Pernikahan Yang Sempurna
Sinopsis
Tags :
#Sarkat#KMOClubBatch40#Kelompok26Juro
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 332 Bismillahirrahmanirrahim.. Saya ucapkan selamat dan sekaligus terima kasih atas kesempatan anda membaca tulisan ini. Saya berdoa dengan sepenuh hati agar setiap detik yang anda luangkan untuk membaca tulisan ini menjadi keberkahan atas waktu anda yang memang sangat berharga. Banyak sekali tulisan yang bertujuan untuk menyampaikan pesan atau kisah yang menginspirasi, tak terkecuali dengan tulisan ini. Saya berharap ada manfaat yang bisa dipetik, ada kebaikan yang bisa diambil dari tulisan ini. Tulisan yang anda baca ini mungkin jauh dari kata sempurna, tapi saya ingin berbagi pengalaman hidup lewat tulisan ini bahwa ternyata makna dari kesempurnaan itu adalah ketika kita bisa menerima apapun yang terjadi dalam kehidupan ini dengan lapang dada, rasa syukur dan tetap bahagia. Memang sangatlah tidak mudah, tetap bahagia di saat kita sedang menerima ujian atau musibah, tetapi ketika hati tetap lapang, menyadari bahwa setiap yang terjadi itu adalah atas kehendak dan ijin Allah semata, pastinya apapun yang terjadi itu sudah yang terbaik untuk kita. Kesempurnaan dalam hidup itu ternyata bukan yang hidupnya tanpa luka, tanpa cacat, tanpa duka, tanpa persoalan di dalamnya. Paket komplit yang kita terima dalam menjalani hidup ini, yakni suka duka, sedih bahagia, bertemu lalu kehilangan, bersatu kemudian dipisahkan, itulah bagi saya adalah sempurnanya kehidupan. Pernah saya berada di puncak kebahagian, ketika harapan dan keinginan bisa terwujud. Pernah pula saya berada di puncak kegelisahan, di saat saya sedang menunggu doa doa yang belum juga dikabulkan. Sayapun pernah berada di fase sangat terpuruk karena kehilangan. Dari pengalaman - pengalaman yang saya alami, disitulah saya belajar bahwa hidup itu memang bukan sesuai keinginan kita, tapi hidup itu sesuai rencana Allah Subhanahuwata ala. Menerima, mensyukuri dan menikmati apapun yang terjadi, lakukan apapun perintahNYA, hindari apapun laranganNYA itulah sejatinya kita sudah dalam hidup yang sempurna. Hingga akhirnya saya terinspirasi untuk menulis, berharap bisa menjadi inspirasi pula untuk anda yang membaca. Dari sebagian kejadian hidup yang saya rasakan, terlintas dalam pikiran untuk memberi judul tulisan ini dengan "Pernikahan Yang Sempurna". Butuh kesiapan dan kesabaran saat dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam hidup. Persoalan demi persoalan adalah proses di setiap episode episode kehidupan. Pasangan, anak, keluarga adalah kepingan kepingan sempurnanya kebahagian yang harus kita susun dengan rapi. Suka duka, sedih bahagia, bahkan konflik itulah serpihan serpihan nyata yang kita harus pandai pandai menyikapinya. Tulisan yang sedang anda nikmati ini adalah rangkaian dari kisah kisah hidup (pernikahan) saya, semoga bisa meberikan manfaat untuk pembacanya. Semoga anda bisa menjalani sempurnanya hidup dengan lebih baik lagi. Tapi, bukan tulisan ini sebenernya yang bisa merubah anda, melainkan kekuatan diri anda sendiri yang akan mengantarkan kepada kehidupan yang lebih sempurna. Tetap semangat di saat terjatuh, tetap bersyukur di saat berduka, tetap tersenyum sekalipun dalam duka itulah sejatinya obat mujarab untuk hati kita.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 602 Pagi itu langit tampak biru cerah berarak gumpalan - gumpalan awan putih laksana kapas yang berhamburan, sesekali terlihat burung berterbangan dengan kicaunya yang merdu dari atap bangunan yang satu kebangunan yang lain. Aku masih disibukkan dengan pekerjaan rumah yang ingin segera aku selesaikan, karena sebentar lagi aku akan pergi ke bidan untuk memeriksakan kandunganku. "udah .. nanti lagi aja kerjaanya diterusin, katanya mau ke bidan nanti kesiangan" , kata suamiku sambil mengusap kepalaku. Aku masih tetap fokus menata nasi goreng yang ada di piring untuk sarapan suamiku sebelum berangkat kerja. "Adek ngga sarapan dulu sekalian ?" Tanyanya sambil mengulurkan tangan untuk menggapai piring nasi goreng dari tanganku. "Aku nanti aja mas pulang dari bidan" , jawabku sambil merapatkan duduk di sebelahnya. "Mas".. panggilku lirih sambil merapikan kerah bajunya. "iya dek".. jawabnya sambil menatapku. "Nanti kalau misal adek hasilnya negatif dan belum hamil, gimana ?" "Ya udah ngga papa, artinya Allah belum percaya sama kita untuk dititipin anak" ..jawabnya menenangkan. "Tapi kan ma..." belum selesai bicara , bibirku ditutup dengan jarinya seraya berdesis.. "Sssst"... "mau berapa lama kita menunggu itu bukan ukuran kesiapan kita" ucapnya menenangkan hatiku. "Apapun hasilnya nanti, adek harus ikhlas yaa".. dia kembali menenangkanku sambil mengusap pipiku. "Iya mas.." aku cuma bisa mengangguk dengan pasrah . Memang sudah lima tahun aku menunggu hadirnya seorang anak sesudah pernikahanku. "Ya sudah, mas pergi dulu yaa.. nanti terlambat, ngga papa kan ke bidan sendiri ? " Sambil kecup keningku. "Iya mas ngga papa .. " jawabku sambil mengulurkan tangan untuk sun tangan, kebiasaanku setiap hari saat mau ditinggall beraktivitas. Aku memang sudah terbiasa mandiri, tidak terlalu bergantung kemana mana harus diantar suami. "Apa keperluannya ? " Siapa namanya ?" Tanya bidan Haryati yang baru aku kenal di ruangan prakteknya, sambil menulis data pribadiku. "Mia bu.. mau periksa kandungan " jawabku singkat. "Sudah berapa hari neng terlambat datang bulan ?" Tanya bidan Sudah dua minggu bu" , .. jawabku penuh harap. Aku disarankan ke toilet terlebih dahulu untuk ambil air seni buat perlengkapan pemeriksaan. "Coba baringkan biar ibu periksa " perintah bidan, setelah aku keluar dari toilet Akupun menaiki ranjang pemeriksaan yang agak sedikit lebih tinggi dari ranjang pada umumnya. "Sudah berapa lama neng menikah ?" Tanya bu bidan membuka pembicaraan. " Alhamdulillah sudah lima tahun bu .." jawabku sambil memaksa tersenyum. "Owh.. sudah lama juga yaa" .. mudah mudahan Tuhan saat ini sudah berkenan menitipkan anak pada neng " aamiin sambungnya. Setelah ditensi darah semua normal, dan hasil tes urin pada tes pack ada dua garis merah, artinya aku positif hamil. Tiba tiba hati ini bergetar, badan gemetar seolah ngga percaya dengan kabar gembira ini. Trimakasih ya Allah akhirnya KAU jawab doaku selama ini. Setelah lima tahun menunggu, di ujung kepasrahan Allah datang membawa kebahagiaan. Sore itu tak sabar menunggu kedatangan suami pulang kerja, ingin segera menyampaikan kabar gembira ini padanya. "Assalamu alaikum..." Suara seorang pria dari balik pintu yg sudah tidak asing lagi di telingaku. "Wa alaikum salam .." jawabku sambil menghampiri arah datangnya sumber suara. Setelah kubuka pintu, aku dapati wajah lelah suamiku karena sudah seharian bekerja. "Ini mas minum dulu airnya .." sambil aku asongkan gelas kaca yang beisi air putih. "Trimakasih dek.. " ucap suamiku . "Gemana dek tadi hasil periksanya..?" Tanya suamiku. " Alhamdulillah mas .. kita sebentar lagi akan jadi orang tua " jawabku sambil tersenyum . "Yang bener.. ?? "tegas suamiku hampir tidak percaya.. "Alhamdulillah.." ujar suamiku sambil memelukku dan tak henti hentinya mengecup keningku. "Kamu harus jaga kesehatan, tidak boleh terlalu capek, makan makanan yang bergizi " pesan suamiku sambil tidak melepaskan pelukannya . " Iya mas.. pasti aku akan jaga semuanya sampai anak kita ini lahir dengan sehat dan selamat. Hari hari berjalan penuh kebahagiaan, suamiku yang makin hari makin menyayangi dan memanjakanku. Setelah sekian lama aku menunggu, Allah datang tepat waktu mewujutkan keinginanku. Rupanya Allah bukan tidak mengabulkan doaku, tapi Allah hanya menyuruhku bersabar lebih lama lagi. Trimakasih yaa Allah... Bulanpun terus berganti, hingga waktunya melahirkan hampir tiba . Tepatnya 20 Mei putri kecilku lahir dengan selamat dan sehat. Tak bisa lagi di tuliskan dengan kata kata, kebahagiaan kami atas kehadiran malaikat kecil yang menyejukkan hati dan menguatkan cinta kami. Tak henti hentinya kami mengucap syukur pada Illahi, atas berkah rahmat dan anugrah yang Allah kirim kesempurnaan pernikahan berupa hadirnya seorang putri. Hari - hariku disibukkan dengan mengurus si kecil, bidadari yang Allah titipkan dalam pernikahan kami. Mungil, kulitnya yang putih lembut, pipinya.. hidungnya..matanya.. tak henti - henti aku memandangi bayi mungil di pangkuanku. Saat kusentuh jari jemarinya yang lentik spontan menggengam erat jari telunjukku. MasyaAllah...aku seperti sedang menemukan mutiara dari dasar lautan. Syifa, nama yang aku berikan untuk gadis kecilku. Seperti orang tua pada umumnya, banyak harapan dan doa dari sebuah nama. Syifa yang berarti penyembuh atau obat, kami berharap putriku kelak bisa menjadi obat (manfaat) untuk keluarga dan orang orang di sekitarnya. "Umhhh... anak ayah yang baik, sholehah udah mandi cantik ?" Suamiku menyapa sambil mencium pipi si kecil yang masih dalam pangkuan. "Udah dong..." jawabku tanpa menengok. "Mas, mau sarapan sekarang?" Tanyaku. " Bentar lagi deh, aku masih mau bermain main sama gadis ayah yang paling cantik ini, hehe.." jawab suamiku sambil terkekeh. "Ayah berangkat kerja dulu ya cantik..baik - baik ya di rumah sama ibu " suamiku pamit hendak beraktivitas , sambil menciumi pipi anakku. "Udah.. udah, nanti merah pipinya kalau diciumin terus " aku sedikit melarang. "Hati -hati ya ayah, kerjanya "sambungku. "Muuaach.. assalamu alaikum.." "Wa alaikum salam..daa.."
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 606 Kebahagiaan yang luar biasa masih menyelimuti hati, atas kelahiran putri pertama kami yang tercinta. Kado dan hadiah masih terus berdatangan dari sahabat , sanak saudara juga dari teman kerja suamiku, sebagai ungkapan selamat berbahagia. Hari hari aku lewati dengan mengurus suami dan putriku. Sudah menjadi rutinitasku sehari hari mengurus rumah semuanya serba sendiri, tak terkecuali memasak dan mencuci pakaian. "Mas, kopinya diminum dulu .." secangkir kopi hitam aku suguhkan di depan suamiku yang sedang duduk santai. Hari ini akhir pekan, jadi suamiku pulang kerja lebih cepat." Terima kasih dek.." jawab suamiku. "Hari ini noniknya rewel ngga ?" Tanya suamiku dengan panggilan kesayangan putrinya "Engga mas, anteng anteng aja .. tidur nyusu, tidur nyusu, ngompol hhhh " jawabku sambil tertawa lepas. "Masih bayi ya begitulah...anak baik, ngga boleh rewel yaa kasihan ibu " imbuh suamiku. "Iya dong..."sahutku. "Nih mas cemilanya .. " aku menyodorkan beberapa potong pisang goreng hangat di dalam piring kepada suamiku. " Wuih.. mantab " sahut suamiku. "Adek jangan terlalu cape, sekarang kan tambah urus si nonik.. jaga kesehatan jangan telat makan, istirahat yang cukup supaya ASInya berkualitas." Pesan suamiku. " Baik mas.. aku tau kok apa yang harus aku lakukan". Sore itu langit cerah, mentari menguning yang semakin condong ke barat. Senja kemerahan tandanya malam hampir tiba. Aku masih bercengkrama dengan suamiku dengan berbagai topik obrolan yang mengasyikan. "Oek.. oek.." suara bayi menangis terdengar dari dalam kamar, rupanya putriku sudah terbangun dari tidurnya. " Eeh... Noniknya ibu sudah bangun " aku menghampiri putriku sambil membuka kelambu sebagai pelindung nyamuk. "Halo, cantik .. " suamikupun menghampiri, " sini sama ayah digendong " suamiku memohon. "Jangan ah.. " aku melarang, " mandi dulu gih " perintahku. " Oke deh.." jawab suamiku sambil membawa handuk, dan berlalu menuju kamar mandi. "Ci luk.. baa..uw .. uw.. " terdengar suamiku sedang ngajak ngobrol dengan putrinya. "Mas, makananya sudah siap" kataku. " Iya.. bentar " jawab suamiku. " Owh, nonik cantik lagi main sama ayah.." tanyaku kepada mereka sambil aku menghampirinya. " Udah dulu mainnya ya, ayahnya makan dulu.." ucapku kearah putriku yang sudah merespon perkataanku. " Mas makan dulu " kataku. "Iya .. lagian udah lapar nih " jawab suamiku sambil bangkit meninggalkan putrinya. " Sini ..si nonik dipangku, gantian adek makan sekarang" kata suamiku dengan panggilan (adek) yang tidak berubah meskipun sudah punya anak. " Iya mas.." aku menjawab sambil memindahkan putriku ke pangkuan ayahnya. "Makan yang banyak, biar ASInya juga banyak nanti anaknya juga sehat " kata suamiku sambil tersenyum, aku hanya menatapnya sambil membalas senyumnya. "Dek, tadi mas dipanggil bos ke kantor " kata suamiku, saat kami sedang duduk santai menikmati sebuah acara televisi malam itu. "Ada apa mas? " Aku agak sedikit tercengang karena kaget. "emangnya mas buat kesalahan apa ?" Tanyaku mendesak ngga sabar ingin segera mendengar jawabanya. "Engga.." jawab suamiku santai. "Terus??" Desakku "Bukan mas ada kesalahan" jawab suamiku dipotong. " Terus, kenapa..?" tanyaku yang makin penasaran. Sejenak suamiku menatap aku dalam - dalam tanpa bicara, akupun menatapnya penuh tanda tanya. Suamiku membelai rambutku, lantas mencium keningku, aku makin tidak mengerti. "Terima kasih ya istriku sayang..." Kata suamiku. Aku masih terdiam menatapnya, makin penasaran tidak mengerti. "Semua karenamu.." suamiku sambil terus membelai rambutku. "Semua karena doa - doamu, karena suportmu " jelas suamiku. " Ada apa mas..??" Jawabku makin tidak mengerti. Suamiku mengenggam tanganku lantas menciumnya. "Mas naik jabatan " kata suamiku sambil menatapku dalam - dalam. "Hah..?" Jawabku seolah tak percaya. "Alhamdulillah.." sambungku. " Iya .. semua karena doa - doamu, terima kasih ya dek, sudah menemani dan mendampingi mas dalam keadaan apapun hingga saat ini " suamiku memelukku. " Dan satu lagi, mas dibelikan motor baru sebagai inventaris." Lanjut suamiku. "Artinya, gaji mas juga akan naik " suamiku masih melanjutkan kata-katanya. " Alhamdulillah yaa Allah.. " jawabku, yang memang tidak bisa berkata - kata lagi selain bersyukur. "Kita akan sama - sama sampai maut memisahkan kita, kita akan menjalani kehidupan, menghadapi apapun yang terjadi selalu sama - sama, ya mas.. "ucapku sambil merangkul suamiku. "Iya dek.." jawab suamiku. Tak sadar mata kami berkaca - kaca, butiran bening keluar dari sudut mata , kami saling berpekukan. Inilah mungkin yang namanya air mata bahagia. Dewi fortuna sedang bersama kami. Allah telah menitipkan anak kepada kami beserta rejekinya. Keberuntungan demi keberuntungan datang, setelah putri kami lahir. Itulah cara Allah, jika menghendaki suatu hal terjadi pada kita, tidak seorangpun bisa memprediksikanya. Kita hanya wajib mengikhtiarkan lalu mensyukuri, Allah tau apapun yang kita butuhkan dari sekedar yang kita inginkan. "Mas .. sarapanya sudah siap nih " kataku, " iya bentar.. " jawab suamiku. Pagi ini ngga ada yang istimewa untuk menyambut pekerjaan baru suamiku. Tapi itu bukan masalah bagi kami, sudah terbiasa kami hidup sederhana apa adanya. Setiap rasa syukur adalah keistimewaan yang kami miliki. " Mas.. selamat ya dengan pekerjaan yang baru, amanah yang baru" aku memberi ucapan kepada suamiku. " Iya dek.. terima kasih yaa.. untuk semuanya " jawab suamiku sambil menyantap sarapan. " Mas selalu hati - hati, tetap merunduk dan rendah hati, selalu amanah dengan pekerjaan yang mas emban " aku mensuport suamiku. " Iya siap, ibu komandan " jawab suamiku sambil terkekeh. "Dek, mas pergi dulu yaa .." suamiku pamit hendak pergi bekerja. " Iya mas.." jawabku agak sedikit berteriak sambil mengganti popok putriku, karena aku tidak bisa menghampirinya. "Ayah pergi dulu ya.. " kata suamiku menghampiri sambil mencium pipi putriku dan tak lupa mengecup keningku. " Iya ayah, hati - hati yaa " jawabku sambil menirukan suara anak kecil. " Assalamu alaikum.. " " Wa alaikum salam.. "
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah kata 543 Tak terasa hari semakin berlalu, tahun demi tahunpun berganti. Rutinitas yang setiap hari aku lewati, tanpa kusadari kini putriku sudah balita. Fase fase dari mulai bayi merah yang hanya bisa menangis, kemudian merangkak, bertatih dan akhirnya bisa berjalan dan dapat bicara, kini putriku memasuki usia sekolah. MasyaAlloh bahagia rasanya aku bisa membersamai putriku dari masa masa emas pertumbuhanya. Tidak semua anak bisa menikmati kasih sayang orang tuanya secara utuh karena keadaan, ada anak yang ditinggal bekerja sehingga pola asuh dilemparkan kepada neneknya bahkan orang lain yang memang menerima jasa mengasuh anak. Ada lagi anak anak yang berpisah dengan orang tuanya karena keadaan lain. Sangat bersyukur, aku bisa mendampingi putriku sepanjang hari, mengurus dan mendidiknya. "Aaa..ayo a lagi, makannya yang pinter " aku sedang menyuapi putriku. "Aem.." putriku melahap nasi yang aku sodorkan ke mulutnya yang mungil. " Sedikit lagi, dihabiskan yaa " kataku sambil terus menyuapi. " Aaeemm.." sesuap demi sesuap nasi dan sayur bayam yang ada dipiring melamin bergambar karakter kartun kesukaan putriku itupun habis. "Horee, pintar.. makannya habis" pujiku sambil bertepuk tangan. "Alhamdulillahilladzi ath amana wa saqana waja alana minnal muslimin " ucapku menuntun putriku membiasakan berdoa sesudah makan " aamiin " kami mengucapkan secara bersamaan. " Ibu simpan piringnya dulu ya, nonik duduk di sini " pintaku. " Iya bu " jawab putriku. " Assalamu alaikum " ada suara terdengar dari luar. " Wa alaikum salam " jawabku sambil menghampiri ke arah datangnya sumber suara. " Eh, ayah sudah pulang " sapaku sambil membuka pintu dan menyambut kedatangan suamiku dengan sun tangan. " Mana noniknya ayah " kata suamiku yang langsung menanyakan keberadaan putrinya. "Ayah pulang " sambut putriku sambil berlari menghampiri ayahnya. "Emmuah.." suamiku menangkap putrinya dengan memeluk mencium kemudian menggendongnya. "Nih ayah bawa apa ?" Kata suamiku sambil menunjukkan sebuah kantong plastik ke putrinya. " Apa ayah ini?" Kata putriku. "Coba dibuka dong" jawab suamiku. Spontan putriku melorot dari gendongan ingin segera membuka plastik, buah tangan dari ayahnya. "Asyikk.." sorak putriku saat melihat isi kantong plastik yang sudah dibukanya. "Dapat apa non dari ayah ?" Tanyaku sambil memandang putriku. "Boneka tweety, horee" jawab putriku yang sangat girang sambil berjingkrak - jingkrak karena mendapatkan boneka dari ayahnya. Memang putriku sedang menginginkan boneka itu. "Wah seneng ya yang dapat hadiah, bilang apa ke ayah ? " Tanyaku sambil mengajari putriku untuk berterima kasih. " Terima kasih ayah " jawab putriku sambil merangkul ayahnya lalu mengecup pipi kiri dan pipi kanannya. " Iya sama sama, sebentar lagi nonik kan mau sekolah, yang rajin ya sekolahnya, kan sudah dapat hadiah dari ayah " ucap suamiku. " Semoga ayah makin bertambah rejekinya dan sehat selalu " ucapku. "Aamiin .." ucap kami bertiga serentak secara bersamaan. " Nonik sama ibu juga sehat selalu ya " kata suamiku. " Iya ayah, aamiin " kami berdua menjawab. " Nonik yang sholeh, jadi anak baik, suka bantu ibu, juga rajin belajar dan mengaji ya " pesan suamiku kepada putrinya. " Baik ayah.." jawab putriku. " Udah, ayah diambilkan minum dulu " aku meminta putriku supaya segera beranjak. " nih ayah minumnya " kata putriku sambil menyodorkan segelas air putih. "Terima kasih cantik .. " sambut suamiku sambil memujinya. " Sama sama " jawab putriku sambil kembali sibuk dengan boneka barunya. " Duh.. pintarnya, anak siapa sih ini " sambung suamiku . "Siapa dulu dong ibunya hehe" celetukku sambil terkekeh. " Anak ayah juga dong.." sahut suamiku. " Mas, minggu depan syifa sudah mulai masuk sekolah" kataku sambil menyuguhkan secangkir kopi kepada suamiku. "Owh jadi minggu depan tahun ajaran baru sudah dimulai ya " tanya suamiku. " Iya" jawabku singkat. "Perlengkapan sekolah dan seragamnya sudah siap semua kan " tanya suamiku memastikan. " Sudah mas semuanya " jelasku. Tahun ini putriku memang sudah kami daftarkan sekolah di Taman Kanak - Kanak yang dekat dengan tempat tinggal kami. " Hati hati besok kalau antar jemput sekolah ya " pesan suamiku. " Iya pasti mas, cuma dekat ini " jawabku. " Tidak terasa ya, anak kita sudah mau sekolah " kata suamiku sambil menatapku. " Iya ya mas " jawabku. "Mas yang semangat kerjanya ya, sekarang sudah ada biaya sekolah yang harus dibayar " pesanku sambil tersenyum " Pastinya dong " jawab suamiku penuh semangat. " Sudah pantas nih punya adik lagi hehe " imbuh suamiku sambil terkekeh. "Em, maunya " jawabku sambil mencubit kecil lenganya. " Auw .." kata suamiku terkejut dengan cubitanku. " Emh..." Suamiku membalas dengan mencubit kedua pipiku dengan gemas. " Aduh " aku sedikit mau menghindar tapi suamiku lebih cepat. Hari yang semakin gelap karena tanda malam telah tiba, menyaksikan keharmonisan keluargaku sore itu. "Terima kasih ya untuk lelahnya setiap hari " aku memeluk suamiku. " Iya sayang sama sama, sudah menjadi kuwajiban mas sebagai kepala rumah tangga yaitu bertanggung jawab atas kalian istri dan anak anak, mas juga sangat berterima kasih atas kesetiaan adek dalam setiap keadaan " jawab suamiku sambil mengecup keningku. " Semoga setiap lelahnya mas menjadi berkah untuk keluarga kita " doaku. " Aamiin " jawab suamiku. Malampun semakin larut, saatnya mengistirahatkan badan dari kepenatan supaya esok bisa melakukan aktivitas dengan badan yang lebih bugar lagi.