Loading
0

0

1

Genre : Romance
Penulis : FitriAni
Bab : 30
Pembaca : 6
Nama : Fitriani
Buku : 1

Dearest

Sinopsis

Nindy, seorang guru TK yang jatuh sayang pada anak didiknya yang bernama Stefina. Anak kecil berusia lima tahun yang berhasil mengalihkan dunianya. Stefina gadis kecil yang selalu murung dan menyendiri. Namun, ternyata menyimpan banyak cerita lewat gambarnya. Nindy, akhirnya tak sengaja bertemu Ares—Papa Stefina. Dia bercerita banyak tentang Stefina yang ditinggal sang Mama sejak dua tahun lalu. Mereka terpaksa bercerai karena sudah tidak ada kecocokan. Semakin sering bertemu, timbul benih-benih asmara diantara Nindy dan Ares, tetapi tentu saja itu tak mudah. Orang tua Nindy menentang karena perbedaan usia dan status. Begitupun Freya—anak pertama Ares yang sangat ingin kedua orang tuanya kembali bersama. Nindy berusaha mengambil hati Freya. Ia memposisikan diri sebagai teman bicara anak kelas IX itu. Freya pun luluh. Dia mengijinkan sang papa menikah dengan Nindy. Ares pun berusaha meyakinkan orang tua Nindy bahwa dia lelaki yang akan berusaha membahagiakan Nindy seumur hidupnya. Pernikahan pun terjadi walaupun diiringi tangisan orang tua Nindy yang belum sepenuh hati merelakan anak satu-satunya menikah dengan duda beranak 3. Juga air mata Freya yang masih belum sepenuhnya menerima kehadiran Nindy sebagai ibu sambungnya. Satu hal besar menjadi awal ujian cinta mereka, usaha tour dan travel Ares bangkrut karena pandemi. Lelaki itu stres berat. Sedangkan Nindy hamil dan kandungannya lemah. Ia harus bedres dan tidak bisa lagi mengajar. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Apa yang terjadi saat Flower, mantan istri Ares datang dan ingin merebut hak asuh Stefina. Bagaimana juga sikap Tanzel, anak Kedua Ares?
Tags :
#romance #Ares #Nindy

Bab 1

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 318

-Day 1

 

 

"Gambar apa sekarang?" Gadis kecil itu tak menjawab pertanyaan gurunya. Dia asyik dengan dunianya. Mewarnai gambar yang telah dia buat sebelumnya. Kali ini, dia memilih warna biru untuk baju seorang lelaki dewasa dan merah untuk gaun cantik seorang wanita. Seharusnya kali ini anak-anak kelas A TK Mutiara, belajar menulis huruf. Namun, Stefina tak pernah berminat untuk mengikuti titah sang guru. Dia selalu duduk di bangku pojok dan menggambar apa saja yang sedang dia inginkan. "Kalau sudah selesai gambarnya, Ibu bantu menulis huruf G, ya. Seperti teman-teman yang lain." Stefina menggeleng. Dia masih asyik dengan dunianya. Nindy, sang guru tidak bisa memaksa. Dia selalu mengutamakan kebahagiaan anak-anak didiknya. Terutama Stefina. Entah mengapa, sejak pertama bertemu dengan gadis mungil itu, hatinya seperti tertaut dan tak ingin lepas. Setiap tingkahnya yang menurut guru lain sangat menyusahkan, tetapi dia selalu merasa untuk bisa menerima. "Kalau begitu, nanti kerjakan di rumah, ya." Lagi-lagi Stefina tidak merespon. Tapi Nindy tahu, anak itu mendengarkan. Dan dia bisa memastikan, besok buku tugasnya sudah terisi penuh. Jam pelajaran pun usai. Satu per satu anak-anak itu dijemput, baik oleh orang tua maupun pengasuhnya. Tinggal Stefina sendiri menunggu di taman bermain. Biasanya sang pengasuh tak pernah telat menjemput. Namun, kali ini entah apa yang terjadi. Nindy pun dengan sabar menemani Stefina yang asyik bermain pasir. Dia mencoba mengajak murid kesayangannya untuk bicara. "Fina, selain menggambar hobinya apa?" "Aku nggak punya hobi." Nindy senang, akhirnya anak itu merespon saat diajak bicara. "Kalau di rumah Fina menggambar sama siapa? Sama Bunda?" "Aku nggak punya Bunda." "Kalau Mama?" "Mama pergi." "Kerja?" Kali ini Stefina menggeleng. Nindy mengingatkan dirinya untuk melihat biodata lengkap orang tua Stefina. "Papa!" Tiba-tiba Stefina berseru. Nindy menatap ke arah pintu masuk. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat saat melihat sesosok pria yang baru pertama dia lihat. Tubuh tingginya terbalut setelah rapi berwarna navy. Senyumnya merekah, menampilkan geligi putih yang berbaris rapi saat menyambut Stefina yang berlari ke dalam dekapannya.

Bab 1

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 347

-Day 2

 

Kini Nindy tahu, mata bulat milik Stefina adalah warisan dari sang ayah. Begitu pun bentuk mukanya yang oval dengan hidung mancung dan alis hitam. Jika dipikir-pikir, memang selama ini dia kagum akan kecantikan murid kesayangannya itu. 

 

"Permisi, Bu. Saya Ares, papanya Stefina."

 

Nindy tergagap. Dia tak sadar lelaki yang sedang dipandanginya itu sudah berdiri di hadapannya sambil mengulurkan tangan. 

 

"Ni-Nindy Ayundya."

 

Lelaki itu tersenyum penuh arti. 

 

"Saya izin bawa anak saya pulang, ya, Bu."

 

"Oh, iya silakan Bapak. Kemana mbaknya? Biasanya beliau yang jemput." Nindy berusaha fokus mengingat nama pengasuh yang biasa menjemput Stefina, tetapi tak juga berhasil. 

 

"Mbak Kus tiba-tiba sakit perut tadi. Dia telepon saya, izin nggak bisa jemput. Makanya saya langsung meluncur dari kantor ke sini. Takut Fina kelamaan nungguin. Ternyata memang telat, ya. Temannya sudah pada pulang semua."

 

Nindy langsung kagum pada Ares. Begitu siap siaganya dia sebagai seorang ayah. Bukankah biasanya yang seperti itu adalah seorang ibu? Kemana ibu Stefina? Nindy terlalu sungkan untuk bertanya. 

 

"Iya, tidak apa-apa, Pak. Semoga Mbak Kus cepat sehat lagi."

 

"Saya permisi dulu, ya, Bu. Ayo Fina sayang, salim dulu sama ibu guru cantik."

 

Nindy langsung tersipu mendengar kalimat Ares. Namun, dia langsung sadar, pria di hadapannya sedang mengajari putrinya, bukan memuji! 

 

Stefina pun mencium tangannya. Nindy mengelus sayang kepala gadis kecil itu. 

"Jangan lupa tugasnya dikerjakan, ya, Sayang."

 

Stefina pun mengangguk. 

 

"Saya mau ngobrol banyak tentang Fina, tetapi waktu saya tidak banyak. Mungkin lain kali, ya, Bu. Saya permisi dulu."

 

"Iya, Pak silakan."

 

Ayah dan anak itu pun berlalu. Stefina terlihat sangat riang berjalan di samping ayahnya. Hal yang baru dilihat Nindy dalam keseharian muridnya yang biasa murung itu. 

 

Nindy jadi teringat, Stefina lah murid yang paling berbeda saat hari pertama mengajar di kelas A. Anak itu paling sulit untuk diajak komunikasi. Semua serba sulit bagi Nindy yang bukan lulusan sekolah khusus keguruan. Hanya saja, karena tak kunjung mendapat pekerjaan, saat temannya menawarkan posisi itu, tak banyak berpikir ia langsung mengiakan.

 

Namun, seiring berjalannya waktu Nindy semakin mencintai pekerjaannya. Bahkan, sekarang tak terpikir lagi untuk mencari pekerjaan lain. Hatinya sudah terpaut pada anak-anak muridnya. Terutama Stefina.

 

 

 

Bab 1

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 327

-Day 3

 

Nindy baru saja membereskan mejanya saat ponselnya berbunyi. Nama Ibu tertera di layarnya yang berpendar. Segera dia tekan lambang telepon berwarna hijau. 

 

"Halo assalamualaikum, Bu?" 

 

"Waalaikumsalam. Ndy, pulang ngajar kamu mampir beli kue bika sama brownies yang waktu itu, ya."

 

"Yang mana, Bu?" 

 

"Itu loh, yang kamu beli buat arisan ibu-ibu pengajian."

 

"Oh, bika Majestik ya, Bu? Berapa banyak?"

 

"Iya. Tiga kotak aja."

 

"Kok sedikit? Memang cukup?" 

 

"Cukup, lah. Kamu jangan ngelayab, ya. Nanti langsung pulang. Bantuin Ibu masak."

 

"Tumben, Bu. Mau ada tamu?"

 

"Iya. Pokoknya cepet pulang, ya." 

 

Nindy akan bertanya lagi perihal tamu yang akan berkunjung ke rumah mereka secara mendadak, tetapi sambungan telepon sudah diputus secara sepihak. 

 

Gadis itu pun segera menyambar tas gendongnya, lalu berpamitan pada rekan sesama guru yang masih bertahan. Tak lama, dia pun sudah naik angkutan umum menuju toko kue kesukaannya. 

 

Jalanan sedikit lenggang siang itu. Tak sampai sepuluh menit dia sudah sampai ke tujuan. Harum aroma panggangan langsung menyambut saat gadis itu membuka pintu toko. Aroma pandan, vanila, cokelat, dan mentega memenuhi ruang penciumannya. Langsung saja dia memilih beberapa kue basah kesukaannya dan tak lupa kue pesanan ibunya. 

 

Apabila tak ingat pesan sang ibu agar pulang cepat, Nindy pasti akan berlama-lama di tempat itu. Memilih beraneka jajan pasar yang menggugah selera. Dengan berat hati, dia mengikuti jalur antrean untuk membayar kue-kuenya. 

 

"Loh, Bu Guru beli kue juga?" Satu suara yang tak asing tiba-tiba mampir di telinganya. 

 

Saat Nindy membalikan badan, satu wajah yang tak asing tersenyum kepadanya. 

 

"Loh, ayah Stefina? Beli kue juga?" Gadis itu tersenyum mendapati Ares berdiri tepat di belakangnya. 

 

"Iya, nih, Bu. Anak-anak pengen brownies katanya. Kebetulan sekali, ya, kita ketemu lagi di sini."

 

"Iya, Pak. Fina-nya kok nggak kelihatan?" 

 

"Iya, tadi saya jemput anak saya yang nomor dua dulu. Tuh, mereka lagi beli minuman." Ares menunjuk stand minuman yang tak jauh dari toko kue. Memang di sanalah Stefina bersama seorang anak laki-laki yang berusia di atasnya. Nindy heran, mengapa tadi dia tak melihat muridnya itu. 

 

 

 

Bab 1

0 0

Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 355

-Day 4

 

Nindy segera menyelesaikan pembayaran saat tiba gilirannya. Namun, belum juga dia mengeluarkan isi dompetnya, pria di belakangnya sudah mendahului mengeluarkan kartunya. 

 

"Biar saya bayar sekalian, Bu Guru."

 

"Eh, nggak usah, Pak—“

 

"Sudah nggak apa-apa. Hitung-hitung tanda terima kasih karena sudah mengajar Fina dengan baik."

 

Nindy sebenarnya ingin menolak. Tak enak rasanya menerima pemberian dari wali muridnya. Namun, karena Ares memaksa, dia hanya bisa mengucapkan terima kasih lalu segera meninggalkan toko kue itu. 

