Menatap Masa Depan Visioner
Sinopsis
Tags :
#Menatapmasadepanvisioner#Kepariwisataanglobal#Kebuyaanmasyaraksukuarfak#
-Sarapan Kata -KMO Club Batch 43 - Kelompok 3 -Amerta - JumlahKata743kata -Sarkat Jadi Buku
Judul: Menatap Masa Depan Visioner
Penulis : Bansa Yosak Saroi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Menatap Masa Depan Visioner
“Menatap Masa Depan Visioner” yang merupakan tematik dari judul ini adalah merupakan ungkapan yang sungguh relevan untuk membaca suatu kondisi dan keadaan di daerah maupun apa yang sesungguhnya sesuai dengan kebutuhan atau keinginan dari warga masyarakat di Kabupaten Pegunungan Arfak, provinsi Papua Barat.
Pada masa dahulu, kemarin, hari ini dan yang akan datang. Yang artinya apa pun pembangunan yang digagas dan sudah dilakukan di setiap masing-masing wilayah Kabupaten/Kota ini, harus terencana dan terarah pada kualitas hidup masyarakat papua barat.
Saya sebagai putra daerah yang mendiami wilayah Manokwari raya ini, melihat dengan kaca mata pribadi, dan merasakan situasi dan kondisi waktu kalah itu bukan seperti saat sekarang ini.
Sekarang sudah ada jalan penghubung yang bagus, bangunan perkantoran juga pemerintah sudah dimulai membangun fasilitas yang bagus dengan bangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan dan air bersih maupun pembangkit listrik.
Saat kita bersama masyarakat yang kesehariannya sebagai bercocok tanam, perkebun dan berburu dengan kehidupan masyarakat yang mengairahkan dengan ramah dan murah senyum. Karena mereka masih terus mempertahankan kearifan lokal yaitu adat istiadat (kebiasaan) masih kental sampai dengan sekarang ini. Sebagai anak putra daerah masih mengingat cerita leluhur dari tua – tua adat pedahulu yang sudah kuno, tapi mereka selalu ceritakan kepada anak-anak sampai untuk cucu secara turun temurun sebagai regenerasi baru di masa kebagunannya.
Warga masyarakat mereka ini, biasanya memakai kayu bakar jadi biasanya diambil dari hutan sebagai kebutuhannya. Jadi, bagi orang baru yang datang sebagai tamu pasti mengenal masyarakat di wilayah ini dengan tata krama, ramah tamanya dan murah senyum kehangatan.
Dengan warga masyarakat ini membuat tamu ataupun orang baru yang berkunjung pasti mengenal masyarakatnya secara lebih dekat. Dari penjelasan singkat yang menjadi gambaran umum diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa jika kalau semua stakholder yang berkepanjangan ingin untuk Pegunungan Arfak harus maju dengan pembangunan yang pesat, dari seluruh bidang agar maju bersaing dengan kabupaten atau kota lain di Indonesia.
Harus dimulai dengan membangun Sumber Daya Manusia dan sekaligus melakukan pendekatan budaya lokal, dan Agamanya melalui satu Agama dedominasi yaitu Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI), karena belum ada Agama atau keyakinan lain yang masuk di dalam wilayah perdesaan tersebut.
Kalau semua pihak tidak memulai dari dua unsur-unsul pendekatan yang saya gambarkan diatas, maka kebijakan yang diambil pun nanti salah arahnya. Kenapa salah arah?
Berikut ini saya telah menjelaskan ada beberapa poin penting yang saya masih ingat dalam pikiran dan saya berpandangan masih sangat relevan dengan tulisan ini dalam kerangka untuk menjadi bahan pegangan ataupun acuan dalam melihat dan membangun Pegunungan Arfak manatap masa depan yang lebih baik.
Membawa perubahan demi perubahan ke arah yang lebih baik kedepan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan. Pertama, warga empat sub suku masyarakat Arfak ini mereka percaya pada tutur kata lisan, daripada kalimat resmi yang bentuk tertulis, sehinga mereka tidak mau untuk dibohongi.
Karena mereka berbicarapun masih labil saja. Ada sesuatu yang penting harus kita menyampaikan tujuan jelas. Kalau harus seperti ini dan itu pasti mereka cepat paham dan mengerti lalu mereka berbuat.
Dengan keyakinan bahwa apa yang sudah disampaikan mereka tetap perbuat sesuai dengan apa yang disampaikan itu. Jadi bukan mereka berbicara tanpa berbuat sesuatu begitu saja. Kita harus ingat! bahwa satu kali merasa kehilangan kepercayaan dari seseorang berarti hilanglah keseluruhan kepercayaan itu semuanya.
Jadi, untuk mengembalikan kepercayaan ini kembali memang sangat membutuhkan waktu luang yang panjang bukan hanya sebentar. Kedua, jika berbicara dan punya keinginan untuk merebut hati warga masyarakat, Pegunungan Arfak ini, kita harus memahami dengan benar – benar strata sosial warga setempat dengan baik. Sebab mereka memiliki strata sosial yang masih keaslian. Karena di sana mereka punya kepala suku masing – masing di empat sub suku yang mendiami wilayah Pegunungan Arfak tersebut yaitu Sub Suku Hatam, Mouley, Meyah dan Sougb dengan pemimpin adat yang sama pula. Mereka ini ada kelasnya tiga yakni, orang yang tidak tahu apa – apa.
Orang yang setenggah tahu serta orang lebih tahu kelas ketiga ini yang biasanya di percayakan sebagai orang hakim ataupun adat untuk penyelesaian atau berdamai dengan masalahnya. Karena mereka itu diangap orang Adat itu harus kaya dan mempunyai harta benda yang mumpuni maupun banyak, dan juga harus 'ringan tangan', supaya apa pun yang dimilikinya.
Harus rendah hati untuk serahkan kepada kedua belah pihak yaitu pihak korban dan pihak pelaku, tujuannya adalah sehingga penaganan seperti itu agar cepat dalam penyelesaian permasalahan yang terjadi di tenggah – tenggah warga masyarakat dengan penuh damai dalam persaudaraan sebagai keluarga besar, empat sub suku besar Arfak yang mendiami wilayah tersebut. ***
-Sarapan Kata -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata1130kata -Day2
B. Kebudayaan Masyarakat Suku Arfak
Untuk mengenal budaya dan sastra kebudayaan warga masyarakat Suku Arfak Adalah Kearifan lokal yaitu "Rumah Kaki Seribu, pekebun, bercocok tanam, berburu, dan Tari - tarian (Tumbuh Tanah)" dan lain-lain yang diwarisi di Kabupaten Pegunungan Arfak yang biasa dijuluki sebagai kepala burung di provinsi Papua Barat. Kebudayaan ini merupakan seluruh sistem strata sosial dengan ide atau gagasan dan rasa ramah, tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan sebagai cara belajar tentang kehidupan lokal dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemudian setiap suku bangsa yang mendiami dibumi ini sudah pasti memiliki dan mempunyai kebragamaan budayanya tersendiri yang unik, sesuai dengan kultural bangsa itu sendiri.
Dimana kebudayaan yang dimiliki lalu diwariskan dari leluhur pendahu (Moyang) kepada anak-anak dan cucu alias generasi ke generasi secara turun-temurun agar supaya setiap empat sub suku yang ada mereka masih terus dapat mewarisi nilai-nilai budaya dari moyangnya itu sampai dengan saat ini. Kita melihat secara umum tentang budaya di Tanah Papua beranekaragam dan unik yang kemudian menjadi ciri khas tersendiri bagi orang asli Papua (OAP) sebagai bangsa malanesia. Di Papua terdapat 255 suku bangsa yang tersebar luas pada tujuh wilayah adat Papua, diantaranya wilayah adat Mamta, Saireri, Me-pago, La-pago, dan Ha-anim di provinsi papua. Kemudian ada wilayah adat Domberay dan Bomberay di Provinsi Papua Barat. Dari 255 suku bangsa itu, pastinya memiliki budaya dan kebudayaan-nya masing-masing berdasarkan wilayah adatnya sendiri. Salah satunya Suku Besar Arfak di wilayah tiga Domberay. Suku Besar Arfak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dan berpenduduk di bagian kepala burung pulau Papua, yakni Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Bintuni, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Wondama. Suku Arfak sendiri terbagi dalam sub-subs suku yaitu suku Hattam-Moiley, Suku Sougb -Bohon, Suku Meiyah, suku Moskona, suku Mpur, dan suku Karon.