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 509 Hari ini, aku harus terbangun lebih pagi dari biasanya. Mulai hari ini aktivitasku bertambah karena putriku sudah mulai bersekolah, aku harus menyiapkan keperluanya sekaligus mengantar dan menjemput saat pergi dan pulang nanti. " Pagi cantik, bangun yuk.." aku membangunkan putriku yang masih tertidur, sambil aku usap usap pipinya lalu iapun terbangun. "Emhhh...sekolahnya sekarang bu ?" Ujar putriku sambil menggeliat. "Iya, yuk bangun terus mandi, sarapan, pergi sekolah deh" jawabku. Dengan semangat putriku lantas beranjak dari tempat tidurnya. "Ayah sarapannya sudah siap " aku memanggil suamiku yang sedang berkemas kemas keperluan kerjanya. "Iyaa.. " sahut suamiku sambil menghampiriku. " Noniknya ayah sudah mandi ? Tanya suamiku pada putriku. " Sudah dong ayah " jawab putriku sambil menikmati semangkok sereal untuk sarapan pagi." Iyah, habisin sarapannya, minum susunya ya.. biar kuat dan sehat, kan mau sekolah " lanjut suamiku. "Siap pak komandan " jawab putriku sambil tertawa kecil " Dek, sarapan sekalian sini " ajak suamiku. " Nanti mah si nonik sekolahnya ditungguin aja dulu sampai pulang " pesan suamiku. " Sementara untuk seminggu pertama ini " lanjut suamiku. " Iya mas , siap" jawabku sambil menyantap sarapan nasi goreng. Kamipun sarapan pagi bersama sama. "Nanti kalau di sekolah nggak boleh rewel yaa " pesanku, sambil memakaikan seragam. " Nanti kalau di sekolah banyak teman baru ya bu ? " Iya, nanti banyak teman dan ada bu guru" jawabku. " Nanti kalau di sekolah ada apa apa, bilang sama bu guru yaa, ibu nggak boleh nunggu di kelas" pesanku. Orang tuanya hanya boleh mengantar dan menjemput " imbuhku. " Hore .. sekarang Syifa punya banyak teman " sorak putriku dengan riang, karena memang keseharian putriku tidak pernah bermain bersama teman teman sebayanya. Kami tinggal di sebuah mess karyawan, fasilitas dari tempat suamiku bekerja, jadi memang sepi dari anak - anak seusianya. " Duh.. yang mau sekolah sudah cantik " sapa suamiku sambil menghampiri putrinya. "Iya dong.." jawab putriku sambil jalan lenggak lenggok centil bak peragawati yang sedang tampil di atas panggung. " Semangat ya sekolahnya " kata suamiku sambil mengusap kepalanya yang sudah terbungkus jilbab putih, sehingga wajahnya yang mungil tampak semakin ayu. " Nanti kalau sekolahnya pinter, ayah kasih hadiah lagi yaa " celetuk putriku dengan manja. " Iya, nanti ayah kasih hadiah yang buuaanyak " kata suamiku memberi harapan. " Apa yah hadiahnya? " Tanya putriku penasaran. " Hadiahnya.. tepuk tangan hehe.. " jawab suamiku sambil bercanda. " Iih.. ayah masa tepuk tangan" rengek putriku sambil menepuk nepuk pundak ayahnya karena gemas. " Sini sepatunya dipakai dulu " aku panggil putriku yang sedari tadi tidak bisa diam, karena terlalu senang mau pergi sekolah. " Mau dipakai sendiri ah" kata putriku " Syifa kan sudah besar, sudah mau sekolah jadi harus bisa pakai sepatu sendiri dong " jelas putriku sambil memakai sepatu, berusaha mandiri. " Iya pinter, anak baik " aku memujinya. Aku terpana melihat baju muslim putih, seragam sekolah yang membalut tubuh mungil putriku, tak terasa putriku sudah beranjak besar. Teprak teprok suara sepatu fantovel yang membungkus kakinya, terus saja berlari lari kecil kesana kemari karena semangatnya mau ke sekolah. Sesekali ia sambil berdendang menyanyikan lagu anak anak kesukaanya. " Ayah, Syifa sekolah dulu yaa" putriku berpamitan menyalami ayahnya lalu mengecup tangan ayahnya. Ayahnyapun memeluk lalu mengecup keningnya. " Hati hati yaa " imbuh suamiku. " Oke, dada.. assalamu alaikum.." ucap putriku. " Tasnya dibawa " aku mengingatkan. Tas sekolah sudah di pundak putriku, kamipun berangkat dengan berjalan kaki. " Hati hati yaa " kata suamiku " Iya, assalamu alaikum " jawabku. " Wa alaikum salam " jawab suamiku kembali. Kamipun meninggalkanya berjalan kaki menyusuri jalan komplek menuju sekolah. Jam sekolah putriku memang setengah jam lebih pagi dari jam berangkat kerja suamiku. Makanya kami pergi sebelum suamiku berangkat kerja. Terlihat anak anak berlari lari, ada yang main ayunan, perosotan dan lain lain. Di sekolah sudah tampak ramai oleh siswa siswi lainya, saat kami tiba di sekolah. Kamipun langsung berbaur dengan mereka yang semuanya belum kami kenal sebelumnya. Putriku terlihat ceria, riang dan bersemangat. Akupun sangat bahagia melihatnya. Sesaat kemudian bel sekolah berbunyi, tanda aktivitas sekolah akan segera dimulai. Guru guru mengatur siswa siswi yang hadir untuk dibentuk jadi sebuah barisan. Hari ini hari pertama masuk sekolah, jadi untuk hari ini adalah sesi perkenalan antara siswa satu dengan guru dan siswa lainya. Keceriaan anak anak terlihat dari ujung aula tempat kami para orang tua menunggu putra putrinya. Suara sorak sorai, nyanyian nyanyian suka cita lagu anak anak yang riuh serentak terdengar, menggambarkan betapa riangnya anak anak yang sedang berinteraksi dengan orangtua barunya yaitu guru. Ada pula yang menangis karena tidak mau jauh dari orang tuanya. Pengalaman pertama yang luar biasa saat bisa mengantarkan anak pergi ke sekolah
- Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 570 "Alhamdulillah, akhirnya sampai rumah juga" aku menggantungkan tas sekolah putriku di ujung kamar, ku ambil segelas air putih lalu aku meneguknya. Sejenak rasa dahagaku karena berjalan kaki, hilang. " Capek nggak nak habis jalan kaki ? " Aku bertanya pada putriku. " Enggak bu, syifa malah seneng" jawabnya "Ganti bajunya dulu sayang.." aku menyuruh putriku mengganti bajunya. " Iya bu " jawabnya. " Kalau sudah ganti baju, cuci tangan terus makan yaa " aku kembali menyuruh putriku. "Ibu masak apa? " Tanya putriku. " Ibu tadi pagi masak sop ayam kesukaanmu" jawabku. " Asyik.." jawabnya girang. "Syifa mau makan sendiri ya, nggak mau disuapin " kata putriku. " Kan Syifa udah gede, udah sekolah jadi makan sendiri mandi sendiri, pakai baju dan sepatu sendiri" jelasnya. " Kata bu guru kalau sudah sekolah harus mandiri, rajin bantu ibu di rumah dan.. nggak boleh cengeng" kata putriku, rupanya putriku sudah mendapat ilmu dari gurunya di hari pertama sekolah. " Anak pintar.. " jawabku sambil aku belai rambutnya . " Menyenangkan enggak sekolahnya tadi?" Aku mencoba mengintograsi. " Senang sekali bu Syifa, tadi bermain dan bernyanyi sama bu guru dan teman - teman " jawabnya. " Syifa jadi punya teman baru, banyak lagi temannya " dia terus bercerita dengan ekspresi wajah yang sangat bahagia. " Ada berapa coba temannya ?" Aku bertanya. " Pokoknya banyak, banyak sekali malah " jawabnya dengan penuh keceriaan. " Ingat nggak, siapa aja nama teman teman ?" Aku kembali terus bertanya. "Em.. siapa ya tadi " dia berusaha mengingat ingat nama temannya. " Em.. Rara .. Lola.. Sandi..Keke.. Ihsan.. Hasan, ehm.. pokoknya banyak deh, lupa " dia antusias slalu menjawab pertanyaanku, sambil menutup mulutnya karena lupa dengan nama nama temannya. " Oh iya.. " ucapnya sambil menepuk jidat, rupanya dia sedang mengingat sesuatu. "Tadi ada yang namanya sama kaya nama ibu loh " katanya dengan sorot mata yang berbinar binar. " masa sih?" Jawabku seolah olah tidak percaya. "Mia dong namanya ? " Aku menebaknya " Iya.. Mia, sama kan kaya nama ibu?" Jelasnya. "Iya ya sama dengan nama ibu " jawabku dengan senyum penuh bahagia karena melihat putriku yang hari ini sangat bergembira. "Wah.. jadi punya teman baru namanya Mia ya sekarang " imbuhku. " He he he he..." tawa kecil menghiasi muka putriku yang polos dan mungil itu. Hari ini putriku bener bener tampak bahagia. "Kalau sudah selesai makan, boleh nonton tv sebentar terus tidur siang ya " kataku. " Iya bu" ia menjawab dengan patuh. Aku selalu mendisiplinkan putriku untuk tidur siang. Selain dengan makanan yang sehat dan bergizi, balita seusia putriku masih sangat dianjurkan tidur siang dengan cukup untuk menunjang pertumbuhanya dengan baik. Satu episode film kartun favoritnyapun sudah selesai, saatnya mencuci kakinya dan mengantarkannya tidur siang. Setelah putriku tertidur akupun menyelesaikan pekerjaan rumah yang sudah menjadi kuwajibanku. " Bagaimana pekerjaan hari ini mas?" Aku bertanya sambil membantu melepas tas dan jaket suamiku sepulang kerja. "Alhamdulillah, aman terkendali " jawab suamiku sambil tersenyum. "Gimana tadi si nonik sekolahnya, rewel nggak?" Tanya suamiku. " Enggak mas, malah dia seneng banget ketemu banyak teman" jawabku. "Makanya hari ke depannya lagi mah nggak perlu ditungguin lagi sekolahnya, cukup diantar kemudian dijemput pas waktunya pulang tiba " jelasku. " Iya, yang penting jangan sampai telat menjemputnya " jawab suamiku setuju. " Iya mas" jawabku. " Tadi belajar apa sekolahnya?" Tanya suamiku kepada putrinya. "Tadi mah cuma baris, terus nyanyi, terus bermain main, belum belajar ayah" jawab putriku. "Terus tadi cuma kenalan sama ibu guru, sama teman teman semuanya baru " jelas putriku pada ayahnya. "Owh, kirain langsung belajar biar langsung naik kelas terus ke SMP deh" celetuk suamiku mulai bercanda." Enggaklah ayah..TK A dulu terus TK B bukan SMP" jawab putriku dengan nada serius. " Boleh nggak ayah ikut sekolah?" Suamiku masih bercanda. " Enggak dong yah..sekolah mah buat anak kecil, ayah kan udah gede, teman Syifa juga yang sekolah anak anak kecil semua nggak ada yang gede" jawab putriku yang masih serius. " Iya deh, ayah kerja aja kalau nggak boleh sekolah lagi mah" jawab suamiku sambil tersenyum dan mencubit kecil pipi putrinya. " Iih.. ayah, sakit tau " rengek putriku sambil ngelus elus pipinya. "Uwh..sayang, habis gemes ayah " jawab suamiku sambil memeluk dan mencium pipi putrinya. " Ayah dulu waktu kecil juga sekolah " tanya putriku. ," Iya dong " jawab suamiku singkat. "Nih diminum dulu susunya " kataku sambil menyodorkan segelas susu formula putih buat putriku. " Kopi ayah mana ?" Sela suamiku. " Iya sebentar " jawabku sambil berlalu hendak kedapur mengambil kopi. Sore itu kami bercengkrama larut dalam obrolan obrolan sederhana yang mengasyikan. Begitulah keseruan kami saat berkumpul, selalu harmonis menjalin komunikasi dengan hangat. Kebahagiaan selalu kami rasakan, waktu yang berlalu selalu kami lewati dengan penuh rasa syukur dan menjalani hari hari dengan penuh kedamaian.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 590 Hari berganti minggu, minggupun berganti bulan. Bulan demi bulan telah dilewati hingga tahunpun berganti, putriku bisa menjalani hari hari disekolah dengan baik. Bergaul dengan teman temanya, berinteraksi dengan guru dan lingkungan sekolahnya tanpa ada kendala. Putriku adalah anak yang rajin, lincah, juga pemberani. Setiap ada ivent perlombaan disekolah seperti peragaan busana muslim, mewarnai, baca puisi, senam sehat, cerdas cermat dan lain lain, putriku selalu ikut perpartisipasi. Dan hasilnyapun selalu membuat bangga para guru juga orangtuanya. "Dan..pemenang kedua diraih oleh, ananda...." Sejenak suara host di atas panggung ditahan untuk membuat penasaran pesertanya. "Iya.. pemenang keduanya adalah.." sekali lagi host itu tidak menyebutkan nama pemenang dengan segera. Aku dan putriku jadi deg degan penuh harap. Berharap salah satu dari ketiga juara itu ada nama putriku yang disebut. Kami saling memandang, tatapan putriku penuh tanya akupun menatapnya dengan penuh cinta, lantas aku peluk dia untuk menenangkan hatinya. " Ananda Syifa Khalika...." Suara host itu tiba tiba kembali dilanjutkan. Putriku tercengang kaget bercampur senang seperti tidak percaya. Spontan putriku berdiri dan memelukku dengan erat. Akupun membalas dengan mencium keningnya dan membelai hijab yang menghiasi kepalanya. " Silahkan ananda Syifa, sebagai juara kedua naik ke atas panggung !" Ucap host itu kembali memanggil putriku untuk menaiki podium. Dengan lincah dan penuh percaya diri, putriku berjalan menuju panggung. Host itu melanjutkan mengumumkan pemenang pertamanya, sorak sorai dan tepuk tangan terdengar riuh memberi apresiasi untuk para pemenang perlombaan peragaan busana muslin waktu itu. Trophy dan medalipun dibagikan untuk peserta lomba yang juara. Wajah mereka terlihat senang berseri seri, tak terkecuali putriku. Nampak dari kejauhan di bawah panggung sana, senyum putriku terlihat selalu tersungging di bibir mungilnya. Hostpun mempersilahkan para juara meninggalkan panggung setelah piala dibagikan. "Alhamdulillah, selamat yaa.." ucapku menyambut putriku yang sedang menghampiri dengan setengah berlari karena kegirangan. Kami kembali duduk mengikuti berlangsungnya rangkaian acara. Kami masih menunggu satu pengumuman lagi dari perlombaan yang putriku ikuti. " Baiklah, selamat untuk para peserta lomba peragaan busana muslim yang sudah juara " kata host itu terdengar dari atas panggung. " Baiklah, kita lanjutkan untuk pengumuman pemenang selanjutnya " lanjut host itu. " Yaitu, lomba tahfis Al Qur'an" kembali suara host itu terdengar sangat lantang. Putriku yang juga jadi peserta lomba itu jadi menyimak baik baik. Kembali berharap, dari ketiga nama juara itu masih ada namanya juga yang disebut. " Kita panggil untuk juara ke tiga" suara host itu mulai membuat para peserta bertanya tanya. " Untuk pemenang ke tiga adalah.." peserta kembali dibuat penasaran. " Adalah.. ananda Ihsan..." Host menyebutkan sebuah nama. "Yey..." sorak para hadirin dengan diiringi tepuk tangan yang meriah. Peserta dengan juara tiga menaiki panggung. " Oke.. untuk pemenang ketiga sudah di atas panggung " kata host yang masih dengan suara lantangnya. " Untuk selanjutnya, kita panggilkan juara satu apa dua dulu ya? Ucap host itu merubah suasana menjadi tidak tegang. " Baik, yang kedua dulu ya" sambung host itu. " Baiklah, untuk pemenang kedua jatuh pada nomor peserta..37 " ucap host itu dengan suara yang keras. Nampak para peserta saling memandang mengkoreksi nomor peserta yang menempel di dadanya. Antusias putrikupun melihat nomor yang tersemat didadanya pula. " Bukan " ucap putriku yang tidak menampakkan rasa kecewa, karena bukan namanya yang dipanggil sebagai juara. " Ya, nomor 37 atas nama ananda Kansa Alifa... " Lanjut host menyebut nama pemenang. "Yeyy.." suara riuh hadirin kembali terdengar bersama tepuk tangan yang serentak. "Tibalah saatnya untuk juara pertama lomba tahfit Qur'an kali ini adalah.." lagi lagi host membuat penasaran hadirin dan peserta."yaitu.." host mengulur ulur waktu. "Adalah..." Hadirin dan peserta dibuatnya deg degan. " Baik, kita panggilkan.. " masih membuat penasaran para hadirin." Pemenang pertama lomba tahfit Qur'an kali ini, jatuh pada nomor peserta.. 25 " suara host yang sangat lantang, terasa menggelegar di gendang telinga. Kembali putriku tercengang karena merasa 25 adalah nomor peserta yang menempel di dadanya. " Nomor 25 atas nama ananda.. Syifa khalika..." Suara host itu menyebut nama putriku. " Yes yess.." spontan putriku berjingkrak jingkrak mendengar namanya kembali disebut sebagai juara. "Yey.." kembali suara hadirin riuh diiringi tepuk tangan yang makin serentak. " Wah, hebat" ucapku sambil merangkul putriku yang sangat girang. " Silahkan, ananda Syifa naik ke atas panggung" perintah host itu. Ketiga pemenang sudah berjajar di atas panggung, panitia membagikan piala dan piagam penghargaan kepada para juara. "Ayah.. lihat, apa ini?" Putriku menyambut ayahnya sepulang kerja sambil memperlihatkan dua piala perolehannya siang tadi saat acara akhir tahun ajaran di sekolah. "Wah.. hebat anak ayah dapat piala dua sekaligus" suamiku antusias menanggapi putrinya dengan pelukan lalu menggendongnya." Juara apa ini, noniknya ayah yang hebat?" Tanya suamiku sambil terus memujinya. "Yang ini lomba fashion, yang ini lomba tahfis " jawab putriku sambil menjelaskan. "Wah wah.. keren " suamiku terus memuji putrinya. " Mana hadiah dari ayah?" Ucap putriku sambil menodongkan tangan pada ayahnya. " Sekarang hadiahnya doa sama tepuk tangan dulu yaa hehe" jawab suamiku sambil tertawa menggoda putrinya. " Iih.. ayah mah ngga seru" jawab putriku agak cemberut. "Uh... Jangan manyun dong , nanti cantiknya hilang" lanjut suamiku. " Habis, ayah.." jawab putriku tidak melanjutkan kata katanya. "Baiklah, nanti sesudah mandi kita beli donat coklat hadiah dari ayah" kata suamiku. " Hore.." jawab putriku mendadak girang. "Ayah mandi dulu yaa" tutur suamiku. " Oke bos" jawab putriku sambil senyum ceria.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 575 Tahun demi tahun terlewati, anak anak sekolah kembali memasuki tahun ajaran baru. Tak terasa putriku sudah duduk di kelas tiga Sekolah Dasar. Sejak putriku masuk SD, untuk memanfaatkan waktu luangku, aku berjualan di kantin mess tempat kami tinggal. yah.. sekedar menambah uang jajan putriku sehari hari. Toh suamiku tidak melarangku bekerja sampingan sambil mengurus anak. Masih menjadi rutinitasku sehari hari mengantar dan menjemput putriku sekolah, aku juga harus menyiapkan daganganku, dari mulai belanja dan memasak sendiri. Capek memang tapi senang, karena aku jadi punya penghasilan sendiri. Pagi itu beraneka jenis gorengan dan beragam masakan sudah tertata rapi di dalam etalase makanan, yang sebentar lagi akan diserbu oleh para karyawan pabrik buat sarapan. "Ayo berangkat, sudah siap ?" Tanyaku pada putriku yang masih terlihat sedang memakai sepatu hendak pergi sekolah. "Sebentar bu" jawabnya. Tak lama kemudian putriku berlari menghampiriku dengan menggendong tas di pundak, setelah berpamitan dan sun tangan pada ayahnya. Aku sibuk dengan daganganku dan pembeli sepulang dari mengantar sekolah. "Nanti jangan terlambat jemput si nonik" pesan suamiku sebelum berangkat kerja. " Warungnya ditutup dulu aja" sambung suamiku sebelum aku sempat menjawab. " Iya mas, sebelum jamnya pulang aku sudah berangkat jemput" jawabku menyanggupinya. " Mas pergi dulu yaa" suamiku pamit hendak berangkat kerja." Iya mas hati hati " jawabku sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman dan sun tangan. " Adek juga hati hati nanti kalau jemput " pesan suamiku sambil mengecup keningku. Ketika putriku sekolah dan suamiku bekerja, aku di rumah sendirian makanya aku memilih berjualan untuk memanfaatkan waktu kosong yang menghasilkan. Hitung hitung membantu meringankan beban suami, meskipun mencari nafkah itu adalah tanggung jawab seorang suami, tapi nggak ada salahnya kita sebagai istri memanfaatkan peluang yang ada, tentunya harus dengan ijin dan ridho suami. "Ada PR nggak " tanyaku pada putriku sepulang sekolah. "Ada bu" jawabnya singkat. "Oke, sesudah makan nanti dikerjakan ya " sambungku. "Siap, ibuku sayang" jawab putriku dengan gaya centilnya. "Ummhhh"aku cubit pipinya karena gemas. " Cepetan ganti bajunya, cuci tangan terus makan " imbuhku. " Setelah makan selesai, waktunya mengerjakan PR .." aku mengingatkan putriku. Putrikupun langsung mengeluarkan buku PR dari dalam tasnya. " Ini bu PRnya " jawabnya sambil menunjukkan buku PR tugas dari gurunya. Aku mendampingi putriku belajar, sambil sesekali aku melayani pembeli yang datang. Putriku memang anak yang rajin dan disiplin karena kami selalu membiasakannya. Dia tau kapan waktunya main, waktunya tidur, waktunya belajar selalu tertib. Dia juga anak yang patuh, mudah diatur, juga pintar. Terlihat putriku siang itu sudah tertidur pulas dengan memeluk guling micky mouse kesayangannya. Aku ingin sebentar saja ikut merebahkan tubuhku, karena siang itu aku merasa kepalaku agak sedikit pening. "Ayah pulang..." Teriak putriku sambil berlari menyambut kedatangan ayahnya pulang kerja. "Assalamu alaikum" suamiku mengucapkan salam. " Wa alaikum salam.. " aku menjawab. Aku mengulurkan tangan untuk sun tangan, keningku dikecupnya sambil bertanya " dek kok mukanya pucat ? ". "Belum makan?" Sambungnya. " Udah makan tadi, cuma agak sedikit pusing" jawabku. "Pasti kecapekan itu, kurang tidur" kata suamiku. " Makan, minum obat terus istirahat ! Udah ngga usah ngapa ngapain " perintah suamiku. " Iya nanti kalau sudah beres beres " jawabku. "Sudah biarin nanti sama mas diberesin " tegas suamiku, dia memang sering membantu pekerjaanku meskipun sudah lelah dengan pekerjaanya. Dia adalah suami yang sangat pengertian dan menyayangi keluarganya. Pagi itu, aku memutuskan untuk pergi ke dokter karena dari semalam pusing kepalaku tak kunjung reda, malah ditambah dengan rasa mual mual. "Kapan terakhir haid bu?" dokter bertanya. " Sebulan lebih yang lalu dok, harusnya seminggu yang lalu sudah dapat lagi tapi belum" jawabku. Saking sibuknya aku sampai ngga kepikiran kapan aku datang bulan. "Baik, coba dites aja yaa siapa tahu sakit yang ibu keluhkan karena pengaruh hormon" kata dokter itu. Akupun menurut saja. Beberapa menit kemudian hasil tes itu sudah bisa dilihat, ternyata hasilnya positif. "Selamat yaa, ibu bakal punya bayi lagi" ujar dokter itu. Akupun tercengang setengah kaget campur bahagia. " Terima kasih dok, jadi saya hamil? Jawabku sambil terheran heran. "Iya bu, ini anak yang kedua ya ?" Kembali dokter itu bertanya. " Iya dok ini anak kedua" jawabku singkat. " Baik, ini obat untuk pusing dan mual diminum sesuai keperluan , vitaminya diminum sehari satu kapsul ya bu" kata dokter. " Makan yang sehat istirahat dan tidur yang cukup, jangan lupa periksa berkala setiap bulan ya bu supaya kandungan tetap sehat " pesan dokter. " Baik dok terima kasih " jawabku. "Alhamdulillah " kata suamiku setelah kusampaikan kabar kehamilanku padanya. " Mudah mudahan nanti lahirnya cowok " sambung suamiku sambil mencium keningku. " Iya jadi anak kita sepasang ya mas" aku menyambung perkataan suamiku sambil tersenyum. "Tapi, mau cewek atau cowok nggak masalah, yang paling penting lahir dengan selamat, sehat dan normal bayi juga ibunya " ucap suamiku. "Aamiin" jawabku singkat. "Adek jangan terlalu capek" pesan suamiku. " Iya mas " jawabku. Kebahagian terpancar di wajah suamiku saat itu, apalagi putriku sangat senang sekali saat mengetahui ia mau punya adik. Raut muka yang makin semangat dan berseri seri nampak di wajah suamiku. Bagaimana tidak bahagia, kami kembali menemukan mutiara dalam rumah tangga kami. Allah kembali memberi kepercayaan buat kami dengan menitipkan satu lagi anak pada kami. Bagi kami anak adalah harta termahal dan terindah dalam hidup
