah semuanya siap, Abba langsung menyuruh Sakha memimpin do’a. Mereka sarapan dengan tenang, meskipun sesekali pertanyaan random dari Icha membuat mereka harus menahan gemas karena wajah yang di tampilkan benar-benar polos.
Selesai dengan sarapan, kini mereka berkumpul di ruang keluarga guna menunggu makanan yang masuk ke dalam tubuh tercerna dengan baik. Sesekali mereka tertawa karena tingkah Icha yang menggemaskan.
“Eum, Abba, umma. Abang mau bicara sama Abba dan umma”
“Bicaralah bang”
“Abang minta maaf sama Abba dan umma. Abang minta maaf karena Abang sudah membohongi dan melanggar kesepakatan yang pernah kita buat. Abang khilaf, keimanan abang benar-benar lemah saat itu. Abang terlalu terpedaya dengan bisikan syaitan hingga akhirnya Abang melakukan dosa umma, Abba” Sakha berbicara dengan lirih namun terkesan tegas khas-nya dan juga dengan kepalanya yang terus menunduk. Ia merasa sangat bersalah pada abba dan ummanya. Juga pada Sang Maha Esa, ia telah berkhianat pada Tuhan nya sendiri. Sungguh memalukan.
“Abang, bisa Abang ceritakan dengan jelas pada abba dan umma nak?” umma bertanya dengan lembut pada putra sulungnya dengan tangan yang mengelus bahu sang putra.
Sedangkan Abba hanya diam mendengarkan dan memerhatikan. Ekspresi tidak bisa terbaca, sungguh itu membuat Sakha semakin merasa bersalah..
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 9
-Jumlah Kata 618
“Abang, bisa Abang ceritakan dengan jelas pada abba dan umma nak?” umma bertanya dengan lembut pada putra sulungnya dengan tangan yang mengelus bahu sang putra.
Sedangkan Abba hanya diam mendengarkan dan memerhatikan. Ekspresi tidak bisa terbaca, sungguh itu membuat Sakha semakin merasa bersalah..
Lalu, mengalirlah cerita dari Sakha. Sakha menceritakan semuanya tanpa da yang kurang apalagi sampai di lebih-lebih kan. Karena prinsip dalam hidup Sakha adalah, berani jujur atas kesalahan merupakan kewajiban.
Mendengar pengakuan dari Sakha, umma dan Abba tersenyum. Mereka bangga pada putra sulung mereka. Bangga karena putra mereka berani mengakui kesalahannya juga menghukum dirinya sendiri dengan cara yang baik.
Tapi, mereka juga merasa kecewa. Bukan pada Sakha, tapi pada diri mereka. Karena mereka yang kurang dalam membimbing dan memperhatikan tumbuh kembang sang putra, putra mereka jadi melakukan kesalahan.
Setelah mendengar pengakuan Sakha, mereka sepakat untuk tidak menghukum Sakha dan memberikan kemakluman. Karena yang dilakukan Sakha masih tidak melampaui batas terlalu jauh. Tapi bukan berarti Sakha tidak mendapatkan teguran. Abba dan umma memberikan teguran dan juga wejangan yang sangat menyentuh jiwa sampai-sampai Sakha menangis mendengar nya.
Sakha bersimpuh di kaki kedua orangtuanya,meminta maaf dan berterimakasih karena tidak menghakimi nya. Ini yang sangat Sakha kagumi dan ingin ia contoh untuk di masa depan bersama keluarga kecilnya. Tidak menghakimi tapi saling mengintrospeksi, saling merangkul dan terus membimbing.
“Bangun nak. Ini bukan sepenuhnya salah abang. Abba juga pernah muda seperti kamu, jadi Abba faham bagaimana perasaan kamu saat itu. Setidaknya abang sudah mau mengakui, menyesali dan juga berusaha memperbaiki. Semangat ya nak, ini semua sudah di atur oleh Yang Kuasa. Ikhlas dan jangan sampai lupa untuk terus bersyukur, sekalipun Abang sakit hati dan kecewa. Percaya bahwa Allah lebih tau yang terbaik buat Abang” Abba Sakha menjelaskan dengan tegas namun terkesan lembut dan penuh kasih sayang.