Dan dari setiap sub-sub suku ini masing-masing memiliki kepala sukunya di wilayahnya masing-masing. Namun ada satu kepala suku yang dianggap sebagai kepala suku tertinggi dari kepala suku di setiap sub-sub suku itu, yakni Kepala Suku Besar Arfak yaitu turunan Lodywjk Mandacan dan Turunan Barend Mandacan. Kedua sosok terpengaruh pada masa lampu yang mengakomodir dan merangkul kebragamaan dengan damai, rukun, kasih dan menerima seluruh warga masyarakat yang datang dari berbagai daerah dan semua hidup berdampingan mendiami Kabupaten Manokwari sebagai kota injil, kota buah-buahan, kota peradaban orang Papua. Suku Hatam dan Moiley mendiami Distrik Manokwari Selatan, Distrik Tanah Rubuh, Distrik Prafi, Distrik Warmare, Distrik Mokwam, Distrik Hingk, Distrik Minyambow, Distrik Oransbari dan Distrik Ransiki. Suku Meiyah mendiami Distrik Manokwari Barat, Distrik Sidey, Distrik Manokwari Utara, Distrik Manokwari Timur, Distrik Masni, Distrik Mubrani dan Distrik Testega dan Distrik Didohu. Sedangkan suku Sougb mendiami Distrik Catubouw, Distrik Sururey, Distrik Anggi, Distrik Anggi Gida, Disitrik Taige, Distrik Membey, Distrik Tahota, Distrik Isim, Distrik Momiwaren, Distrik Neney, Distrik Saubabar, dan Rumberpon. Sedangkan Suku Sougb-Bohon dan Suku Moskona berpenduduk di Jagiro, Masyeta, Moskona Utara, Moskona Selatan, dan Moskona Timur (Meyahk; Meyado).Suku Mpur berada di Distrik Kebar (Kebar Timur Meiyahk), Distrik Saukorem, Distrik Snopi (Mpur-Karon). Selanjutnya ialah suku Karon (Karon Gunung dan Karon Pesisir) yang mendiami Distrik Sausapor dengan beberapa Distrik yang berada di wilayah Kabupaten Tambrauw Barat.
Untuk saat ini daerah yang dulunya hanya ditempati oleh salah satu sub suku tertentu saja, tapi sekarang sudah ada banyak sub-sub suku terdekatnya yang tinggal hidup secara berdampingan termasuk suku dari nusantara yang mendiami wilayah tersebut. Hal itu, sebab dipengarahui oleh fakor perkawinan, perselisian, kontak perdagangan, dan berkebun yang tidak menetap sehingga warga masyarakat menyebut Susti dan Bahamti dalam bahasa Hatam yang artinya berpindah-pindah ladang untuk berkebun jadi mereka tidak bisa menetap untuk mengolah ladang yang tetap sebagai mata pencariannya. Misalnya di daerah Minyambow, kita lihat secara kasat mata, bukan hanya ditempati oleh salah satu suku seperti sub suku Mouley saja tetapi ada juga sub suku Sougb dan suku terdekat lainnya dengan sebutan Iwakyam dalam bahasa hatam yang artinya perkawinan antar sub suku yang ada.
Dalam tulisan cerita singakat ini saya membatasihnya dengan membahas tentang kebudayaan masyarakat suku Besar Arfak di Papua Barat yang berfokus pada suku Arfak Hattam, suku Arfak Hatam -Moiley, suku Arfak Sougb, suku Arfak Sougb-Bohon dan Suku Arfak Meiyah. Asal mula Nama Arfak Orang Arfak adalah sebutan yang sudah sejak abad ke-18, digunakan untuk penduduk yang mendiami wilayah dipegunungan di pedalaman terpencil (baca Pim Schoorl Belanda di Irian Jaya, Amtenar dimasa penuh gejolak pada tahun 1945-1962, halm 151). Pada waktu itu panggilan dengan nama orang Arfak oleh penduduk pesisir tidak berkenan di hati mereka melainkan yang bersangkutan sendiri menyebut dirinya sebagai orang Hatam, orang Mouley, orang Meiyah, orang Sougb, dan sebagainya (Baca Kamma vol 1, 1981:76). Namun, didalam perkembangannya zaman sebutan dengan nama orang Arfak dapat diterima. Sehingga dari sini, bisa dapat disimpulkan bahwa nama Arfak adalah nama yang diberikan dan di tuturkan secara lisan dari warga masyarakat pendatang, yaitu orang Biak-Numfor yang berpenduduk didaerah pesisir pantai di Kabupaten Manokwari pada waktu kala itu. Yang mana nama itu diambil dari tempat mereka berasal karena orang Arfak pada zaman dahulu tidak mengenal mandi, piara rambut gondrong (panjang) ini berlaku untuk kaum laki-laki dan perempuan mereka biasa mengunakan dari pohon bambu sebagai sisir rambut dan mereka pake sebagai aksesoris diatas kepalanya masing-masing.
Nama Arfak diambil dari nama sebuah Gunung besar yang berada diwilayah yaitu Gunung Arfak yang sekarang terkenal adalah Gunung Indon yang saat ini dijuluki sebagai kawasan konservasi sekaligus sebagai kawasan cagar Alam yang kaya raya dengan flora dan fauna dengan speses endemik. Sedangkan Nama asli dari Gunung Arfak sendiri, yang dari masyarakat setempat disana, mereka menyebutnya gunung Indon atau dalam bahasa hattam “Nigug Indon” yang artinya Gunung Besar dan tinggi. Sekilas gambaran umum untuk diketahui khalayak dari Pegunungan Arfak terdiri dari berbagai gunung yang tinggi. Untuk mendapatkan gambaran dari lokasi yang didiami oleh suku Arfak. Kita bisa dapat menelusurinya dari pantai Utara. Gunung yang terkenal disana adalah gunung karang (Marnjofos) letaknya diperkirakan disekitar sungai Arui, Prafi hingga ke Pami, lalu disebelah barat ada gunung Iger tempat sungai Waramui mengalir dan ada gunung Mononghuofok dan gunung Ikofow yang dekat dengan sungai Kasih dan sungai Meofmer.
Beralih sedikit kebagian selatan, disana terdapat lereng gunung-gunung semakin menjulang tinggi dan terjal. Gunung tertinggi adalah gunung Indon dan Umcen atau umsini di kampung Mokwam, Distrik Warmare. Dari lintang bujur Gunung Umcen bagian barat terletak dengan Kabupaten Manokwari, bagian timur Kabupaten Pegunungan Arfak, bagian Utara Kabupaten Manokwari Selatan dan bagian selatan Kabupaten Tambraw. Dengan ketinggianya diperkirakan 3000 mdpl, dari permukaan laut. Sebelah barat dari gunung Umcen atau umsini ada gunung Ijonokona. Disitu mengalir sungai warmoni, anak sungai wariori dan sungai meijof, lalu di hulu ada sungai Wasian. Makin ke selatan dari gunung Ijonokona terletak pegunungan linya sampai ke gunung kapur disebelah utara dari Kecematan Bintuni (sekarang Kabupaten Bintuni). Dari hulu kali Wariori, gunung itu melintangi ketimur dan melandai kedataran tinggi Anggi. Diantara terdapat kedua danau yakni Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gida dengan pembatasan Gunung Kobrey dan sebelah timurnya terletak gunung Maut.
*****
-Sarapan Kata -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata971kata -Day3
C. Sitem dan Nilai-Nilai Orang Arfak
Mengenal asal usul dari orang Arfak dikisahkan melalui cerita yang terkandung didalam mite, cerita rakyat ataupun dongeng yang dituturkan secara lisan. Beberapa diantaranya, mite pertama, orang Arfak yang tinggal dikawasan manokwari yakin bahwa dunia dan alam semesta diciptakan oleh ajemoa yaitu dewa yang menciptakan nene moyang pertama orang Arfak, Siba. Dan siba ini mempunyai tiga orang anak, yakni Iba, Aiba (pria) dan Towansiba (wanita). Dari sinilah yang kemudian menurunkan berbagai klen atau marga Saiba, Ahoren, Towansiba, Inyomusi, Iba dan sebagainya. Mite kedua, orang Arfak meyakini bahwa nene moyang mereka berasal dari binatang (hewan), misalnya dalam Gill Crravell (1988, dan dalam buku Salabai 2009: 18) mengemukakan bahwa suku Hatam, suku Meyakh dan suku Moiley mereka berasal dari (hewan) anjing, yang berkisah dari seorang laki-laki bernama Imyena memiliki seekor Anjing Betina. Lalu anjing ini yang telah mengandung dan kemudian melahirkan seorang manusia berjenis kelamin perempuan dan dua ekor anjing.
Bayi manusia dan kedua binatang masing-masing bernama Ninab dan Wanio. Setelah bayi manusia ini tumbuh dan besar menjadi seorang gadis. Ia menikah pertama di daerah meyakh dan keturunannya memakai klan Mandacan, Indou, Salabai. Sougb, Tibyai, Demih, Ullo, Wonggor dan Dowansiba. Sebagai suku Arfak Hatam, suku Arfak Mouley dan suku Arfak Sougb. Melihat lebih jauh dari kebudayaan suku besar Arfak tersebut. Pada umumnya semua kebudayaan dari setiap suku bangsa diatas bumi ini terdapat unsur-unsur dan wujud kebudayaannya masing-masing. Ada bermacam-macam pandangan hidup dan argumnetasi dari para ilmuan mengenai unsur-unsur kebudayaan yang disebut “Cultural universals” salah satunya ilmuan C. Kluckhohn namun untuk dapat menelusuri kebudayaan suku Arfak, saya memakai (tujuh) unsur kebudayaan menurut pandangan Koenjaraninggrat diantaranya;
1. Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai untuk saling berinteraksi antar sesama manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Bahasa-bahasa yang diucap oleh suku Arfak diantaranya; Bahasa Hattam, bahasa Hattam Moiley, Bahasa Sougb, bahasa Sougb Bohon dan bahasa Meiyakh.