 

Tak berselang lama Nindy sudah kembali berdiri di pinggir jalan raya. Menunggu angkot yang akan membawanya pulang. Namun, kebetulan angkot berwarna biru itu agak lama munculnya. Sekalinya ada pun sudah terlalu penuh. Gadis itu memang sengaja menunggu di seberang. Toh, tetap saja para supir akan menawarkan saat melintas. Tujuannya dia ingin memilih angkot yang tidak terlalu penuh. Satu lagi yang paling penting, supirnya jangan anak muda, karena biasanya ugal-ugalan. Nindy jadi teringat masa-masa saat dia masih kuliah, dia seringkali menolak naik angkot dan memilih naik ojeg online karena merasa kurang nyaman. Namun, setelah dia merasakan sendiri sulitnya mencari pekerjaan, dengan gaji yang pas-pasan dia jadi belajar untuk menyamankan diri dengan kendaraan umum tersebut. 

 

Sebagai anak satu-satunya, orang tua Nindy memang sangat memanjakannya. Segala kebutuhannya selalu berusaha ditutupi oleh sang ayah yang seorang karyawan sebuah hotel. Hingga satu hari sang ayah memutuskan untuk berhenti bekerja dan mulai merintis usaha catering dari awal. Beliau berkata, bahwa tugasnya membantu pendidikan Nindy sudah selesai. Sehingga berani meninggalkan dunia kerja yang memang sudah lama dipertahankan walaupun tidak nyaman. 

 

Suara klakson mobil memecah lamunannya. Jendela depan terbuka dan sebuah wajah lagi-lagi muncul tanpa diduga. 

 

"Mau pulang, Bu? Mari saya antar." Senyum dengan geligi rapi itu muncul untuk ketiga kalinya di hari yang sama. 

 

"Tidak usah, Pak, saya naik angkot saja."

 

Wajah Stefina pun muncul di kursi belakang, menyapanya dengan riang. 

 

"Bu Guru, ayo naik. Biar papahku yang anterin."

 

Tanpa diminta pintu belakang sudah terbuka untuknya. Lagi-lagi Nindy tak bisa menolak. Apalagi melihat wajah ceria Stefina yang jarang sekali dia lihat di sekolah. 

 

"Maaf ya, Pak merepotkan."

 

"Tidak repot sama sekali. Malah saya senang ada kesempatan buat ngobrol dengan Bu Guru. Tadi saya buru-buru karena harus jemput Tanzel, kakaknya Fina."

 

Bab 1

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 379

-Day 5

 

Akan tetapi, yang disebut namanya hanya bergeming di sebelah kursi kemudi, seolah tak menganggap ada penumpang baru di mobil ini. Pria kecil itu memakai seragam merah putih. Nindy menebak mungkin usianya hanya berbeda tiga atau empat tahun dengan Stefina. 

 

"Abang, salim sama Bu Guru," perintah Ares pada anak lelakinya. 

 

Bocah lelaki itu tampak memutar matanya dengan bosan. Namun, tak lama tangannya terulur ke belakang menyalami Nindy. 

 

"Halo, Abang Tanzel, ya. Salam kenal. Kelas berapa sekolahnya?" 

 

Tanzel memalingkan muka dengan tak suka. Sepertinya pria kecil itu tak mau berpura-pura ramah pada penumpang di kursi belakang. 

 

"Tanzel baru kelas dua, Bu. Maaf ya, dia agak lelah, tapi saya paksa ikut ke toko kue tadi."

 

Nindy tersenyum maklum. Selama mengajar, dia sudah sering bertemu berbagai karakter anak. 

 

Ares tampak tak enak pada Nindy. Namun, dia juga tak bisa memaksa anak lelakinya bersikap sedikit sopan. Sedangkan Tanzel tampak sama sekali tak peduli. Dia menutup mata dan menyandarkan kepalanya ke jendela. Suasana menjadi sedikit canggung saat Ares melajukan mobilnya tanpa bicara lagi.

 

"Pak, maaf, rumah saya ke arah sebaliknya." Nindy sedikit panik saat sadar Ares menjalankan fortuner putih itu menjauhi arah rumahnya. 

 

Ares baru sadar dia belum menanyakan arah tujuan Nindy. "Maaf, Bu. Saya lupa bertanya. Kita putar balik ya, di depan."

 

"Aku turun di sini aja, Pah!" Tanzel tiba-tiba berkata ketus. 

 

"Loh, kenapa, Bang? Mau ke mana?" 

 

"Aku mau pulang naik ojek aja."

 

Nindy merasa tak enak. Dia yakin Tanzel bersikap demikian karena ada dia di sini. 

 

"Jangan gitu, Abang, nggak enak sama Bu Guru." Ares berbisik ke telinga anaknya namun, Nindy masih bisa mendengar. 

 

"Pak maaf, sepertinya Tanzel sedang ingin pulang secepatnya. Lebih baik saya naik angkot saja."

 

"Eh, jangan Bu Guru. Aduh, saya jadi nggak enak."

 

"Ibu, jangan naik angkot. Biar Papah anterin." Kali ini Stefina bersuara setelah lama hanya diam. 

 

"Begini saja, kita anterin Tanzel pulang dulu. Setelah ini anter Bu Guru pulang. Enggak jauh, kok." Ares memberikan penawaran. 

 

Nindy inginnya menolak saja, tetapi Stefina memegangi tangannya dengan erat. Dia pun mengiakan saja keputusan Ares. 

 

Sepanjang perjalanan, Stefina mengajak Nindy melihat gambar-gambarnya yang tersimpan dalam tablet. Walaupun tak banyak bicara, Nindy tahu gadis kecil itu ingin menunjukan dunia impiannya. 

 

Tak terasa waktu berlalu, mobil pun memasuki gerbang putih milik keluarga Brawijaya. Tanzel segera turun dengan menyisakan pintu yang sedikit terbanting. 

 

 

Bab 1

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 390

-Day 6

 

 

Ares hanya bisa mengelus dada. Lelaki itu kembali memajukan mobilnya keluar dari komplek perumahan elit miliknya. Sesekali dia melihat ke kaca tengah yang menampilkan Stefina dan gurunya. Sungguh dia merasa malu dengan sikap anak keduanya itu. Namun, tak ada yang bisa dilakukan. 

 

Setelah bertanya alamat lengkap pada Nindy, Ares memacu mobilnya ke jalanan. Dia mencari rute tercepat karena tak enak sudah membuat Nindy terjebak lama di mobilnya. Saat dia melihat kembali ke arah kaca, Stefina sudah tertidur dalam dekapan Nindy. Saat itulah darahnya berdesir, entah untuk alasan apa. Kebetulan sekali Nindy pun sedang melihat ke arah yang sama. Tatapan mereka bertemu tanpa bisa dicegah. Keduanya langsung mengalihkan pandangan dengan wajah merona. 

 

"Fina itu tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Mamanya memutuskan untuk pergi meninggalkan kami empat tahun yang lalu."

 

Nindy terkejut mendengar pengakuan itu. Dia bingung harus berkomentar seperti apa. Kini terjawab sudah mengapa anak-anak Ares bersikap demikian. 

 

"Maaf, ya, Bu, saya jadi curhat. Saya berkata seperti itu agar Bu Guru tahu latar belakang Stefina dan Ares yang sering bersikap semaunya. Mungkin ini kegagalan saya sebagai orang tua. Saya tidak bisa tiba-tiba menjadi ibu dan ayah. Sebelum istri saya pergi, saya memang tak terlalu peduli pada anak-anak. Menurut saya, mendidik anak adalah tugas ibunya, tetapi saya salah, istri saya pun tak menjalankan tugasnya. Dia malah berpikir untuk mengejar karirnya yang sudah dia tinggalkan sejak punya anak pertama. Mungkin dia merindukan dunianya. Akhirnya, ya, dia memutuskan pergi meninggalkan kami semua."

 

Nindy menarik napas dalam. Bagaimanapun, yang Ares ceritakan adalah hal yang belum pernah dia jalani. Seharusnya ini menjadi pembelajaran untuknya yang sama sekali belum berpengalaman dengan dunia pernikahan. Mungkin ini yang dinamakan cobaan dalam pernikahan. Namun, bukankah hal seperti itu bisa diselesaikan dengan komunikasi. Saling mengingatkan bahwa kewajiban mendidik anak adalah tugas bersama. Bukan hanya ibu atau ayah. Walaupun perpisahan harus terjadi, bukankah hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan kasih sayang tetap harus terpenuhi. 

 

"Jangan pernah menyangka saya tidak memperjuangkan pernikahan kami, tentu saja saya sudah melakukan banyak hal, tetapi itu sulit. Karena diantara kami tak pernah ada cinta. Kami dijodohkan."

 

Nindy terhenyak mendengar penuturan Ares. Dia selalu menyangka pernikahan itu tak selalu butuh cinta, yang penting saling percaya dan komunikasi. Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu dengan terbiasa bersama. Namun, kenyataan yang baru didengarnya dari salah satu orang tua muridnya membuatnya berpikir ulang bila harus menjalani pernikahan tanpa cinta. 

 

 

Bab 2

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 400

-Day 7

 

 

Berbagai hidangan sudah siap di meja. Ada rendang, kembang tahu masak tauco, dan sup kimlo. Tak lupa es setup aneka buah dan kue-kue. Nindy sedikit heran, mengapa ibunya tiba-tiba menyiapkan hidangan istimewa hanya karena ada teman ayahnya yang akan datang berkunjung ke rumah mereka. Namun, dia tak banyak bertanya. Pun saat sang ibu menyuruhnya mandi dan berpakaian rapi, dia menurut saja. 

 

Pukul tujuh malam, tamu yang ditunggu pun tiba. Sepasang suami istri dan anak laki-lakinya. Kedua pasang suami istri itu berpelukan erat seperti lama tak berjumpa. Nindy pun membantu membawakan minuman dan kue-kue.

 

"Ini anak kami, Anindya namanya. Cantik kan? Ayo Ndy salim dulu sama Om Surya dan Tante Mira. Mereka itu sahabat Ayah dan Ibu dari zaman SMA."

 

"Wah, cantik sekali, sini Sayang. Panggil Mama aja."

 

Nindy pun menghampiri wanita berhijab itu. Wajahnya teduh dan memancarkan kecantikan alami. 

 

"Nah, ini kenalin anak Mama, namanya Bintang."

 

Nindy baru sadar ada seorang tamu lain di ruangan ini. Seorang lelaki yang terlihat seusianya. Gayanya santai dan cenderung cuek. Mereka bersalaman sambil menampilkan senyum penuh formalitas. 

 

Nindy sudah akan pamit kembali ke kamarnya, namun sang ibu malah menyuruhnya duduk di sebelah. Mendengarkan obrolan tentang masa-masa mereka sekolah dulu. Nindy tampak bosan walaupun berusaha keras untuk sekedar ikut tertawa saat mereka membicarakan hal yang lucu. Namun, tidak dengan Bintang. Dia malah menunjukan terang-terangan bahwa dia bosan. Bahkan beberapa kali dia menguap tanpa sibuk menutupi mulutnya yang menganga lebar. 

 

Akhirnya obrolan pun pindah ke meja makan. Nindy bersyukur setelah acara makan malam selesai akhirnya dia bisa melarikan diri dengan alasan membereskan pekerjaan yang dibawa dari sekolah. Padahal tak ada pekerjaan apa pun. Dia hanya bingung jika harus terus memandang wajah jutek Bintang yang terlihat begitu menyebalkan. 

 

"Ndy, temenin Bintang ngobrol di teras, gih. Kasihan dia bosan." Ibu Mutia tiba-tiba masuk saat Nindy baru saja akan membaca sebuah novel. 

 

"Yah, Ibu. Aku kan mau ngerjain ini."

 

"Ngerjain apa, ah. Besok kan sekolah libur. Jangan banyak alesan. Udah sana."

 

"Ibu, aku tuh nggak kenal sama dia. Mau ngobrolin apaan coba?" 