“Baik Abba, terimakasih banyak untuk semuanya. Maafkan Abang yang belum bisa membuat Abba dan umma bangga. Malah Abang membuat kalian kecewa. Abang akan berusaha untuk terus memperbaiki diri”
Setelah itu, mereka semuanya berpelukan. Icha yang sedari tadi tidak paham arjj pembicaraan mereka pun hanya ikutan saja. Bahkan saat umma dan abangnya menamgispun ia ikut. Sungguh, sangat berperasaan sekali kamu Icha.
“Yasudah, abang tetap berangkat kan?”
“Bermagkat dong Abba, abang sudah ketinggalan jauh untuk mempersiapkan diri dan masa depan Abang ini” Sakha menjawab dengan sedikit terkekeh. Beginilah Sakha jika bersama keluarganya, hangat. Selain dengan keluarga, ia terkesan dingin. Dan ya, ada satu gadis yang masuk ke dalam pengecualian. Sosok gadis yang membuatnya jatuh hati untuk pertama kali. Ia juga gadis yang membuatnya oleng dalam mempertahankan diri dari godaan syaitan.
“Baik-baik. Mari kita berangkat” ajak Abba dengan. Penuh semangat
“Jangan lupa berdo’a yaaa”
“oke Abba, go!” Icha dengan penuh semangat berlari keluar rumah. Ayolah Icha, apakah kamu lupa jika perginya kalian kali ini adalah untuk mengantarkan Abang tercintu itu? Ah, mungkin Icha benar-benar lupa.
Umma, abba dan Sakha yang melihat keantusiasan Icha hanya bisa tersenyum dan sedikit menggelengkan kepala. Mereka sudah bisa menebak apa yang akan terjadi nanti jika mereka akan meninggalkan Sakha di pesantren.
Mereka sudah siap untuk melangsungkan perjalanan, di perjalanan di ramaikan oleh celotehan Icha, ada saja cerita yang ia ceritakan kepada keluarganya. Padahal cerita itu sudah lebih dari sepuluh kali Icha ulang. Ah ya sudahlah, namanya juga Icha.
Setelah memakan waktu sekitar satu setengah jam, akhiemya mereka sampai juga di pesantren yang akan di tempati oleh Sakha beberapa tahun kedepan. Mereka pun turun dan menuju ke rumah kyai pemimpin pondok.
Setelah urusan dengan pak kyai selesai, kedua orangtua Sakha dan juga Icha berpamitan pulang. Ah tentunya kecuali Icha. Karena ia sudah menangis saat tau sang Abang tidak ikut pulang. Ya, sesuai dugaan mereka saat tadi sebelum berangkat. Tapi, karena Icha sangat sayang pada sang Abang, akhirnya Icha mengerti dan mau di ajak pulang.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 10
-Jumlah Kata 654
Setelah kepulangan keluarganya Sakha melihat sekeliling, tempat baru untuk menjalani kehidupan di lembaran baru. Sakha tersenyum samar, bahkan jika ada orang di dekat nya tidak akan ada yang tahu kalau saat ini Sakha sedang tersenyum.
‘Selamat menjalani kehidupan di lembaran baru di tempat baru dan juga pastinya dengan orang-orang baru,Sakha.’ Sakha membatin
Sakha beranjak pergi meninggalkan lapangan. Ia melangkahkan kakinya menuju ke dalam asrama yang akan di tempati olehnya. Setiap langkahnya, Sakha berfikir apakah ia akan sanggup hidup disini? Terlebih lagi adiknya yang biasanya sangat menempel padanya.
Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya ia sampai juga di depan kamar yang akan ia tempat. Terdengar suara gelak tawa dari dalam, Sakha terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan langkahnya memasuki kamar tersebut. Sebelum masuk ke dalam kamar, ia mengetok pintu dan mengucapkan salam terlebih dahulu. Tidak sopan jika ia langsung saja masuk ke dalam, sedangkan ia di sini masih santri baru. Pikir Shaka.
Mendengar ada yang mengetuk pintu, beberapa orang di dalam kamar tadi mengalihkan atensi mereka. Salah satu dari mereka beranjak menghampiri pintu yang memang sengaja tidak di tutup.
“Wa’alaikumussalam mas, maaf nyari siapa ya?” tanya orang yang tadi menghampiri pintu.
“Saya santri baru disini mas, dan tadi kata pengurus kamar saya disini” Sakha menjawab pertanyaan orang di depannya dengan nada seperti biasanya, dingin. Namun masih terdengar sopan saat di dengar, hanya saja benar-benar tidak ada ekspresi di wajahnya.
“Ooo,,,santri baru tho. Sebelumnya kenalkan nama saya Akbar. Faizan Akbar Ramadhan lengkapnya”
“ Salam kenal Akbar, nama saya Sakha”
“Salam kenal juga mas Sakha, mari masuk. Di dalam sudah ada beberapa teman baru mas juga”
Sakha hanya mengekor di belakang Akbar. Saat memasuki kamar tersebut, ia melihat barang-barangnya ada di depan salah satu lemari. Mungkin salah satu pengurus yang membawanya. Pikir Shaka.
“Duduk dulu mas” Akbar mempersilahkan Sakha untuk duduk.
Sakha hanya menganggukkan kepalanya dan duduk di dekat Akbar. Kini Sakha menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di dalam kamar tersebut. Dan Sakha sedikit risih karena itu, Akbar yang mengerti jika teman barunya ini risih mengambil tindakan dengan menjelaskan siapa Sakha.
“Teman-teman, ini Sakha teman baru kita. Santri baru di pesantren yang kita tempati saat ini, dan dia kebagian kamar di sini. Jadi, aku harap kalian bisa menerima dia dengan baik”
Saat Akbar berbicara, atensi yang tadinya tertuju pada Sakha kini beralih pada Akbar. Setelah mendengar penjelasan Akbar mengenai Sakha, mereka tersenyum senang. Dan berebut memperkenalkan diri.
“Aku dulu lah, baru kamu” salah satu di antara mereka ngotot ingin menjadi yang pertama memperkenalkan diri.
“Lho lho,,, kenapa harus kamu dulu. Kan aku dulu juga bisa” seseorang kembali meninmpali ucapan temannya yang ngotot.
“Sudah, sudah. Biar di mulai dari sebelah kanan saja. Ayo di mulai” Akbar menengahi. Ia hafal betul dengan teman-temanya ini. Pasti tidak ada yang mau mengalah.
“Abyan Athar, Abyan” Abyan memiliki sifat yang sebelas dua belas dengan Shaka. Mereka yang ada di dalam kamar hanya menghela nafas mendengar cara Abyan memperkenalkan dirinya. Lain dengan Sakha yang menyunggingkan senyum, ia merasa memiliki teman yang satu frekuensi dengannya. Tapi itu masih kemungkinan, pikir Sakha.
“ Nama ku, Fahri Azhari. Biasa di panggil Fahri, salam kenal ya kha” Fahri sendiri memiliki watak yang hampir mirip dengan Akbar, kalem ramah dan santun juga memiliki fikiran dewasa.
“ Nama saya, Raziq Hafuza Madani. Biasa di panggil Raziq, salam kenal Sakha dan semoga bisa berteman baik” nah, Raziq ini memiliki sifat yang masih sebelas dua belas seperti Akbar dan Fahri.