2. Sistem Teknologi
Sistem Teknologi atau sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia, suku Arfak sebelum diperkenalkan untuk mengenal alat-alat pertanian seperti kapak, parang, pacul, linggis, garpu, dodos dan lain sebagainya, mereka hanya dapat bercocok tanam di daerah datar tinggi yang dianggap kosong dengan melakukan pembersihan ladang terlebih dahulu terutama disekitar batang pohon yang tumbang dengan memakai alat tradisional yakni mu’gha (tongkat tungal), barmokta (gigi petir atau kilat), dan idahabgor duhumes (batu hitam dari kali/sungai).
Giji petir dan batu hitam dari kali itu diambil dan diolah lalu dijadikan sebagai pengganti alat kapak, parang, atau pisau. Peralatan dan perlengkapan dapur, suku Arfak sebelum mengenal alat untuk memasak seperti korek api, minyak tanah, konvor, belanga, piring, sendok dan kwali. Mereka hanya hidup dengan memanfaatkan alam dengan cara menggunakan kulit kayu, bambu dan daun pilihan sebagai alat untuk memasak sedangkan alat untuk membuat api dengan cara percikan nyala api dimunculkan terlebih dulu dari bulu dan sabuk pohon enau, batu dan bambu kering yang saling digesekan setelah menyala barulah ditaruh kayu bakar (kering) agar supaya nyala apinya bertambah besar untuk memasak.
Senjata atau alat perang yang dipakai oleh suku Arfak adalah pana-pana atau busur dan tombak panah yang terbuat dari bambu, tali rotan dan nibun yang sudah tua serta gelegah tetapi alat ini juga digunakan untuk berburuh. Aktifitas ini hanya dilakukan oleh kaum pria dan diturun pada anak-anak mereka. Alat transportasi untuk berpindah tempat ataupun perdagangan bagi suku Arfak hanyalah jalan kaki sebelum diperkenalkan penduduk luar untuk memakai mobil, motor, dan perahu dayung ataupun jonson bagi mereka dipesisir pantai dan sekitar Danau Anggi. Proses penangkapan ikan dan belut sebelum ada jaring, nylon dan mata kail mereka menggunakan alat tradisional yaitu angrhom atau disra yang dibuat dari serat akar pohon pandan.
Serat-nya berduri berbentuk kail diberi umpan cacing lalu diletakan didanau atau kali, setelah ada ikan yang tertangkap barulah diangkat. Alat tradisional lain-nya ialah imboisi, batang pohon kayu atau pohon nibun yang sengaja dilubangi atau yang memang sudah berlubang itu dimuat dan ditenggelamkan dengan batu didalam air. Lalu mereka menungguh satu malam atau bahkan lebih setelah dirasa atau diketahui ada ikan dan belut barulah diangkat. Metode lain untuk menangkap ikan yaitu dengan cara keringkan kali kecil dan merabah atau masukan tangan dalam lubang batu (tanah) untuk mendapatkan ikan belut atau udang. Dalam perkembangan-nya sekarang mereka sudah menggunakan jaring, nylon dan mata kail.
Pakaian dan perhiasan suku arfak adalah cawat dari kain merah bagi laki-laki dan kain hitam (atau juga warna lain) bagi perempuan. Manik-manik (belanda, sekarang Indonesia) dibuat jadi Gelang tangan disebut riya (sebelumnya dari rotan atau batu), dimaya, hiasan dari manik-manik yang dilekatkan diotak (testa) atau dibagian kepala sekarang terbuat dari bulu burung cendrawasi dihanyam dan dibuat rapi lalu ditaruh sebagai mahkota kepala. breb atau rihmo hiasan manik-manik yang disilang pada bagian dada orang arfak. Sebelum ada cawat dari kain suku arfak menggunakan cawat yang terbuat dari kulit kayu bagi laki-laki ataupun perempuan tetapi terlebih khusus untuk mereka (wanita) memakai cawat yang terbuat dari Bunga pohon yang disebut indonga atau ago di tempat berlindung dan perumahan, orang arfak ketika melakukan perjalanan panjang kedaerah lain atau saja turun kota dan balik kekampung ada tempat-tempat tertentu yang mereka pakai untuk beristrahat ditengah jalan.
Dan apabila turun hujan mereka berteduh ke pohon-pohon besar atau batu besar untuk berlindung. Rumah tradisional suku arfak adalah rumah kaki seribu kalau dalam bahasa hatam menyebutnya mod aki aksa atau igjoe. Rumah kaki seribu merupakan rumah adat suku Arfak bahan-bahannya terbuat dari kayu, kulit kayu dan batang pohon untuk penyangga dan dinding, tali rotan untuk mengikat dan atapnya menggunakan rumput alang-alang, daun sagu dan daun nibun. Rumah Kaki Seribu hanya terdapat satu tangga-tangga dan dua pintu bagian depan dan belakang tanpa jendela. Didalam rumah ini, terasa hangat dari suhu dan udara dingin, terlindungi dari hujan dan panas serta dari musuh dan binatang buas karena penyangga rumah sangat tinggi satu sampai empat meter diatas permukaan tanah dan terkadang disekeliling rumah dipagari oleh pagar. Dalam perkembangannya sampai dengan sekarang sebagian rumah-rumah mereka sudah berubah menjadi rumah tembok dan rumah papan dengan atap yang menggunakan seng.
**
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata1185kata -Day4
D. Sistem Mata Pencarian Orang Arfak
Mata pencarian pokok orang Arfak adalah perkebun dengan cara berpindah-pindah. Suatu bidang tanah yang hendak dijadikan ladang pertama-tama dibersikan dari semak-semak dan pohon-pohon kecil yang ada didalamnya. Seusai pembersihan, ladang itu ditanami bibit keladi dan anakan pisang dan sayur gedi terlebih dahulu. Kemudian barulah pohon-pohon besar ditebang. Batang pohon yang sedang dipotong dan dikumpulkan pada tempat tertentu atau ditaruh pada pinggiran (batas) kebun. Lalu batang pohon besar serta dahan, ranting dan daun pohon dipotong-potong tersebar didalam kebun, Setelah kering kebun itu dibakar dan dibersikan untuk proses penanaman bibit.
Aktifitas tambahan biasanya mereka membuat pagar untuk melindungi dan menjaga tanaman dari babi yang dianggap sebagai hama bagi tanaman. Jenis tanaman yang ditanam selain pisang dan keladi adalah petatas, singkong, papaya dan sayur-sayuran (terutama bayam dan Gedi) serta jagung, kacang tanah, dan tebu. tidak hanya itu bagi mereka yang tinggal di pegunungan Arfak, mereka juga menanam jenis tanaman dengan kualitas tinggi seperti kentang, wortel, bawang, kol, seledri, buncis dan sawi yang dibawa dari luar, sejak 1950-an. Untuk tanaman ini bagi mereka Dipegunungan arfak biasanya mereka memanfaatkan lahan disekitar halaman rumah untuk menanam tanaman tersebut. hasil kebun dipanen kurang lebih 3 sampai 8 bulan bahkan setahun lebih. Setelah dipanen kebun itu dibiarkan lalu membuka lahan baru untuk membuat ladang baru. Setelah 5 -10 tahun kemudian barulah lokasi itu bisa dapat dibuka kembali menjadi ladang karna dianggap tanah itu sudah kembali subur seperti sejak kala.
Berburuh dan meramu adalah mata pencarian tambahan yang dilakukan oleh suku arfak dengan menggunakan busur dan anak panah. Berburu di hutan, satu sampai dua minggu dengan tempat peristirahatan, pondok yang telah dibuat ditengah hutan. Binatang yang banyak diburu adalah kuskus pohon, tikus tanah, kangguru pohon, dan babi hutan. tidak hanya itu mereka juga mengambil daun-daun yang bisa diambil untuk dikonsumsi diantaranya sayur pakis dan sayur genemon. Peternakan, orang arfak selalu beternak babi dan itu sudah menjadi tradisi sejak turun temurun dari moyang karna babi tidak hanya dipelihara untuk dikonsumsi atau didagangkan tapi juga sebagai alat upacara adat, pembayaran maskawin, dan pembawa damai ditengah konflik diantara sesama suku Arfak. Bentuk mata pencarian lain yang sering dilakukan oleh orang Arfak yaitu menangkap ikan di tepi sungai (kali) dan dipinggiran Danau Anggi.
Sebelum mengenal uang sebagai alat tukar, Perdagangan mereka pada jaman dahulu dilakukan dengan cara barter atau tukar menukar. Dimana hasil dari mata pencarian atau perhiasan berupa harta benda mereka, itu ditukarkan dengan barang-barang yang di miliki oleh orang lain sesuai kesepakatan bersama. Orang Arfak menggunakan ternak babi, manik-manik dan gelang tangan sebagai alat tukar. Namun dalam perkembangan ketika mereka sudah mengenal uang sebagai alat tukar, kini hasil-hasil dari mata pencarian mereka itu dijual untuk memperoleh uang guna mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari via perdagangan pasar.