 

"Ya, makanya kenalan. Siapa tahu cocok."

 

"Cocok apaan?" 

 

"Udah, cepet sana keluar. Kasihan dia sendirian."

 

"Kenapa nggak sama Ibu aja, sih?" 

 

"Sebentar aja, Ndy. Ibu masih mau ngobrol-ngobrol sama tante Mira."

 

Nindy sebenarnya malas sekali, tetapi dia tak bisa membantah perintah ibunya. Dengan langkah setengah diseret, dia menghampiri Bintang yang sedang duduk sambil merokok. Melihat kedatangan Nindy pria itu mematikan rokoknya. Nindy bersyukur, tak harus repot-repot menegur. 

 

 

 

Bab 2

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 303

-Day 8

 

 

Waktu berjalan dengan keheningan di antara keduanya. Tak ada yang berusaha untuk membuka percakapan. Keduanya menatap ponsel masing-masing walaupun sebenarnya tak ada hal penting di layar yang menyala. 

 

"Ya ampun, malah diem-dieman gini? Ajak ngobrol Bintangnya dong, Ndy! Gimana sih kamu malah sibuk main HP?" Ibu Mutia ngomel-ngomel saat keluar dan mendapati tak ada percakapan di antara keduanya. 

 

Nindy mengumpat dalam hatinya, mengapa sudah sebesar ini dia masih diperlakukan seperti anak kecil oleh ibunya. 

 

"Ini juga lagi ngobrol kok, Tante. Nindy tadi cerita banyak tentang pengalamannya waktu kuliah dulu." 

 

Nindy memandang Bintang dengan aneh. Pintar sekali bersandiwara ternyata pria yang duduk bersisian dengannya itu. 

 

"Oh gitu. Ya udah dilanjut aja, ya. Ibu masuk dulu. Ini cemilannya dimakan, ya."

 

"Iya,Tante. Makasih banyak udah ngerepotin."

 

"Enggak sama sekali, Bintang."

 

Setelah ibunya masuk, Nindy berkata dengan tak sabar, "Biar apa coba bohong gitu sama Ibu?" 

 

Laki-laki itu menatap sekilas pada Nindy lalu bibirnya melengkungkan sebuah senyuman. "Ya, enggak biar apa-apa. Biar kamu nggak diomelin aja sama ibumu."

 

"Diomelin juga nggak ada hubungannya sama kamu, kok."

 

Nindy kaget mendengar suaranya sendiri yang terkesan jutek. Namun, entahlah, dia tak bisa menjaga nada suaranya agar terdengar sedikit ramah. 

 

"Jelas ada dong, aku sebagai calon tunangan yang baik harus melindungi calon pasanganku."

 

"What??" Nindy memekik tertahan saat mendengar ucapan Bintang. 

 

Lelaki itu memandang wajah Nindy yang seperti salah memasukkan makanan ke dalam kerongkongannya. Matanya menyiratkan tanda tanya besar. 

 

"Sepertinya kamu nggak tahu apa-apa, ya?" 

 

"Maksud kamu apa?" 

 

"Memang orang tua kamu nggak bilang kalau kita itu mau dijodohkan?" 

 

Kali ini ekspresi Nindy lebih terkejut lagi. Dia benar-benar merasa perlu mendatangi dokter THT. "Jangan ngaco kamu, Ibu dan Ayah itu orang tua yang paling demokratis se-Indonesia. Enggak ada kata dijodohkan dalam kamus hidupku."

 

"Let see, Beb," jawab Bintang. Wajahnya yang dipasang mode jutek tampak semakin menyebalkan. "Kamu punya pacar, ya?" 

 

 

Bab 2

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 315

-Day 9

 

 

Nindy kembali menatap Bintang dengan tajam. 

 

"Aku juga punya pacar, kok," jelas Bintang tanpa diminta. "Tapi, udah aku putusin."

 

Nindy mencoba menebak ke arah mana obrolan itu bermuara. Namun, dia tak mengerti. Karena kedua orang tuanya sama sekali tak pernah membahas perjodohan. Selama ini pun dia dibebaskan untuk bergaul dengan siapa saja dengan catatan harus bisa menjaga diri dan kehormatan. 

 

"Kenapa diputusin?" 

 

"Terus kamu maunya diduain gitu?" 

 

Nindy melotot mendengar perkataan Bintang yang diikuti senyuman licik. 

 

"Jangan melotot gitu. Nanti cantiknya ilang."

 

Nindy tak habis pikir, bagaimana mungkin dua orang yang sama sekali tak saling mengenal bisa berbicara seperti itu. 

 

"Kamu … nggak sopan," desis Nindy. 

 

Bintang malah terkekeh mendengarnya. "Aku ini cowok paling sopan yang ada di muka bumi tahu. Makanya orang tua kamu pengen aku jadi menantu mereka."

 

"Kamu jangan ngasal, deh. Ibu nggak pernah ngomong apa-apa, kok tentang perjodohan."

 

"Terus, maksud mempertemukan kita sekarang apa? Peka dong. Katanya kamu itu ibu guru. Harusnya cerdas dong menilai situasi." Bintang tersenyum jumawa. 

 

Nindy merasa kesal dengan perbincangan omong kosong ini. Jika saja tak ingat norma kesopanan, ingin rasanya dia tinggalkan saja lelaki berkumis tipis itu. 

 

"Kamu kayaknya sudah tahu banyak tentang aku?" 

 

"Enggak juga. Hanya sedikit. Orang tuamu sering membanggakan anak kesayangannya pada orang tuaku. Sebatas itu saja. Aku juga nggak tahu apa pertimbangan orang tuaku untuk memilih kamu. Ternyata kamu orangnya jutek dan sama sekali nggak ramah seperti yang selama ini diceritakan orang tuaku."

 

Benarkah apa yang diucapkan Bintang? Nindy tak pernah tahu. Namun, yang dia pikirkan saat ini, jika benar mereka dijodohkan sepertinya dia tak akan bisa menerima seorang lelaki dengan watak dan sifat seperti itu. Belum tiga puluh menit duduk bersama, kepalanya sudah penuh dengan perasaan kesal dan tak senang. Apa yang akan terjadi bila seumur hidup harus bersama dengan lelaki yang menyebalkan itu. Apalagi satu pelajaran hidup baru saja dia terima sore tadi, bahwa pernikahan tanpa cinta itu tak akan berhasil. 

 

Bab 2

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 319

-Day 10

 

 

Nindy terbaring menatap langit-langit kamarnya. Tubuhnya terasa begitu lelah setelah melewati hari yang panjang. Banyak hal terjadi hari ini. Matanya sudah lelah, tetapi pikirannya tak henti berceloteh. Semua kejadian seperti terus berputar bagai reka ulang dalam kepalanya. 

 

"Ibu bukan mau menjodohkan kalian, Ndy. Kalian kan sudah sama-sama dewasa, kali aja ada kecocokan gitu. Ibu sama Bapak sama sekali nggak akan ikut campur. Semua keputusan ada di tangan kalian." Begitu jawaban Ibu mutia saat Nindy menanyakan perihal kebenaran kata-kata Bintang yang berulang kali meyakinkan bahwa mereka dipertemukan hari ini untuk dijodohkan. 

 

Nindy lega, ternyata pria itu hanya menggodanya karena tak menemukan bahan untuk bicara. Ditambah suasananya tidak begitu menyenangkan. Namun, Nindy ingat betul setiap kata-kata yang diucapkannya membuatnya tak suka. Dia paling tidak suka dipaksa dalam hal apa pun. Apalagi dalam hal mengambil keputusan untuk masa depan. 

 

"Enggak ada salahnya untuk membuka diri untuk saling mengenal, Ndy. Umur kamu sudah cukup untuk berumah tangga. Ibu lihat belum ada laki-laki yang dekat denganmu. Ibu dan Bapak sudah tua. Hanya kamu harapan kami satu-satunya."

 

Terkadang Nindy menyesal hanya dilahirkan sendiri saja. Mengapa dia tak memiliki kakak atau adik untuk saling berbagi. Umurnya sudah genap 25 tahun. Mengapa baru terpikir untuk memiliki saudara. Mungkin memang terlambat, tetapi tentu saja tidak terlambat untuk menikah dan memiliki banyak anak. 

 

Tiba-tiba saja wajah Ares dan kedua anaknya melintas dalam pikiran Nindy. Pernikahan memang tidak sesimpel itu. Memiliki keturunan dan bahagia. Buktinya mereka terpisah karena ego. Padahal ada anak-anak yang seharusnya menguatkan jalinan mereka. Namun, Nindy kembali ingat bahwa mereka menikah tanpa cinta. Entahlah, dia tak bisa menyimpulkan apa pun. Kehidupan pernikahan seperti apa yang kelak akan dia jalani. Dengan siapa dia akan berpetualang. Semua masih menjadi misteri. 

 

Akhirnya Nindy pun terlelap dengan segala pikiran yang berkecamuk. Mimpi pun datang sebagai pelengkap tidurnya. Dalam mimpi, entah mengapa dia malah menjadi Nyonya Ares. Dengan Stefina dan Tanzel sebagai putra putrinya. Lalu, ada Bintang yang menatapnya dengan pandangan terluka. 

 

Bab 3

0 0

-Revisi

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 332

-Day 11

 

Hampir setiap hari ada yang berbeda di kehidupan Nindy. Jika biasanya dia harus naik angkot untuk pergi mengajar atau kemana pun, kini ada seseorang yang selalu siaga mengantar tanpa diminta. Dialah Bintang, sosok cuek dan sedikit menyebalkan, tetapi sekaligus perhatian. Terkadang dia merelakan jam istirahatnya terbuang hanya untuk menjemput Nindy dari sekolah dan mengantarkan ke rumah. Padahal jarak kantor Bintang dan sekolah Nindy tidak bisa dibilang dekat. 

 

Nindy bingung dengan segala perhatian Bintang. Namun, dia tak bisa menolak. Orang tuanya malah senang melihat rutinitas itu. Hanya saja dia merasa kebebasannya seolah terkekang. Tak ada lagi me time. Seolah semua waktu miliknya sudah terbeli habis oleh kehadiran Bintang. Itu membuat Nindy merasa terganggu. 

 

"Kamu nggak ada kerjaan apa selain anter jemput aku?" tanya Nindy suatu hari. Setelah dia susah payah memberi alasan pada teman-teman gurunya yang mengajak makan di luar. 

 

"Banyak lah. Aku itu sibuk sebenarnya. Ini aja aku belum makan siang."

 

"Terus kenapa harus maksain jemput? Aku kan bisa pulang sendiri."

 

"Ini sudah jadi tugasku. Makanya kamu harus hargai pengorbanan aku."

 

"Kita ini bukan siapa-siapa!" Akhirnya Nindy bersuara keras. Dia lelah menghadapi Bintang yang selalu pengatur. 

 

Bintang menatap mata Nindy. Sepertinya dia tak terima Nindy berkata demikian. "Tentu saja kita bukan siapa-siapa sekarang, tapi bagaimana kalau Tuhan sudah menuliskan bahwa takdir kita adalah bersama?" 

 

Nindy membuang napas kasar. Kepalanya seakan disesaki kata-kata yang siap meluncur tajam. Namun, dia tahan sebisa mungkin. "Bintang, tolong dengerin aku dulu, ya—“

 

"No! Kamu yang dengerin aku. Kamu tahu nggak ridho Tuhan adalah ridho orang tua. Aku itu sudah berkorban banyak. Bahkan sampai mengakhiri hubungan dengan pacarku sejak SMA. Demi apa? Demi baktiku sama orang tua. Terus sekarang aku luangin waktu buat selalu bersama kamu. Agar kita bisa saling mengenal. Saling bisa menerima. Tolong, hargai usahaku."