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 646 Kehamilanku yang kedua tidak menjadi alasan untuk berhenti jualan. Meskipun sedang hamil, dan perut yang semakin membesar aku tetap melakukan aktivitas seperti belanja kepasar dan memasak untuk jualan sendirian. Aku sangat menikmati kesibukanku, karenanya aku nggak pernah merasa lelah. Malam itu seusai makan aku merebahkan badan, karena memasuki bulan ke sembilan perutku makin besar dan memang mulai tak nyaman ketika duduk. "Dek..berhenti aja dulu atuh jualanya " kata suamiku sambil mengelus elus perutku. " Mas nggak tega melihat adek dengan perut yang makin besar masih melakukan kesibukan sendiri" sambungnya. " Ngga apa apa mas, aku senang dan menikmati kok" jawabku. "Itung itung sambil olahraga hehe " imbuhku sambil tersenyum. " Mas kan masih bisa mencukupi semua kebutuhan kita " jelasnya meyakinkan aku. " Iya, aku masih bisa dan ngga ada masalah kok mas " aku beralasan. " Ya udah, pokoknya jangan dipaksakan, jangan terlalu capek !" Pesan suamiku. " Iya mas aku tahu kok batasan batasannya " jelasku. Dengan seragam merah putih yang panjang dan lengkap dengan jilbab putihnya putriku sudah siap siap pergi ke sekolah, sambil mengusap usap perutku ia berkata " Dedek, jangan nakal ya.. kakak mau sekolah dulu" " Iya kakak, baik baik ya di sekolah" jawabku sambil menirukan suara anak kecil. Setelah bersalim tangan putrikupun pergi bersama ayahnya. "Assalamu alaikum " ujar putriku sambil berlalu menuju motor ayahnya. " Wa alaikum salam, hati hati yaa" jawabku " Daa daa " putriku melambaikan tangan sambil berlalu. "Alhamdulillah, selamat ya pak bayinya laki laki ganteng lagi " ucap asisten bidan pada suamiku, yang sedang mendampingi persalinanku sore itu. Tangis bayiku nyaring memecah kesunyian kamar di sore itu. Setelah dimandikan dan dipakaikan baju, bayiku diserahkan kepada ayahnya untuk diadzani. Rasanya sangat lega dan bahagia, putraku telah lahir dengan selamat, sehat dan normal. Terasa sempurna sudah hidupku, Allah telah menghadirkan orang yang begitu menyayangiku yaitu suamiku dan juga anak anak sehat yang kami cintai. "Terima kasih ya dek, sekali lagi adek berjuang dan berkorban demi melahirkan anakku"bisik suamiku sambil meletakkan bayinya di sisiku. "Iya mas sama sama" jawabku kemudian ciumannya mendarat di keningku. Rutinitas kembali kami jalani dengan saling bekerja sama setelah anak kedua kami lahir. Suamiku membantu mengantar sekolah putriku setiap hari, barulah aku yang menjemputnya sambil membawa bayiku. Awalnya memang begitu kelabakan dalam membagi waktu, antara mengurus anak , mengurus rumah, suami dan sambil jualan. Tapi lama kelamaan menjadi terbiasa dan nikmat dalam menjalaninya. Hari hari aku lewati tanpa mengeluh. "Kayanya kita harus mulai memikirkan tempat tinggal deh mas" sambil kubawakan secangkir kopi untuk suamiku, aku membuka percakapan sore itu. " Kita kan udah nyaman tinggal di sini " jawab suamiku sedikit cuek. " Yah kan ini di mess, masa mau selamanya kita numpang" kataku. "Alangkah baiknya kalau kita punya rumah sendiri meskipun nggak besar yang penting nyaman buat sekeluarga, mumpung anak anak masih kecil belum terlalu banyak biayanya" aku menambahkan. Selama kami menikah, tiga belas tahun diperantauan kami memang tinggal di mess fasilitas dari tempat kerja suamiku. "Iya nanti dipikirkan, mudah mudahan ada rejekinya " tutur suamiku menenangkan. "Aamiin " jawabku. "Kemarin ada teman nawarin brosur rumah mas, beliau ngasih nomor telponya" aku mengusulkan ke suamiku. "Coba tanya tanya aja dulu, kan uangnya juga belum cukup hehe " jawab suamiku sambil tertawa kecil. " Yang paling penting kita ada niat dulu, soal uang nanti Allah yang akan kasih jalan" jawabku optimis. "Iya, adek berdoa mas yang berusaha semoga keinginan kita dikabulkan" ucap suamiku. " Aamiin, pasti dan selalu mas " jawabku. "Terima kasih ya dek, kamu memang istri yang baik, kamu bersedia berlelah lelah demi membantu suamimu" tutur suamiku sambil membelai rambutku. " Iya mas, sudah menjadi kuwajiban seorang istri adalah membantu suaminya" jawabku. " Tapi kalian adalah tanggung jawabku yang harus aku nafkahi, harusnya adek nggak perlu ikut bekerja keras " suamiku masih melanjutkan perkataanya seperti ada nada tidak rela. " Udahlah, nggak usah dibahas aku sangat bahagia kok hidup bersama mas dalam keadaan dan situasi apapun " jawabku menenangkannya. " Kita kan sudah lebih dari sepuluh tahun hidup bersama dan sampai maut memisahkan, kita akan tetap bersama" ungkapku sambil ku tatap wajahnya. Suamikupun merangkulku sambil mengecup keningku. Tiba tiba terdengar putriku berteriak "Ibuu...dedeknya " kamipun terhentak dari tempat duduk, menghampiri putraku yang terlihat belepotan sekujur tubuhnya penuh dengan bedak yang ditumpahkan. Kamipun serentak tertawa melihat wajah lucu putraku yang seperti badut. " Haduh.. jagoan ayah nih ya nggak bisa diam " ujar suamiku sambil mengangkat dan kemudian menggendongnya. Setiap ada informasi tentang rumah atau kavling yang terjangkau buat kami, pasti kami segera menghubungi dan menanyakan informasi selengkapnya. Hingga pada suatu hari kami ketemu dengan seorang marketing perumahan bersubsidi. Kamipun diberi penjelasan panjang lebar tentang perumahan tersebut. Dan akhirnya kami memutuskan untuk menjadi nasabahnya. Dengan berbagai proses dan prosedur yang harus kami lengkapi dan dengan uang yang selalu kami sisihkan setiap hari, Allah memudahkan urusan kami dan memampukan kami mewujudkan keinginan kami memiliki rumah impian. Tidak terlalu besar memang tapi kami akan lebih nyaman dan lebih leluasa tinggal di rumah sendiri bersama anak anak yang kami cintai. "Tidak menyangka ya dek kita ternyata bisa punya rumah" ujar suamiku sepulang dari mengurus persyaratan rumah. "Alhamdulillah mas, setiap kita punya niat baik Allah pasti akan memberi jalan" jawabku. " Iya betul, anak anak pada tidur?" tanya suamiku yang memang siang itu anak anaknya tidak terlihat karena waktunya tidur siang. " Anak anak sudah pada makan?" kembali suamiku bertanya memastikan anak anaknya sudah makan. " Sudah mas " jawabku. " Jadi kira kira kapan mas rumahnya mulai dibangun ?" Tanyaku. " Mungkin lima atau enam bulan lagi setelah pembayaran lunas" jawabnya. " Semoga dimudahkan ya mas" sambungku. " Aamiin " ucap kami berdua dengan serentak. " Makan dulu aja mas, sudah aku siapkan nih " aku menghampirinya sambil membawa sepiring nasi dan lauk kesukaanya. "Iya, terima kasih dek" suamiku kemudian menyantapnya dengan lahab terlihat sangat lapar. Memang siang itu jam makan siang sudah kelewat. "Adek sudah makan kan ?" Tanya suamiku. " Sudah mas" jawabku sambil duduk di sampingnya menemani makan.
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 542 Setelah sekian lama menunggu, akhirnya rumah kami dibangun. Dan setelah beberapa bulan kemudian rumahpun sudah siap untuk dihuni. "Ini ditaruh di mana bu?" Ujar putriku sambil membawa dus buku buku sekolah. " Ini di mana bu simpannya? " Tanya putraku ikut ikutan, dengan membawa mainan. " Disimpan dikamar saja kak" aku menjawab pertanyaan putriku. "Mainan dedek taruh di sini aja" aku menunjuk sebuah tempat untuk putra kecilku. Si kecil yang super aktif ini pun tak mau kalah, ikut sibuk memindahkan barang barang dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Kadang tingkahnya mengundang tawa buat kami, kadang menaruh barang barang tidak pada tempatnya. Tapi kami membiarkan saja supaya si kecil tidak rewel. Siang itu kami disibukkan dengan beres beres rumah. Pagi tadi kami mengangkut barang barang kami dari mess pindah ke rumah baru kami. Kesibukan terlihat pada kami yang sedang menyusun barang barang ke tempatnya masing masing. Dari membereskan kamar tidur, ruang tengah dan lain lain. "Yah, capek deh" aku duduk dilantai sambil meluruskan kaki. "Nggak usah dibereskan semuanya dulu, yang penting penting saja dulu" tutur suamiku. " Kamarnya saja dulu dibereskan, supaya nanti anak anak bisa tidur siang" kata suamiku. " Iya mas" jawabku. Karena memang barang barang masih banyak berserakan. "Kita makan dulu yuk " aku mengajak anak anak makan siang. "Makan dulu mas, nanti diteruskan lagi beres beresnya" ajakku pada suamiku. "Iya, cuci tangan dulu" jawab suamiku. Kami berempat menikmati nasi bungkus bersama, karena dapurnya belum dirapikan aku memilih beli makanan jadi daripada memasak. Setelah makan, anak anak tidur siang di kamarnya yang baru. Kupandangi wajah anak anakku yang sedang tertidur pulas siang itu, "ya Alloh..terimakasih untuk semuanya, KAU selalu memberi semuanya yang aku inginkan" aku berbisik di dalam hati. Tak terasa cairan bening jatuh ke pipiku. Aku terharu atas semua yang aku alami saat ini. Bersyukur dan sangat bersyukur dalam hati. Anak anak yang sehat, suami yang baik dan rumah yang nyaman, aku seperti sedang bermimpi. "Dek.." tiba tiba suara suamiku membuyarkan lamunanku. " i .. iya mas " jawabku gugup sambil menyeka air mata di pipiku. "Kenapa ?" Tanya suamiku heran. " Terima kasih ya mas, aku bahagia" aku meletakkan kedua tanganku di pundak suamiku. Suamikupun mengecup keningku seraya berkata " iya dek, semua ini kita dapatkan berkat doa dan dukungan serta kesabaran adek juga buat mas". " Aku berjanji akan selalu berusaha membuat istri dan anak anakku bahagia " lanjut suamiku. " Terima kasih mas" jawabku. "Ya udah istirahat dulu yuk " ajak suamiku. Sore itu matahari masih memperlihatkan sinarnya yang cerah tapi tidak seterik siang tadi. Angin yang berhembus menyapu pohon mangga yang ada didepan rumah terasa sejuk alami. Suara suara burung sesekali terdengar dari sawah belakang rumah kami, menambah keasrian suasana sore itu. Rumah kami memang berada di antara persawahan di kampung yang masih asri. Tepat dibelakang rumah kami adalah sawah. Aku buka pintu belakang rumahku, langsung aku dapati pemandangan yang sangat indah. Sawah nan hijau di sepanjang mata ini memandang. Terdengar samar samar suara teriakan penunggu sawah yang sedang mengusir burung liar memakan padi mereka. Rasanaya tidak ingin menyudahi memanjakan mata ini dari pemandangan yang indah menenangkan hati. "Nyaman ya dek" tiba tiba suamiku ada dibelakangku sambil memelukku. " Alhamdulillah mas, sangat nyaman" jawabku. Jalan di depan rumahku masih nampak sepi sore itu, tidak ada seorangpun yang berlalu. Memang banyak rumah yang masih kosong belum dihuni. Baru beberapa orang yang menempati, jadi wajar saja komplek ini sangat sepi. Lagi pula rumahku memang terletak di paling pinggir komplek. " Sepi ya bu di sini mah" ujar putriku malam itu seusai makan malam. " Iya kan belum ada banyak tetangga" jawabku. " Nanti mah kalau rumah rumah di blok ini sudah berpenghuni semua, bakal ramai banyak teman dan tetangga" jawabku. "Kakak nanti mah tidurnya di kamar sendiri ya, asyik.." putriku nampak senang bisa punya kamar sendiri. " Iya kan kakak sudah gede, jadi harus belajar mandiri " jawab suamiku sambil mengusap usap lembut kepala putrinya. "Dedek nanti tidurnya di mana yah" Sela si kecil putraku yang selalu nimbrung nggak mau kalah. " Dedek mah nanti tidurnya sama ibu dong, kan masih kecil" jawab suamiku sambil senyum penuh kasih. Malam itu, malam pertama kami di rumah impian, kami bercengkrama dengan obrolan obrolan seru yang mengasyikan. Desiran desiran suara jangkrik dan belalang malam sesekali terdengar dari sawah, mengiringi obrolan kami malam itu. Suara hembusan angin yang terdengar sedikit agak kencang kadang kadang terdengar menyapu atap rumah kami. Udara terasa dingin, suasana sunyi hanya suara suara serangga malam yg menghiasi kesunyian malam itu. Ada yang beda yang kami rasakan, maklum namanya juga baru malam pertama, belum terbiasa. Tapi terasa tenang, damai suasana di malam itu. Sepi dan sunyinya malam itu akan mengantarkan kami pada mimpi mimpi indah berikutnya dalam keluarga kami
Bab 10 Rumahku Syurgaku
-Sarapn Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 521 Udara terasa amat sangat dingin pagi itu, sampai terasa menusuk tulang. Masih dengan kesunyian yang sama, aku harus terbangun lebih awal untuk mempersiapkan segala sesuatunya, seperti sarapan dan bekal buat putriku. Meskipun aku pindah rumah aku tetap berjaualan di kantin mess tempat tinggalku yang sebelumnya. Pagi pagi aku berangkat dan sorenya aku baru pulang kembali ke rumah. Jarak tempuh sekolah putrikupun jadi lebih jauh, makanya harus berangkat lebih pagi dari biasanya supaya tidak terlambat masuk. Setelah shalat shubuh, aku harus sudah pergi belanja ke pasar terlebih dahulu barulah ke kantin tempat aku jualan. Pagi yang buta aku harus menyusuri jalanan dengan motorku di antara persawahan dan kebun bambu yang masih sangat sepi. Hanya sesekali kadang aku berpapasan dengan para petani yang hendak pergi kesawah . Awalnya terasa sangat capek karena harus menempuh perjalanan jauh setiap hari, tapi lama kelamaan mungkin akan menjadi terbiasa. Putriku juga sudah mulai bisa mandiri, terhitung sejak masuk bangku SMP ketika pulang sekolah sudah bisa sendiri naik angkutan umum, tak lagi harus menunggu dijemput. Rutinitasku dengan daganganku kembali seperti biasa sambil mengurus putra kecilku yang memang belum bersekolah kala itu. "Yaa.. di sini lagi deh" ujar putraku setelah sampai di kantin bersama suamiku seusai mengantar sekolah putriku. " Iya kan ibu harus jualan, nanti sore kita pulang lagi ke rumah" jawabku sambil mengangkat dari boncengan ayahnya. "Sarapan dulu yaa" ucapku sambil kucium pipinya yang terasa sangat dingin karena habis terkena angin jalanan. " Dedek kedinginannya" tanyaku sambil aku peluk dalam gendongan. " Iya bu, dingin" jawabnya sambil menggigil memperagakan ekspresi kedinginan. "Uwh, kasihan " sahutku sambil terus memeluknya. Akupun menurunkanya dari gendonganku lantas menyiapkan sarapan paginya. "Kakak udah pulang.. " teriak putraku siang itu menyambut kakaknya yang terlihat sudah pulang sekolah. Nampak langkahnya yang gontai karena lelah berjalan kaki setelah turun dari angkot, memang jarak dari jalan raya menuju mess itu lumayan agak jauh. "Eh iya, kakak sudah pulang " aku menyambutnya. " Kakak capek?" Tanyaku. " Enggak " jawabnya singkat. Akupun bergegas menyiapkan makan siang untuk putriku. Sore itu, jam kerja pabrik telah selesai. Karyawan karyawanpun waktunya pulang setelah jam kerjanya selesai. Akupun berkemas kemas hendak pulang ke rumah. Sore ini dan seterusnya aku akan selalu membawa serta kedua anakku pulang dengan mengendarai motor. "Hore.. sudah sampe" sorak putraku dengan girang dan langsung sibuk dengan mainanya ketika sampai di rumah. Putriku langsung menuju kamarnya dan menyiapkan tugas tugas sekolahnya. Di dapur aku sedang menyiapkan makan malam untuk suami dan anak anakku nanti. Aku buka pintu dapur supaya angin segar sore itu bisa masuk. Kembali kutemui pemandangan indah yang menghapus lelahku sore itu. Terlihat para petani masih sibuk dengan aktifitasnya di sana, tak sedikit nampak anak anak berlari lari, bermain main di pematang sawah sore itu. Dengan di iringi kicauan kicauan burung yang sangat merdu menambah kekhasan alam kampung saat itu. MasyaAllah.. adem, aku bergumam dalam hati. Angin sepoi sepoi sore itu menyegarkan badanku yang sedikit agak berkeringat setelah menjalani aktifitas seharian ini "Assalamu alaikum" terdengar dari luar suara pria yang tak asing lagi, siapa lagi kalau bukan pria yang sudah belasan tahun ini bersamaku. " Ayah pulang " teriak putraku sambil berlari menuju gerbang rumah menyambut kedatangan ayahnya. " Wa alaikum salam " jawabku sambil berlalu meninggalkan dapur menuju teras rumahku. Aku menyambut suamiku dengan mengecup tanganya, suamikupun selalu membalas dengan kecupan di keningku. Malam itu terasa sangat beda, setelah aktifitas yang melelahkan siang tadi. Tapi disaat bisa berkumpul kembali dirumah semua rasa penat, lelah dan capek mendadak hilang. Seperti biasa setelah makan malam , kami bercengkrama sejenak dalam obrolan obrolan yang mengasyikan. " Tadi dedek ikut kerja ibu ya, nakal rewel nggak" tanya suamiku pada putraku. "Iya tadi dedek kerja" jawabnya dengan ucapan yang masih belum jelas karena putraku memang baru berusia dua tahun. "Pinter ya anak ayah" puji suamiku. "Kakak tadi naik angkot pulang sekolahnya?" Tanya suamiku beralih ke putriku. "Iya yah tadi kakak naik angkot" jawabnya. "Capek ?" Tanya suamiku kembali " dikit " jawabnya singkat. " Uwh ..kasiahan" ujar suamiku sambil mengusap kepala putrinya. Kamipun larut dalam keseruan malam itu. Bercanda tawa, bersendau gurau dengan harmonis seusai makan malam. Rumah yang membawa ketenangan , kedamaian dan kebahagiaan. Menghapus lelah setelah bekerja, menyegarkan setelah penat dalam kesibukan. Jauhnya jarak yang kami tempuh setiap hari bukan alasan untuk mengeluh, tapi justru menambah rasa syukur kami yang semakin mendalam. Kami merasa menjadi keluarga yang paling beruntung. Apalagi yang harus kami keluhkan ? Di saat banyak pasangan merindukan hadirnya anak, kami sudah diberikan oleh yang kuasa. Tidak sedikit keluarga yang masih belum mempunyai tempat tinggal, kami juga sudah dimudahkan oleh Allah untuk memilikinya. Sepertinya syurga dunia sudah kami dapatkan.