Sistem Kemasyarakatan/Organisasi Sosial.Kesatuan sosial terkecil pada orang Arfak adalah keluarga luas yang mendiami satu rumah (tumitsen). Keluarga Luas itu terdiri dari Keluarga ayah dan keluarga dari anak yang sudah kawin. Namun ada juga keluarga batih yang mendiami satu rumah, yang hanya terdiri dari suami istri dan anak-anak mereka. pola menetap sesudah kawin itu disebut virolokal, namun terdapat juga pola menetap yang bersifat matrilokal karena pihak laki-laki tidak memberikan maskawin kepada pihak keluarga dari mempelai perempuan. Sehingga laki-laki harus tinggal bersama dengan keluarga perempuan, yakni bapa dan ibu mertua-nya lalu bekerja bersama mereka sebagai gantinya. didalam rumah keluarga luas biasanya terdapat tiga sampai lima kamar, sebanyak keluarga yang ada. Kesatuan sosial orang Arfak yang lebih besar dari pada keluarga luas adalah klen dan cabang klen. kesatuan sosial yang besar ini biasanya mendiami satu kampung (mnu) karena mereka berasal dari satu Nenek Moyang.
Didalam satu kampung (mnu) terdapat dua sampai empat klen sebab mereka terikat dalam suatu ikatan kekerabatan dari satu nenek moyang yang sama, moyang tersebut biasa-nya masih di ingat dan akan diceritakan pada setiap generasi dikehidupan orang Arfak, perkawinan sesama klan bisa terjadi sesudah generasi keempat atau kelima, Keturunan orang Arfak ditrasir menurut garis keturunan ayah atau patrilineal. Kekerabatan orang Arfak sangat kerat dan memang itu suda menjadi tradisi turun temurun dari moyang, dimana bila dalam kehidupan sehari-hari terjadi permasalahan atau perkara perzinahan, perkawinan atau bahkan pembunuhan. Yang kemudian akan menimbulkan tuntutan maka keluarga yang dituntut akan mengadakan kekompakan bersama kerabat-kerabat-nya mengumpulkan uang, harta benda sesuai barang yang diminta untuk dibayar dan membuat penyelesaian.
a. Organisasi sosial pada orang Arfak adalah lembaga adat yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang mempunyai keunggulan dan pengaruh besar ditengah kehidupan masyarakat secara luas. Kepala suku dalam bahasa meiyakh disebut Moskur. Sedangkan berbeda dengan bahasa Sougb disebut Manir dalam bahasa sough. Bagi orang Arfak kepala suku merupakan figure yang mendapat legitimasi dari masyarakat bawah karena mereka memiliki kekayaan berupa barang, harta benda seacra tradisional maupun modern. Mereka mempunyai jaringan pribadi yang luas di masyarakat dan pemerintah, mereka juga dapat bertindak sebagai penengah dalam penyelesaian perselisiahan atau dalam tukar-menukar barang-barang berharga tradisional. Dia juga dapat menjalankan fungsi sebagai Bank bagi banyak orang yang tergantung pada mereka untuk membayar denda-denda dan kewajiban dalam perkawinan.
Sehingga apapun keputusan kepala suku yang dikeluarkan mereka pasti menurutinya. Selain itu maskur juga berfungsi sebagai mediator dalam memediasi kepentingan masyarakat ke pemerintah atau sebaliknya. Mampu mengorganesir masyarakat bawah untuk dapat berperan aktif dalam suatu kegiatan pembangunan. Kepemimpinan adat saat ini telah dipengaruhi oleh kemimpinan pemerintahan yang kemudian membuat semakin melemahnya kepemimpinan adat, kepemimpinan yang ideal itu diharapakan bila kedua jenis kepemimpinan itu diterapkan secara adil dan saling bekerja sama dalam kehidupan masyarakat.
b. Sistem Pengetahuan pandangan orang arfak terhadap alam tidak terlepas dari interaksi-nya dengan lingkungan alam. Gejala-gejala alam yang terjadi diamati secara berulang-ulang sehingga memberikan pengetahuan yang kemudian digunakan untuk menginterpretasikan apa yang terjadi di sekitarnya. misalnya pengetahuan akan musim hujan dan musim panas ditiap tahun. Musim panas terjadi pada bulan juni, juli, Agustus dan Desember lalu musim panas terjadi pada bulan September dan Oktober jadi kedua musim ini diperkirakan dari posisi bulan dilangit atau pergantian bulan yang dihitung menggunakan lidi yang disiapkan berdasarkan banyaknya bulan dalam setahun. Perkiraan lain ialah dengan cara melihat pergeseran matahari ataupun bulan apabila berada tepat diatas objek atau patokan yang ditentukan berupa telaga, gunung ataupun pohon maka akan terjadinya musim hujan dan bila bergeser dari objek tersebut maka akan terjadinya musim panas. Suara burung tertentu bila terdengar dihutan atau disekitar lingkungan rumah pertanda bahwa akan terjadi sesuatu, diantaranya; Bairesmoub, ketika orang mendengar suara dari burung ini menangis dia akan merasa sedih karena keluarganya ada yang sudah meninggal.
Burung Skek atau bicat bila mendengar suara dari burung ini bertanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Bebib apabila mendengar suara burung ini pertanda kalau orang akan datang, entah orang jahat atau keluarga. Hogoiy bila mendengar suara burung ini menangis dan kedengarannya jau bertanda kalau sebenarnya burung itu sudah ada dibawah kolong rumah. Ketika suara-nya berhenti atau hilang anak kecil akan jatuh sakit atau orang yang sakit akan meninggal. Minyaskiot (kakatua hitam) bila melihat satu, dua atau tiga orang berjalan di hutan maka burung ini akan memanggil nama kita dan menyebut tempat kita berada sehingga orang yang mendengar suara dari burung ini harus berwaspada karna biasanya suanggi (orang Jahat) mengikuti suara dari burung tersebut. Konsep sakit menurut orang Arfak adalah gangguan pada tubuh manusia karna pengaruh roh-roh mahluk halus yang berada disekitar lingkungan mereka ada. Roh halus bagi mereka biasanya tinggal bersemayam di sungai, pohon, batu, gunung, danau, tanjung, ataupun telaga.
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata1,056kata -Day5
E. Nilai Hidup Orang Arfak
Yang kemudian membuat mereka harus berhati-hati dalam melakukan aktifitasnya. Selain itu ialah sakit karena factor adat - istiadat, karena pengetahuan untuk pengobatan, orang Arfak ketika sakit, mereka memanfaatkan alam dengan tumbuh-tumbuhan sebagai sumber obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan semua sakit penyakit. Dengan Dokter tradisional yang mereka sudah pecaya ketika seorang dokter tradisional lokal punya kealian tersendiri sudah dari turun - temurun sampai dengan saat ini.
Diantaranya, Bete hutan (mihrougb), putri malu (desij), pucuk nenas (gongoro moro), daun sirsak, daun giawas, brimonmed moub (tumbu-tumbuhan), inauga mougb, areguamed mougb (obat Suanggi punya daun), ide eguera bey (bunga duri), Merij (jahe) aramoban moub dan lain sebagainya. Obat dari tumbuh-tumbuhan ini biasanya digunakan untuk mengobati penyakit ringan atau pun berat diantaranya; penyakit malaria, panas dalam atau penyakit adat akibat terkena obat suanggi. Selain itu mereka juga tau jenis-jenis kayu untuk membuat rumah, salah satunya adalah kayu arwob. Mereka juga Membuat noken dari benang yang telah di olah dari kulit nenas, kulit kayu, ataupun kulit genemon.
c. Sistem Religi Masyarakat arfak meyakini ada tumbuhan tertentu yang memiliki kuasa luar biasa yang disebut dalam bahasa hatam Mumweb (obat suanggi). Tumbuhan ini digunakan untuk mengutik dan meracuni seseorang bahkan untuk membangkitakan orang yang telah dibunuh. Entah orang yang baru dibunuh atau yang sudah lama dibunuh dan membusuk selama dua sampai empat hari. orang yang menggunakan tumbuhan ini disebut suanggi atau Surer (bahasa Sougbh).
Suanggi adalah manusia biasa yang dibayar oleh oknum tertentu untuk memusnakan seseorang yang dianggap musuh karena telah melakukan berbagai pelanggaran (masalah) contohnya perbuatan perzinahan. Namun untuk saat ini banyak pembunuhan terjadi karena adanya iri dengki diantara sesama mereka sendiri. Makanan yang mereka konsumsi sisanya tidak boleh diberikan pada ternak babi untuk disantapnya lagi sebab jika diberikan secara terus-menerus akan membuat mereka sakit karena mereka meyakini roh mereka ada didalam sisa makanan yang telah dimakan oleh babi yang kini membuatnya harus menderita sakit. sehingga untuk memperoleh kesembuhan mereka harus membunuh babi tersebut untuk dikonsumsi.
Selain itu Orang Arfak juga yakin bahwa untuk memperoleh kesuburan pada pertanian, hanya diperoleh dari dewa bereytow (dewa bulan purnama) yang memberikan kesuburan pada tanaman. Suku arfak juga yakin bahwa alam sekitar lingkungan tempat mereka tinggal ada berbagai macam roh mahkluk halus, yang baik maupun yang jahat. Oleh karena itu, mereka perlu untuk tetap menjaga dan memelihara hubungan baik dengan roh-roh itu dengan memberikan berbagai macam sajian pada berbagai rangkaian upacara peribadahtan adat. Dahulu ketika seseorang meninggal mayatnya tidak langsung dikuburkan melainkan dikeringkan diatas para-para yang dibawahnya ada nyala api, setelah kering jenasahnya diambil dan dibungkus dengan tikar lalu dimasukan didalam lubang kayu atau diletakan diatas pohon dihutan namun setelah orang arfak menganut agama Kristen.