 

Nindy menatap lelaki di sebelahnya. Perasaannya jadi campur aduk tatkala Bintang menginjak pedal gas dalam. Ingin rasanya dia bantah semua ucapan Bintang yang menurutnya hanya mengada-ada, tetapi dia takut emosi Bintang tak terkendali dan bisa saja mereka berakhir di rumah sakit. 

 

Bab 3

0 0

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 409

-Day 12

 

Bab 3

 

Suara decit rem memenuhi udara saat Bintang memaksa mobil berhenti dalam kecepatan yang tak semestinya. Nindy hanya bisa nemekik pelan saat kepalanya terbentur pada dashboard mobil. 

 

"Kamu gila, Bintang!" 

 

"Aku sepenuhnya sadar, Nindy. Turun! Kamu sudah membuat waktu makan siangku sia-sia."

 

"Aku tekankan sekali lagi, ya, aku nggak butuh semua waktu kamu. Jangan melakukan apapun yang akhirnya kamu sesali. Tolong, mulai besok jangan antar jemput aku lagi. Aku bisa sendiri. Lalu, tentang masalah perjodohan, orang tuaku tak pernah memaksa. Jika kamu melakukan semua hal karena menurutmu ini bakti, kamu salah. Orang tua kita tak keberatan jika kita memilih untuk tak bersama."

 

Bintang menatap ke arah mata Nindy dengan tajam. Terlihat amarah dan rasa tak terima yang begitu besar. 

 

"Apa maksud kamu," desis Bintang tak suka. "Kamu pasti akan menyesali apa yang sudah kamu katakan tadi. Aku ini calon suami dan menantu yang sangat potensial. Semua wanita sangat ingin diperlakukan seperti yang kulakukan padamu. Kalau kamu merasa keberatan, berarti kamu buta, atau tidak cerdas."

 

"Terserah apa katamu, kalau memang banyak wanita yang mau denganmu, ajak saja mereka menikah. Jangan ganggu aku!" 

 

Rahang Bintang mengeras. Tampak sekali dia menahan amarah yang tak terkira. Sinar matanya menyiratkan kekecewaan. Tulang jemarinya terlihat putih mencengkram kemudi. 

 

Tanpa bicara lagi Nindy keluar dari mobil Bintang dan menutup pintunya dengan cukup keras. Mobil pun langsung melaju cepat meninggalkan Nindy yang mematung di pinggir jalan. Jarak menuju rumahnya memang tak jauh lagi. Dia memutuskan untuk berjalan kaki ketika sebuah suara klakson membuatnya terkejut. 

 

"Bu Guru, mau pulang? Ayo saya antar."

 

Sebuah wajah familiar dan penuh senyum terlihat saat jendela mobil terbuka. 

 

"Pak Ares? Iya saya mau pulang. Enggak usah diantar, Pak. Sebentar lagi juga sampai. Sekalian olahraga biar sehat."

 

"Wah, jangan menolak Bu Guru. Ayo naik. Saya antar sebentar. Hari panas sekali, lho."

 

Nindy menggeleng sambil tersenyum. Namun, Ares tak patah arang. Dia turun dari mobilnya lalu membukakan pintu untuk Nindy. 

 

"Ayo silakan, Bu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Banyak yang saya ingin tanyakan tentang Fina."

 

Nindy tak bisa menolak. Dia akhirnya naik ke kursi di samping kemudi. 

 

"Terima kasih, Pak. Maaf merepotkan," ucapnya saat Ares menutupkan pintu untuknya. 

 

Ares tersenyum senang, lalu kembali ke tempatnya. Mereka pun berbicara basa-basi menanyakan kabar masing-masing. Ares pun bertanya tentang putrinya. Nindy menjawab sepengetahuannya. Banyak kemajuan pada anak didiknya itu sekarang. Dia mulai mau bersosialisasi dan mengikuti pelajaran seperti anak-anak yang lain. Ares bahagia mendengar kabar baik itu. Dia semakin kagum pada Nindy yang telah sabar mendidik anak bungsunya. 

 

 

 

Bab 3

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 395

-Day 13

 

Bab 3

 

Saya lihat hafalan Fina juga mulai banyak. Dia jarang marah-marah di rumah. Lebih banyak tertawa. Mandiri juga. Enggak terlalu manja. Beruntung sekali Fina punya guru seperti Ibu."

 

Nindy bahagia mendengar penuturan Ares. Dia bersyukur jika apa yang diajarkan di sekolah bisa diaplikasikan oleh anak muridnya di rumah. 

 

"Syukurlah, Pak. Saya senang mendengarnya. Di sekolah juga Fina sudah banyak teman. Tidak selalu menyendiri seperti sebelumnya. Anak seperti Stefina memang butuh perhatian yang lebih. Dia memiliki mimpi tersendiri dalam menghadapi kehidupan. Imajinasinya sungguh tak terbatas. Yang harus dilakukan kita sebagai guru dan orang tua adalah memberikan wadah dan apresiasi atas semua karya yang dia tuangkan."

 

Ares mengangguk tanda mengerti. Dia paham betul anaknya tidak mendapat perhatian yang semestinya sejak kecil. Wajar jika dia tumbuh menjadi anak yang pemurung dan menyukai kesendirian. Namun, Ares juga sadar dia tak seharusnya menyalahkan ini kepada mantan istrinya, dia juga salah karena egois mementingkan semua bisnisnya daripada keutuhan keluarga. 

 

Satu hal melintas begitu saja di pikiran Ares, bagaimana jika Fina memiliki seorang ibu lagi. Ibu yang mampu memberikan kasih sayang dan perhatian tulus setiap hari. Sosok seorang wanita dewasa yang akan menghidupkan rumah yang selama ini terlalu redup dan sepi dari sentuhan kasih sayang. Nindy. Ya, Nindy lah sesosok malaikat yang Ares harapkan, tetapi sepertinya itu harapan yang terlalu muluk. 

 

Ares menatap siapa dirinya, hanya seorang pria hampir empat puluh tahun dan memiliki tiga orang anak. Sedangkan Nindy, dia masih muda, cantik, penuh kasih sayang, apa yang bisa diharapkan dari menjadi istri seorang Ares Prasetya. 

 

Nindy menyadari keheningan di antara mereka berdua. Ares sibuk dengan pemikirannya. Nindy pun sibuk dengan kilasan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini dalam kehidupannya. Dia bersyukut akhirnya bisa bernapas lebih mudah setelah beberapa minggu ini selalu diatur oleh Bintang. 

 

"Saya turun di sini saja, Pak," ucap Nindy setelah hampir sampai di gerbang perumahannya. 

 

"Lho, saya antar sampai rumah saja, Bu."

 

"Maaf, Pak. Ada beberapa hal yang terjadi akhir-akhir ini. Kalau Bapak mengantar sampai rumah, sepertinya suasananya akan sangat tidak enak. Mohon maaf ya, Pak dan terima kasih banyak atas tumpangannya."

 

Ares ingin bertanya banyak, tetapi Nindy tak memberi kesempatan untuk kembali bertanya. Dia segera keluar setelah mobil berhenti. 

 

"Bu Guru sebentar. Boleh minta nomer ponselnya? Jika ada apa-apa dengan Fina saya bisa menghubungi Ibu."

 

Nindy mengernyitkan dahi, tetapi akhirnya dia ketik sederet nomor di ponsel milik Ares. Setelah mengucap terima kasih sekali lagi dia pun berjalan menuju rumahnya. 

 

 

 

Bab 3

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 335

-Day 14

 

Bab 3

 

Tak lama ponselnya pun bergetar. Namun, rupanya pesan yang datang malah dari seorang Bintang. 

 

[Pantas nggak mau kuantar jemput, milih-milih, ya. Maunya pake Fortuner? Padahal tinggal bilang aja. Aku juga mampu kok beli yang kayak gitu. Bukan cuma satu, kalau perlu selusin kubeli.]

 

Nindy langsung melihat sekeliling. Sudah pasti Bintang mengikutinya, tetapi di mana? Dia mencoba mencari sosok tinggi itu atau mungkin mobil hitam yang biasa dikendarainya. Namun, nihil. Dia tak ada di mana pun. 

 

Nindy mengabaikan pesan itu dan kembali berjalan ke rumahnya yang hanya tinggal beberapa meter saja. Sang ibu sudah menanti di teras depan. Sepertinya ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan. Gadis itu mengucap salam dan mencium tangan ibunya. 

 

"Sudah pulang, Ndy? Nih, minum dulu. Ibu bikin jus alpukat kesukaanmu." 

 

"Iya, Bu, Makasih." Gadis itu meminum jus berwarna hijau segar itu dengan begitu nikmat. Kepalanya yang panas terasa sedikit membaik. 

 

"Gara-gara Bintang aku nggak jadi pergi sama temen-temen." Nindy sedikit mencebik saat mengatakan itu. 

 

"Kenapa?" 

 

"Si Bintang tuh nyebelin banget."

 

Ibu Mutia mengelus kepala putrinya dengan sayang. 

 

"Tadi Bintang bilang sama Ibu. Katanya kamu dijemput laki-laki lain pakai Fortuner putih? Padahal Bintang udah jemput kamu duluan."

 

"Hah? Bintang bilang gitu? Dasar cowok aneh. Aku nggak habis pikir deh, Bu sama dia. Dia itu pengatur banget. Belum apa-apa udah nguasain semua waktuku. Terus sekarang apa, dia malah ngomong yang enggak-enggak ke Ibu. Padahal ya, Bu, dia itu nurunin aku di tengah jalan. Kebetulan ada wali murid yang lewat terus anter aku sampe gerbang perumahan."

 

Nindy membuang napas kasar. Jika ada Bintang di hadapannya mungkin sudah dia jambak rambut lelaki menyebalkan itu. 

 

"Ndy, sebenarnya Bintang itu baik, kok. Dia cuma mau memastikan kamu pulang dengan selamat sampai ke rumah. Bukan mau ngatur-ngatur kamu. Apalagi menguasai semua waktumu." Ibu Mutia berkata dengan sabar. "Kalau dia selalu antar jemput kamu, itu tandanya dia sayang dan perhatian sama kamu. Calon suami yang bertanggung jawab, Ndy. Jarang lho, jaman sekarang laki-laki yang mau meluangkan waktu di sela kesibukannya."

 

"Ibu … yang anak Ibu itu aku atau Bintang, sih?" 

 

 

 

Bab 4

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 333

-Day 15

 

Bab 4

 

Waktu berjalan tak terasa. Siang dan malam berganti tanpa sadar dunia merangkak semakin tua. Akhirnya tiba di penghujung tahun. Nindy masih sendiri. Menikmati kehidupannya sebagai seorang guru. Bintang tak pernah lagi mengganggunya. Ibu Mutia pun tak bisa memaksa jika putrinya memang sama sekali tak punya rasa terhadap lelaki itu. 

 

Nindy semakin dekat dengan Stefina. Beberapa kali Ares bahkan mengajaknya bermain bersama di hari libur. Entah apa yang membuatnya mau. Sepertinya dia begitu menikmati waktu kebersamaan dengan ayah-anak tersebut. Melihat keceriaan Stefina dan kebahagiaan Ares sudah menjadi pelengkap hidupnya. 

 

Tibalah pada hari ulang tahun Nindy. Ares memberikan kejutan dengan datang ke rumah Nindy dengan membawa kado dan kue ulang tahun. Sungguh, hari itu senyumnya merekah sempurna. Pipinya memerah karena bahagia. 

 

Tanpa diduga, orang tua Nindy malah menganggap serius hubungan Nindy dan Ares yang mereka anggap lebih dari sekadar guru dan orang tua murid. Mereka sadar ada percikan asmara di antara keduanya. 

 

"Apa kamu mencintai anak saya?" tembak Pak Oka tiba-tiba saat mereka duduk bersama di meja makan. 