“ Kalo nama aku, Faiq Muntasir. Biasa di panggil Faiq, aku yang paling tampan di antara mereka” Sudah bisa tertebak kan bagaimana Faiq ini. Ya, di adalah orang yang paling ramai di antara mereka. Dia juga yang tadi ngotot memperkenalkan diri sebagai yang pertama. Dia juga sangat narsis di banding temannya.
“Oke, nama saya Haidar Aziz. Biasa di panggil Haidar. Dan ya, jangan dengarkan Faiq. Dia pembual, karena yang paling tampan disini adalah saya” Ya ya ya, Haidar juga sebelas dua belas dengan Faiq. Dia juga yang tadi menimpali Faiq saat ngotot.
Bag.11
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 11
-Jumlah Kata 608
Kembali ke Adzkiya, kini Adzkiya sudah berada di sekolah setelah tadi berangkat bersama sang ayah. Hari ini ia tidak menaiki angkutan umum karena sang ayah yang menjadi lebih protektif setelah mendengar semua cerita dari Adzkiya. Dimana semuanya bermula karena Adzkiya dengan sosok lelaki yang membuat Kiya menjadi sedikit berbelok dai arah jalan yang seharusnya adalah di angkot yang sering Kiya naiki. Maka dari itu Kiya di beri pilihan oleh ayahnya untuk berangkat bersama sang ayah atau mengendarai motor ataupun mobil sendiri. Dan Kiya lebih memilih berangkat bersama sang ayah, karena Kiya belum berani jika harus membawa motor ke jalan raya. Jika ia membawa mobil ia lebih tidak mau, karena Kiya belum bisa mengendarainya.
Kiya melangkahkan kaki menuju kelasnya, di sepanjang koridor begitu ramai membicarakan sang Ketos yang malah pindah sekolah, padahal belum lepas serah jabatan. Sebentar, seprtinya Kiya ketinggalan informasi. Kiya mendekat ke salah satu gerombolan gadis di dekat kelasnya,
“Maaf, permisi. Boleh nanya sesuatu?”
“Wa’alaikumussalam. Eh, Kiya. Boleh boleh, mau nanya apa emangnya?”
“Dari tadi aku masuk ke koridor, anak-anak pada ngomongin Ketos kita pindah sekolah. Itu benar?”
“Ya ampun Kiya! lo yakin nanya ini? Kiya, Lo ga liat postingan terbaru akun Instagram lambe sekolah?!”
“ Astaghfirullah,,,Kao aku tau aku gak nanya kamu Nessa” Adzkiya gregetan sendiri jadinya.
“ Hehe,,,ya sorry kiy. Abisnya lo kudet banget masa”
“Ck, jadi gimana ceritanya?”
“ Oke oke gue ceritain sesuai yang gue tau ya, jadi Ketos kita pindah sekolah sejak kemarin. Alesannya sih belum ada yang tahu. Eh, tapi tumben deh kiy lo kepo sama topik trending di sekolah kita. Biasanya kan lo yang paling bodoamat, wah wah kayaknya ada sesuatu nih” selidik Nessa, ia menyipitkan matanya melihat Kiya dengan intens.
Kiya sendiri yang di tatap sebegitunya oleh Nessa risih dan juga berusaha menahan gejolak di hatinya.
“Udah deh Nes, aku cuman heran aja kok. Padahal kan lepas serah terima jabatan tinggal satu Minggu lagi, tapi dia pindah gitu aja” Adzkiya berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Ooo,,,iya juga sih. but yeah, just let it go. Bisa jadi ada sesuatu yang mendesak yang membuat si Ketos pindah”
“Bisa jadi gitu, yaudah makasih infonya ya Nes, aku duluan ke kelas”
“It's oke. Gue seneng kok bisa bagi-bagi apa yang gue punya. Ya meskipun sekarang cuman gosip doang sih. Hehehe” Adzkiya yang mendengar penuturan Nessa sedikit terkekeh, ada-ada saja temannya ini.