Orang yang telah meninggal kini jenasahnya dikuburkan. Untuk orang Arfak bila seseorang meninggal pastinya akan diselidiki secara seksama untuk mengetahui apa penyebabnya. Jika diketahui seseorang meninggal karena misalkan dibunuh maka didalam proses pengeringan mayat oleh api, mereka menada minyak yang keluar dari tubuh mayat itu untuk disimpan lalu akan di campurkan pada makanan saat pembuatan acara pesta nantinya. Sehingga mereka yang telah membunuh orang itu datang menghadiri acara itu dan menyantap makanannya perutnya akan membesar, sakit dan mati. Dalam tatanan kehidupan masyarakat Arfak saat ini, mereka tidak boleh menerima pemberian dari orang yang telah membunuh keluarga kita, entah itu berupa makanan ataupun uang untuk digunakan sebab menurut keyakinan orang arfak, roh dari keluarga kita yang meninggal akan datang membutakan mata kita atau membuat kita sakit dan perut besar. Selain itu Masyarakat arfak juga meyakini bahwa orang yang meninggal Rohnya masih melayang-layang dan tinggal bersemayam di alam semesta, tempat lingkungan mereka berada. Salah satu contohnya adalah mereka yang tinggal di pegunungan arfak percaya bahwa roh orang meninggal semuanya berada di sensenemes atau Gunung Maut.
d. Sistem Kesenian Ekspresi kebudayaan Arfak dalam seni adalah bernyanyi dan berdansa. Dansa atau lebih akrab dikenal dengan sebutan tarian tumbuh tanah. Tarian tumbuh tanah merupakan tari-tarian tradisional dari suku besar Arfak yang masih ada sejak dahulu hingga sampai dengan saat ini. Tarian tumbuh tanah diaktraksikan secara massal dan tak terbatas oleh jumlah penari sehingga tarian ini, digolongkan kedalam tari berkelompok dikarenakan penarinya lebih dari dua orang. Dalam Tarian ini melibatkan semua lapisan masyarakat dari satu kampung maupun kampung-kampung terdekat disekitarnya. yang artinya itu diikuti oleh mereka yang sudah berusia tua maupun muda, baik pria maupun wanita. tarian ini dilakukan dengan saling bergandengan tangan dan berhimpit disertai dengan lompatan kaki yang disentakan ke tanah mengikuti irama lagu yang dinyayikan. Pujian yang dinyayikan pun berdasarkan situasi dan realitas kehidupan mereka sendiri dimana itu menceritakan tentang sifat kepahlawanan, keromantisan, kepemimpinan, keindahan alam, langit, matahari, bulan dan gunung. Tarian tumbuh tanah ketika diperagakan formasinya hampir menyerupai ular yang sedang melilitkan tubuhnya dipohon sehingga orang menyebutnya tarian ular.
Tarian ini hanya dilakukan dalam acara-acara penting, misalnya untuk menyambut kedatangan tamu, merayakan pesta perkawinan, merayakan kemenangan terpilihnya seorang pemimpin, dan pesta makan dalam rangka menjalin hubungan kekeluargaan yang terkadang menjadi ajang dalam mencari jodoh. Masing-masing sub-sub suku dalam suku Arfak menyebut tari-tarian ini dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan bahasanya sendiri-sendiri, salah satu contohnya suku Hatam yang menyebutnya dengan nama Ibihim dan suku Sougb yang menyebutnya dengan nama Manyohora. Kesimpulannya Adalah Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat, manusia yang tidak diturunkan secara biologis tetapi diperoleh melalui proses belajar.
Kebudayaan didapat, didukung, dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan juga merupakan pernyataan atau perwujudan dari kehendak, perasaan, dan pikiran manusia. Masyarakat suku Arfak terdiri dari beberapa sub-sub suku, yaitu Suku Hattam dan Moile mendiami distrik manokwari Selatan, distrik Tanah Rubuh, distrik Prafi, distrik Warmare, distrik Mokwam, distrik Hingk, Distrik Minyambow, distrik Oransbari dan sebagian di distrik Ransiki. Suku Meiyah mendiami distrik Manokwari Barat, distrik Sidey, distrik Manokwari Utara, distrik Manokwari Timur, distrik Masni, distrik Mubrani, distrik Testega dan distrik Merdey (Meiyah-Sougb - Moskona). suku Sougb dan Sougb Bohon yang mendiami wilayah Distrik Catubouw, distrik Didohu, distrik Sururey, distrik Anggi, Distrik Anggi Gida, disitrik Taige, distrik Membey, disitrik Tahota, distrik Isim, distrik Momiwaren, distrik Neney, distrik Saubabar, distrik Rumberpon, dan distrik Bintuni.
Sedangkan Suku Moskona berpenduduk di jagiro, masyeta, moskona utara, moskona selatan, dan moskona timur (meyah; meyado). suku Mpur berada di distrik kebar (kebar timur meiyah), distrik saukorem, distrik snopi (mpur-karon) Selain itu, ada suku karon (karon Gunung Dan karon Pesisir) yang mendiami distrik sausapor dan beberapa distrik yang ada di kabupaten tambrauw barat. Nama Arfak adalah sebuah nama yang diberikan dan disahutkan oleh orang biak-numfor, kala itu dimanokwari bagi orang-orang yang datangnya dari pegunungan dipedalaman. Dimana nama tersebut diambil dari sebuah gunung tempat mereka berasal, yaitu gunung Arfak atau orang sekitar disana menyebutnya gunung Indon, yang memiliki arti Gunung Besar. ***
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata800kata -Day6
BAB II. A. Eksistensi Nilai-nilai Kearifan Lokal
a. Pengertian eksistensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan keberadaan atau hal berada di suatu tempat.¹ Pada hakekatnya masyarakat merupakan makhluk sosial atau komunal Artinya tidak ada satu pun manusia yang dapat bertahan hidup tanpa kehadiran manusia lainnya. Keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang manusia hal ini terjadi di segala bidang kehidupan. Aristoteles mengemukakan bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang suka bermasyarakat, sebagai zoon politìcon.² Dari proses bermasyarakat itulah yang kemudian akan menimbulkan hak dan kewajibannya.
Berdasarkan teori kehendak hak adalah yang dilengkapi dengan kekuatan dan diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Kewajiban ini merupakan beban yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum yang berdasarkan diantara hak dan kewajiban yang harus seimbang.³ Di setiap kelompok masyarakat akan hidup hukum yang berfungsi mengatur setiap kehidupan masyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai karakteristik hukumnya masing-masing. Keberadaan hukum tersebut mengandung gagasan-gagasan paling ideal berkaitan dengan nilai ketertiban, dan keadilan.
Berbicara mengenai adat dan kearifan lokal tidak dapat terlepas dari pemahaman tentang sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya itu sendiri merupakan rangkaian dari konsepsi-konsepsi umum yang hidup dalam pikiran suatu masyarakat, yaitu mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga. Dengan demikian, sistim nilai budaya ini selain berfungsi sebagai suatu pedoman sekaligus sebagai pendorong kelakuannya manusia dalam hidup juga menjadi pedoman kelakuan dan tata cara kelakuan manusia. Hal - hal yang disebutkan merupakan nilai yang pokok dalam adat dan unsur pokok pula dalam kearifan lokal.
b. Kearifan Lokal Dalam Kamus Inggris Indonesia kearifan lokal terdiri atas widom yang berarti kearifan dan local berarti tempat.? Kearifan lokal dalam bahasa Inggris dikoneksikan sebagai kebijakan setempat (localwisdom), pengetahuan setempat, (localknowledge) atau kecerdasan setempat (localgenious). Kearifan lokal juga dimaknai sebagai salah satu sebuah pemikiran tentang hidup. Pemikiran tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia. Penguasaan atas kearifan lokal akan mengusung jiwa mereka semakin berbudi luhur.
Haryadi Soebandio berpendapat bahwa kearifan lokal adalah suatu identitas atau kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Menurut Rahyono, kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh suatu kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lainnya. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut.
_____________
John M.Echols dan Hasan Syadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, penerbit PT Gramedia, 1989, hlm. 4. Eksistensi Hukum Serta Nilai-Nilai Kearifan Lokal Suku Arfak (Hatam-Meyahk-Mouley-Sougb sebagai Penunjang Pembangunan, Diterbitkan oleh Penerbit Universitas Atma jaya Yogyakarta Bekerja sama dengan STIH Manokwari Tahun 2018. hlm. 17-19.
_____________
Definisi kearifan lokal tersebut, paling tidak menyiratkan beberapa konsep sebagai berikut ini:
- Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang
- Kearifan lokal tidak terlepas dari lingkungan pemiliknya.
- Kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa selalu berkembang menyesuaikan jamannya.
Kearifan lokal merupakan fenomena alam yang luas dan konprehensif. Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam, sehingga agak sulit dibatas oleh ruang dan waktu. Kearifan Lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas, sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam berbagai komunitas sebagai hasil dari interaksinya dengan berbagai lingkungan alam dan warga masyarakat serta budaya lain. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak harus bersifat tradisional.