 

Ares yang tak siap ditanya seperti itu terdiam sesaat. 

 

"Ih, Ayah apaan sih nanyanya kaya gitu." Nindy terlihat tak suka dengan sikap ayahnya. Namun, sebenarnya hatinya berdetak tak karuan. 

 

"Maaf, Pak. Saya ini hanya seorang duda beranak tiga. Apakah pantas saya menaruh hati pada putri Bapak yang demikian sempurna." Ares terlihat malu dan rendah diri. 

 

"Saya juga tak akan setuju jika itu terjadi.Nindy masih terlalu muda untuk tiba-tiba menjadi Ibu dari tiga orang anak."

 

"Ayah, aku ini seorang guru dari puluhan anak kalau Ayah lupa. Menurutku, tak masalah jika hanya menghadapi tiga anak."

 

Pak Oka menatap anaknya. Tak menyangka akan mendengar perkataan seperti itu. 

 

"Ndy, kamu jatuh cinta pada pria ini?" Ibu Mutia mencari jawaban di wajah putrinya. Dia begitu kecewa saat melihat jawaban iya terlukis jelas di wajah cantik yang tertunduk malu itu. 

 

"Sudah lanjutkan saja makannya. Kita bahas lain kali. Hari ini ulang tahun Nindy. Saatnya kita bersyukur atas semua nikmat yang selama ini kita dapatkan."Ayah Nindy mencoba mengalihkan suasana yang mendadak kikuk. 

 

 

 

 

 

Bab 4

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 342

-Day 16

 

Bab 4

 

Namun, semua tak lagi sama. Masing-masing sibuk dengan pikiran yang tak enak. Makanan pun terasa hambar. Akhirnya, mereka menyudahi sesi makan malam yang tak menyenangkan. 

 

Ares pun pamit dengan perasaan yang tak karuan. Dia merasa tak enak pada orang tua Nindy. Pun begitu pada gadis itu. Mereka sama sekali tak pernah membicarakan tentang perasaan. Namun, sekarang tiba-tiba saja hal itu menjadi sesuatu yang mengganggu. 

 

Malam telah larut saat Ares memutuskan untuk menghubungi Nindy. Dia sama sekali tak bisa memejamkan mata. Karena itulah dia memberanikan diri untuk membahas tentang yang terjadi tadi di rumah Nindy. Serta apa yang terjadi di dalam hatinya. 

 

"Bu Guru …." Selalu sapaan itu yang dia gunakan pada Nindy. 

 

"Saya minta maaf, atas ketidaknyamanan tadi. Saya harap tidak mengubah hubungan baik kita selama ini."

 

"Saya yang minta maaf atas sikap orang tua saya, Pak."

 

"Tidak ada yang salah dengan sikap beliau berdua. Sudah sewajarnya mereka melindungi permata miliknya. Seperti saya yang berusaha melindungi anak-anak saya semampu dan sebisanya. Mungkin, saya tidak pantas mengatakan ini, tetapi, izinkan saya menyampaikan isi hati sebelum semua menjadi terlambat." Ada jeda yang sedikit panjang. Ares seperti ragu untuk meneruskan. Nindy pun tak berani menyela. 

 

"Bu Guru … setelah saya berpikir cukup lama, setelah semua kebersamaan kita selama ini, saya merasa ada yang berbeda dalam hidup kami. Maksudnya saya dan anak-anak merasa Bu Guru adalah bagian dari kami. Tak lagi menyenangkan rasanya setiap hari yang dilalui tanpa adanya Bu Guru. Apakah ini yang namanya … kenyamanan? Saya cuma … cuma tak ingin ini berakhir begitu saja. Bolehkah kalau Bu Guru untuk seterusnya menjadi Ibu untuk Fina dan kedua kakaknya?"

 

Nindy paham apa yang ingin disampaikan oleh Ares walaupun terlalu bertele-tele dan terkesan sangat tidak romantis. Namun, apakah itu penting untuk lelaki seusia Ares. Dia bahkan sudah pernah menjalani kehidupan pernikahan yang cukup panjang. 

 

Ares merasa gugup dan tak nyaman saat Nindy hanya diam dan tak menanggapi pernyataannya. Dia merasa ada yang salah dalam ucapannya. Pengalamannya selama menikah dulu, tak membuat dadanya berhenti bergemuruh saat menyampaikan isi hatinya. 

 

"Halo, Bu Guru?" 

 

"Ya, saya masih di sini."

 

 

 

 

Bab 4

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 315

-Day 17

 

Bab 4

 

"Bersediakah Bu Guru menjadi ibu dari anak-anak saya?" ulang Ares menegaskan pertanyaannya. 

 

Nindy tak bisa menjawab. Mereka memang dekat, tetapi tak cukup dekat untuk bisa hidup bersama sebagai suami istri. Dia hanya merasa bisa menjadi ibu untuk Stefina saja. Soal perasaan terhadap Ares atau sebaliknya, entahlah, masih banyak tahapan yang harus dilalui sampai ke tahap untuk saling memiliki. Belum lagi bayangan kedua anak Ares yang lain belum tentu mau menerimanya menjadi ibu mereka. 

 

"Saya butuh waktu," jawab Nindy akhirnya. 

 

Ares membuang napas di ujung sana. Dia lega akhirnya Nindy bersuara walau bukan itu jawaban yang dia harapkan. 

 

"Tentu saja, Bu Guru. Silakan ambil waktu sebanyak mungkin untuk berpikir. Dan selama itu, saya akan berusaha meyakinkan anak-anak untuk memiliki ibu baru."

 

Nindy ingin melarang, tetapi, dia merasa itu hak Ares. Dia merasa tak berhak mengatur ini dan itu. 

 

"Baiklah."

 

Lama hening di antara keduanya. Seperti sedang saling mendengarkan kata-kata yang hanya menggantung tanpa terucap. 

 

"Anindya …." 

 

Bergetar hati Nindy mendengar panggilan itu. Semenjak saling mengenal, baru kali ini Ares memanggil namanya. 

 

"Y-ya?" 

 

"Rasanya sangat berbeda saat aku mengucapkan namamu."

 

Entah mengapa kini Ares memilih meng-aku kan dirinya. Biasanya dia selalu menggunakan kata saya. 

 

"Anindya, nama yang cantik. Secantik wajah dan hatimu. Bolehkan aku, seorang Ares Prasetya berharap kamu mau menjadi seseorang yang spesial di dalam kehidupanku?" 

 

Rasa yang begitu berbeda dirasakan Nindy saat Ares mengungkapkan keinginannya sebagai seorang Ares. Bukan wali murid Stefina. Nindy sungguh tak mampu berkata-kata. 

 

"Aku tahu, aku bukan seorang yang romantis dan mudah jatuh hati pada wanita, tapi percayalah Anindya, sejak pertama kita bertemu, hatiku terasa berbeda. Ada kehangatan saat kita bersama. Ini bukan hanya tentang Fina, tetapi ini juga tentang hatiku. Apa kamu juga merasakan hal yang sama, Anindya?"

 

Lagi-lagi Nindy dibuat bungkam oleh pernyataan Ares. Pikirannya berkelana pada saat pertama dia melihat lelaki itu. Tanpa sadar debar itu kembali terasa saat dia terpesona melihat sosok Ares dengan fisik yang sempurna. 

 

 

 

 

 

Bab 4

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 342

-Day 18

 

Bab 4

 

"Anindya?" 

 

"I-iya, Pak Ares?"

 

"Jangan panggil bapak. Kalau kita hanya sedang berdua atau seperti saat sekarang, panggil mas saja. Bisa?"

 

Nindy tak langsung menjawab. Lidahnya terasa geli saat akan mengucapkan panggilan Mas Ares. Akhirnya dia malah tertawa sendiri. 

 

"Kok malah ketawa?" 

 

"Lucu aja gitu, Pak. Eh, maksudnya Mas Ares …."

 

"Lucu apanya? Kamu cuma belum terbiasa aja. Tapi aku seneng kok, akhirnya bisa denger lagi suara tawa kamu. Maaf ya, seharusnya di hari ulang tahunmu ini, kamu bisa ketawa bahagia. Tapi, malah ada hal yang bikin suasana jadi canggung."

 

"Bukan salah Bapak, kok. Eh, maksudnya Mas Ares. Maaf ya, aku belum terbiasa."

 

Akhirnya obrolan pun mengalir hingga lewat tengah malam. Mereka sebisa mungkin menghindari topik yang membuat suasana yang telah mencair menjadi beku kembali.

 

Ares merasa kembali menjadi lelaki yang mulai merasakan panah asmara. Jiwa mudanya bangkit, seperti remaja belasan tahun. Jatuh cinta membuatnya lupa, bahwa banyak rintangan yang harus dihadapi untuk meniti jalan menuju pelaminan. 

 

"Anindya, seandainya saja kita bertemu lebih cepat …."

 

"Pasti yang Mas Ares temui adalah anak SD atau SMP."

 

"Ah, iya juga, ya. Hari ini ulang tahunmu ke dua puluh empat, ya? Sedangkan aku tahun depan sudah menginjak kepala empat. Saat aku menikah dulu, kamu paling masih SD."

 

Nindy tertawa geli saat membayangkan mereka bertemu di saat itu. 

 

"Mas Ares nikah umur berapa, sih?" 

 

"Dua puluh tiga. Saat seusiamu, aku sudah punya Freya."

 

Nindy baru tahu fakta bahwa usia Freya—anak pertama Ares kini sudah lima belas tahun. Mereka belum pernah bertemu karena memang Freya tinggal di rumah neneknya. 

 

Nindy juga merasa belum siap bertemu gadis itu, bagaimana bila penolakan yang dia dapatkan seperti sikap Tanzel kepadanya. 

 

"Mas Ares dijodohkan kan ya? Kalau nggak salah Mas pernah bilang gitu."

 

"Iya. Orang tua kami sebenarnya masih memiliki ikatan darah. Kami dijodohkan agar harta warisan keluarga tak jatuh ke tangan yang salah. Mereka tak pernah berpikir tentang kebahagiaan anak-anaknya."

 

Nindy tertegun mendengar fakta keluarga Ares. Keluarga seperti apa yang akan dia masuki? Ares dengan ketiga anaknya pun sudah merupakan roller coaster yang menakjubkan untuknya. Apalagi keluarga besarnya. Nindy merinding membayangkannya. 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab 5

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 332

-Day 19

 

Bab 5

 

Hubungan Nindy dan Ares semakin dekat setiap harinya. Ares selalu berusaha menghubungi Nindy di waktu senggangnya. Pada hari libur, dia juga menyempatkan untuk mengunjungi Nindy di rumahnya bersama Stefina tentu saja. Terkadang juga dia mengajak Nindy keluar. Mereka sudah terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia. 

 

Orang tua Nindy yang memang kurang setuju pada hubungan mereka tak bisa berbuat banyak. Hanya saja Ibu Mutia sudah menyiapkan rencana agar Nindy kembali dekat dengan Bintang bagaimana pun caranya. Dia masih belum rela jika Nindy berakhir dengan seorang duda yang berbeda usia sangat jauh. Apalagi dengan tiga anak sekaligus. Ibu Mutia takut, pernikahan putrinya kelak tak bahagia. 

 

"Bu, saya izin ajak Nindy keluar, ya," pamit Ares pada Bu Mutia. 

 

"Ya. Jangan malam pulangnya."

 

Mereka bertiga pun naik mobil untuk segera meninggalkan rumah Nindy. 

 

"Mau ke mana kita sekarang, Mas?" 

 

"Ada deh. Kejutan buat kamu."

 

"Kejutan? Perasaan aku nggak ulang tahun, deh."

 

"Lihat aja nanti. Kamu pasti seneng."

 

Mobil pun melaju dengan seribu pertanyaan di benak Nindy. Namun, dia tak bisa lagi banyak bertanya karena Stefina terus-menerus mengajaknya bermain. 