“Oke kalau gitu, wassalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam”
Setelah pamit pada Nessa, Kiya melanjutkan langkahnya ke dalam kelas. Ia langsung duduk di kursi yang memang sering di dudukin Adzkiya dan Nisa. Pikirannya berkecamuk, banyak mungkin yang membuatnya kembali merasa bersalah. Merasa bersalah pada orang yang pernah menjadi tokoh utama dalam lembaran ceritanya, setelah ayah dan bunda serta kakaknya.
Menyesal? Iya. Iya menyesal, Kiya menyesal karena dulu ia tidak bisa mengontrol dirinya hingga akhirnya ia Melakukan kesalahan yang berimbas kemana-mana.
“Kiya!” Adzkiya terperanjat mendengar suara melengking di sampingnya. Ia menoleh dan mendapati wajah Nisa yang tidak sedap sangat untuk di pandang.
“Salam dulu atuh Nis, jangan langsung terdiam di dekat telinga teman.
“Astaghfirullah Adzkiya, aku tadi udah salam tau. Kamunya aja yang serius banget ngelamun nya. Lagi mikirin apa sih kiy?”
“Ya Allah Nisa,,, maafin aku ya. Aku tadi beneran gak denger kamu ngucap salam”
“Asyik banget sih sama lamunannya. But it's okay Adzkiya,,, cerita dong lagi mgelamunin apa pagi ini, sampe-sampe aku ngucap salam aja gak kedengaran”
“Hehehe,,,mikirin abang aja. Lagi kangen banget sama abang, Abang dari kemarin susah banget di hubungiinnya”
“Kirain lagi ngelunin apaan, Abang tho ternyata”
“Oh iya kiy, kamu udah tau belum kalo Shaka, Ketos sekolah kita pindah?!” Nisa bertanya dengan nada histeris.
“Hah eh, tau kok tadi anak-anak ngomongin ini. Jadi aku tau” Adzkiya sedikit gugup saat Nisa menyebutkan nama Ketos sekolah.
Bag.12
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 12
-Jumlah Kata 648
“Oh iya kiy, kamu udah tau belum kalo Shaka, Ketos sekolah kita pindah?!” Nisa bertanya dengan nada histeris.
“Hah eh, tau kok tadi anak-anak ngomongin ini. Jadi aku tau” Adzkiya sedikit gugup saat Nisa menyebutkan nama Ketos sekolah.
“Kenapa ya? Padahal tinggal lepas serah terima jabatan, eh malah pindah sekolah”
“Mungkin ada sesuatu yang gabisa di tunda lagi Nis. Udah ah, mending kita siap-siap buat belajar aja. Tuh pak Budi udah mau masuk ke kelas.”
Annisa yang mendengar perkataan sahabatnya pun langsung mengalihkan pandangannya ke jendela, benar saja guru di jam pertama pagi ini sedang berjalan memasuki kelas.
Setelah guru mereka masuk, keadaan di kelas Annis ayang tadinya ricuh kini menjadi senyap. Mereka mula mempersiapkan diri juga alat untuk membantu mereka dalam belajar pagi ini. Pak Budi sudah duduk di kursi khusus guru, dan memerintahkan pada ketua kelas agar memimpin do’a. Setelah do’a selesai, mereka mulai dengan mode fokus mendengar apa yang di jelaskan oleh guru di depan. Meskipun faa beberapa anak yang tidak memerhatikan, ada yang mengobrol dengan bisik-bisik bersama teman sebangku, ada yang tidur bahkan ada juga yang berdandan.
Setelah jam pelajaran usai, kini waktunya istirahat untuk semua siswa siswi di sekolahan tersebut. Banyak yang menuju kantin, perpustakaan, taman, laboratorium dan juga ke musholla seperti Annisa dan Adzkiya saat ini.
Adzkiya dan Annisa kini sudah ada di musholla sekolah, hanya ada beberapa murid yang berada di sini. Maklum, karena masih banyak yang sangat jauh dari agamanya sendiri. Padahal mayoritas murid di sekolah adalah Islam. Tapi untuk beribadah bahkan menutup aurat mereka pun masih banyak yang enggan.