Kearifan lokal yang merupakan bentuk kepercayaan dan keyakinan, pemahaman àtau bentuk wawasan serta adat kebiasaan, etika, yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, obyek, atau peristiwa yang sedang terjadi dalam ruang lingkup tertentu?. Wisdom dipahami sebagai kompetensi atau kemampuan seseorang dalam mengunakan akal pikirannya dalam bertindak atau pun bersikap sebagai hasil sebuah penilaian terhadap obyek, peristiwa yang sedang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai kearifan atau kebijaksanaan. Local secara spesifik menunjukkan pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga di dalam nya melibatkan suatu pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Memang pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut setinggi.
Setingginya adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan fase to fase dalam lingkungan hidupnya. Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan mempengaruhi dan memproduksi nilai-nilai. Nilai tersebut yang akan menjadi landasan utama hubungan mereka menjadi acuan awal bagi tingkah laku mereka.
Ardhana menjelaskan bahwa menurut perspektif kultural, kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan juga dipertahankan oleh masyarakatnya yang menjadi pedoman hidup mereka. Termasuk berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, bertingkah laku dan bertindak yang dituangkan sebagai suatu tatanan sosial***
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata800kata -Day7
B. Berawal dari Membaca Jadi Besar
"Saya percaya ada persaudaraan di antara semua umat manusia, tapi saya tidak percaya kepada penghapusan persaudaraan pada siapa pun yang tidak ingin mempraktekannya dengan saya. Persaudaraan adalah sebuah jalan dua arah "
***
Siapa yang menyangka kata-kata filosofis tersebut yang diucapkan oleh orang yang sekolah nya tidak lulus SMP. Siapa yang menduga ucapan itu berasal dari seorang mantan anak jalanan yang meralat, dan alumni penjara karena kasus perampokan? Jalan kehidupan yang pahit dijalani nya karena itu berasal dari keluarga miskin dan tertindas. Saking miskinnya sang ibu, satu-satunya perlindungan bagi hidupnya, terpaksa harus dilawat di rumah sakit jiwa karena gila, karena ia tidak tahan menanggung beban ekonomi yang berat menghimpit keluarganya.
Sang ayah pergi entah kemana. Akhirnya ia putus sekolah di kelas tujuh dan memulai hidup sebagai anak jalanan. Awalnya sebagai tukang semir sepatu, meningkat menjadi pengedar sekaligus pemakai obat terlarang, dan akhirnya menjadi perampok. Kemudian ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan dendam membara di dalam hati. Di dalam jeruji besi (sel) ia merenungi nasibnya. Terbayang lagi hidupnya yang penuh dengan kekerasan, kelicikan, tipu daya, dan penghinaan. Yang terakhir inilah yang sanggat membekas di hati dalam hatinya. Dihina karena dia terlahir sebagai negro yang berkulit hitam dan meralat. Pandangan hidupnya berubah setelah ditengok oleh guru spiritualnya yang menganjurkan agar dia belajar membaca dan menulis. Akhirnya kata demi kata dia baca huruf demi huruf dia tulis.
Buku -buku itu membawanya kedalam sebuah kesadaran bahwa untuk bangkit dan melawan ketidakadilan dan penghinaan yang menimpa diri serta kaumnya selamat ini, satu-satunya jalan yang bisa diperjuangkan adalah dengan alat yang bernama ilmu pengetahuan. Dengan semangat baja dan gemuruh dengan dendam positif dalam dirinya, dia lahap semua buku yang ada di dalam perpustakaan penjara. Buku apa saja. Dimulai dari buku-buku yang ringan sampai akhirnya terbiasa dengan buku-buku teks yang berat. Tulisannya pun semakin bagus. Waktu luang dalam penjara selain dipakainya untuk membaca, dengan rajin dia gunakan untuk berdiskusi bersama para napi dari berbagai macam latar belakang, termasuk dengan tahanan politik yang intelek. Akhirnya ia menjadi seorang yang terpelajar. Ia pun menjadi sadar akan dirinya, lingkungannya, dan keberadaannya sebagai manusia. Dia juga sudah punya rencana apa yang harus dilakukan kelak setelah keluar dari penjara. Gemuruh dalam dadanya itu tetap bergolak. Akan tetapi sekarang dia dapat mengarahkannya menjadi bahan bakar untuk menerangi nasib kaumnya. Sekarang dia sudah memiliki matahari yang berupa ilmu pengetahuan.
Bukan berupa api dendam yang membakar dirinya sendiri seperti tahun-tahun yang lalu. Dia tinggalkan penjara dengan berkata, "penjara adalah universitas terbaik di dunia ini bagi saya. " Setelah berbaur lagi dengan masyarakat, dia menjadi seorang penceramah yang bersemangat sampai suaranya parau. Kehidupannya disini dari mimbar ke mimbar, dari folum ke folum, dan dari seminar ke seminar. Dan sekarang dia banyak berteman dan berdiskusi dengan para intelektual dari berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga menjadi narasumber di berbagai negara terutama di negara-negara Afrika. Akhirnya dia menjadi seorang kaum Intelektualyang di perhitungkan di negara adidaya yaitu Amerika Serikat. Pada akhirnya dia menyadari, untuk mengubah nasib sebuah kaum tidak cukup hanya dengan berceramah, tapi harus dengan kekuasaan. Akhirnya dia menjadi pemimpin di sebuah organisasi, yang bernama The Black Moslem, yang anggotanya dengan cepat mengurita. Akhirnya dia dan organisasinya menjadi kekuatan politik yang sangat di perhitungkan di Amerika. Akan tetapi, memasuki politik adalah memasuki "seni berbagi macam kemungkinan." Termasuk kemungkinan untuk cepat mati.
Dan malaikat pencabut nyawa akhirnya menghampirinya pada saat berdiri diatas mimbar. Peluru yang dimuntahkan dari senapan musuh politiknya menghujani tubuhnya yang akhirnya terkurai ambruk ke lantai. Dia dia meninggalkan dunia ini dengan senyum. Dia mati sebagai martir. Dia orang besar dan namanya akan abadi dalam sejarah. Dia adalah Malcolm X. Itulah sepangkal cerita dari pengalaman hidup anak manusia yang menjadi orang besar karena rajin membaca. Kita dapat menderetkan nama -nama orang besar lainnya. Dan jangan heran, kita pun akan menyaksikan deretan para kutu buku disitu. Sangat sulit mencari figur orang besar yang bukan pecinta buku. Bukan hanya untuk orang-orang yang bergulat di dunia politik praktis, tapi kalau anda membaca biografi dari orang- orang yang sukses dalam bidang bisnis, semisal George Soros, Donal Trump, maka andapun akan berjumpa dengan seorang kutu buku, atau selebritis yang menjadi salah seorang orang terkaya di dunia, yaitu Oprah Winfrey, maka lagi-lagi Anda akan berkenalan dengan kutu buku. Ataukah coba anda membaca riwayat hidup para Ilmuwan dunia dan inovator kelas wahid seperti Newton, Michael Faradey, Einstein, Thomas Alfa Edison, atau Steve Jobs, lagi-lagi Anda akan berjumpa dengan para kutu buku.
Pendek kata, siapa pun dan apapun profesinya, atau kedudukan orang-orang besar itu pasti mereka pembaca buku yang luar biasa. Atau coba kita membaca buku-buku tentang manajemen, marketing, dan sumber daya manusia (SDM), atau buku -buku praktis untuk meningkatkan kualitas diri, pasti di dalamnya ada perintah untuk membaca. Singkatnya, membaca merupakan aktivitas yang dapat membuat anda hidup dan membuat hidup anda semakin hidup. Hanya ada dua pilihan untuk itu:
"Hidup adalah belajar tapi berhenti Membaca atau Mati!"
****
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata1,224kata -Day8
C. Sejarah Masyarakat Suku Arfak Hatam
Masyarakat suku Arfak adalah penduduk asli daerah yang mendiami wilayah pedalaman di Kabupaten Manokwari. Mereka terdiri atas empat sub suku yaitu Hatam, Sougb, Mouley, dan Meyakh. Suku Hatam merupakan kelompok suku yang berdominan di Pegunungan Arfak setelah suku Sougb, Mouley dan Meyakh. Identitas sub – sub suku ini dibedakan menurut bahasa yang digunakan ataupun terdengar dari dialegnya secara lisan dari masing-masing sub suku tersebut.
Asal-usul suku Arfak dapat diketahui melalui penelusuran disebut “mimpuj lew andij dipounya” dalam bahasa Hatam yang Artinya cerita dari lelehur atau rakyat. Setiap sub suku, bahkan Faam atau Marga/kelet yang ada, memiliki cerita rakyat berupa (dongeng) yang bervariasi alias dalam bahasa Hatam nisinati titer lewjam. Untuk mendapatkan sebuah cerita rakyat perihal asal - usul, pada masyarakat sub suku Arfak tidaklah mudah karena pada umumnya mereka tidak semua memahami sejarah masyarakat hukum adat suku Arfak Hatam secara menyeluruh tapi datangilah orang tertentu yang biasa dekat dengan orang tua mereka di perkampungan yang bisa tahu, betul asal usul suku dan dapat menceritakan secara lengkap dan detailnya asal usul suku tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tokoh adat dan kepala suku bahwa tidak semua warga suku mengetahui ceritera asal usul mereka. Hanya anak atau keturunan penguasa yang dapat menerima warisan ceritera asal usul suku dan itupun terbatas pada anak laki-laki. Hal ini diperkuat dengan adanya pembagian ruang antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah rumah. Mitos tetang asal Suku Arfak dijelaskan oleh Bastian Salabay sebagai berikut: Ada seorang laki-laki yang bernama Imnyena, mempunyai seekor anjing betina. Anjing ini mengandung dan melahirkan 3 (tiga) bayi berupa seorang manusia berkelamin perempuan dan dua ekor anjing. Anak wanita dan kedua anjing masing-masing bernama, Serce, Ninab dan Wanio.