 

Mobil akhirnya memasuki sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elite. Nindy terperangah melihat di mana akhirnya mereka berada. 

 

"Loh, Mas ini rumah siapa?" 

 

"Turun aja dulu. Ada yang mau ketemu sama kamu."

 

Nindy terbengong-bengong melihat pemandangan di hadapannya. Rumah dengan pilar-pilar tinggi besar khas bangunan Eropa. Namun, di halaman begitu asri dengan berbagai tanaman hias yang sejuk dipandang mata. Begitu pun burung love bird yang berterbangan di atas kolam kecil dengan air terjun buatan. Mereka terkurung jaring besar yang menutup sebagian besar taman. Di sudut kanan, berjejer mobil-mobil mewah berbagai merk, tapi tak tampak seorang pun di sana. Hanya seorang sekuriti yang menunggu di pos jaga gerbang. 

 

"I-ini rumah siapa, Mas?" 

 

"Ini rumah Oma, Bu Guru." Stefina yang menjawab. "Ayo, kita ketemu sama Oma." Gadis kecil itu menarik tangan Nindy agar segera masuk ke dalam rumah besar itu. 

 

Jantung Nindy berdetak lebih cepat. Tak menyangka, akan dipertemukan dengan keluarga Ares secepat itu. Gadis itu merasa sangat tidak siap. 

 

 

 

 

Bab 5

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 350

-Day 20

 

Bab 5

 

Ares tersenyum melihat kegugupan Nindy. Dia berusaha menenangkan gadis pencuri hatinya itu. "Enggak apa-apa. Ibu baik, kok. Ayo, kita kenalan. Ibu pasti seneng ketemu sama kamu."

 

"Kok, Mas nggak bilang dulu sih, mau bawa aku ke rumah. Malu lah, aku nggak bawa apa-apa."

 

"Memangnya mau bawa apa? Sudah ayo. Lihat aku bawa kamu juga Ibu udah seneng banget."

 

"Tunggu, Mas. Baju aku juga kurang sopan deh buat bertamu."

 

Ares geleng-geleng kepala melihat kelakuan Nindy. "Ya ampun, Bu Guru cantik kok. Bajunya cocok. Yuk, ah masuk. Atau mau ditinggal aja. Nanti masuk sendiri?" 

 

Nindy menggeleng cepat. Tak mungkin jika dia harus masuk sendiri. Rasanya pasti sangat kikuk. 

 

Nindy pun mengikuti langkah Stefina yang ceria. Tubuhnya seperti mati rasa. Perutnya tiba-tiba melilit seperti ingin buang air besar. Namun, dia tahan. Rasanya tak sopan jika bertamu tiba-tiba numpang ke toilet. 

 

Sampai di dalam, Stefina langsung masuk ke kamar omanya. Meninggalkan Nindy sendiri di ruang tamu karena Ares pun pamit memanggil asisten rumah tangga untuk membuat minum. Padahal yang saat ini gadis itu butuhkan bukanlah air minum, tetapi toilet. 

 

Tak lama, Stefina muncul kembali bersama seorang wanita setengah baya yang masih terlihat cantik. Beliau menggunakan gamis yang sangat pas di tubuhnya yang sedikit berisi. Hijab warna senada dengan bajunya menjuntai melewati dada. Sungguh sosok yang sangat sempurna di mata Nindy.

 

"Wah, ada tamu rupanya. Kata Fina, ini guru TK-nya Fina, ya."

 

"Iya, Bu. Saya Nindy Ayundya wali kelas Stefina di sekolah."

 

"Cantik sekali. Sesuai sama namanya. Ayu." Wanita itu tersenyum ramah menampakkan giginya yang masih berbaris rapi. 

 

"Terima kasih, Ibu."

 

"Loh, Ares nya kemana ini? Kok tamunya dibiarkan sendiri?" 

 

Namun, yang muncul malah seorang asisten rumah tangga membawa dua cangkir teh dan cemilan. 

 

"Silakan diminum. Tuan ada urusan dulu katanya sebentar."

 

"Halah, urusan apa dia. Maaf ya, anak Ibu memang begitu orangnya. Nindy umur berapa? Kelihatannya masih muda sekali?" 

 

"Saya 25 tahun, Bu."

 

"Tuh, kan. Pantas saja masih ayu begitu."

 

Nindy tersipu mendengar pujian ibu Ares. Tak menyangka sebaik ini penerimaan beliau. 

 

"Ayo minum dulu, jangan malu anggap saja rumah sendiri. Nanti kita cari Ares di belakang. Paling dia lagi main sama kakak tuanya."

 

 

Bab 5

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 313

-Day 21

 

Bab 5

 

Nindy berterima kasih lalu meminum beberapa teguk tehnya. Dia berusaha meredakan kegugupannya. 

 

"Sudah lama dekat dengan Ares?" 

 

Nindy tersedak seketika. Hampir saja dia menyemburkan teh manis dari mulutnya. 

 

Ainun, ibunda Ares segera duduk di sebelah Nindy dan mengusap lembut punggung gadis itu. 

 

"Duh, maaf ya, Nindy. Ibu ngagetin kamu, ya?" 

 

Nindy melambaikan tangan mengisyarahkan dia baik-baik saja. Setelah batuknya reda, Nindy meminta maaf sekali lagi. Lalu, gadis itu menceritakan awal kedekatan dia dan Ares yang hanya sebatas guru dan wali murid.

 

"Apa orang tuamu setuju kalian dekat? Maksudnya kamu kan masih sangat muda, sedangkan Ares sudah berumur dan pernah gagal dalam pernikahan. Anaknya juga sudah tiga. Biasanya orang tua ingin yang terbaik untuk anak perempuannya."

 

"Begitulah, Bu. Sebenarnya Ayah dan Ibu kurang setuju. Mereka menyuruh saya pikirkan kembali keputusan ini."

 

"Ibu sih sebagai orang tua sangat senang jika memang kamu benar-benar mencintai Ares dan Fina. Tapi, jangan sampai kamu menentang ibu dan ayah kamu ya, Cantik. Bagaimanapun ridho Allah adalah ridho orang tua. Murka Allah adalah murka orang tua."

 

"Iya, Bu saya mengerti."

 

"Tapi kamu jangan salah paham ya. Ibu berbicara seperti ini karena Ibu tidak mau kamu sampai melawan orang tua. Bujuk hati orang tua kamu sampai luluh, ya. Minta sama Allah agar hatinya dilembutkan agar mau menerima keputusan kamu. Mungkin nanti Ibu coba silaturahim ke rumah kamu, ya."

 

"Iya, Bu ditunggu sekali kedatangannya."

 

"Wah, lagi ngomongin apa nih serius sekali." Ares tiba-tiba sudah muncul di antara mereka. 

 

"Kamu itu dari mana? Tamu Kok ditinggal? Sudah nih, temani Nindy ngobrol. Atau ajak ketemu Freya. Dia ada di kamarnya. Ibu mau ke kamar dulu. Ditinggal dulu, ya Cantik. Betah-betahin ya, kalau perlu sesuatu bilang sama Ares. Enggak usah sungkan."

 

"Iya, Ibu."

 

Ares malah nyengir tak jelas. 

 

"Sudah kenalan sama Ibu, ya?" 

 

"Mas Ares dari mana? Kok aku ditinggal."

 

"Enggak kemana-mana, kok. Aku cuma kasih waktu kamu ngobrol sama Ibu. Gimana? Ibuku baik kan?" 

 

 

 

 

Bab 5

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 306

-Day 22

 

Bab 5

 

Nindy tersenyum menanggapi pernyataan Ares. 

 

"Keluargaku memang isinya orang-orang baik, kok. Kamu nggak perlu cemas. Oh iya, kamu lapar nggak? Aku belikan sesuatu, ya."

 

"Enggak usah, Mas."

 

"Papa, aku mau es krim." Tiba-tiba Stefima sudah bermanja pada sang papa. 

 

"Yuk, kita beli ke depan."

 

"Aku ikut, Mas?" 

 

"Jangan. Kamu temui Freya dulu. Itu kamarnya sebelah kiri."

 

"Apa nggak apa-apa, Mas?" 

 

"Kamu pasti bisa."

 

Nindy menarik napas panjang. Dia meyakinkan diri bahwa Freya akan menerimanya seperti halnya Stefina dan ibunya Ares. Setelah Ares dan anak gadis kecilnya berangkat, Nindy memberanikan diri mengetuk pintu kamar yang bertuliskan Freya itu. Dia mengucap salam yang langsung dijawab oleh sang pemilik kamar. Saat pintu dibuka tampaklah seorang gadis cantik yang berwajah tak jauh beda dengan Stefina. 

 

"Tante siapa?" 

 

"Boleh aku masuk?" 

 

Freya membuka pintu lebih lebar agar Nindy bisa masuk. Dia mendahului duduk di atas kasurnya yang nyaman. Ruangan ini bernuansa pink. Banyak poster vocal grup Korea tertempel di dinding. Action figur pun berderet di rak yang sebagian besar terisi boneka pria berwajah cantik. 

 

Nindy duduk dengan canggung di sebelah Freya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Fia yang sudah yerbiasa mengjadapi anak-anak tiba-tiba merasa begitu kikuk saat berhadapan dengan gadis bersorot mata tajam itu.

 

"Hai Freya, namaku Nindy. Kamu boleh panggil Tante Nindy. Gimana kabar kamu?" 

 

"Tante, teman dekat Papa?" 

 

Nindy tak menyangka Freya akan bertanya langsung seperti itu. Namun, dia buru-buru tersenyum untuk menutupi rasa terkejutnya. 

 

"Sebenarnya, Tante guru TK-nya Stefina. Kebetulan akhirnya kenal dengan papamu."

 

"Tante pacaran sama Papa?" Freya bertanya lagi dengan wajah sinisnya. 

 

"Bukan seperti itu, Sayang. Maksud Tante, kita memang dekat sebagai teman bicara. Tapi nggak ada kata pacar di antara kami."

 

"Tapi, Tante suka kan sama Papa? Aku nggak mau ada Mama pengganti. Aku maunya Papa sama-sama lagi sama Mama kayak dulu. Kalau Tante berniat merebut Papa dari Mama, aku nggak akan pernah membiarkan itu terjadi."

 

 

Bab 5

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 342

-Day 23

 

Bab 5

Nindy tertegun mendengar penuturan gadis berusia lima belas tahun di hadapannya. Sungguh dia tak menyangka akan mendapatkan penolakan pedas secepat ini. Bahkan dia belum memulai untuk mendekatkan diri pada anak sulung dari Ares itu. Jika tak malu, ingin rasanya Nindy pergi dari tempat itu. 

 

"Tante minta maaf—“

 

"Dengar baik-baik, Tante. Jangan pernah berniat merebut Papa dari Mama. Atau aku nggak akan segan buat viralin Tante sebagai pelakor."

 

Pelakor? Tak pernah sedikit pun terlintas dalam benak Nindy akan mendapat cap seperti itu. Sudah cukup kesabaran yang dia miliki. Dengan mata memerah, segera dia keluar dari kamar dengan suhu delapan belas derajat celcius tetapi terasa begitu panas baginya. 

 

Tak ada siapa pun di ruang tamu rumah mewah itu. Dengan begitu bisa leluasa dia meninggalkan rumah yang memberi kesan buruk dalam kenangannya itu. 

 

"Lho, mau ke mana, Bu?" Sekuriti bertanya heran saat melihat Nindy keluar dengan tergesa. 

 

"Pulang!" jawab Nindy ketus sambil melewati gerbang yang tak terkunci. 