Bab 11 Sakinah Mawaddah Warahmah
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 525 "Jangan lupa nanti sarapan ya.. " aku berpesan pada putriku pagi itu sebelum aku pergi." Bekalnya juga nanti dibawa" sambungku. " Iya.. " jawab putriku yang masih terlihat lesu karena baru bangun tidur. "Nanti si dedek dipakein jaket sama kaos kaki ya mas jangan lupa" aku berpesan kepada suamiku sambil sibuk mempersiapkan keperluanku sendiri. " Iyaa.. adek nggak usah tergesa gesa, jalanan masih sepi hati hati bawa motornya ya " kata suamiku sambil membantuku. "Iya mas, aku santai kok pelan pelan bawa motornya juga " jawabku menenangkan. "Mas juga nanti hati hati bawa anak anak" pesanku. " Jangan mepet mepet perginya biar ngga buru buru " imbuhku, karena kondisi lalu lintas nggak bisa diprediksi. Kadang jalanan senggang kadang macet. Jadi harus bisa mengatur sendiri untuk mengantisipasi tidak terlambat antar sekolah. Pagi itu seperti biasa aku berangkat mendahului suamiku. Aku baru akan pergi setelah keperluan putriku semuanya aku siapkan. Mulai dari sarapan dan bekal sekolahnya. Putraku masih tertidur pulas saat aku pergi. Hari hariku sudah aku habiskan untuk mengurus keluarga, anak anak dan suami selebihnya aku sibuk mengurusi aktifitasku berjualan. Aku jarang sekali bersosialisasi dengan teman temanku, meskipun hanya sekedar jalan jalan atau belanja bareng. Anak anak dan suami adalah prioritas dalam hidupku. Rasanya aku sudah mendapatkan semua kebahagiaan dalam keluargaku. Aku tak perlu lagi cari hiburan di luaran sana. Ketika aku lelah, saat melihat anak anak terhapus sudah lelahku. Ketika aku capek, aku segera pulang ke rumah maka sirnalah rasa capekku. Keluarga adalah obat dari segala keluhan rasa bagiku. Begitupun dengan suamiku, waktu, tenaga dan pikirannya hanya untuk keluarganya. Dia akan selalu berupaya untuk mencukupi dan mensejahterakan kebutuhan keluarganya. Sebagai seorang suami dan ayah, kasih sayangnya, perhatian dan pengertianya sangat kami rasakan. Kami saling mensuport, kami saling menjaga dan kami saling bekerja sama. Ketenangan dan ketentraman yang kami rasakan membuat kami selalu damai dan rukun dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Bukan berarti nggak pernah ada konflik atau persoalan yang serius yang menghampiri kami. Tapi setiap ada perbedaan pendapat atau persoalan yang datang kami selalu menyelesaikannya dengan hati yang tenang dan kepala dingin. Tidak bertahan dengan ego masing masing juga adalah kunci dari kerukunan berumah tangga. Ngga ada rumah tangga yang sempurna, yang ada saling menerima dan melengkapi kekurangan pasangannya. " Bentar lagi si kakak lulus, mau lanjut kemana ya dek" ujar suamiku malam itu. " Si kakak kan sudah gede, dia yang akan menentukan pilihannya mau melanjutkan ke mana ". Jawabku. " Si dedek juga sudah waktunya sekolah ". Suamiku melanjutkan bicaranya. " Iya mas, kedua anak kita sudah butuh biaya pendidikan" sambungku. " Semoga kita panjang umur dimudahkan setiap usaha kita, bisa mengantarkan anak anak kita ke pada jenjang kesuksesan" ucap suamiku sangat serius. " Aamiin ya Allah " aku menjawab. " Cari sekolah yang dekat sama mess saja, biar kalau pulang nggak terlalu jauh perjalanannya" lanjut suamiku. " " Si dedek juga sekolahnya yang deket saja, biar yang antar jemput gampang" suamiku masih melanjutkan obrolannya. " Iya mas gampang, kalau sudah dijalani mah semua pasti bisa terealisasi " jawabku. " Dedek bentar lagi nanti sekolah yaa" aku berbicara pada putraku. "Di mana bu nanti sekolahnya ? Tanya putraku. " Di tempat kakak dulu sekolah" jawabku. " Waktu kakak masih kecil ya bu? Sekolahnya di sana? " putraku bertanya lagi. " Iya, nanti dedek belajar di sana biar pinter yaa " kataku. " Banyak mainan nggak bu di sekolah? Tanya putraku kembali. " Iya ada sih, meskipun nggak banyak" jawabku. "Ngga mau ah kalau nggak ada mainannya " ucap putraku sedikit manja. Si kecil yang satu ini memang anak yang super aktif, pikirannya hanya bermain , bermain, dan bermain. Anaknya yang lincah tidak mau diam, cenderung lebih aktif ke gerakan daripada fokus dalam mempelajari sesuatu. " Mendaftar dari sekarang aja dek, untuk si dedek masuk ke TK " ujar suamiku. " Iya mas besok diurus pendaftaranya " jawabku. " Udah, ajak tidur sana si dedek ! Sudah malam " lanjut suamiku. " Dedek.. minum susu dulu " aku memanggil putraku. Minum susu sebelum tidur sudah menjadi kebiasaan putraku setiap malam." Mana bu susunya" putraku sudah tak sabar. " Dihabiskan yaa" kataku. " Siap ibu " jawabnya sambil meneguk susu yang ada di tangan. " Kalau sudah habis, sikat gigi, cuci kaki terus bobok" ujarku. Meskipun anak yang super aktif tapi putraku ini sangat disiplin. Karena memang sudah kami biasakan setiap harinya. Kami kembali akan menghabiskan malam dengan nyenyak di rumah yang nyaman penuh kedamaian ini. Harapan harapan yang kami rajut bersama akan selalu kami jaga keutuhannya di rumah ini. Semangat demi semangat yang kami susun bersama akan selalu berkobar dari rumah ini. Suamiku adalah imam yang selalu menjaga dan membimbing makmum dalam keluarganya, aku sebagai wanitanya yaitu ibu dari anak anaknya selalu mendukung, mensuport dan mendoakanya dengan patuh dan baktiku sebagai istrinya. Harapan , cita cita dan tujuan kami adalah mewujudkan sebagai keluarga yang sakinah , mawaddah dan warahmah.
Bab 12 part 1 Ketika Ujian Datang
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 510 "Sudah beres belum kak?" Aku bertanya pada putriku, sore itu kami hendak pulang ke rumah setelah para karyawan selesai bekerja dan kantin tutup. " Iya bu sudah semua" jawab putriku sambil membereskan barang barang yang mau dibawa pulang. " Ayo dedek, nanti lagi mainnya di rumah. Kita mau pulang" ajakku pada si kecil. Setelah memastikan pintu kantin terkunci kamipun pulang. Keadaan jalanan sore itu nampak tidak terlalu padat, sehingga aku bisa melajukan motorku agak sedikit cepat. Gerbang komplek sudah kami lewati, akupun mengarahkan motorku menuju blok tempat rumah kami. Terlihat motor suamiku sudah ada di halaman ketika aku sudah sampai di depan rumah. " Ayah udah pulang juga" ujar putraku saat melihat motor ayahnya sudah terparkir di halaman rumah. "Iyaa" jawab putriku sambil turun membukakan pagar. " Assalamu alaikum" anak anak serentak mengucapkan salam. Tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. "Ayah.. ayah.. " putraku memanggil manggil. " Ayah kemana ya kok ngga ada jawaban" gumamku. "Tok tok tok" kami mencoba mengetuk pintu. " Buka aja pintunya dek" ucapku sambil mengeluarkan kunci pintu dari dalam tas. Ternyata pintu tidak terkunci, saat kami membukanya kami melihat suamiku tergeletak di lantai. "Astaghfirullah.." "Ayah. Ayah.." spontan kami berteriak sambil berlari menghampirinya. " Aku berusaha membangunkanya " mas kenapa?" "Nggak tau" jawabnya terbata bata. Tanganya kejang pandanganya kosong, membuat aku bingung ngga tau apa yang harus aku lakukan. Kedua anaku juga menangis bersamaan melihat kondisi ayahnya membuat kepanikanku makin bertambah. Aku berlari keluar hendak mencari bantuan tetangga. Rumah pak RT yang menjadi tujuanku, ternyata beliau tidak ada di rumah. "Ada apa bu?" Terdengar suara dari seberang rumah pak RT, rupanya pak Tedi melihatku. "Begini pak, saya sedang butuh bantuan" jawabku masih dengan perasaan panik. " Kenapa bu?" "Suami saya mendadak sakit pak tolong.." aku memohon. "Mari bu" kamipun bergegas setengah berlari menuju rumah hendak melihat kondisi suamiku. Masih terdengar tangisan kedua anakku yang sangat keras dari luar, aku mempercepat langkahku masuk ke dalam rumah. Kudapati mereka memeluk ayahnya sambil ber teriak teriak " ayah.. ayah.." Suamiku yang terlihat kejang tapi hanya bagian tangan kananya saja, membuatku ikut larut dalam tangisan anak anakku. "Maaasss.. kenapa begini? Suasana makin panik mencekam. Kami membawanya ke RS terdekat dengan bantuan mobil tetangga. Sepanjang perjalanan suamiku terus terusan kejang dan tak sadarkan diri. Setiba di RS terdekat, dokter jaga yang bertugas malam itu menyarankan untuk membawanya ke RS yang lebih lengkap peralatan medisnya, karena dikhawatirkan ada masalah pada pembuluh darah di bagian kepala. Hatiku semakin kacau, kami bergegas membawanya ke kota dengan segera. Aku mendial nomor telpon saudara saudara dari suamiku, mengabarkan tentang keadaan suamiku. Merekapun menunggu di RS yang kami tuju. Malam itu jalanan sangat padat sehingga mobil yang kami tumpangi tidak bisa melaju dengan cepat. Pak Zul yang mengemudikan mobil, terdengar terus terusan membunyikan klakson, aba aba untuk pengendara lain supaya menepi dan memberi jalan untuk kami. Di depan ruang Unit Gawat Darurat beberapa perawat dan satpam rumah sakit dengan cepat membantu menggotong suamiku menuju ruang pemeriksaan. Perasaan agak sedikit lega karena suamiku sudah ditangani oleh dokter. Kami dipersilahkan menunggu di luar sementara dokter akan memeriksa keadaan suamiku. "Sudah jangan menangis, ayah baik baik saja " aku memeluk kedua anakku dengan perasaan yang sangat tidak menentu. "Ayah kenapa bu" tanya si kecil anakku. " Ayah hanya perlu istirahat" jawabku menenangkan. "Nanti kalau sudah diperiksa boleh pulang kan?" Kembali si kecil menanyakan. Putraku yang kecil ini memang sangat dekat dengan ayahnya. "Keluarga pak Riyanto" terlihat dokter keluar dari ruangan sambil menyebut nama suamiku. " Iya dok, saya istrinya" jawabku sambil beranjak menghampirinya. "Ibu.. karena pasien sempat tidak sadarkan diri, kami harus melakukan pemeriksaan lebih intensif lagi jadi bapak Riyanto harus menjalani rawat inap" jelas dokter. " Baik dok, tolong lakukan yang terbaik untuk suami saya" jawabku memohon. Aku harus mengurus pendaftaran rawat inap. " Nak...kata pak dokter ayah harus nginap disini biar cepet sembuh"ujarku pada anak anak. " Ibu kan harus nemenin ayah di sini, jadi kakak sama dedek di rumah tante dulu yaa" bujukku. " Nggak mau..dedek mau bobok sama ibu" teriaknya sambil memeluk erat tubuhku. Hatiku terasa diiris iris sembilu. "Anak baik, ibu kan harus jagain ayah di sini. Dedek sama kakak di rumah tante dulu ya.. biar ayah cepet sembuh bisa pulang lagi" aku kembali membujuknya supaya bersedia dititipkan di rumah tantenya. Setelah dengan berbagai cara akhirnya berhasil membujuk anakku tinggal di rumah adik iparku untuk sementara. "Keluarga pasien Riyanto " panggil suster dari ruang UGD. " Iya sus " jawabku. " Pasien mau dipindahkan ke ruang perawatan bu" kata suster sambil mendorong ranjang pasien. " Baik sus " jawabku sambil mengikuti suster dari belakang.
Bab 12 part 2 Ketika Ujian Datang
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 518 "Sudah sampai..." kata suster sambil membelokkan ranjang pasien menuju ruangan perawatan. "Magdalena nomor empat belas" kembali suster itu menjelaskan nama ruangan untuk suamiku. Ruangan yang berisi empat tempat tidur itu terlihat sangat sepi tanpa penghuni. Tercium aroma aroma obat menyengat membuat perih perutku yang memang dari sore tadi sepulang kerja belum sempat makan. Selang infus yang terpasang di tangan suamiku menjadi pemandangan yang menyesakkan dada. Sejenak aku jadi teringat anak anakku "mereka sudah tidur belum ya?"aku berbicara dalam hati. Aku meraih ponsel dari dalam tasku, bermaksud hendak menelpon adik ipar mau menanyakan keadaan anak anak. Ternyata jam yang aku lihat di ponselku sudah dini hari. " Sudahlah besok aja telponnya" aku hanya bisa bicara sendiri dalam hati. " Mas..apa yang dirasakan sekarang?" Aku bertanya pada suamiku yang memang sudah sadar sejak beberapa jam yang lalu. "Ngga ada" jawabnya agak lemah. "Mana anak anak?" Tanyanya masih lemah. "Dititipin dulu di tantenya, kan nggak boleh ikut nunggu di sini" jawabku menjelaskan. " Jam berapa ini?" Tanya suamiku. " Udah pagi mas, jam satu istirahat aja sekarang tidurlah" jawabku sambil mengusap usap keningnya supaya tertidur. " Adek udah makan belum" tanyanya, meskipun dalam keadaan sakit masih saja menunjukan perhatianya padaku. " Sudah" jawabku lirih terpaksa berbohong, aku tak sempat menahan air mataku jatuh. Tanganya membelai pipi sambil menghapus air mataku seraya berkata " jangan menangis". "Selamat pagi.." suara suster datang dengan membawa sebaskom air hangat untuk menyeka tubuh suamiku. " Pagi sus" jawabku. "Bagaimana keadaanya pak? Tanya suster sambil mengukur suhu panas suamiku. " Alhamdulillah sus, sudah membaik" "Ada kejang kejang lagi bu?" " Enggak sus, semalam juga tidurnya nyenyak". "Baik, tensinya normal suhu badannya juga bagus" kata suster sambil merapikan peralatannya. "Nanti jam delapan dijemput mau menjalani pemeriksaan ct scan ya bu" kata suster. " Baik sus terima kasih" jawabku. "Halo kakak" "Iya bu" suara putriku terdengar dari seberang sana, saat kami terhubung melalui telepon genggam pagi itu. "Kakak baik baik ya di sana, jagain dedeknya" aku berpesan pada putriku. Sengaja aku tidak berbicara dengan putraku, aku khawatir dia malah rewel saat mendengar suaraku. " Iya bu, bagaimana keadaan ayah?" Tanya putriku. " Ayah sudah membaik, doain yaa semoga ayah segera sembuh dan bisa pulang" jawabku. " Iya bu aamiin" tambah putriku. Suara roda brankar rumah sakit terdengar semakin mendekat ke ruangan suamiku pagi itu. "Selamat pagi pak.." dua orang laki laki datang menghampiri kamar empat belas. Rupanya ini petugas yang dimaksud suster pagi pagi tadi. "Pagi.." jawabku. " Bapak mau menjalani pemeriksaan ke ruang ct scan ya bu, mohon ijin kami akan membawanya, ibu boleh ikut bersama kami mohon barang barang berharganya seperti handphone , dompet dan lainnya diamankan terlebih dahulu" pesan petugas itu. " Baik pak " jawabku sambil berkemas kemas. Melewati lorong lorong rumah sakit dengan perasaan tidak menentu, aku terus mengikuti petugas itu menuju ruang ct scan. Sesekali kami berpapasan dengan pasien lain, ada yang kondisinya lebih memprihatinkan, ada yang sudah terlihat sehat di atas kursi roda yang didorong oleh suster, ah..perasaan apa ini yang merasuk dalam hati, aku sejenak memejamkan mataku berhayal ketika membuka kembali ini hanya mimpi. " Kenapa aku ada di tempat seperti ini " bisikku dalam hati. " Ibu tunggu di sini ya bu" kata petugas membuyarkan lamunanku. Rupanya sudah sampai di ruang yang dituju. Aku mengangguk tanpa kata. Tak ada seorangpun di sana, anak anakku juga entah dimana. Aku cuma bisa memandangi pintu ruang pemeriksaan yang tertutup rapat dengan doa doaku yang kupanjatkan dalam hati. Tidak terbayang olehku apa yang akan terjadi nanti, tanpa kusadari pikiran pikiran tidak baik terlintas dalam otakku. Tiba tiba aku terbayang wajah wajah polos anak anakku, senyum mereka, tawa mereka saat kami sedang bercengkrama bersama. Pipiku basah oleh cairan bening dari mataku tanpa kusadari aku menangis. Pintu otomatis mulai terbuka tandanya suamiku sudah selesai menjalani tes ct scan, dan petugaspun membawanya keluar. Aku buru buru menghapus air mataku. "Kita kembali ke kamar ya bu" ujar petugas sambil mendorong brankar yang membawa suamiku. Aku hanya mengangguk mengikutinya tanpa kata kata. "Hasil scannya baru keluar nanti sore ya bu, sekalian nanti dokter Dedeh specialis syaraf yang akan menerangkan hasilnya" jelas petugas itu sambil membaringkan suamiku ke tempat tidur semula. "Baik , terima kasih" jawabku. "Sama sama bu, kami permisi" pamit petugas itu sambil berlalu. Sore itu sudah tak sabar lagi menunggu kedatangan dokter yang menangani suamiku. Dengan perasaan yang tidak menentu ingin segera mengetahui hasilnya. Ada rasa khawatir dalam benakku. Terdengar suara hentakan hak sepatu makin jelas menuju ruangan suamiku. "Selamat sore " suara dokter yang didampingi beberapa perawat itu menyapa. Rupanya ini yang bernama dokter Dedeh. "Sore dok.." jawabku. Kemudian dokter itu menanyakan beberapa hal tentang kronolagi suamiku sampai dirawat di rumah sakit ini.