Bayi berkelamin perempuan ketika sudah dewasa menikah pertama di daerah Meyakh dan keturunannya memakai faam/marga Mandacan, dan Salabai. Perkawinan kedua di suku Sougb yang memakai faam Tibyai, Ullo, Muid. Kepala Suku Besar Arfak Dominggus Mandacan mengemukakan berdasarkan penuturan orang tua bahwa sebagian suku Arfak berasal dari seorang perempuan yang dilahirkan oleh seekor anjing. Di sisi lain Agus Sumule mengemukakan bahwa suku Hatam percaya bahwa mereka berasal dari seorang perempuan yang dilahirkan oleh seekor anjing yang bernama Serce. Tempat anjing ini terletak di hulu sungai Wanon yaitu sebuah gua yang bernama Sen Mimbran (Sen=sungai, Mimbran=Alang-alang); artinya sungai yang keluar dari alang-alang. Mereka tergabung dalam faam-faam: Serce, Mandacan, Muid, Tibyai, Salabai dan Indouw. Selain itu ada pula (sebagian kecil) yang berasal dari ular, yaitu mereka yang tergabung dalam faam Iwou. Ular ini juga berasal dari daerah yang sama dengan anjing Serce yaitu dari hulu Sungai Wariori. Faam-Faam/keret yang termasuk dalam Suku Hatam dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
(1) Yang berasal dari anjing Serce dan dari ular yang berasal dari kepala Sungai Wariori, yaitu Serce, Mandacan, Muid, Tibyai, Salabai, Indouw dan Iwouw,
(2) Yang berasal dari luar, yaitu akibat perkawinan keluar seperti Sayori (dari rumpun Mouley dan Mansim) dan Towansiba (dari suku Sougb).
(3) Yang berasal dari luar, yaitu mporhwop yang pada peran dunia ke II seorang perempuan ini berlabu di muara Kampung Unamberi/Walami, Saroy, Wonggor, Waran, dari akibat pekawinan (Waropen, Wayoyoi, Rumaropen Pesisir).
Orang Mouley berasal dari dua pasang keluarga, yang sebelumnya adalah dua orang laki-laki bujang bernama Ndin dan Ndfan yang merupakan anak dari Binad. Mereka berdua berasal dari daerah Anggi yang merupakan daerah suku Sougb. Ndin kemudian kawin dengan seorang perempuan yang berasal dari daerah pantai yang bernama Wonggor dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Brim. Dari Brim ini lahirlah orang-orang Mouley yang memiliki faam Wonggor. Sementara itu Ndfan kawin dengan seorang perempuan dari Minyambouw (Hatam) yang bernama Mpgot dan melahirkan anak yang bernama Mbrdin yang kemudian menurunkan orang-orang Mouley yang menggunakan faam Wonggor. Dengan demikian sebagian orang Mouley beranggapan bahwa mereka adalah keturunan orang Sougb dan orang pantai (Wonggor). Faam asli orang Mouley adalah Wonggor.
Berdasarkan mitos bahwa Wonggor berasal dari buaya air laut. Sedangkan Ayok berasal dari burung kakak tua dari hulu sungai Wariori. Indouw, Tibiyai dan Mandacan berasal dari anjing Serce, juga di hulu sungai Wariori. Faam yang dominan jumlah anggotanya di kalangan orang Mouley adalah faam Wonggor sedangkan faam Saroy Hatam asli yang bedominasi di Kabupaten Manokwari Selatan dan Kabupaten Pegunungan Arfak. Selain cerita di atas diperoleh juga kisah tentang asal-usul Faam Towansiba seperti yang diuraikan berikut: Pertama kali moyang berasal dari Jumer Bohon yaitu nama daerah asal kampung Ro Sougb yang artinya kampung Sougb. Iba ini adalah nama dari seorang laki-laki. Iba diambil dari nama air. Iba beristri dua orang yang bernama Dowmona dan Dowdoho.
Iba dan kedua orang istrinya tinggal di Besaiba. Pada waktu kedua istrinya menjelang melahirkan, mereka dibuatkan pondok oleh Iba yang dalam bahasa Sougb disebut Tombro. Rumah kecil ini dibuat bergandengan dengan rumah utama, Karena mereka hamil bersamaan, maka mereka melahirkan di tempat yang sama pula. Pertama kali, Dwmona melahirkan perempuan yang bernama Dowoiba, sedangkan Dowdoho melahirkan anak perempuan yang dinamakan Delomiba. Dowoiba mempunyai adik laki-laki yang bernama Besaiba, sedangkan Delomiba mempunyai adik laki-laki yang bernama Bogoiba.
Pada waktu melahirkan anak kedua, kedua perempuan itu tinggal di tombro sampai 15 tahun. Bapak dan anak perempuannya tinggal di rumah utama. Sementara itu kedua anak laki-laki sudah keluar dari tombro dan bergabung dengan bapaknya. Pada waktu anak laki-lakinya sudah berusia duabelas setengah tahun dan sudah bisa pergi sendiri, kedua ibunya masih berada di pondok bersalin (tombro). Bapak Iba kemudian menebang pohon ibiyo untuk dibuat sebuah perahu. Rencananya setelah perahu selesai, ia akan berlayar. Selain itu Iba mengumpulkan bibit umbi-umbian seperti keladi, ubi jalar, bete, dan juga tunas pisang untuk bekal. Setelah selesai membuat perahu dan mengumpulkan bibit tersebut, ia memanggil istrinya untuk segera ke luar, tapi begitu kedua istrinya keluar, Iba sudah berlayar di tengah laut. Ia pergi meninggalkan anak istrinya menuju Papua Timur.
Oleh karena Iba sudah lari dari istri dan anak-anaknya, terpaksa istrinya Dowmona membawa anak laki-lakinya yang bernama Besaiba menelusuri Sungai Inyomsah. Di atas hulu sungai ini ada laki-laki yang bernama Inyom-nyom. Ia sedang memasak bete, yang sebagian dibuangnya hanyut ikut sungai inyomsah ini. Besaiba dan ibunya mengambil makanan yang hanyut untuk makan. Dowmona memberi tahu anaknya bahwa mereka bisa makan bete karena di atas hulu sungai ada orang. Sesampai di dekat gunung mereka melihat cahaya api yang menyala. Mereka melanjutkan perjalanan menuju cahaya tersebut hingga tiba di pinggir suatu rumah.
Di rumah tersebut terdapat laki-laki yang momo (tidak bisa bicara), tidak mempunyai mulut dan pantat. Laki-laki ini diam dan hanya menunjuk saja, ia tidak bisa berbicara karena tidak mempunyai mulut. Besaiba naik ke rumah laki-laki yang bernama Inyom-nyom yang artinya orang bisu/momo. Ia menunjuk kepada Besaiba dan ibunya, agar mereka ke kebun mengambil sayur gedi. Di kebun itu, Dowmona bertemu ular hijau yang tidur di atas batang gedi. Kemudian diambilnya ular itu lalu dibungkus dengan daun gedi dan dibawa pulang ke rumah. Sampai di rumah, Dowmona menyuruh inyom-nyom membuka daun gedi itu untuk dimasukkan ke dalam belanga. Inyom-nyom mengambil daun gedi untuk dibuka dan dilihatnya ular hijau tersebut. Ia terkejut hingga berteriak. Mulut yang semula tidak terbuka menjadi terbuka dan membuatnya bisa berbicara, juga pantat yang tidak berlubang itu menjadi terbuka. Menyadari hal itu, Inyom-nyom berterima kasih kepada Besaiba dan ibunya yang telah membuatnya bisa berbicara dan buang air besar. *****
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata100,40kata -Day9
D. Kisah Nene Moyong Kehilangan Suaminya
Kisah hidup nene moyang merasakan kehilangan sosok suaminya. Nene bernam Dowmona, ia pada waktu kala itu, bercerita kepada Inyom bahwa ia sudah kehilangan suaminya. Pada waktu Besaiba saat masih kecil, ia ditinggal lari oleh bapaknya entah kemana. Selanjutnya Inyom kembali lagi, dan kawin dengan Dowmona. Setelah mereka tinggal dan berladang di Gunung Inyomsahu. Salah satu dari tujuan berladang adalah untuk acara makan bersama antara suku yang dalam bahasa Sougb disebut Resiga Aret. Setelah panen jagung, diundangnya semua sub suku-suku untuk memastikan maupun melihat apakah suami pertama Dowmona ini datang di acara itu atau tidak. Pada undangan pertama, Iba tidak hadir.
Namun pada undangan yang terakhir datanglah satu kapal yang entah dari negara mana mengangkut banyak orang dimana iba ada di situ. Besaiba menangis ketika diberi makan oleh ibunya. Sementara itu, acara makan tetap berlanjut dan diikuti dengan acara dansa/menari (Renyohora). Karena Dowmona ini tidak lagi mengenal Iba bekas suaminya dan begitu juga sebaliknya, Dowmona mengajak dansa Iba hingga menjelang pagi. Mendengar tangisan Besaiba, Iba lalu memegang Besaiba agar diam. Begitu Iba memegangnya Besaiba berhenti menangis dan berteriak memanggil-manggil bapaknya.