 

Hatinya benar-benar sakit. Dia merasa dibohongi oleh Ares. Apa sebenarnya hubungan Ares dan istrinya tak seburuk yang dia pikir selama ini? Mungkinkah sebenarnya mereka bisa saja kembali kapan pun mereka bisa saling menurunkan ego masing-masing? Nindy merasa tertampar dengan kenyataan itu. Dia berjalan tergesa menjauhi kompleks perumahan elit itu. Tangannya sibuk mencari ponsel dalam tas untuk memesan ojek online. 

 

Saat akhirnya dia berhasil menemukan ponselnya, yang dia dapati adalah panggilan dari Ares. Nindy tentu saja mengabaikannya. Dia tak ingin mendengar apa pun dari lelaki yang telah membuatnya kecewa itu. 

 

[Ada apa Nindy? Mau ke mana?] Sebuah pesan diterima lalu diikuti pesan-pesan lainnya. 

 

Dengan geram Nindy menekan tombol power ponselnya. Layar itu pun akhirnya gelap. Dia kembali berjalan dengan cepat mencari pintu keluar perumahan. Suara klakson mobil tak membuatnya berpaling. Semakin dia percepat langkahnya yang setengah berlari. 

 

"Tunggu, Nindy!" Sebuah suara diikuti pegangan di lengannya terpaksa membuatnya berhenti. 

 

"Tolong lepas. Saya mau pulang," ujar Nindy dingin. 

 

"Aku anterin. Kamu dari mana, sih?" 

 

Nindy berbalik saat sadar bukan suara Ares yang dia dengar. 

 

"Bintang?" 

 

"Terus kamu pikir siapa?" 

 

"Kamu ngapain di sini?" 

 

"Harusnya aku yang tanya kamu ngapain di sini?" 

 

 

 

Bab 5

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 412

-Day 24

 

Bab 5

"A-aku … ini bukan urusanmu."

 

Sebuah Fortuner putih yang sudah tak asing berhenti dan Ares segera keluar. 

 

"Nindy, ada apa? Kita bisa bicarakan ini baik-baik." Ares berusaha meraih tangan Nindy. 

 

Nindy menepis tangan itu. Dia menunjukan raut wajah kecewa. 

 

"Enggak ada yang harus dibicarakan. Saya kecewa karena salah saya terlalu percaya diri. Seharusnya sejak awal saya tak melibatkan perasaan apa pun di antara kedekatan kita."

 

"Nindy, dengar … aku nggak tahu apa yang Freya katakan. Tapi aku mohon, kita bisa bicarakan ini dengan kepala dingin. Kalau memang ada yang salah, mungkin hanyalah kesalahpahaman saja, Nindy. Ayo, kita kembali ke rumah. Ibu nyariin kamu."

 

Nindy baru ingat dia tak sempat pamit pada siapa pun tadi. Termasuk ibu Ares. Apa yang beliau pikir tentang Nindy sekarang. 

 

"Tolong, Pak Ares saya butuh waktu untuk mencerna semua ini. Saya mau pulang. Tolong sampaikan maaf saya pada Ibu karena pergi tanpa pamit."

 

"Baiklah. Aku antar pulang." Akhirnya Ares pasrah. 

 

"Enggak perlu. Biar saya yang antar." Bintang yang sejak tadi menyimak pembicaraan Ares dan Nindy maju ke hadapan Ares. 

 

"Saya yang jemput Nindy. Saya juga yang akan mengantarnya. Anda jangan ikut campur. Ini urusan saya dan Nindy."

 

"Saya rasa, orang tua Nindy tak keberatan jika saya yang mengantar Nindy pulang. Anda tak perlu repot. Ayo Nindy, aku anter pulang. Atau kamu mau diantar sama Bapak ini?" 

 

Nindy terlihat ragu. Namun, sesaat kemudian dia sudah memutuskan untuk pulang bersama Bintang. 

 

"Aku ikut kamu. Saya pulang dulu Pak Ares."

 

Nindy masuk ke mobil Bintang tanpa melihat lagi ke arah Ares yang terlihat kecewa. Bintang melemparkan sebuah senyum penuh kemenangan sebelum mengikuti Nindy masuk ke mobilnya. 

 

"Aku tak mengerti apa yang kamu lihat dari pak tua itu, Ndy? Dia lebih cocok jadi ayah kamu tahu. Kamu lebih pilih dia dari pada aku? Pakai kacamatamu, Ndy. Apa yang kamu harapkan dari pria yang pernah gagal menikah?"

 

"Kalau kamu nggak bisa diam, lebih baik aku turun di sini. Taxi lebih nyaman buat aku dari pada harus mendengar ocehanmu."

 

Bintang menarik napas panjang. Dja sadar terlalu banyak ikut campur dalam masalah Nindy sekarang malah akan membuat hubungan mereka semakin berjarak. 

 

"Oke. Baiklah. Tapi aku mohon buka mata hatimu, ya. Jangan mau dibutakan cinta sesaat."

 

Nindy memandang ke luar jendela. Di kepalanya seakan berputar potongan adegan saat dia pertama bertemu dengan Ares, hingga saat ini. Semua memang terlalu cepat. Dia belum terlalu mengenal Ares dan keluarganya. Lalu menjatuhkan hati begitu saja. Bukan salah Ares, dia memang sudah seharusnya siap terluka jika berada di posisi pengganti. 

 

 

 

Bab 6

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 321

-Day 25

 

Bab 6

Mentari tak pernah ingkar janji. Setiap hari tanpa pamrih selalu mengisi hari. Tak pernah terlambat atau pergi terlalu cepat. Ia berjalan sebagaimana garis takdir dari Yang Maha Kuasa. 

 

Nindy mencoba melupakan semua hal remeh temeh tentang cinta dan perasaan. Dengan kesadaran penuh, dia menjauhi Ares. Memblokir semua akses untuk mereka saling terhubung. Untung saja sekarang sekolah sedang liburan akhir tahun. Tak mungkin dia bertahan jika setiap hari masih melihat Stefina yang pasti akan mengingatkannya pada Ares. 

 

Bintang juga tak pernah mengganggu kehidupan Nindy lagi. Pria itu seolah memberikan waktu pada Nindy agar berpikir siapa yang lebih baik dari dia atau Ares. Orang tua Nindy pun tak ikut campur. Sejak Nindy pulang diantar Bintang, mereka sadar anaknya tak sedang baik-baik saja. 

 

Nindy kini sadar jika dia tetap memilih bersama Ares, akan banyak tantangan yang harus dia hadapi. Bukan hanya soal restu dari anak-anaknya, tetapi juga kedepannya dia harus menghadapi kehidupan baru sebagai Ibu dari anak-anak yang sedikit tak biasa. Okelah Stefina dan anak-anak TK lainnya dengan mudah dia taklukan. Namun, bukan berarti yang lain pasti semudah itu juga. 

 

"Ndy, ada tamu." Bu Mutia mengetuk pintu kamar anak gadisnya. 

 

Dengan malas Nindy membuka pintu. 

 

"Siapa, Bu? Aku lagi males ketemu siapa-siapa. Bilang aja aku lagi nggak enak badan."

 

Bu Mutia mengelus rambut putri semata wayangnya. "Kalau ada masalah itu diselesaikan, Neng. Jangan malah kabur-kaburan. Itu Ares datang. Kalau kamu mau berhenti, bilang baik-baik. Yuk, temuin dia. Cuci dulu muka kamu. Udah nggak ada bedanya sama sprei. Lecek."

 

Mau tak mau Nindy pun menuruti apa kata ibunya. Mungkin benar, ini saatnya menyelesaikan apa yang pernah dia mulai. Dia menghampiri tamunya, setelah membenahi penampilannya yang kacau. 

 

Di ruang tamu, sudah menunggu Ares dan Stefina serta … Freya, yang duduk menatap keramik. Nindy hampir saja kembali ke kamarnya jika Ares tak melihatnya. 

 

"Nindy …." 

 

Terpaksa Nindy duduk di hadapan para tamunya. Stefina tanpa canggung langsung memeluknya erat. Gadis kecil itu sangat rindu akan kehadiran guru tersayangnya. 

 

 

 

Bab 6

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 331

-Day 26

 

Bab 6

"Aku kangen Ibu," ucap Stefina. 

 

Nindy pun tak bisa membohongi dirinya bahwa dia pun merindukan anak didiknha itu. 

 

"Nindy, kami ke sini mau menyampaikan sesuatu. Ayo Freya, katanya kamu mau bicara."

 

Freya tampak tak nyaman. Dia tetap menunduk dalam. 

 

"Freya!" panggil Ares dengan intonasi yang lebih tinggi. 

 

"Iya, Pa." Freya berdehem sekali. Namun tatapannya tak beralih dari keramik di bawahnya. Seolah ada sesuatu yang sangat menarik di sana. "Tante, aku mau minta maaf atas kata-kata aku waktu itu. Aku salah. Aku harap Tante mau maafin aku."

 

Nindy tak tahu, apa Freya berkata demikian tulus dari hatinya atau atas perintah dari Ares. Namun, entah mengapa hatinya sedikit merasa lega karenanya. 

 

"Iya, Tante juga minta maaf ya, Sayang. Tante mengerti apa yang ingin kamu perjuangkan."

 

"Nindy, aku harap kamu bisa tulus memaafkan ucapan Freya. Kamu harus paham, dia masih anak-anak. Tak seharusnya kamu menganggap serius semua ucapannya."

 

Nindy hanya tersenyum simpul. Apalagi Freya menunjukan wajah tak senang saat sang papa berkata demikian. 

 

"Iya. Aku juga minta maaf. Saat itu aku emosi."

 

"Aku mengerti. Oh iya, Ibu titip salam. Beliau ingin kamu berkunjung lagi ke rumah. Masih banyak yang ingin diobrolkan katanya."

 

"Mudah-mudahan suatu hari nanti aku bisa ke sana, Mas." 

 

"Loh, ada tamu rupanya?" Pak Andi yang baru pulang olah raga langsung menghampiri. 

 

Ares pun bangkit menyalami ayah Nindy itu diikuti kedua anaknya. 

 

"Ini anak-anak saya, Pak." Ares memperkenalkan kedua putrinya. 

 

"Wah, cantik-cantik sekali. Waduh sayang ya, tidak ada cemilan. Ayo kita beli dulu."

 

Ajaib, Stefina mau saja diajak oleh Pak Andi. Dia mengikuti langkah lelaki itu menuju toko kecil yang tak jauh dari rumah Nindy. Freya pun mengikuti langkah adiknya. Mungkin dia tak nyaman membiarkan sang adik bersama orang asing. 

 

"Flo, mantan istriku kembali dari London. Dia ingin mengambil Fina dari hidupku. 

Dia berjanji akan mengajukan peninjauan ulang hak asuh anak. Aku tak mau hal itu terjadi. Apa jadinya Stefina di bawah asuhan wanita itu. Kehidupan dia terlalu bebas. Dan aku yakin, dia tak benar-benar ingin mengasuh Fina. Pasti ada maksud tertentu."

 

 

 

 

 

 

Bab 6

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 309

-Day 27

 

Bab 6

"Lalu, apa rencanamu, Mas?" 

 

"Menikahlah denganku, Ndy. Aku yakin jika bersamamu anak-anak memiliki ibu terbaik. Pendidikan dari seorang ibu adalah dasar pembentukan sifat mereka. Kalau ada kamu, aku yakin Flo akan mundur. Dia tak akan bisa menang. Bagaimanapun kamu lebih baik darinya untuk menjadi ibu bagi anak-anak."

 

Nindy terdiam mendengar penuturan Ares. Entah mengapa dia merasa Ares ingin menikahinya semata-mata karena ingin mempertahankan hak asuh anak. Bukan karena lelaki itu mencintainya. 

 

Ares melihat keraguan di mata Nindy. Dia segera mengeluarkan sebuah kotak bludru berwarna biru. 