Bab 12 part 3 Ketika Ujian Datang
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 - Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 778 "Baik, nanti tolong ke ruangan saya ya bu biar saya jelaskan hasil scannya" kata dokter memintaku. "Baik dok" jawabku sambil menahan rasa penasaran yang amat sangat. Akupun memasuki ruangan dokter, setelah panjang lebar dokter menjelaskan perasaanku agak sedikit lega meskipun hati belum begitu tenang. " Jadi begitu bu" ujar dokter seusai memberiku penjelasan. " Kami tim dokter sedang mencari apa penyebab yang menimbulkan bapak kejang kejang" ujar dokter, membuatku bingung. " Kami masih harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut berikutnya" kata dokter melanjutkan bicaranya. Sudah dua hari aku di rumah sakit, selama itu pula aku tidak ketemu dengan anak anakku. Sebentar lagi waktunya anak anak masuk sekolah, kebetulan saat ini sedang libur memasuki tahun ajaran baru. Si kakak mau mulai masuk ke SMK, si dedek mau naik ke TK B. Khawatir saat mereka tiba waktunya sekolah suamiku belum bisa pulang, sementara aku harus mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan anak anakku. "Ah.. besok juga boleh pulang" aku bergumam sendiri dalam hati. Keadaan suamiku sudah membaik, hanya saja dokter belum memperbolehkan pulang karena masih harus menjalani beberapa pemeriksaan. Siang itu di hari ketiga seperti yang sudah disarankan oleh dokter suamiku menjalani pemeriksaan EEG (Elektroensefalogram ) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan di otak. Aku yang awam dengan istilah istilah medis hanya mengikutinya saja apa yang disarankan oleh dokter. Aku ikut serta mengantarnya saat suamiku kembali dijemput oleh petugas rumah sakit menuju ruang EEG. Peralatan peralatan medis yang ada di ruangan itu, menjadi pemandangan yang sedikit menegangkan bagiku. Kabel kabel yang sangat kecil ditempelkan di kepala, tangan dan kaki suamiku. Sepanjang pemeriksaan perawat itu memberikan banyak sekali pertanyaan kepada suamiku. Rupanya memang seperti itulah yang namanya tes EEG. Sore itu, dokter Dedeh kembali memeriksa perkembangan suamiku dan menjelaskan hasil dari berbagai tes yang dijalani, tapi belum ada titik temu apa yang menyebabkan suamiku kejang. Dokter pernah menjelaskan bahwa menurut gejala yang dialami, kejang kejangnya bukan karena struk atau epilepsi. "Bapak kondisinya sudah bagus, jadi sore ini boleh pulang ya" kata dokter setelah memeriksa suamiku. "Terima kasih dokter" jawabku dengan hati yang sangat lega dan senang. " Karena bapak ada kejang, jadi ada obat yang harus dikonsumsi dalam jangka panjang ya bu" ungkap dokter menjelaskan. "Baik dok nggak apa apa ". Jawabku. " Minimal dua tahun dan maksimal mungkin bisa seumur hidup, sesuai kondisi bapak kedepannya, dan nanti bapak setiap bulan harus rutin kontrol ya biar dokter bisa memantaunya" dokter kembali menerangkan. Ketenangan hatiku kembali terusik " iya, baik dok " aku cuma bisa menjawab dengan singkat. Aku mendial nomor telephon keponakanku, mengabarkan bahwa sore ini omnya sudah boleh pulang. "Oke nanti dijemput aja" suara keponakanku di ponsel terdengar dari seberang sana setelah mendengar penjelasanku " Ya sudah aku urus dulu administrasinya" jawabku sambil mengakhiri pembicaraan dengan menutup telephonku. Aku tinggalkan suamiku sendiri di ruang rawat, karena aku harus mengurus segala sesuatunya untuk pulang. Langkah demi langkah menyusuri lorong lorong rumah sakit menuju ruang administrasi. Dengan hati yang memang belum tenang membuat langkah ini gontai kurang semangat. " Dua tahun harus minum obat dan rutin cek up, kenapa mas kamu ini?" Aku bergumam sendiri dalam hati sepanjang langkahku menuju ruang admin. " Ah.. nggak papalah yang penting keadaanya baik baik aja" kembali aku bergumam menenangkan hatiku sendiri. Dua suster masuk ke ruangan suamiku " bagaimana pak, sudah sehat? Hari ini boleh pulang ya?" Tanya suster itu sambil meletakkan sebuah map ke atas ranjang. " Iya sus, sudah enakan alhamdulillah boleh pulang hari ini" jawab suamiku. " Ini surat kontrolnya ya bu, sama ini hasil berbagai tes pemeriksaan bapak selama di rawat" ujar suster sambil menyerahkan sebuah amplop surat kontrol dari dokter dan sebuah map. " Ini obatnya dan ada obat yang harus ditebus ya bu, silahkan nanti ditebus di apotek" jelas suster sambil menyerahkan sebuah kertas resep dokter. " Baik sus terima kasih atas bantuannya selama beberapa hari ini" jawabku. "Sama sama bu, semoga bapak segera sehat kembali seperti sedia kala" " Aamiin "ucap kami dengan serentak. "Ibu..." Putraku berlari menghampiriku langsung memelukku erat erat. " Uwh.. jagoan ibu sholeh ya, sudah bisa sendiri" aku merayunya sambil balas memeluk. " Ibu lama pulangnya" katanya sambil merengek. " Kan ibu jagain ayah dulu di rumah sakit" jawabku. " Ayah udah sembuh? " Tanyanya sambil tidak mau melepaskan pelukanya dariku. "Sudah nih" jawab ayahnya sambil mengepalkan tanganya tanda semangat. " Sini ayah kangen" panggil suamiku sambil mengulurkan kedua tangannya. " Dedek nggak mau ibu pergi" jawabnya merengek sambil mempererat pelukannya ke tubuhku. Aku peluk dengan hangat, sesekali aku mencium kening dan pipinya. Empat hari meninggalkannya serasa sewindu tidak ketemu. " Iya.. ibu nggak akan ninggalin dedek lagi"
Bab 12 part 4 Ketika Ujian Datang
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 - Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 715 Anak anak kembali tiba waktunya masuk sekolah di tahun ajaran yang baru. Tidak terasa putriku sudah masuk di bangku SMK, hari ini hari pertama masuk sekolah, hari pertama memasuki orientasi siswa atau MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) selama satu minggu. Banyak tugas yang harus dikerjakan, tak jarang aku harus ikut turun tangan menyiapkan tugas tersebut karena tugasnya kadang kadang tidak biasa. Seperti harus membawa bungkus sabun mandi merk tertentu yang memang sudah tidak ada di toko toko atau warung kebanyakan dan lain lain. Akhirnya seminggu sudah berlalu, suamiku sudah kembali merasa sehat dan memutuskan untuk kembali masuk kerja. "Sudah enakan mas badannya?" "Sudah sih, hanya saja mas kok merasa lesu tidak bersemangat" "Jangn masuk kerja dulu atuh, biar bener bener bugar dulu". Bincang bincang pagi itu sambil aku siapkan sarapan dan obat yang harus diminum untuk suamiku. "Nggak apa apa sudah bisa kok kerja lagi" jawabnya meyakinkanku. Suamiku memutuskan untuk mulai masuk kerja hari ini. Pasca suamiku sakit kesibukanku semakin ekstra dari mengurus anak anak sampai mengurus suami yang tidak boleh terlewat mengkonsumsi obatnya. Belum lagi aku juga masih harus belanja, memasak untuk persiapan jualan di kantin. Diantara kesibukanku yang semakin padat ada hati yang tidak tenang karena memikirkan keadaan suamiku kedepannya. " Dedek yang sholeh ya nanti di sekolah, nggak boleh jail sama temannya" pesanku pada putraku sebelum berangkat aku mengantarnya ke sekolah. " Iyaa ibu" jawabnya. Putraku memang masuk sekolahnya lebih siang dari kakaknya. Putraku yang super aktif ini tak jarang kadang kadang suka membuat ulah di kelasnya, maka dari itu aku merasa khawatir saat meninggalkannya. Tapi banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sendiri jadi aku tidak bisa menunggu putraku sampai jam belajarnya selesai. Hari ini, jadwal suamiku harus kontrol ke rumah sakit. " Assalamu alaikum.. maaf bu, hari ini Obi ijin tidak masuk sekolah" aku menelpon wali kelas putraku mohon ijin pagi itu. " Wa alaikum salam.. oh silahkan bu, kenapa Obinya?" Jawab wali kelas putraku dari seberang sana. " Saya harus ke rumah sakit antar ayahnya bu, Obi tidak ada yang mengantar" aku memberi alasan. " Iya silahkan bu, semoga ayah Obi segera sembuh" "Aamiin , terima kasih bu" Akupun mengakhiri pembicaraan dan menutup teleponku. Aku memutuskan membawa serta putraku ke rumah sakit ketika mengantar suamiku kontrol. Karena memang di rumah aku tidak bisa menitipkan kepada siapapun. Dan di ruang kontrol masih aman bisa membawa anak kecil. Aku juga harus menutup kantin dan libur berjualan hari itu. Sudah nampak berjajar para pasien dan pengantarnya menunggu antrian di ruang pendaftaraan. Tak terkecuali aku yang juga sedang mengantri di tempat itu. Satu persatu nomor antrian terdengar dari pengeras suara dipanggil dengan disertakan nama poli yang dituju. "Poli syaraf nomor antrian seratus tujuh puluh delapan" pengeras suara terdengar menyebut poli syaraf yang aku tuju, aku memastikan nomor yang disebut adalah sama dengan nomor yang ada di kertas antrianku. Ternyata benar itu adalah nomor antrianku, akupun bergegas menuju loket dan menyerahkan surat kontrol. Dan kamipun melanjutkan ke ruangan poli syaraf untuk menemui dokter yang akan memeriksa suamiku. "Jadi setelah bapak dirawat waktu itu, tidak ada kejang kejang lagi pak?" Tanya dokter setelah memeriksa tensi, berat badan dan lainnya di ruang poli syaraf. " Tidak dok" kami menjawab bersamaan. "Baik obatnya diteruskan ya pak, jangan sampai terlewat" pesan dokter sambil menyerahkan secarik kertas resep obat yang harus ditebus. " Sementara bapak rutin kontrol tiap bulan aja ya pak untuk memantau perkembangan bapak" dokter menyarankan " Ini buat kontrol bulan depan ya" imbuh dokter seraya memberi sebuah amplop yang berisi surat kontrol. "Terima kasih dok" kami menjawab. Si kecil putraku mulai rewel karena sudah tidak betah berada di rumah sakit ini, mungkin saja dia juga sudah mulai lapar karena memang hari itu sudah sangat siang. Aku gendong dia supaya tidak terlalu rewel, kami berjalan menuju parkiran di mana kami menitipkan motor. " Ayo ibu pulang" rengek putraku dalam gendongan. " Iya, ini juga mau pulang" jawabku sambil mengecup pipinya. Sebelum pulang aku harus menebus obat untuk suamiku, tapi putraku sudah sangat rewel tidak sabar lagi ingin pulang. Aku memutuskan untuk mengantar pulang dulu bersama ayahnya, barulah nanti aku pergi lagi untuk menebus obat. Kadang aku juga bingung ketika dihadapkan dengan berbagai persoalan dalam waktu yang sama tapi aku harus menyelesaikan sendirian. "Sabar.." aku cuma bisa bergumam dalam hati.
Bab 13 Berjuang Untuk Sembuh
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelomook 26 Juro -Jumlah Kata 601 -Sarkat Jadi Buku Hari ini adalah bulan yang kedua aku harus kembali mengantar suamiku kontrol ke rumah sakit. Lagi lagi putraku harus ijin untuk tidak masuk sekolah, karena dia harus ikut serta bersamaku ke rumah sakit. Keadaan suamiku cenderung masih sama seperti sebelumnya, lesu kurang semangat. Saran dokter juga masih seperti sebelumnya, melanjutkan mengkonsumsi obat yang sama. Hanya saja kali ini dokter memberi penjelasan tambahan, diduga ada penyumbatan pembuluh darah di otak yang menyebabkan suamiku mengalami kejang. Dokterpun memberi tambahan obat pengencer darah untuk suamiku. Meskipun masih dalam keadaan lesu, suamiku sudah kembali aktivitas bekerja seperti biasa. Dalam keadaan seperti itu hatiku jadi selalu tidak tenang saat ditinggal kerja oleh suamiku. Apalagi pekerjaan suamiku itu adalah bagian lapangan, jadi lebih sering berada di luar ketimbang di kantor. Setiap hari pasca suamiku sakit, hatiku jadi merasa cemas seperti menghawatirkan sesuatu tapi tidak jelas. Masih bersama kesibukanku, aku juga harus memantau kondisi suamiku dengan memperhatikan waktu makan dan minum obatnya. Sore itu hujan mengguyur bumi, aku masih dengan kecemasan akan suamiku yang ada di luaran sana. Nada dering ponsel yang nyaring tiba tiba membuyarkan lamunanku sore itu, ternyata nama kontak suamiku yang terlihat di notifikasi ponsel. "Halo, selamat sore" suara dari seberang sana terdengar setelah aku angkat teleponku. Aku terkejut karena yang terdengar adalah suara seorang wanita sedang mengabarkan bahwa suamiku sedang kambuh kejangnya di jalan. Rupanya wanita ini berbaik hati dengan memberiku kabar, keberadaan dan keadaannya lewat ponsel suamiku saat melihat suamiku kambuh di pinggir jalan. Astaghfirullah..sebutku, tanpa berpikir panjang aku segera pergi menyusulnya ke tempat yang sudah dijelaskan oleh wanita tadi. Aku langsung membawanya ke rumah sakit. Aku menjelaskan riwayat selama dua bulan terakhir ini kepada dokter yang menanganinya sore itu. Dokter hanya memberi sebuah suntikan lalu menyarankan untuk pulang, tidak perlu dirawat inap dan tetap melanjutkan obat dari dokter yang sudah menangani sebelumnya. Pikiranku semakin kacau, hatiku semakin tidak tenang kekhawatiranku semakin besar apa sebenarnya yang terjadi pada suamiku. Dari saran sahabat dekatku akupun memutuskan untuk membawa suamiku ikhtiar terapi akupuntur atau tusuk jarum di sebuah tempat praktek pengobatan alternatif. Setiap seminggu dua kali aku harus mengantar suamiku pergi terapi selama dua minggu atau delapan kali pertemuan. L Terhitung sejak bulan Juli, sejak suamiku jatuh sakit hingga dua bulan ini putraku jadi sekolahnya tidak maksimal, sering bolos tidak masuk sekolah karena aku harus membawanya serta setiap aku mengantar ayahnya kontrol ataupun terapi. Sejak suamiku sakit kami tinggal di mess kembali yang memang tidak ada tetangga yang mungkin bisa dititipin putraku dalam waktu sebentar ketika aku pergi. Jadi kemanapun aku pergi aku pasti membawa putraku. Delapan kali terapi sudah dijalani awalnya suamiku terlihat agak bugar tapi lagi lagi aku sering menerima telepon yang mengabarkan suamiku kambuh kejangnya di jalanan ketika masih dalam jam kerjanya. Dokter menjelaskan kejang suamiku terjadi ketika perasaan suamiku berlebihan misalnya terlalu panik, terlalu khawatir, sedih bahkan terlalu bahagia sehingga otak merespon. Yang jadi pertanyaan, dokter belum menemukan apa pemicunya ketika ada perasaan itu otak merespon timbul kejang. Akhir oktober kondisi suamiku semakin kurang baik di bulan ini suamiku sudah banyak ijin tidak bekerja karena sering kambuh kejangnya. Suamiku juga terlihat sering murung, kelihatan bersedih dan sering melamun. Perasaanku semakin tidak menentu meskipun aku tidak pernah memperlihatkan rasa kekhawatiranku padanya. Bagaimanapun juga aku harus jadi sumber kekuatan dan semangatnya untuk sembuh. Aku selalu menghiburnya, mendukungnya dan memberi semangat. "Dek kamu capek" ucapan yang sering terlontar dari suamiku yang kadang membuatku tak sanggup menyembunyikan air mataku jatuh. Suamiku merasa menjadi beban, padahal tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku bahwa aku terbebani. Aku merawat melayani dengan tulus sepenuh hati, bagiku keluarga yaitu anak anak dan suami adalah hidupku.
Bab 14 part 1 Asa dan Harapan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 774 -Sarkat Jadi Buku Awal November, kesehatan suamiku makin menurun, terapi demi terapi dilakukan konsumsi obat sesuai saran dokter juga tidak pernah terlewatkan tapi perkembangan kesehatan suamiku tidak semakin membaik justru sebaliknya. Dua hari terakhir ini suamiku ijin tidak masuk kerja kembali. Tangan dan kaki kanannya melemah, suhu badannya panas tinggi dan sepanjang malam itu mengeluh sakit kepala. Dua hari ini aku juga tidak berdagang karena aku tidak tega meninggalkan suamiku dalam kondisi seperti sekarang ini. Putraku juga lagi lagi membolos tidak masuk sekolah. Sudah dua malam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena menjaga dan menemani suamiku yang tidak bisa tidur karena menahan rasa sakit. "Besok pagi pagi kita ke rumah sakit lagi ya mas biar diperiksa lagi sama dokter" ujarku sambil mengompres kepala suamiku malam itu. Suamiku hanya mengangguk tanda setuju sambil menahan rasa sakit yang amat sangat di kepalanya. Malam terasa sangat panjang saat itu, ditemani sepi dan rintihan suamiku perasaanku semakin tidak menentu. Pagi itu aku berencana membawanya kembali ke rumah sakit, meskipun baru beberapa hari yang lalu kontrol. Aku menyiapkan sarapan dan bekal putriku sebelum aku pergi. " Kak.. hari ini ibu mau antar ayah ke rumah sakit lagi, kemungkinan sih ayah bakal dirawat lagi. Nanti kakak berangkat sekolahnya sendiri ya, bawa kunci rumahnya" aku berpesan pada putriku pagi itu. " Iya bu, terus Obi gemana?" Jawab putriku sambil menanyakan adiknya. " Nanti dedek dibawa dulu ke rumah sakit, biar nanti dijemput sama si om kalau ayah memang harus dirawat lagi" jelasku. Unit Gawat Darurat yang menjadi tujuanku pagi itu. "Langsung ke depan UGD aja pak" pintaku pada pak supir ojek online yang mengantarku pagi itu. "Baik, siap bu" jawab supir itu langsung menuju depan ruang UGD "Ya Allah.. aku kembali ke tempat ini lagi" gumamku dalam hati, mengingat peristiwa dua bulan yang lalu saat aku membawa suamiku dalam keadaan tak sadarkan diri ke tempat ini juga waktu itu. "Pakai kursi roda aja bu?" Tanya petugas yang sudah siap siaga di depan ruang UGD. Petugas dan perawatpun membantu menggotong suamiku untuk didudukkan di kursi roda. Aku segera menghubungi keponakanku mengabarkan kalau aku sedang berada di rumah sakit, dan aku minta tolong untuk menjemput putraku. Catatan kesehatan suamiku memang sudah ada di rumah sakit ini, jadi dokter hanya menanyakan beberapa hal saja tentang kejadian beberapa hari terakhir ini saat memeriksanya. "Bapak harus dirawat lagi ya bu, karena ada demam tinggi dan kaki tangannya yang jadi tidak bisa digerakkan" kata dokter seusai memeriksanya. "Baik dok" jawabku singkat dan aku memang sudah mempersiapkannya. " Nanti bapak akan discan ulang ya bu, untuk memastikan kondisi bapak yang sekarang" ujar dokter kembali menjelaskan. Mendadak aku gemetar mendengar kata dokter barusan. Setelah beberapa jam di ruang UGD, suamiku dipindahkan ke ruang perawatan. Aku buka tirai gorden lebih lebar lagi, sehingga jendela yang ada di sebelah kanan tempat tidur pasien itu nampak terang. Sinar mentari pagi yang hangat menerpa tubuhku lewat daun jendela yang aku buka. Rumput hias yang menghijau dan beberapa jenis bunga tertanam rapi di taman rumah sakit terlihat dari balik jendela, nampak masih basah karena habis disirami oleh juru kebun rumah sakit pagi itu. Sejenak mataku dimanjakan oleh pemandangan yang asri, tapi hati dan pikiranku tidak bisa berdamai dengan indahnya pagi itu. Cemas, gelisah, khawatir bahkan takut yang kurasakan saat itu. Memikirkan bagaimana nanti kalau suamiku ternyata dirawat lebih lama lagi, anak anak siapa yang akan mengurusnya. Tiba tiba pipiku hangat oleh cairan bening dari mataku, aku menoleh ranjang pasien yang ada di belakangku kulihat suamiku sudah teridur pulas mungkin karena pengaruh obat yang diberikan saat tindakan tadi. Aku menghampirinya, duduk disampingnya, aku pandangi wajahnya yang sedang terlelap bersama sakit yang dirasa. Wajah yang belasan tahun terakhir ini selalu memberi kedamaian, memberi kenyamanan hampir tak pernah ada murka sepanjang kami bersama, kini terlelap menahan lara tanpa daya. Selang oksigen yang menempel di hidungnya, selang infus di tangannya menjadi pemandangan yang menyesakkan dada. Kurebahkan kepalaku didadanya yang masih bidang, tak sanggup lagi aku membendung air mataku. Ku biarkan cairan bening itu mengalir sejadi jadinya tanpa suara. " Mas.. kamu harus kuat, kamu pasti bisa melewatinya, anak anak masih membutuhkanmu" bisikku lirih penuh asa. Aku belai rambutnya yang ikal nampak ada beberapa uban di kepalanya. " Mas.. kita akan menua bersama, kita akan menemani anak anak sampai tumbuh dewasa bersama" bisikku bersama linangan air mata. "Selamat pagi.." suara suster membuyarkan kegundahanku pagi itu."pagi juga sus" jawabku sambil menyeka air mata. "Ada yang harus ditanda tangani bu untuk keperluan ct scan bapak nanti" kata suster sambil menyodorkan beberapa kertas sembari menjelaskannya. Akupun tidak berpikir panjang lagi segera menanda tangani berkas berkas yang dibutuhkan. Berharap suamiku segera medapat penanganan yang lebih intensif untuk kesembuhannya.