Annisa dan Adzkiya juga ikut berpartisipasi di organisasi rohis, beberapa kali mereka mendapatkan jadwal untuk mengisi acara. Dan saat itulah mereka berusaha mengajak dan memotivasi teman-teman yang lain agar mau beribadah dan menutup aurat. Meskipun banyak sekali cemoohan, tapi itu tidak mematahkan semangat mereka. Malah mereka semakin mengobarkan semangat untuk terus berdakwah. Alhamdulillahnya, setelah banyak melewati rintangan, ujian dan lain sebagainya. Kini sudah mulai banyak yang mau beribadah meskipun menutup aurat mereka belum siap jika di tanya. Itu sudah termasuk kemajuan bukan?
Selesai dengan urusan di musholla, kini Annisa dan Adzkiya berjalan menuju kantin. Mereka berjalan diiringi denda gurau juga beberapa cerita dari keduanya. Hingga tidak terasa jika kini mereka sudah memasuki kantin, sangat ramai. Bahkan sudah tidak ada bangku yang tersisa, mungkin hari ini mereka akan makan di kelas saja. Bukan sekali dua kali mereka makan di kelas karena tidak kebagian bangku di kantin, tapi itu tidak masalah untuk mereka yang memang tidak terlalu suka keramaian. Mereka menuju stan makanan dan minuman untuk mengisi perut mereka siang ini.
Setelah mendapat pengisi perut, mereka keluar kantin dan berjalan lagi menuju kelas. Di saat mereka berjalan di lorong kelas mereka, di depan sana ada seorang siswi yang sedang berlarian dengan teman-temanya hingga tidak sengaja menabrak Adzkiya, sampai-sampai makanan juga minuman Adzkiya terjatuh.
“Eh, kak. Aduuhh,,, maaf ya. Aku gak sengaja” Raut siswi di depan Adzkiya penuh dengan rasa sesal.
“Enggak apa-apa kok. Mungkin memang belum rezeki aku buat makan makanan itu.”
“Maaf sekali lagi ya kak. Biar aku bantu beresin kak” siswi di depannya ikut jongkok dan membereskan makanan juga minuman Adzkiya yang tidak sengaja ia jatuhkan.
Annisa sendiri masih sedikit Ling Ling dengan apa yang di lihatnya. Sedangkan teman si siswi yang menabrak Adzkiya tadi juga sama seperti Annisa. Mereka masih loading, mencerna kejadian di depan mereka.
“Aku ganti ya kak makanan sama minumannya”
“Eh, gak usah. Sebentar lagi juga bel masuk, takutnya nanti malah gak kemakan. Takut mubadzir”
“Sekali lagiaaf ya kak. Aku beran gak sengaja tadi” kepala siswi di depan Adzkiya menunduk. Dari nada suaranya juga sedikit bergetar juga penuh sesal.
“Gapapa kok. Beneran, lainkali hati-hati ya. Aku sama temenku mau masuk ke kelas dulu. Assalamu’alaikum”
“Makasih ya kak, wa’alaikumussalam”
Di belakang.mereka ada seseorang murid yang berdecak malas melihat kejadian tadi, dalam batinnya ia menggerutu.
‘sial, kenapa harus jatoh segala tu makanan. Kalo gitukan dia gajadi sakit, arrgh’
Bag.13
-Sarapan Kata KMO Club Batch 44
-Kelompok 17 Melankolia
-Day 13
-Jumlah Kata 521
Di belakang.mereka ada seseorang murid yang berdecak malas melihat kejadian tadi, dalam batinnya ia menggerutu dan langsung meninggalkan tempat persembunyiannya tadi.