 

"Tolong terima aku dan anak-anakku, Ndy. Aku tahu sejak pertama kita bertemu, hanya kamu yang benar-benar pantas menjadi pendamping hidupku. Walaupun aku tak sempurna, aku hanya duda dengan banyak kekurangan, tak pantas rasanya berharap kepadamu, tapi aku mohon lengkapilah ketidaksempurnaanku dengan kehadiranmu. Terima aku, ya, Ndy?"

 

Nindy gamang. Dia benar-benar tak menyangka akan secepat ini mendapat lamaran dari Ares. Dia melihat sebuah kalung dengan liontin yang indah saat Ares membuka kotak birunya. 

 

"Ini adalah liontin milik ibuku. Beliau pernah mengatakan, berikan ini pada wanita yang tepat. Dulu, aku tak memberikannya pada Flo. Entahlah, aku lupa mengapa tak pernah sampai memberikannya. Ternyata memang jodoh kami tak panjang. Aku harap kamu mau menerima ini."

 

Nindy semakin merasa tidak karuan. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dan keringat membasahi telapak tangannya. 

 

"Aku … butuh waktu, Mas. Rasanya ini terlalu cepat."

 

"Aku tak bisa menunggu terlalu lama, Ndy. Bagaimana jika Flo mengambil anak-anakku?" 

 

Nindy tak bisa mengambil keputusan begitu saja. Menurutnya menikah adalah sesuatu yang sakral. Dia ingin itu hanya terjadi sekali seumur hidupnya. Dia tak ingin menyesali keputusannya hari ini. 

 

"Tapu, Mas, bagaimana dengan Freya dan orang tuaku?" 

 

"Freya, aku yakin dia bisa menerimamu. Untuk orang tuamu, jika kamu berkata iya, maka kita akan perjuangkan bersama-sama. Kita berjuang dari titik ini. Bersama denganku. Kamu mau kan, Ndy?" 

 

"Bagaimana dengan ibumu?" 

 

"Ibu sudah pasti setuju. Dia sangat menyukaimu."

 

 

 

 

 

Bab 6

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 312

-Day 28

 

Bab 6

Nindy terdiam. Hatinya sebenarnya bahagia mendapati bahwa Ares berharap lebih padanya. Namun, dia juga takut jika nantinya menemui kerikil tajam untuk mencapai cita-cita mereka. 

 

"Pinta dulu aku pada Ibu dan Ayah. Jika mereka mengizinkan, maka aku akan menerima lamaranmu, Mas," jawab Nindy akhirnya. 

 

"Baiklah jika itu maumu. Aku akan berbicara hari ini juga pada orang tuamu. Tapi, terimalah kalung ini, Ndy. Agar aku yakin, kamu memang mau berjuang bersamaku."

 

Nindy tak bisa menolak saat Ares bangun dan memasangkan kalung yang tampak indah itu di lehernya. Sungguh jantung Nindy meronta-ronta saat menyadari jarak mereka terlalu dekat. 

 

"Pasti aku pakai nanti, Mas. Aku bisa minta tolong Ibu," ujar Nindy saat Ares tak juga menyelesaikan kegiatannya. Nindy ingin Ares segera menjauh. Gadis itu takut suara detak jantungnya terdengar oleh pria itu. 

 

"Baiklah." Akhirnya Ares menyerah dan meletakkan kalung itu kembali di atas meja. 

 

"Bolehkah aku bertanya sesutu?" 

 

"Tentu saja. Apa yang ingin kamu tanyakan?" 

 

Nindy terdiam sesaat. Berusaha merangkai kata yang tepat agar Ares tak salah paham tentang pertanyaannya. 

 

"Satu hal yang perlu aku tahu, Mas. Apa kamu ingin menikahiku hanya karena anak-anak?" 

 

"Hah? Apa maksudmu? Tentu saja aku juga ingin hidup denganmu. Menghabiskan hari-hari bersamamu."

 

"Apa itu berarti ada perasaan cinta yang terlibat di dalamnya? Maksudku, apa kamu mencintaiku, Mas?" 

 

Ares terbatuk saat mendengar pertanyaan Nindy. Dia sangat paham maksud perkataan Nindy. Tentu saja setiap wanita ingin kejelasan tentang perasaan. 

 

"Tamunya di kasih minum dong, Neng." Suara Bu Mutia memecah kecanggungan yang tercipta di antara mereka. Beliau membawa satu nampan gelas berisi sirup dan kue-kue kecil. 

 

"Ah, iya. Maaf, Bu, Nindy lupa." Segera dia bantu ibunya menyimpan gelas-gelas di atas meja. 

 

"Loh, anak-anaknya pada ke mana?" 

 

"Diajak Ayah ke depan beli cemilan. Nah, itu mereka datang."

 

Pak Andi datang dengan Stefina dan Freya membawa seplastik besar makanan ringan. 

 

"Ya ampun, Ayah ngeborong?" 

 

"Yang penting mereka bahagia. Kasian jauh-jauh kalau cuma jajan sedikit," jawab Ayah. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab 6

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 359

-Day 29

 

Bab 6

Nindy akhirnya mengajak keduanya untuk bermain di halaman belakang. Stefina terlihat begitu bahagia. Sedangkan Freya masih saja menekuk mukanya. 

 

"Freya, Tante boleh tanya nggak? Kamu pakai skincare apa, sih?" tanya Nindy saat Freya mengunyah kacang. 

 

"Aku pake perawatan dokter. Memangnya kenapa?" 

 

"Pantesan muka kamu mulus banget, nggak ada jerawat yang mampir."

 

Freya tampak tersipu mendengar pujian Nindy. "Teman-teman aku juga pada pengen lho, Tan. Kalo Tante mau, nanti kita ke sana barengan, yuk."

 

"Boleh, nih?" 

 

"Ya, boleh dong, Tan."

 

"Oh, iya. Kamu suka nonton nggak? Kita nonton yuk di kamar Tante."

 

"Em, boleh. Tante punya film apa memang?" 

 

"Nanti kita pilih sama-sama, ya. Tante punya koleksi Harry Potter sama Frozen atau mungkin apa yang kamu suka?"

 

"Wah, aku suka tuh, Harry Potter. Nggak bosen buat nonton ulang."

 

"Serius? Tante juga suka, lho. Yuk, Fina kita pindah ke kamar Tante, ya."

 

Mereka pun masuk ke kamar bernuansa pink milik Nindy. Stefina seolah menemukan surga boneka. Banyak sekali yang dia suka di sana. Sedangkan Freya asik menonton film dengan Nindy. Nindy bahagia, akhirnya dia bisa selangkah lebih dekat dengan para gadis kecil itu. 

 

Sedangkan di ruang depan, Ares sedang duduk bersama orang tua Nindy. Mereka terlibat pembicaraan yang serius. 

 

"Saya berniat untuk melamar Nindy, Pak, Bu. Secepatnya saya akan membawa keluarga saya untuk melamar secara resmi." Ares mantap berkata seperti itu. 

 

Pak Andi tak heran mendengar kata-kata tamunya. Dia sudah menyangka sejak awal kalau Ares memang berniat untuk menuju hubungan yang serius dengan anaknya. 

 

"Nak Ares, apa sudah memikirkan matang-matang tentang rencana ini?" 

 

"Tentu saja sudah, Pak. Saya sangat yakin Nindy adalah jodoh yang dipilihkan Tuhan untuk saya dan anak-anak."

 

"Apa mereka setuju kamu menikah lagi?" 

 

"Bapak bisa lihat sendiri kedekatan Fina dengan Nindy."

 

"Saya nggak mau anak saya terluka nanti. Kalau memang Nindy bersedia dan sudah dengan segala resikonya, saya pasti memberi restu."

 

Ares tersenyum lebar mendengarnya. Akhirnya salah-satu yang mereka takutkan tak terjadi. Ayah Nindy nyatanya menerimanya dengan tangan terbuka. 

 

"Tunggu, Yah. Ibu kok rasanya masih nggak tega, ya. Nindy itu masih muda. Bisa gitu dia langsung menjadi ibu. Anak tiga lagi. Sesabar-sabarnya seorang ibu pasti ada marahnya juga. Apalagi bukan anak kandung sendiri. Ibu kok rasanya berat, ya."

 

 

 

 

 

 

Bab 6

0 0

 

-Sarapan Kata KMO Club batch 40 

-Kelompok 8

-Ruang Cerita

-Jumlah Kata 383

-Day 30

 

Bab 6

Ibu Mutia sangat khawatir jika nanti pernikahan putri semata wayangnya tak bahagia. Apalagi selama ini dia selalu memperlakukan Nindy penuh kasih sayang. Bagaimana jika suatu hari nanti dia mendapat masalah di rumah tangganya? Akankah dia mampu bertahan. Ibu Mutia takut, jika pernikahan anaknya hanya untuk waktu yang sebentar saja. 

 

Sebenarnya Pak Andi memiliki kekhawatiran yang sama. Namun, setelah bertemu dengan Stefina, dia juga merasa sayang pada gadis kecil itu. Pantas saja Nindy begitu menyayanginya. Anak TK itu begitu terlihat sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu. 

 

"Ibu, jika nanti saya menikah dengan Nindy, saya akan berusaha untuk membuatnya bahagia. Saya akan menjadikannya istri, bukan pengasuh anak-anak saya. Walaupun saya pernah gagal menikah, tapi bukan berarti saya memiliki kepribadian yang salah. Rumah tangga saya gagal karena istri saya memutuskan meninggalkan kami demi karirnya. Bukan saya menyalahkan dia. Setiap orang memang punya mimpinya masing-masing. Dan saya sudah berusaha keras meyakinkan dia bahwa rumah tangga dan anak-anak adalah segalanya. Tapi, saat dia memilih jalan itu, saya bisa apa."

 

Ibu Mutia dan Pak Andi saling memandang. Mereka merasa kasihan dengan kisah hidup Ares. 

 

"Di mana mantan istrimu sekarang?"

 

"Di London, Bu. Dia mengejar karirnya di sana."

 

"Bagaimana dengan orang tuamu? Apa mereka setuju kamu menikah lagi?" 

 

"Saya sudah mempertemukan Nindy dengan Ibu. Mereka kelihatannya cocok. Ibu sangat menyukai Nindy."

 

Ibu Mutia menarik napas sebentar. Dia mulai ragu pada dirinya sendiri. Mungkin ada baiknya dia bertanya langsung pada putrinya perihal perasaannya kepada Ares. Dia pamit sebentar untuk memanggil Nindy di kamarnya. 

 

Saat dia membuka pintu kamar anak gadisnya itu, terlihat Nindy sedang tertawa bersama kedua anak Ares. Ibu Mutia begitu senang melihat tawa putrinya. Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu selain melihat kebahagiaan terpancar di wajah sang putri. Ibu Mutia kini sadar, keputusan apa yang seharusnya dia ambil. 

 

Sebulan kemudian, Ares datang kembali ke rumah Nindy bersama ibu dan keluarganya. Senyumnya merekah menanti hari bahagia yang akan segera tiba karena lamarannya telah sah diterima. Mereka tinggal menghitung hari yang akan segera datang. Kedua insan itu tak menyangka akan semudah ini jalan yang dialalui untuk mencapai cita-cita. 

 

Nindy tampak begitu cantik dengan kebaya yang membalut tubuhnya. Dia bahagia walaupun pada awalnya banyak kekhawatiran yang terbersit, tetapi segalanya lebih mudah saat telah tersampaikan dan dicari jalan keluarnya. Sekarang saatnya dia melangkah menuju undakan kehidupan yang lebih tinggi, yaitu rumah tangga. 

 

 

 

 

 

 

Mungkin saja kamu suka

Ilmaa Amany
METAMORFOSA
Haya Raihani
Hug Me, Please...
Marsadhia Rahma...
Diseminasi
Mira Blank
My Journey
Astri Supraptin...
Namaku Patikan Kebo

Home

Baca Yuk

Tulis

Beli Yuk

Profil