Bab 14 part 2 Asa dan Harapan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompom 26 Jura -Jumlah Kata 666 -Sarkat Jadi Buku Siang itu jantungku terasa berdegub lebih cepat dari biasanya, tubuhku terasa gemetaran, saat suster memintaku menghadap dokter ke ruangan pribadinya untuk menerima penjelasan perihal hasil scan suamiku. Aku meninggalkan suamiku di ruang rawat inap seorang diri. " Silahkan duduk bu" kata dokter setelah aku memasuki ruanganya. "Terima kasih dok" jawabku sambil duduk di kursi yang sudah tersedia. "Begini bu, dari hasil scan yang dilakukan, ternyata di otak bagian kiri pasien ada abses atau benjolan berdiameter 2,3 cm atau setara dengan sebutir kelereng". Kata dokter sambil menunjukkan beberapa gambar menyerupai tengkorak hasil scan suamiku. " Dan inilah yang menyebabkan kejang pada pasien, sekarang tangan dan kaki pasien bagian kanan juga tidak bisa digerakan juga karena adanya benjolan yang membengkak akhirnya menghalangi respon dari otak kepada anggota tubuh yang berhubungan. Seperti di sambar petir siang itu, aku hanya bisa diam terpaku mendengar penjelasan dokter. Kakiku gemetar lemas seperti tanpa tulang, bibirpun kaku tak mampu berkata kata. Pikiranku berkecamuk antara takut, khawatir dan tidak percaya. Dokter menambahkan bahwa benjolan yang ada di otak suamiku harus diangkat melalui operasi. Tapi aku menolak untuk dioperasi. " Baik bu, kalau ibu keberatan suaminya dioperasi mungkin dicoba dulu pengobatan pake antibiotik selama seminggu. Setelah seminggu discan ulang, kalau berhasil ya dilanjut dengan obat sampai sembuh, kalau tidak ya mau nggak mau harus dioperasi" terang dokter. Aku cuma bisa mengangguk lemah menanggapi penjelasan dokter. Tubuhku seperti ringan melayang saat melangkah keluar dari ruangan dokter itu menuju ruang rawat. Aku belum sanggup menyembunyikan kepanikan dan kesedihan dari suamiku. Aku duduk di bangku panjang yang ada di lorong rumah sakit. Sejenak termenung membayangkan apa yang akan terjadi pada suamiku. " Ya Allah.. tak ada yang mustahil bagiMU"bisikku dalam hati. " Tolong sembuhkan ya Robb penyakit suamiku" pintaku dalam doa. Aku tak sanggup lagi membendung air mata. Terbayang wajah wajah anakku tersenyum kepadaku, aku menghela nafas dalam dalam, aku menata hati menenangkan pikiran, kulangkahkan kakiku kembali ke ruangan di mana suamiku berbaring. Suamiku sudah menungguku, aku memaksa bibir ini tersenyum saat membalas tatapanya. " Bagaimana dek kata dokter " tanya suamiku. "Nggak apa apa, cuma ada sumbatan kecil di kepala mas" jawabku terpaksa berbohong, supaya suamiku tidak stres, sambil sekuat tenaga berusaha untuk tidak gugup. Aku menghubungi ibuku di kampung, dengan berat hati aku meminta bantuan ibuku untuk pergi ke Bandung menjaga putra putriku selama aku di rumah sakit. Aku nggak tau kepada siapa minta bantuan, aku juga nggak bisa menitipkan anak anak ke saudara sampai waktu yang cukup lama. Aku juga menghubungi guru wali kelas putraku kalau untuk sementara tidak masuk sekolah dulu karena tidak ada yang mengantar jemput. Menunggu seminggu rasanya seperti sewindu. Hanya harapan dan doa yang bisa aku rangkai di setiap sujud pasrahku. Kerinduan pada anak anakpun semakin membelenggu. Obat keras yang setiap hari disuntikkan ke selang infus suamiku menjadi harapan atas ikhtiar kesembuhannya. Terapi otot juga dilakukan setiap hari supaya tangan dan kaki bisa kembali digerakkan dan berfungsi seperti sedia kala. Di hari ketujuh kembali dilakukan tes ct scan, untuk mengetahui bagaimana perkembangan benjolan yang ada di otak suamiku dan berhasil atau tidak metode pengobatannya. Sudah menjadi pemandangan yang biasa saat dihadapkan dengan ruang ct scan. Tak ada lagi kepanikan dan ketakutan tapi penuh harapan. Harus menunggu dokter untuk mengetahui bagaimana hasil scan kali ini. Doa doa selalu aku panjatkan, suamiku sembuh tanpa operasi. Namun kembali lagi, manusia cuma punya rencana selebihnya Allah yang menentukan. Sore itu aku kembali dipanggil dokter untuk mengetahui bagaimana hasil scan tadi pagi. Lagi lagi seperti hantaman batu besar yang menghujam tubuh ini saat dokter menjelaskan bahwa cara penanganan dengan obat ternyata tidak bereaksi apapun, kalau ada perkembangan yang membaik pada suamiku itu cuma bengkaknya yang berkurang, benjolan yang di otak tidak berkurang sedikitpun. Dokter juga menyarankan bahwa langkah operasi harus diambil karena benjolan itu membahayakan nyawa suamiku, meskipun operasi juga tidak menjamin suamiku selamat banyak resiko yang harus diterima. *Astaghfirullah" aku cuma bisa pasrah dengan segala penjelasan dokter. Dilema...aku berada pada dua pilihan yang sangat tidak mudah.
Bab 14 part 3 Asa dan Harapan
-Saraan Kata KMO Club Batch 40 _ Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 521 -Sarkat Jadi Buku "Jadi suami saya harus di operasi dok?" " Yang dikhawatirkan kalau absesnya sampai pecah bu, bisa fatal akibatnya, makanya harus diangkat melalui operasi" "Meskipun dengan operasi tidak menjamin kesembuhan pasien, tetapi jika tidak diangkat akan sangat membahayakan jiwa pasien juga" dokter menjelaskan panjang lebar. Aku cuma bisa mengangguk mengiyakan dengan pasrah. Memang aku sedang dalam pilihan yang sangat sulit. Seperti makan buah simalakama, serba salah aku dibuatnya. Dokter merujuk suamiku ke rumah sakit yang lebih besar dan lebih lengkap peralatan medisnya. Setelah mengurus perlengkapannya akupun membawanya ke rumah sakit yang di tunjuk dokter. Di rumah sakit itu suamiku kembali menjalani berbagai macam tes, tak terkecuali tes ct scan. Lagi lagi vonis dokter tentang penyakit suamiku membuatku tercengang. "Jadi yang ada di otak bapak itu adalah jenis tumor sol gloukoma bu artinya massa jadi tidak hanya satu benjolan yang tumbuh di sana" dokter menerangkan. "Apakah masih bisa sembuh dok?" Tanyaku penuh harap. " Ya kalaupun bapak bisa berhasil dalam operasinya, banyak resiko buruk yang harus diterima" kata dokter. " Kami sebagai tim dokter juga tidak memaksa pasien harus operasi, keputusan tetap ada pada pasien atau keluarga pasien" imbuh dokter. Aku tidak bisa berkata kata, air mataku tak lagi bisa aku tahan, lagi lagi wajah anak anakku menari nari di pelupuk mata." Yaa Allah.. masih bolehkah aku berharap untuk kesembuhan suamiku?" Rintihku dalam hati. " Ibu yang sabar yaa" ujar dokter itu menenangkan aku. Aku benar benar bingung, di satu sisi aku tidak mau mengambil resiko kalau suamiku harus dioperasi. Di sisi lain aku juga tidak bisa melihat suamiku dalam kesakitan melawan tumor yang sudah sekelas dengan kanker ini di kepalanya. " Maafkan aku yaa mas, kalau aku harus mengambil keputusan apapun yang membuatmu tidak lebih baik" ratapku dalam hati, aku masih terpaku didepan pintu ruang pasien di mana suamiku dirawat. Aku harus menyimpan kesedihanku sebelum aku kembali menemui suamiku. Ruang azalea nomor sembilan, disana aku harus menahan dan menyembunyikan banyak rasa. Tak terasa bulan sudah berganti Desember artinya aku sudah sebulan lebih menghuni rumah sakit dan tidak bertemu anak anakku. Empat belas Desember waktu yang dijadwalkan dokter mengoperasi suamiku. Masih harus menunggu dua minggu lagi sampai hari H. Sebenarnya dokter memperbolehkan menunggu jadwal operasinya di rumah, tapi persoalannya suamiku sudah tidak mempan pakai obat oral. Akan merasakan sakit kepala yang teramat sangat jika telat menerima obat yang disuntikan. Selama di rumah sakit memang keadaan baiknya tergantung sama obat. Tak lagi kurasakan dinginya lantai sebagai alas tidurku setiap malam selama aku menjaga suamiku di rumah sakit. Dengan sisa sisa asa, semangat dan harapan, aku hanya bisa terus memohon pada yang kuasa semoga semua bisa kembali seperti semula. Kebahagiaan yang sudah tercipta, senyum tawa yang setiap hari menjadi warna dalam keluarga seolah jadi sirna. Wajah wajah anakku yang selalu hadir dalam lamunan selalu menguatkan. "Sabar ya nak.. kita akan berkumpul lagi seperti hari hari kemarin" rintihku dalam hati saat kupandangi poto mereka dari ponselku. Hanya seperti itu caraku melepas rindu pada anak anakku. Masih dengan asa dan harapan yang sama aku lalui sepinya hari hariku di rumah sakit dengan ketulusan dan keikhlasan untuk suamiku tercinta.
Bab 14 part 4 Asa dan Harapan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 753 -Sarkat Jadi Buku Banyak kendaraan berlalu lalang, pagi itu jalanan sangat padat terlihat dari balik jendela ruangan suamiku dirawat. Entah berapa lama lagi aku akan berada di ruangan ini. "Kak..udah siap siap mau sekolah?" Aku bertanya pada putriku lewat ponsel yang aku genggam." Iya bu sudah, sebentar lagi mau berangkat" jawab putriku dengan suara yang kurang jelas seperti sambil mengunyah, mungkin putriku sedang sarapan pagi itu. " Dedeknya rewel nggak?" Tanyaku kembali. " Enggak, anteng sama eyang putri" jawab putriku sambil mengirimkan gambar photo dedeknya yang sedang main sambil disuapin neneknya. Aku memang tidak pernah berbicara sama putraku, aku khawatir kalau nanti mendengar suaraku malah ingin ketemu denganku. " Ya sudah kakak hati hati berangkat sekolahnya ya nanti, baik baik di rumah jagain dedeknya" pesanku mengakhiri pembicaraanku denganya pagi itu. Ku pandangi photo putraku yang terlihat rambutnya sudah mulai panjang masih mengenakan baju tidur."sehat sehat ya nak.." bisikku dalam hati sambil mengusap usap layar ponselku. Harusnya kalian selalu bermanja manja dalam pelukan orang tuamu, " sabar ya anak anakku.."aku terus bergumam dalam hati." Kalian anak yang hebat, anak yang kuat" aku masih berdialog dengan layar ponselku sambil scrol scrol melihat lihat photo anak anakku. Pipiku terasa hangat, rupanya ada cairan yang mulai mengalir membasahi. Terlalu berat saat harus berpisah dengan anak anak dalam waktu yang cukup lama. Tapi keadaan yang memaksa semua terjadi seperti ini "Selamat pagi, sarapanya ya pak" suara nyaring suster mengantarkan jatah sarapan pagi itu, membuyarkan lamunanku. Aku sedikit terkejut lalu ku seka air mata, kemudian kubalikkan badanku sambil bergegas menghampiri suamiku. "Makan sekarang aja ya" tanyaku sambil meraih sepiring nasi tim yang ada di meja pasien. "Iya" jawab suamiku dengan singkat sambil tetap fokus di layar ponselnya nampak sedang nonton vidio vidio lucu di youtube. Selama di rumah sakit memang cuma itu yang dilakukan suamiku untuk menghibur dirinya. Akupun menyuapinya dengan penuh kesabaran, karena tangannya masih lemas belum bisa digerakkan dan berfungsi seperti semula. Dokter Rizal ahli syaraf , dokter Muchlis sebagai ahli terapi, dan dokter dokter ahli lainnya datang silih berganti untuk memeriksa dan mengetahui perkembangan suamiku setiap pagi. Tak terkecuali dokter Burhan ahli bedah yang menangani suamiku juga datang pagi itu. " Pagi pak..bagaimana keadaanya" tanya dokter burhan menyapa. "Pagi dok" kami menjawab dengan bersamaan." Masih ada sakit kepalanya, atau masih kejang kejang lagi ?" Tanya dokter Burhan. " Enggak dok " jawab suamiku. "Bapak jadwal operasinya besok pagi yaa, Bismillah sudah siap dioperasi yaa" ujar dokter membuatku gemetar. "Siap dok biar cepat sembuh" jawab suamiku yang semangat sembuhnya begitu tinggi. " Baik, nanti malam mulai jam dua puluh satu bapak puasa ya, tidak boleh makan dan minum" saran dokter Burhan pada suamiku. " Nanti sore ada dokter Andre yang akan mencukur rambut bapak" sambung dokter. " Baik dok siap" jawab suamiku. Aku diminta ke ruang dokter, aku harus menandatangani banyak sekali surat pernyataan dari rumah sakit. "Jadi besok bapak akan dioperasi ya bu semoga operasinya berhasil, kami tim dokter akan melakukan yang terbaik untuk pasien" kata dokter. " Iya dok" jawabku sambil membubuhkan tanda tangan ke kolom kolom yang ditunjuk oleh dokter. " Jadi ibu juga sebagai istrinya juga sudah siap dan menerima apapun resiko yang terjadi pada bapak pasca operasi nanti kan ?" Tanya dokter menegaskan. " InsyaAllah saya sudah pasrah menyerahkan semuanya pada yang kuasa dok" jawabku. Bisa dibilang ini adalah keputusan yang bukan jadi pilihanku, tapi memang tidak ada pilihan lain. "Ya Allah...izinkan aku masih bisa berharap untuk kesembuhan suamiku" rintihku dalam hati sambil aku serahkan lembaran lembaran kertas yang sudah selesai aku tanda tangani. "Ibu tetap semangat dan sabar ya" ujar dokter yang melihat mataku sudah mulai berkaca kaca. Ketika aku kembali memasuki ruang rawat, kudapati suamiku yang masih dengan posisi duduk tenang, seperti sejak aku tinggal tadi. Aku membelai rambutnya yang ikal dan hitam. " Sebentar lagi rambut ini akan dipangkas habis" batinku dalam hati. Aku pandangi dalam dalam wajah suamiku dan sekujur tubuhnya yang memang terlihat mulai kurus. Sekuat tenaga aku menahan air mata supaya tidak jatuh, hingga sesak dada ini kurasa. " Mau makan kue" tanyaku supaya mengalihkan perasaan. " Iya boleh, mumpung belum puasa" jawabnya sambil tersenyum manis. Aku pun segera mengambilkan kue basah kesukaanya yang aku beli di kantin rumah sakit pagi tadi. "Semangat ya mas" ucapku sambil aku rangkul pundaknya." Iya dong pastinya, kan biar cepet pulang. Aku juga sudah kangen banget sama anak anak" jawabnya dengan suara agak terbata bata karena menahan haru. Kami berpelukan sangat erat. Terbersit rasa takut, seperti kita akan berpisah dalam waktu yang sangat lama.
Bab 14 part 5 Asa dan Harapan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 685 -Sarkat Jadi Buku Dokter Andre sudah berada di ruangan tempat suamiku dirawat sore itu, hendak menggunduli kepalanya untuk persiapan operasi besok pagi. " Maaf ya pak, mohon ijin saya cukur dulu rambutnya" kata dokter Andre sambil mempersiapkan peralatan cukurnya. " Iya silahkan dok" aku ikut menjawab. Aku terus memperhatikan saat dokter memangkas habis helai demi helai rambut suamiku. Hingga akhirnya kepala suamiku nampak bersih, putih tak sehelai rambutpun menempel di sana. Kepala yang terlihat sehat sempurna tak ada luka atau goresan sedikitpun. Tapi siapa sangka, di dalam tengkorak kepala yang sempurna itu ada banyak sel sel menyiksa tanpa terlihat oleh kasat mata. " Ya Allah...lindungi suamiku, sembuhkan penyakitnya, lancarkan operasinya besok" pintaku dalam doa yang berbisik tak terucap. " Sudah selesai ya pak, semoga besok operasinya lancar" kata dokter Andre setelah selesai mencukur. " Aamiin, terima kasih dok" kami menjawab. Dokterpun lantas pergi berlalu meninggalkan kami. "Coba dek lihat di kaca" pinta suamiku mau bercermin ingin melihat kepala botaknya. Kuberikan cermin kecil padanya, spontan tertawa geli saat melihat bayangan wajahnya yang ada di kaca terlihat aneh dengan kepala plontosnya. Kami tertawa lepas seolah tak ada yang dirasa. Kami juga berphoto photo selfi berdua. Sore berlalu terasa lebih cepat, malampun tiba. Ada beberapa kerabat dan sahabat yang datang menjenguk dan memberi doa malam itu untuk kelancaran operasinya esok pagi. Malam itu terasa begitu hening dan sunyi, sesekali terdengar suara hentakan sepatu para suster jaga yang berlalu malam itu. Mataku tak ingin terpejam malam itu, tidak kurasakan ngantuk sedikitpun. Aku hanya bisa terus berdoa di keheningan malam itu, terus memohon kemurahan sang pencipta untuk memberi kesembuhan pada suamiku. Detak detak suara jarum jam dinding yang ada di ruangan, menghiasi heningnya malam itu. Mataku tertuju pada benda bulat yang tergantung di dinding, "ternyata sudah hampir pagi" gumamku dalam hati. Ku pandangi wajah suamiku yang masih tertidur pulas, " cepet sembuh ya mas, aku rindu anak anak, aku rindu berkumpul bercanda tawa seperti dulu lagi, aku lelah di sini" aku berbisik dalam hati sambil terus kupandangi wajah suamiku. Hampir dua bulan aku di rumah sakit ini demi suamiku. " Selamat pagi.." suara suster mengawali pagi itu." Ini air untuk mandinya ya" kata suster sambil membawa sebaskom air panas untuk suamiku. " Pagi sus, terimakasih" jawabku sambil beranjak mempersiapkan membantu memandikan suamiku. Pagi itu tidak ada sarapan, karena suamiku harus berpuasa. Aku mengemasi barang barang bawaanku, karena setelah operasi nanti suamiku tidak lagi ditempatkan di kamar ini. Perasaanku jadi makin deg degan tidak menentu, sebentar lagi waktunya operasi tiba. " Selamat pagi" dua perawat datang membawa ranjang khusus untuk suamiku. " Kita berangkat sekarang ke ruang operasi ya pak" kata suster itu. " Pagi..baik sus sudah siap" jawabku. Tiba di ruang operasi, suamiku harus berganti pakaian khusus, hawa dingin karena full ac terasa menusuk tulangku. Aku mendekatkan wajahku je wajah suamiku. "Semangat ya mas, kamu pasti bisa" aku berbisik di telinganya. Suamiku cuma mengangguk sambil menggenggam tanganku. " Maafin aku ya dek, aku sudah merepotkanmu" ucap suamiku sambil meneteskan air mata. "Enggak ada yang harus dimaafkan" jawabku sambil memeluknya. "Bapak mau dibawa masuk dulu ya, ibu tunggu di luar" ujar dokter tandanya operasi akan segera dimulai. Aku kecup tangan suamiku seraya berkata " mas baik baik ya" Ia meraih kepakaku lalu mengecup keningku. Dokter membawanya berlalu, nampak suamiku tersenyum dengan berlinang air mata. Aku terpaku melihat suamiku berlalu, hingga akhirnya pintu ditutup dan aku tak bisa melihatnya. Enam jam lamanya aku menunggu dengan perasaan gelisah. Seperti terngiang ngiang di telinga suara dokter saat menjelaskan tentang segala resiko yang harus diterima sesudah operasi. " Ah tidak.. dia akan baik baik aja setelah ini" gumamku dalam hati menenangkan diri sendiri. Senyum anak anaku hadir melambai lambai di balik pintu ruang operasi seperti menyapaku, kukedipkan mataku mereka menghilang ternyata itu hanya bayangan. "Keluarga bapak Rianto" pintu mulai terbuka terdengar suara dokter memanggil. Aku bergegas menghampiri. " Operasinya sudah selesai bu, pasien akan segera dipindahkan ke ruang ICU" kata dokter." Baik dok " jawabku. Ku lihat suamiku berbaring lemah belum sadarkan diri, dengan banyak selang selang kecil yang menempel di tubuhnya. Aku mengikuti dokter yang membawa suamiku ke ruang ICU.