‘sial, kenapa harus jatoh segala tu makanan. Kalo gitukan dia gajadi sakit, arrgh’
Iyah kuasa Allah, jika belum saatnya untuk seorang hambanya terluka, maka ia aka menghindarkan segala bentuk kejahatan. Tapi, jika sudah takdir seorang hambanya terluka, maka sewaspada apapun hambanya tersebut akan tetap terluka.
Maka dari itu berbaik sangka adalah jalan terbaik agar hidup tetap teratur. Berharap pada Allah adalah sebuah keharusan agar tidak kecewa. Jangan pula berekspektasi tinggi tentang kehidupan di masa depan hingga lupa caranya berserah diri atas takdir.
Yang paling penting adalah jangan berharap pada manusia yang notabene juga seorang pemgharap. Berharaplah pada Ia sang pemberi harapan, pada Ia sang pemberi kehidupan. Hanya kepada Allah SWT.
Kini Adzkiya dan Annisa sudah sampai di kelas dan sudah duduk manis di bangku mereka. Annisa sudah menawari Adzkiya agar memakan makanan yang ia beli, tapi memang dasarnya Adzkiya. Adzkiya menolak dengan halus dan macam-macam alasannya, Annisa hanya menghela nafas pasrah. Sudah tidak heran dengan sahabatnya yang memang memiliki sifat tidak enakan. Tapi setidaknya Annisa bersyukur karena Adzkiya benar-benar bisa menempatkan dengan benar rasa tidak enakan itu
Saat Annisa tengah makan, Adzkiya sibuk dengan buku paketnya. Tapi tidak dengan pikirannya yang entah dimana. Annisa yang melihat Adzkiya melamun menghela nafas lagi dan lagi. Kenapa sahabatnya ini suka sekali melamun belakangan ini? Batin Annisa bertanya entah pada siapa.
“Kiy, Kiya! Kamu kenapa sih? Cerita dong sama aku. Kamu pasti lagi ada masalah atau banyak pikiran ya?”
“Eh, Astaghfirullah Nis. Ng-nggak kok. Aku gapapa, cuman emang lagi kangen aja sama Abang. Abang belakangan ini susah banget di hubunginya. Kata ayah Sam bunda abang emang lagi ngerjain skripsi sih. Tapikan kamu tau sendiri aku gimana kalo udah menyangkut abang”
“Iya iya aku paham gimana kalau kamu udah menyangkut abang kamu itu. Mungkin bener kata ayah sama bunda, makanya do’ain abang kamu terus supaya di beri kelancaran dan kemudahan dalam segala urusan. Biar cepet pulang juga, hihihi”
“Kalo do’ain mah pasti Nis, cuman ya gimana ya. Hehehe”
“Pasti ada sesuatu yang lain nih. Kamu gak bisa nutulin apapun dari aku Kiya, kitatuh sahabatan udha dari zaman bau ingus. Yakali aku gak paham-paham gimana kamu”
Adzkiya menghela nafas, benar. Adzkiya tidak akan bisa menutupi apapun dari Annisa, bahkan Annisa lebih mengerti dirinya daripada dirinya sendiri terkadang.
“Iya. Ada sesuatu yang lain yang bikin aku pengen banget ketemu dan peluk abang sekarang. Aku mau cerita sama kamu, tapi aku masih belum siap. Aku malu Nis, aku malu sama kamu bahkan sama diri aku sendiri”
“Tuh kan! Ayo dong Kiy, masa malu sama aku. Kita udah sahabatan lama banget, malu kenapa sih? Jangan di pendem sendirian. Kita udah janji buat gak ada yang di tutup-tutupi di antara kita, bahkan hal sekecil apapun”
“Aku cerita sama kamu nanti ya Nis. Di rumah aku aja, kamu main ke rumah. Nginep sekalian hehehehe. Gaenak kalo ceritanya disini, banyak telinga yang gabgaus buat denger cerita ini”
“Oke, nanti aku pulang ke rumah dulu baru ke rumah kamu. Janji cerita ya kiy, awas aja kalo sampe nggak”
“iya iya,,,riweh banget kamu mah”