Bab 15 part 1 Di Ujung Harapan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 717 -Sarkat Jadi buku Siang itu, aku menunggu suamiku terbangun dari ketidak sadarannya karena pengaruh obat bius pasca operasi. Mata ini hampir tidak lepas tertuju ke arah pintu ruang ICU, menanti nanti dan berharap ada dokter keluar dan memberiku ijin melihat keadaan suamiku. " Keluarga pak Riyanto" panggil dokter bersamaan dengan pintu ruang ICU terbuka. Aku tergegas menghampirinya dengan langkah setengah berlari. "Ibu boleh melihat keadaan bapak yang sudah mulai sadar" kata dokter sambil mempersilahkan aku masuk. "Terima kasih dok" jawabku. Dari balik kaca ruangan yang steril ini terlihat suamiku terbaring, matanya sudah mulai terbuka nampak selang ventilator masih terpasang di mulutnya. Aku memasuki ruangan itu, aku menghampiri suamiku. " Mas.." panggilku lirih sambil ku usap kepalanya yang terbungkus perban putih pembalut lukanya. Suamiku hanya bisa merespon dengan mengarahkan tatapan matanya ke arahku. Nampak air matanya mengalir " Yang kuat ya mas.." air mataku tak sanggup lagi aku tahan untuk tidak mengalir ke pipi. Aku raba tangannya, kakinya, yang masih terasa dingin seperti es batu dari balik selimut hangat khusus yang menghangatkan tubuhnya. "Bapak sudah mulai sadar bu, namun nafas dan suhu badannya belum stabil" ujar dokter yang bertugas di ruangan itu. "Kalau suhu badannya sudah di atas tiga puluh enam derajat serta lepas dari bantuan ventilator karena nafasnya sudah stabil, bapak segera bisa dipindahkan ke ruang rawat. " Terima kasih dok" jawabku setelah mendengar penjelasan dokter itu. " Bapak kondisinya sangat bagus, cepat sekali sadarnya" imbuh dokter membuat aku sedikit tenang. Waktu menjenguk tidak boleh lama lama, dokterpun mempersilahkan aku segera keluar meninggalkan ruangan itu. Sepanjang malam aku tidak bisa memejamkan mata barang sebentarpun, cuaca yang sangat dingin seperti melengkapi keheningan malam itu. Mendadak aku seperti mendengar tangisan anak kecil yang menyerupai tangisan putraku. "Suara siapa itu" batinku dalam hati, sambil memasang pendengaranku baik baik. Ternyata bukan, mungkin karena aku terus mengingat dan memikirkan anak anakku. Semalam itu aku sama sekali tidak bisa melihat keadaan suamiku, karena memang tidak ada jam ijin besuk di malam itu. " Keluarga bapak Riyanto" suara dokter memanggil, aku sedikit terkejut dengan menahan rasa kantuk pagi itu. " Bapak kondisinya sudah membaik, selang ventilator juga sudah dilepas dari semalam jadi bapak pagi ini bisa dipindahkan ke ruang rawat" ujar dokter. "Baik dok" jawabku. Tidak lama kemudian perawat datang dan membawanya ke ruang rawat. Suamiku sudah mulai bisa di ajak komunikasi meskipun belum seperti semula. Hari pertama pasca operasi suamiku mulai gelisah sulit makan, susah tidur. Aku mulai khawatir sesuatu akan terjadi pada suamiku. Hingga pada suatu malam suamiku kembali kejang kejang, aku sangat panik. " Dokter.. dokter.." panggilku dengan kepanikan yang mendera. Dokter dan seorang perawat berjalan cepat menghampiri suamiku. " Kenapa bu?" " Suami saya kejang lagi dok" jawabku dengan nada ketakutan. "Ibu tenang ya, bapak nggak apa apa ini reaksi dari tindakan operasi kemarin" dokter menenangkan aku. Semakin hari suamiku semakin gelisah dan disertai demam. "Ya Allah.. apakah aku tidak bisa berharap lagi untuk kesembuhan suamiku?" Aku berbisik dalam hati sambil mengompres suamiku. "Anak anakku sedang menunggu ayahnya pulang dalam keadaan sembuh yaa Robb" rintihku, aku tak lagi bisa menyembunyikan setiap air mataku didepannya. Dada ini sudah sangat sesak untuk menyimpan sebuah rasa sedih. Nafsu makannya semakin berkurang, nyeri di lambungnya karena efek obat obat keras yang dikonsumsi selama hampir dua bulan ini juga mulai muncul. Hari ke tujuh pasca operasi dokter mengijinkan suamiku pulang. Sementara aku bingung, keadaan suamiku yang semakin kurang baik justru diijinkan pulang. Tapi aku tidak bisa menolaknya. Setelah mengurus segala sesuatunya akupun membawa suamiku pulang. Siang itu ada rasa haru yang luar biasa saat aku kembali bertemu dengan anak anakku. Ada rasa bahagia karena bisa berkumpul kembali dengan anak anakku, tapi hatiku belum bisa tenang karena suamiku belum pulih seperti sedia kala. Putraku rupanya menyimpan rindu yang amat dalam sampai sampai tidak mau terlepas dari gendonganku. Malam itu suamiku semakin gelisah, demamnya semakin tinggi dan sakit dilambungnya semakin nyeri. Aku panik menghadapinya, aku memutuskan untuk membawanya kembali ke rumah sakit terdekat. Ketika aku hendak pergi putraku menangis histeris. " Ibuu... jangan tinggalin Obi lagi " sambil berusaha memelukku supaya aku tidak pergi. Ku tengok suamiku mengaduh kesakitan aku tidak bisa membiarkannya. Aku pergi meninggalkan putraku yang terlihat menangis dan berontak di gendongan neneknya. "Ya Allah ... tolong aku, tenangkan hati anakku" aku berlalu membawa suamiku bersama linangan air mata.
Bab 15 part 2 Di Ujung Harapan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 629 -Sarkat Jadi Buku Malam ini untuk yang ke tiga kalinya aku membawa suamiku ke rumah sakit dalam keadaan kesakitan. Rasanya aku nggak tega saat melihatnya kesakitan yang teramat menyiksanya. "Sabar ya mas.." aku menenangkanya sambil ku usap usap perutnya, meskipun aku tau yang kulakukan itu tak mengurangi sedikitpun sakit yang dirasakan. Lagi lagi ke ruang Unit Gawat Darurat yang aku tuju saat sudah sampai di rumah sakit. Dokter dan perawat dengan sigap segera memberi tindakan pada suamiku. Tangis putraku seperti masih tergiang ditelinga saat aku tinggalkan tadi. Baru saja semalam aku bersamanya setelah dua bulan berpisah, kini aku terpaksa harus meninggalkannya kembali."ya Allah.. sekali lagi, ijinkan aku menaruh harapan untuk kesembuhan suamiku "rintihku dalam hati. Entah berapa lama lagi aku harus kembali menginap di rumah sakit ini, aku tak menghiraukannya lagi. Yang pasti aku tidak pernah berhenti berharap dan berusaha untuk kesembuhan suamiku. Sepi, sunyi dan dinginya malam di rumah sakit sudah menjadi hal biasa bagiku. Dingin dan kerasnya lantai sebagai alas tidurku untuk sejenak beristirahat juga sudah berdamai dengan tubuhku. Aku dipaksa tegar oleh keadaan, aku dipaksa kuat oleh kenyataan. Aku masih yakin Tuhan akan memberi harapan dari setiap doa yang aku panjatkan. Semakin hari kondisi tubuh suamiku semakin menurun. Di hari ke empat di rumah sakit suamiku tak lagi mampu menelan makanan, sulit berkomunikasi dan cairan infuspun tak lagi bisa mengalir dalam tubuhnya. Dokter menyarankan untuk dipasang Selang nasogastrik atau Nasogastric Tube (NGT), atau biasa dikenal dengan istilah sonde adalah selang khusus yang dimasukkan melalui hidung melewati tenggorokan lalu kerongkongan dan menuju ke dalam perut (lambung), supaya pasien tetap bisa mengkonsumsi nutrisi yang dibutuhkan. Aku semakin gelisah, pikiran pikiran buruk mulai menghinggapi, aku hampir putus asa, merasa sia sia perjuanganku selama ini." Astaghfirullah..." sebutku dalam hati sambil menghela nafas panjang berharap bisa mengurangi sesaknya dadaku yang semakin menjadi. "Maaf bu kami sudah tidak bisa melakukan tindakan apapun, karena tumornya sudah menyebar ke mana mana" ujar dokter sambil menjelaskan hasil scan ulang di tangannya. " Alangkah baiknya pasien dirawat di rumah supaya bisa dekat dengan anak anak dan keluarganya" ungkap dokter membuatku shock. Aku beranggapan dokter sudah angkat tangan, dokter sudah tidak sanggup lagi menangani suamiku. " Jadi suami saya tidak bisa disembuhkan dok?"tanyaku memelas. " Kami para dokter punya keterbatasan ilmu bu, tapi masih ada Tuhan yang maha memberi keajaiban" tutur dokter membesarkan hatiku. " Banyak banyak berdoa pada yang kuasa, apapun makanan yang diinginkan bapak turuti saja, tidak perlu ada pantangan" pesan dokter. Aku hanya bisa terdiam tanpa kata, harapan demi harapan yang aku ukir selama ini tidak akan pernah nyata. Seperti istana pasir yang tersapu ombak, hilang tak bersisa. Di ujung harapanku aku harus memupus angan angan akan kesembuhan suamiku. Pasrah, berserah pada yang kuasa. Setelah mengurus berbagai hal di bagian administrasi aku berkemas kemas untuk membawa suamiku pulang. Aku harus menyewa ambulan untuk mengantar suamiku, karena keadaan suamiku yang sudah sangat memprihatinkan. " Kita pulang ya mas" bisikku sambil aku belai wajahnya yang terbaring di dalam ambulan." Yaa" jawabnya lirih tanpa daya. "Kakak?" dia menanyakan putrinya, mungkin dia sangat rindu dengan anak anaknya. " Iya, nanti kita akan sama sama lagi dengan anak anak di rumah" jawabku, " mas sembuh yaa" ucapku sambil ku cium keningnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah suamiku menggenggam erat tanganku seolah takut ditinggalkan olehku. Ada beberapa saudara yang sudah menunggu kepulangan suamiku di rumah, begitu juga dengan anak anaku. Setelah ambulan sampai di depan rumah, haru menyambutku banyak tangis pecah di sana. Anak anakku memeluk erat dengan tangisnya yang histeris seperti sedang menyadari suatu yang buruk telah terjadi pada ayahnya. Aku juga tak lagi bisa nenahan tangisku." Ibu.. kenapa ayah belum sembuh" teriak putraku seolah tidak terima melihat keadaan ayahnya. " Sabar ya nak.. ayah baik baik saja, ayah nanti akan sembuh" jawabku menghiburnya.
Bab 16 Di Ujung Kepasrahan
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 914 -Sarkat Jadi Buku Awal tahun ini aku tak lagi banyak berharap, aku pasrah apapun yang akan terjadi aku hadapi saja. Aku menjalani hari hariku dengan merawat suamiku yang penuh kesabaran dan telaten. Meskipun aku tidak bekerja, tidak berpenghasilan khusus selama suamiku sakit, tapi hatiku agak tenang karena aku bersama anak anakku. Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari ada saja rejeki yang datang dari arah yang tidak aku duga. Sudah tiga bulan putraku tidak masuk sekolah, karena keadaan suamiku yang tidak memungkinkan untuk ditinggal dalam waktu yang lama. " Kapan bu Obi masuk sekolah lagi, Obi kangen sama temen temen" tanya putraku pagi itu. " Nanti ya kalau ayah sudah sembuh"jawabku menghiburnya. "Ayah.. cepet sembuh ya Obi mau sekolah, mau main sama teman teman" ujar putraku sambil memijat mijat kaki ayahnya yang sedang berbaring lemah tak berdaya."ya.." suara lirih terdengar dari bibir suamiku, tanganya berusaha meraih kepala putranya lalu mengusapnya. Putrakupun merebahkan kepala di dada ayahnya seraya berkata " sudah lama ya yah kita nggak main main". Pemandangan yang sangat mengharukan. Putriku masuk dengan pakaian seragamnya yang sudah rapi, "sudah siap kak?" tanyaku sambil menengok ke jendela melihat adik iparku yang akan mengantar putriku sekolah belum juga tiba. " Sudah, om Sukri belum datang?" jawab putriku sambil duduk di sisi ayahnya." Iya tunggu dulu sebentar lagi pasti datang" jawabku. Suara klakson motor terdengar dari depan rumahku, " mungkin itu om datang" kataku. " Ayah, kakak pergi sekolah dulu ya" pamit putriku pada ayahnya sambil mencium tangan dan memeluknya. Hanya kata "ya" yang bisa terucap dari bibir suamiku untuk menjawabnya. Putriku berlalu pergi setelah mencium tanganku dan berpamitan. Perasaan haru tapi menguatkan ketika aku bisa kembali bersama anak anakku. Mereka adalah semangat dan kekuatan bagiku. Karena merekalah aku bisa tegar menghadapi semua ini. Bagaimanapun keadaanku aku tetap selalu bersyukur melihat anak anakku sehat dan tercukupi segala kebutuhannya. Hanya memberi makan, memandikan dan membersihkan luka bekas operasinya yang bisa aku lakukan untuk suamiku setiap hari. "Ya Allah.. apa yang harus aku lakukan" gumamku dalam hati saat melihat raga suamiku yang makin kurus. Hari demi hari berlalu, suamiku tidak menunjukkan ada perkembangan yang lebih baik. " Mau sampai kapan seperti ini?" Aku bertanya tanya sendiri dalam hati. " Kehidupan harus tetap berlanjut, biaya hidup juga terus berjalan, anak anak harus tetap sekolah" aku berpikir sendiri dalam lamunanku. Tabungan terus berkurang untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan biaya perawatan untuk suamiku, sementara tidak ada pemasukan karena aku tidak bekerja. " Ya Robb... tolong aku" rintihku dalam hati. Aku tidak mungkin meninggalkan suamiku berjualan dalam keadaan seperti ini. Sebulan, dua bulan sudah berlalu, tidak terasa aku merawat suamiku di rumah sudah dua bulan lamanya. Aku juga menyewa jasa perawat untuk mengganti selang NGT dan mencuci kepalanya setiap seminggu sekali datang ke rumah. "Sepertinya aku tidak bisa seperti ini terus menerus, aku harus bergerak" batinku sedang mencari cari solusi." Mungkin aku harus berjualan lagi mumpung masih ada sedikit uang simpanan untuk modal lagi"aku berbicara sendiri dalam anganku." Toh ada ibu dan ibu mertua yang bisa menjaga suamiku selama aku pergi berjualan" aku masih berdialog dengan angan anganku. Malam itu aku berunding dengan kedua ibuku yang selama suamiku sakit memang mereka ada di rumah tinggal bersamaku, bahwa aku harus berjualan kembali untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Merekapun mendukungku. Keesokan harinya aku mulai siap siap berjualan lagi di kantin. Setelah memandikan dan menganti perban suamiku, aku memberinya makan. Aku mencontohkan pada ibuku cara memberi makan lewat selang NGT, supaya nanti ibuku paham ketika aku belum pulang berjualan. Akupun segera pergi setelah berpamitan pada suamiku dengan membawa serta putraku. Hari pertama aku berjualan aku tidak tenang, pikiranku selalu tertuju pada suamiku yang sedang terbaring sakit di rumah. Sebelum sore aku memutuskan untuk segera pulang tak sabar ingin segera melihat keadaan suamiku yang seharian ini aku tinggalkan. "Assalamu alaikum" sapaku setelah sampai di depan rumah. " Wa alaikum salam" Aku disambut oleh ibuku juga ibu mertuaku. Mereka bercerita selama aku nggak ada di rumah, aku menyimaknya dengan hormat dan berterima kasih sudah menjaga suamiku. Akupun langsung menuju ke kamar tempat di mana suamiku berbaring. "Mas.. aku pulang" sapaku sambil kukecup tangan dan pipinya. Suamiku menatapku nampak matanya berkaca kaca, tanganya menggenggam erat tanganku seolah aku tidak boleh pergi meninggalkanya. Aku memeluknya " kenapa sedih?" Tanyaku. Tak ada jawaban dari bibir suamiku tapi tatapannya seolah banyak yang ingin disampaikan. Aku hendak mengganti perban dikepalanya, aku terkejut ketika melihat ada bercak darah pada perban . Aku segera membuka perbanya dan ternyata ada darah mengalir dari luka bekas operasinya. "Astaghfirullahal adzim" aku segera menghubungi perawat untuk datang ke rumah. " Ibu, sepertinya sel kankernya aktif jadi bapak mengalami pendarahan" kata perawat menjelaskan. " Seharian tadi saya tinggal kerja sus, pas pulang begini kejadiannya" ceritaku pada perawat. " Mungkin bapak stres bu jadi bereaksi pada kondisi bapak, kalau bisa ibu jangan dulu ditinggal tinggal" perawat itu menyarankan. Aku memutuskan untuk tidak berjualan lagi, " biarlah begini saja dulu, pasti ada jalannya" batinku pasrah. " Mas.. tenang ya, aku nggak akan kemana mana" aku menghibur suamiku. " Aku akan menemanimu, akan menjagamu"bisikku. Setiap saat aku disampingnya suamiku selalu menggenggam erat tanganku, kadang sesekali memanggil nama nama anaknya. "Ya Alloh.. aku berserah kepadaMU, hanya ENGKAU yang tau apa yang terbaik untukku dan anak anakku" malam itu aku larut dalam doaku. Air mata yang selalu menemaniku dalam keheningan malam di sisi suamiku yang terbaring lemah tak berdaya. "Ampuni kesalahan suamiku yaa Robb, beliau suami yang baik, ayah yang bertanggung jawab, dia begitu menyayangi keluarganya" rintihku dalam doa di ujung kepasrahanku.
Bab 17 Duka di Bulan Maret
- Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 879 -Sarkat Jadi Buku "Aduh .. sakit bu" putraku merintih kesakitan sambil memegangi perutnya. " Besok pagi periksa ke dokter ya" aku menenangkanya sambil mengoleskan minyak angin. " kata ibu juga jangan jajan sembarangan " ujarku menasehatinya. Dari pagi tadi putraku memang sudah agak demam. Sampai malam tiba demamnya belum juga reda malah ditambah sakit perut. Esok paginya aku membawa putraku ke dokter dekat rumah. "Ada radang pada usus yang menimbulkan sakit pada perutnya" jelas dokter setelah memeriksa putraku. "Penyebabnya apa ya dok?" tanyaku. " Mungkin makanan atau minuman yang kurang bersih yang dikonsumsi" dokter kembali menjelaskan. Memang selama ayahnya sakit aku tidak fokus mengurus putraku, aku cenderung membiarkan dia jajan dan memakan apapun yang ia suka supaya tidak rewel. Setelah diberi resep obat akupun pulang. " Nanti kalau sudah sampai rumah obatnya diminum yaa" aku berkata pada putraku. " Iya bu" jawabnya singkat. " Tidak boleh lagi jajan sembarangan" pesanku. Malam itu putraku agak rewel, tidak mau ditinggalkan walaupun sebentar saja, sementara aku juga harus merawat ayahnya. Saat saat seperti ini aku jadi bingung. Hari ini sudah memasuki bulan Maret. Sudah menginjak bulan ke tiga suamiku dirawat di rumah. Pagi itu putraku bener bener tidak mau terlepas dari gendongan. Demamnya sudah mulai turun tapi masih susah makan. Aku manyeka badan dan memberi makan suamiku sambil menggendong putraku. Setelah meninum obat putraku akhirnya tertidur, pundakku menjadi terasa ringan setelah putraku aku tidurkan. " Mas.. nggak tidur?" Tanyaku setelah aku menghampiri dan duduk di samping tempat tidurnya. " Engga.."jawabnya lirih hampir tidak terdengar oleh telingaku. Tanganya menggenggam erat tanganku lalu menempelkan ke dadaku seraya berbisik lirih " sabar".dia seperti memahami perasaanku. "Iya mas aku sabar" jawabku sambil mengecup tanganya. Sejenak aku jadi teringat perhatian dan perjuangannya untuk selalu membahagiakan anak dan istrinya di saat saat masih sehat dulu. "Kapan mas keadaan akan membaik?"aku bertanya dalam hati, sambil kupandangi wajahnya yang sudah sangat berbeda dengan wajah ketika sehat dulu. Selang sonde yang masih manempel di hidungnya, tulang pelipis yang semakin nampak jelas menonjol. Tangannya menggapai pipiku, mengusap air mataku yang tanpa kusadari sudah mengalir membasahi pipi. Lagi lagi hanya kata sabar yang keluar dari bibirnya dengan pelan dan lemah. Dia menatapku dalam dalam, seperti ada yang ingin disampaikan, tapi aku tidak mengerti. Tiba tiba aku tidak tega melihat keadaanya yang sangat lemah dan makin kurus. " Ya Allah beri yang terbaik untuk suamiku" pintaku lirih dalam doa. "Mas, jangan khawatir aku akan menjaga dan mengurus anak anak kita dengan baik" aku berbisik ke telinganya dengan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Tangan kirinya dilingkarkan ke leherku, dia memelukku. Entahlah perasaanku kali ini sedih sekali. " Mas makan ya" ujarku sore itu. "Engga" jawabnya lirih sambil menggelengkan kepala. Dari siang tadi suamiku sudah tidak mau makan. Tubuhnya terasa agak demam saat ku raba. " Mas sakit kepalanya?" Tanyaku sambil kuusap usap keningnya. " He em" jawabnya seperti sambil menahan rasa sakit. Makin malam demamnya makin tinggi." Ya Allah , kenapa ini?" Aku bertanya pada diri sendiri dengan dihinggapi rasa panik. Malam itu aku tidak bisa tidur, aku tidak mau tertidur meninggalkan suamiku dalam keadaan yang makin memburuk. Pagi itu, udara segar persawahan tak lagi menyejukkanku, kicauan burung burung juga tidak memberi suasana indah padaku. Pagi itu rasanya mencekam penuh kepanikan. Seperti biasa setiap pagi aku menyeka tubuh suamiku, mengganti perban dan yang lainnya. Lagi lagi suamiku menolak diberi makan, sudah dua hari suamiku tidak mau makan. " "Jangan, jangan ditarik nanti lepas" larangku saat melihat tangannya menarik narik selang NGTnya hendak di lepas. " Lepas" katanya lirih meminta." Kalau dilepas nanti mas nggak bisa makan" jawabku menenangkan. "Engga" suamiku menggelengkan kepala seperti memohon. Akupun menuruti untuk tidak memberi makan. Hari ini kakinya terasa dingin seperti es batu setelah kemarin sempat demam tinggi. Aku semakin panik dan tidak mau meninggalkannya meskipun sebentar kecuali ke toilet dan shalat. Hari ini terasa makin mencekam, malam tiba makin sunyi kurasa. Malam itu suamiku tidak mau tidur, tatapannya kosong, dari kaki semakin menjalar ke atas sampai perut suhunya sangat dingin seperti es. Anak anakku sudah tertidur, juga kedua ibuku. Hening malam itu sesekali terdengar samar samar lolongan anjing menambah suasana malam makin mencekam. Malam itu terasa sangat panjang. Aku terus mendawamkan dzikir tasbih dan tahmit sepanjang malam itu, berdoa memohonkan ampunan untuk suamiku. Hanya air mata yang menemaniku malam itu. Terus kupandangi wajahnya yang menatap kosong ke langit langit rumah. Aku tak tega melihatnya betapa menderitanya dia melawan tumor ganas yang bersarang di kepalanya. " Mas.. maafin aku yaa yang belum bisa jadi istri yang baik, maafin aku tidak bisa mengurusmu dengan baik, maafin aku mas.. aku banyak salah, aku janji akan menjaga anak anak kita dengan baik" tangisku pecah di keheningan sepertiga malam itu. Tak ada jawaban apapun yang aku dengar, suamiku tak lagi meresponku nafasnya berhembus mulai lambat. Aku tak bisa lagi menahan tangisku ibuku terbangun lalu menghampiriku " Astaghfirullah, Riyanto.." teriak ibuku saat melihat keadaan di kamar itu. " Jangan nangis nak" kata ibu sambil memelukku. " Antar suamimu dengan hati yang ikhlas". Anak anakku dibangunkan oleh ibuku. Kami meminta maaf pada suamiku begitu juga anak anakku. Kami juga terus mendawamkan dua kalimat syahadat. Hingga akhirnya aku menyadari suamiku benar benar berhenti bernafas. "Ayaaahh..." Jerit anak anakku. "mass..." Aku tak percaya dia telah pergi bersamaan dengan adzan shubuh yang berkumandang pagi itu di bulan Maret
Bab 18 Selamat Jalan Cinta
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 749 -Sarkat Jadi Buku Antusias para tetangga membantu proses pemberangkatan jenazah suamiku yang akan dimakamkan ke kampung halaman kami di Yogyakarta, dari memandikan, mengkafani dan lain sebagainya. "Yang sabar ya.." kata kata yang terucap dari mereka yang datang melayat. Sanak saudara, sahabat dan rekan rekan kerja almarhum suamiku datang memberi ucapan berbela sungkawa membuat hati ini semakin terasa diiris iris. Masih belum percaya secepat ini dia pergi meninggalkan kami. " Padahal aku sabar menunggu kamu sembuh mas, aku pasti akan merawatmu. Kenapa kau tinggalkan aku?" Aku berbisik dalam hati sambil kupandang ia terbujur kaku dalam pembaringannya. "Anak anakmu menahan rindu, menunggu kau pulang saat kau dirawat berbulan bulan di rumah sakit. Kenapa kau meninggalkannya?" Berontakku dalam hati. Air mataku tak bisa lagi aku bendung hari itu, terus mengalir tanpa henti. Kepeluk kedua anakku di depan pembaringan ayahnya yang sudah membisu tak lagi bisa menyapa, tak lagi bisa membelai lembut putra putrinya. " Kalian yang kuat ya nak.." bisikku lirih dalam pelukan anak anakku. " Bu, jenazah mau dimandikan sekarang" kata pak ustad mendadak menghentikan tangisku. " Ibu yang sabar ya, beliau sudah tenang, sudah tidak merasakan sakit lagi" pak ustad menenangkanku. " Silahkan dihapus air matanya, mari ikut memandikan jenazah almarhum. Ikhlaskan, bukankah dari keikhlasan istrinya bisa mengantarkanya kepada syurgaNYA Allah". Kata pak ustad memberi pencerahan. " Aamiin" aku segera menghapus air mataku lalu beranjak dari tempat dudukku. Suamiku digotong menuju tempat memandikan jenazah yang sudah disiapkan oleh para tetangga. Satu gayung air jernih diguyurkan ke kepala dan sekujur tubuhnya. "Kamu diam saja mas, mana canda tawamu dulu?"ku usap kepala dan wajahnya dengan air sabun, lalu tangannya" ya Allah.. tangan ini yang selalu memberi belaian untukku dan anak anakku dengan penuh kasih sayang, belai juga dia dengan kasihMU di Syurga yaa Robb" kemudian dadanya juga aku usap dengan air sabun " dada ini ya Robb.. yang selalu memberi rasa nyaman saat aku bersandar, memberi kedamaian dalam keluh kesahku, maka berilah ia tempat yang paling nyaman dalam SyurgaMU". Aku terus membersihkan seluruh tubuhnya sampai ke ujung kaki " dan kaki ini ya Robb.. yang selalu melangkah mencari rejekiMU yang halal untuk menafkahi aku dan anak anaknya" bahagiakanlah ia yaa Robb bersama bidadari bidadari SyurgaMU". Segayung demi segayung air jernih membasuh tubuhnya yang sudah pucat dan membisu. Inilah hari terakhirku menyentuh tubuhnya, tubuh yang selalu bekerja keras tak kenal lelah demi mencukupi kebutuhan dan membahagiakanku , kini diam terbujur kaku. " Ya Allah.. bahagiakan dan muliakan ruhnya di sisiMU". Setelah selesai dikafani, jenazah suamiku dibawa ke masjid untuk dishalatkan sebelum diberangkatkan ke yogya dengan ambulan untuk dimakamkan. Sepanjang perjalanan sirine ambulan terus berbunyi, sehingga kendaraan yang ada di depan kami segera menepi memberi jalan. Aku duduk di depan di samping kemudi dengan kesedihan yang masih mendalam. Sesekali aku menengok kebelakang melihat jenazah suamiku di dalam keranda. "Kali ini kita mudik bareng tanpa suara mas, kamu diam saja". " Ini terakhir kali kita mudik bareng, tapi tidak dengan suasana suka cita, kau benar benar akan mudik untuk selama lamanya mas" aku segera mengalihkan pandanganku kembali ke depan, melihat aspal jalanan yang masih membentang panjang entah masih berapa puluh killo meter lagi akan sampai ke tempat tujuan. Setelah sepuluh jam menempuh perjalanan, malam itu ambulan akhirnya tiba di kampung halamanku. Di depan rumahku, para tetangga dan sanak keluarga sudah terlihat berkumpul menunggu kedatanganku. Jenazah dikeluarkan dari ambulan dengan disambut isak tangis para sanak keluarga. " Kenapa kamu pulang dalam keadaan seperti ini?"terdengar ucapan itu disertai isak tangis yang pilu. Dadaku terasa sesak, kakiku terasa lemas, pandaganku tiba tiba gelap saat aku mau keluar dari ambulan, aku hanya melihat kakak laki lakiku menghampiriku. Tangis histerisku pecah saat aku dipeluknya. "Sabar ya, ini semua sudah menjadi garis yang ditakdirkan oleh yang maha kuasa" hibur kakakku. Tangisku semakin menjadi. " Menangislah, biar tidak terasa sesak" kakakku menenangkan aku. Malam itu juga, jenazah suamiku dimakamkan. Aku dan anak anakku mengantarkan ke pemakaman tempat peristirahatan terakhirnya. "Aku tidak akan lagi melihat canda tawamu mas, tenanglah di pembaringan terindahmu" bisikku di depan gundukan tanah yang masih basah sambil menaburkan bunga mawar. " Ayah...sekarang ayah tidur di sini, nggak akan lagi ngajak main sama Obi" celetuk putraku membuat orang orang yang ada di tempat itu terharu. "Mas, tenanglah.. rasa sakitmu sudah hilang, tugas tugasmu sudah selesai, aku yang akan melanjutkan perjuanganmu membesarkan anak anak kita" ku pandangi gundukan tanah itu seperti enggan meninggalkannya. "Selamat jalan suamiku.. selamat jalan teman hidupku.. selamat jalan ayah dari anak anakku.. selamat jalan cinta... aku pasti selalu merindukanmu". Aku berlalu meninggalkan nisan suamiku dengan menuntun anak anakku untuk kembali pulang.
Bab 19 Kembali Bangkit
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 764 -Sarkat Jadi Buku Kehidupan harus tetap berjalan, apapun keadaannya roda kehidupan terus berputar tidak peduli kita siap atau tidak siap. Aku harus segera kembali ke Bandung tempat perantauanku sesudah beberapa hari almarhum suamiku dimakamkan, karena putriku yang harus kembali sekolah dan saat itu sedang melaksanakan UTS (Ujian Tengah Semester). Putraku juga harus segera kembali masuk sekolah setelah beberapa bulan vakum tidak masuk sekolah. " Mas, tenang di sini yaa..mungkin aku tidak akan sesering ini menengokmu tapi aku pasti setiap saat akan mendoakanmu" sore itu kutaburkan bunga di atas nisan suamiku. " Aku harus kembali berjuang untuk anak anak kita, aku pasti bisa" tetes air mataku mulai membasahi pipi. " Ayah.. mulai sekarang Obi mau jadi anak baik, ngga akan nakal , nggak akan rewel, mau jagain ibu" putraku memeluk nisan ayahnya, makin membuatku haru melihatnya. Dengan langkah gontai sebenarnya masih terasa berat aku meninggalkan makam tapi aku harus berkemas kemas karena petang nanti aku akan berangkat lagi pulang ke Bandung. "Hati hati ya nak, yang sabar ngurus anak anak jaga kesehatan" pesan ibuku sebelum aku memasuki travel yang akan mengantarku berangkat ke Bandung. Tak ada kata kata yang bisa aku ucapkan, hanya air mata yang berlinang aku dalam pelukan ibu dan bapakku. "Doain aku ya pak, bu.." ucapku di sela sela isak tangis. Aku dan anak anakpun pergi berlalu meninggalkan orang tua dan kampung halamanku. Aku akan kembali menjalani hidup di perantauan tapi saat ini tanpa suamiku. " Ya Allah.. sungguh indah skenariomu, terima kasih untuk semuanya ya Robb" aku hanya bisa bersyukur atas semuanya yang terjadi padaku. " Aku tahu, KAU hanya akan memberi yang terbaik dan semua yang terjadi ini pasti swmua baik untukku" bisikku dalam hati saat mobil mulai meninggalkan rumahku. Pagi yang masih gelap, udara dingin di kota kembang mulai menyapu tubuhku saat kubuka jendela mobil yang aku tumpangi. Lalu lintas jalanan masih terlihat lengah dan lancar. " Bentar lagi nyampe nak, ayo bangun" aku membangunkan anak anaku yang semalam selama perjalanan tertidur pulas. Mobil berhenti tepat di depan rumahku. " Sudah sampai, ayo turun" aku mengajak anak anakku turun dari mobil. "Jangan sampai ada yang ketinggalan kak barang barangnya" aku berkata pada putriku. " Mainan Obi juga" timpal putraku. Aku buka pagar rumahku yang masih terkunci, nampak lampu terasku yang masih menyala, terlihat sunyi tanpa penghuni. Kakiku tiba tiba berat untuk dilangkahkan masuk ke dalam rumah, rasanya belum siap melihat lagi isi rumahku yang pasti menjadi hampa. " Ayo bu cepet buka pintunya" kata putraku sambil menarik tanganku yang masih berdiri diam termangu. " Iya sebentar" jawabku sambil mencari cari kunci rumah dari dalam tasku. Sepi, sunyi saat kami memasuki rumah, bayang bayang suamiku seperti masih ada di setiap sudut ruangan rumahku. " Ngga ada lagi ayah" ujar putraku sambil terduduk membenamkan kepala ke antara dua lututnya. Sedih aku melihatnya. Aku membuka pintu kamarku, di tempat tidur nampak seperti suamiku sedang tersenyum menyambutku. "Mas...aku sudah kembali" bisikku menghampiri, tanganku hendak menyentuhnya tapi hilang, dia nggak ada. " Mas.. beberapa hari lalu kau masih di sini" aku hanya bisa membelai bantal bersama isak tangisku. " Sekarang semoga kau sudah bersama kebahagiaanmu yang abadi, aku akan tetap mencintaimu" aku tak bisa menghentikan tangisku. "Ayaah...." Kedua anakku menangis sambil memelukku. "Anak ibu adalah anak anak yang baik, sabar ya.. anak ibu harus kuat" aku membelai kepala kedua anakku secara bersamaan dalam pelukanku." Ayah sudah tenang, ayah sudah bahagia kita harus ikhlas ayah pergi" tuturku dengan linangan air mata yang tak terbendung lagi. Kami memandangi tempat tidur yang kosong hanya ada sebuah bantal dan guling yang membisu. Malam yang panjang berakhir pagi, aku butuh waktu entah berapa lama untuk terbiasa tanpa suamiku. Suasana duka masih sangat aku rasakan. Setiap sudut ruangan di rumah ini meninggalkan berjuta kenangan saat bersamanya. Masih banyak yang harus aku perjuangkan, aku tidak boleh larut dalam kesedihan. Kini maaa dwpan anak anakku adalah tanggung jawabku seorang diri. Aku harus segera bangkit, kembali bergerak, kembali beraktifitas, kembali berkarya yang menghasilkan. Ada dua bocah yang harus aku tanggung biaya hidup dan sekolahnya. Pagi itu putriku siap siap mau pergi ke sekolah. Aku juga sudah siap mengantarnya pergi. Hari itu rencanaku mau beres beres kantin dan akan segera berjualan lagi, supaya putraku juga bisa segera masuk sekolah lagi. Meskipun hatiku masih dalam suasana duka, aku tidak boleh terlihat sedih di mata anak anakku. Aku harus terlihat kuat dan semangat di mata mereka. Aku harus selalu ada untuk anak anakku. Demi masa depan anak anakku, aku harus bekerja keras tak kenal lelah apalagi menyerah. Harus kembali bangkit meneruskan perjuangan suamiku. Aku harus siap menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak anakku.
Bab 20 Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 -Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 509 - Sarkat Jadi Buku Demi untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sepeninggal suamiku aku harus kreatif, harus lincah bisa melakukan apapun yang bisa menghasilkan dan juga sekaligus aku harus bisa mengurus anak anakku seorang diri. Masa depan anak anakku masih sangat panjang, aku harus semangat untuk memperjuangkannya. Rasanya baru bisa tidur nyenyak sebentar, tapi suara alarm ponsel sudah berdering, tandanya harus segera terbangun dari tidur dan memulai aktivitas. Hari ini ada banyak pesanan kue yang harus aku selesaikan dan diantar tepat waktu. Tangan ini rasanya sudah seperti robot yang diprogam, dengan gesitnya menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat. Adzan shubuh sudah terdengar berkumandang. Aku segera menghampiri putra putriku yang masih tertidur pulas di ranjang susun mereka. "Kakak.. dedek... Bangun !" teriakku memanggil mereka . "Dedek .. bangun yuk sholat shubuh .. " sambil ku usap usap pipi si kecil. "Kakak.. ayo bangun, nanti kesiangan sekolahnya .." "Eemmhh..."Dedek terbangun sambil menggeliat, sesekali mengusap usap matanya yang masih menahan kantuk. Merekapun terbangun dan segera beranjak dari tempat tidurnya. " Dedek .. ayo cepat pakai seragamnya, sarapanmya sudah siap nih .. kakak juga sudah beres ?" Tanyaku sambil menyiapkan sarapan berupa nasi putih hangat dan telur ceplok kesukaan mereka. Merekapun menyantap sarapan paginya, sementara aku masih sibuk menyiapkan bekal mereka untuk dibawa kesekolah. Aku susun bok bok kue yang harus aku antar pagi itu di bagian depan motor matic putihku yang selalu setia menemani aktivitasku sehari hari. "Kakak.. dedek .. sudah siap semua ..?" Tanyaku agak sedikit berteriak dan sambil memanaskan motor. "Kakak nanti ada praktek, pulangnya sore.. "ijin putriku saat sudah sampai di depan gerbang SMK Farmasi tempat ia menuntut ilmu, iapun pamit sambil mencium tangan ibunya lantas aku kecup keningnya. "jangan lupa sholat, dimakan ya bekalnya ! " Pesanku, ia pun berlalu. Aku melanjutkan perjalanan mengantar si kecil yg jaraknya memang tidak terlalu jauh daei sekolah putriku "Selamat pagi..." Ujar satpam menyambut putra kecilku di depan gerbang sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah)Terpadu, di sinilah tempat putraku menimba ilmu . Tak lupa kukecup keningnya sebelum ia berlalu. "sholeh ya nak, bekalnya nanti dimakan yaa !" pesanku. Akupun meninggalkanya saat ia tak lagi terlihat oleh pandanganku. "Trimakasih ya bu, untuk setiap pesananya semoga jualannya laris " doaku untuk ibu yang selalu memesan kue kue buatanku untuk dijual lagi . "Aamiin" Sahutnya sambil menyerahkan beberapa lembar uang untuk bayar kue kue yang aku kirim kemarin. "Ibu juga semoga dilancarkan rejekinya sehat slalu bersama anak anaknya yaa " ibu itu balas mendoakanku. "Aamiin " Jawabku . Aku parkirkan kuda besiku di pelataran parkir sebuah pasar tradisional. Setelah selesai urusan anak anak, aku harus belanja untuk keperluan keperluan daganganku dan pesanan di hari berikutnya. Tak kenal lelah, semua pekerjaan harus aku selesaikan sendiri. Senyum anak anakku adalah penawar dari segala peluhku. Keceriaan anak anakku adalah energi yang terus memompa semangatku, semangat kembali menjalani hidup meskipun tanpa suamiku, semangat menjadi tulang punggung untuk keluarga kecilku. Keringat bahkan air mata akan terasa indah dan nikmat ketika menetes, di saat kita ikhlas menjalaninya. Selalu semangat, selalu optimis untuk tulang rusuk yang menjelma menjadi tulang punggung.
Bab 21 kesempurnaan Dari yang Maha Sempurna
-Sarapan Kata KMO Club Batch 40 - Kelompok 26 Juro -Jumlah Kata 558 - Sarkat Jadi Buku Kehidupan memang kadang tidak semulus dengan yang kita rencanakan. Ada saja kejadian kejadian di luar dugaan dari rencana kita. Kadang kita harus dihadapkan dengan lelahnya sebuah penantian, tak jarang juga kita dihadapkan dengan yang namanya kehilangan. Semua itu tidak terlepas dari bagian bagian skenario Allah yang sudah menjadi ketetapanNYA. Begitupun dengan kehidupanku, fase demi fase kehidupan yang aku lewati tidak pernah semulus dengan yang aku rencanakan. Tapi harus diyakini bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik buat kita, sekalipun itu adalah tentang kekecewaan. Seperti menelan pil pahit, setelah kepergian suamiku aku dipaksa hidup serba mandiri bersama anak anakku. Menghadapi berbagai tantangan hidup seorang diri, mencari nafkah dan mengurus anakpun aku sendiri. Selayaknya orang yang sudah menikah, pasangan adalah tempat berkeluh kesah, tempat berbagi dan tempat mengadu. Tapi sebagai orang tua tunggal, aku harus kuat, harus mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang datang. Cukuplah Allah yang maha mendengar yang menjadi tempat mengadu dan tempat bersandar. "Bu.. kakak bulan depan ada kunjungan industri ke sebuah pabrik obat di Bandung, ada biaya yang harus dibayarkan mungkin besok surat undangan orang tua untuk rapat bahas hal ini dibagikan " putriku membuka percakapan pagi itu saat sambil menyantap sarapanya sebelum berangkat sekolah. " Iya, insyaAlloh Alloh sudah sediakan, kakak tenang aja belajar yang sungguh sungguh, ibu ada simpenan kok" jawabku menenangkan. Aku ngga mau putriku jadi ikut memikirkan kebutuhannya. " Kalo Obi juga sudah bayar bu uang sekolahnya ? " Timpal si kecil putraku tak mau kalah. " Sudah...Obi bayarannya sudah lunas" jawabku sambil mencubit kecil hidungnya karena gemas. "Ayo sarapanya segera dihabiskan biar tidak terlambat sekolahnya " ujarku. Pagi yang selalu hangat karena kebersamaanku dengan anak anak, adalah kesempurnaan yang aku miliki. Kebahagiaan yang tiada tara yang aku rasakan adalah senyum dan keceriaan anak anakku. Siang itu cuaca terasa amat terik, uap panas aspal jalanan sudah menjadi temanku sehari hari. Saat melintas di jalan raya depan sekolah anakku yang kecil, gerbang sekolah masih terlihat sepi dan tertutup, tandanya kegiatan belajar mengajar masih berlangsung. Akupun memutuskan untuk meneruskan perjalanan terlebih dahulu mengantar pesanan makan siang ke pelangganku. Sepeninggal suamiku, selalu ada jalan rejeki untuk memenuhi kebutuhan anak anaku setiap hari. Kepenatan malam ini karena lelah bekerja seharian tadi, hampir tidak terasa ketika sudah menyaksikan anak anak berkumpul dirumah. Disaat saat seperti inilah aku harus bisa berperan ganda, jadi ibu sekaligus jadi ayah. Di satu sisi aku harus bisa jadi ayah yang tegas dalam memberi nasehat, di sisi lain aku dituntut jadi ibu yang lemah lembut untuk bisa memberi kenyamanan pada anak anakku. Sepeninggal ayahnya anak anak menjadi lebih mandiri, lebih bersikap dewasa dan saling menyayangi. Allah selalu punya cara sendiri untuk memberi solusi dari berbagai macam persoalan hambaNYA. Sejatinya, Allah tidak akan menguji hambaNYA di luar batas kemampuanya. Hanya butuh sebuah keyakinan, bahwa semua yang terjadi pada diri kita itu adalah murni atas ijin dan kehendak Allah semata. Hanya perlu meyakini bahwa setiap persoalan yang datang Allah juga menyertakan solusi bersamanya. Di saat kita menunggu Allah pasti akan menghadirkan, di saat kita berharap Allah pasti akan mewujudkan dan di saat kita berdoa memohon, Allah juga pasti akan mengabulkan. Tugas kita hanya terus berusaha menjadi hambaNYA yang baik dengan menjauhi laranganNYA dan melaksanakan perintahNYA. Terus meyakini, berintropeksi dan memantaskan diri. Suka duka, sedih bahagia bahkan pertemuan lalu dipisahkan adalah bagian dari kesempurnaan hidup kita dari yang maha sempurna. ***