Akhirnya Iba membawa lari anaknya ke atas kapal. Istrinya lari mengejar sampai ke tepi laut. Dowmona berpesan pada Iba agar Besaiba jangan diberi makan pisang tanduk karena makanan ini tidak akan membuat anaknya cepat besar. Sejak itu Dowmona (Dowa) tinggal di Gunung Inyomsahu dan menurunkan Faam Towansiba, Dowansiba, Iba, dan Aiba, yaitu keturunan sub suku Sougb yang saat ini mendiami tiga Kabupaten yakni Bintuni, Pegunungan Arfak (Anggi), Manokwarin Selatan alias (Ransiki). Selain itu ada cerita singkat lainya mengenai tujuh turunan yang tak lain merupakan cerita tentang asal-usul sistem pertanian pada masyarakat Suku Arfak pertama yang terdiri atas tujuh turunan. Terdapat sebuah rumah yang terdiri dari tujuh kamar yang menunjukkan adanya tujuh keturunan sebagai penghuninya. Mereka disebut sebagai Lonya (Lo artinya sudah ada, Nya artinya menunjukkan lebih dari satu) atau manusia pertama yang semua berjenis kelamin perempuan. Dalam kesehariannya mereka makan arang api (bumgun).
Pada suatu ketika datang seorang perempuan yang bernama Moyaninggoman ke rumah tersebut. Ia bermaksud minta makan kepada tujuh turunan tersebut. Oleh karena badannya kotor dan berbau, makan setiap penghuni kamar menolak kehadirannya, kecuali penghuni kamar ketujuh. Sebagai balas jasa, ia membenkan petatas kepada anak-anak yang menangis di kamar tujuh tersebut. Sementara itu anak-anak penghuni keenam kamar lainnya juga terdengar menangis kelaparan. Keesokan harinya, seluruh penghuni kamar disuruh keluar dari rumah. Moyaninggoman lari berkeliling halaman dengan membawa tongkat sambil berteriak siep cuti. Tidak lama kemudian jatuhnya petatas dari langit. Teriakan tersebut diulangi untuk jenis sayuran dan buah-buahan yang lain. Di samping itu ia juga meminta kepada langit jenis tumbuh-tumbuhan untuk obat dan racun.
Namun demikian, tidak semua tujuh turunan tersebut dapat mengusahakan pertanian dengan hasil yang sama. Daerah yang mereka usahakan untuk pertanian terbagi menjadi empat yaitu; ampiabei, hubima, resbin, dan mukfiya, masing-masing daerah mempunyai tingkat kesuburan yang berbeda berdasarkan iklim.
***********
Asal-usul orang Arfak dan tempat-tempat bersejarah juga diceriterakan dalam versi yang berbeda. Masyarakat Arfak berasal dari dua orang manusia yaitu perempuan bernama Map dan laki-laki bernama Kwak. Ceriteranya adalah sebagai berikut : Berawal di suatu daerah yang bernama Nghimdiy, Map dan Kwak melakukan perjalanan dan singgah di suatu tempat untuk memasak, sehingga tempat itu disebut sebagai Jungrintiy (= susun batu). Setelah itu mereka berpisah, masing-masing jalan sendiri. Ketika Map lelah ia beristirahat di hing biatiy (Kali Mati atau sungai Hingk).
Ketika sedang berisitirahat di tepi Sungai Hingk, Map melihat dua orang berjalan mendekati tempat istirahatnya. Melihat itu kemudian Map membuat srienser (batas) pada daerah tempat tinggalnya supaya dua orang perempuan itu tidak melanggar daerahnya dan mencari jalan lain. Cara mereka membuat batas adalah dengan menanam pohon-pohonan sampai rapat dan rimbun. Batas yang terbuat dari pohon ini mereka namakan biye temuntiy. Jenis pohon yang mereka tanam adalah bikrawa, ribentuna, nimbuya, bijeba, dan himpey. Oleh karena jalan terhalang, dua orang perempuan ini bertempat tinggal di kwok komti (muara air). Ketika mereka sedang berisitrahat mereka ditikam sampai mati oleh bahawaba, yaitu manusia jahat yang tinggal di alam.
Karena penghuni rumah sudah mati dan rumah itu kosong, babi masuk dan merusak rumah berserta barang pecah belah yang ada di situ, yang tersisa hanya tungku. Map kemudian berjalan sampai di Mighir Nyenguwan, di samping air terjun dan tinggal di rumah batu dekat air terjun tersebut. Dia mendengar dari arah njungat atau kali kecil suara bayi menangis, tepatnya ditelaga air terjun kecil, yang disebut njungat nyebhei, selama seharian. Sampai hari kedua suara itu masih terdengar. Map kemudian berjalan menuju sungai Hingk. Namun suara bayi tidak terdengar lagi ketika dia sampai di sana.
Akhirnya dia kembali lagi ke gua batu. Pada hari ketiga suara bayi masih terdengar. Mendengar itu Map berjalan naik sampai dia melihat njungat dari atas. Dari situ terdengar jelas olehnya suara tangisan suara bayi itu berasal dari arah air telaga. Air telaga itu mengalir dengan arah berputar sehingga membawa daun batang kering yang jatuh ke situ berputar pula. Map lalu membuat pagar penghalang dan diletakan di telaga untuk menyaring batang dan daun kering itu. Semua kotoran akhirnya tersangkut termasuk buah bimpuk mangnyat. Ketika itu suara bayi tidak terdengar lagi. Tetapi ketika penghalang kotoran itu diambil dari air berputar lagi, bayi itu menangis lagi. Map kebingungan mencari sumber suara tangisan bayi itu.
Akhirnya dia meletakan lagi penghalang kotoran itu dan setelah semua tersangkut kotoran diambil satu per satu untuk mencari asal tangisan. Dia menemukan tangisan itu berasal dari buah berwarna hijau (seperti buah mangga) yang ujungnya mirip pusar bayi. Map kemudian menimba air dalam piring batu untuk merendam buah tersebut dan suara tangis terdengar lagi. Buah itu dibawah pulang Map dan njungat nyeibbei ke migbir nyanguwan. Disimpannya buah itu kedalam kekuab (semacam noken yang terbuat dari daun tikar/pandan) yang sebenarnya dipakai sebagai tempat membawa makanan.
Tangisan berhenti ketika buah itu berada dalam kekuawab. Lalu Map mencoba lagi menaruh buah itu dalam air dan tangisan bayi terdengar lagi. Map lalu memindahkan buah itu dari tempat basah ke tempat kering dan suara tangispun berhenti. Pada hari kelima buah itu manetas dan keluarlah seorang bayi dari buah itu. Map merasa bahagia dan menggendongnya. Map kemudian berkata Masren gai muwon dini bida yang artinya dewa, berikan bayi itu kepada saya. lalu Map menyiram bayi itu dengan air setiap pagi, tengah hari dan sore yang yang membuat bayi itu cepat besar.
************
-Sarapan Kata - KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata720kata -Day10
E. Metode untuk Menarik Garis Keturunan
“Aku harus tumbuh, aku harus berbuah, aku harus rendah hati, aku harus mencintai diriku sendiri tanpa syarat, apapun kata meraka." (Yosak Saroi).
Warga masyarakat Suku Besar Arfak Meyakh menarik garis keturunan bersadasarkan orang pewaris pertama adalah berdasarkan garis keturunan dari bapak patrilineal, ini terus menerus ke atas artinya mereka punya suatu kepercayaan bahwa mereka benar berasal dari seorang bapak atau ayah. Jadi jika mendasarkan pada prinsip cara menarik garis keturunan, maka suku Arfak Meyakh mempunyai dasar pada cara dengan menarik garis keturunan secara unilateral patrilineal. Artinya menarik benang merah dari garis keturunan bersadasarkan pada suatu garis saja, dalam hal ini menarik arus pada suatu garis keturunan laki-laki bapak. Disebut patriarkal, karena pada lazimnya berpangkal kepada seorang bapak asal dan diurus olehnya ataupun oleh penganti kedudukannya, oleh seorang patriarch.
Anak-anak laki-laki dalam sistem ini sesudah beristri tetap tinggal menjadi anggota dari padanya dan membawa masuk istri mereka selaku anggota baru dalam kehidupan keluarga itu. Sedangkan para anak perempuannya meninggalkan brayat asal mereka, untuk mengikuti suami mereka masing-masing ke dalam brayat sang suami, maka mereka adalah orang asing, setidak- tidaknya pendatang. Oleh karena itu, orang laki-laki memperoleh status utama di dalam besar itu, lagi pula di dalam nya terdapat solidaritas kuat antara para anggotanya laki-laki yang saling berwangsa pancar laki-laki pula.
Kedewasaan Anak Arfak : Seorang anak sejak dilahirkan sampai ia menjelang dewasa, masih tinggal menjadi satu rumah dengan ayah ibunya. Anak tersebut baik laki-laki maupun perempuan masih menjadi tanggung jawab orangtuanya. Anak laki-laki maupun perempuan disebut dewasa tidak berdasarkan pengalaman atau umur tertentu, namun mendasarkan pada perkembangan fisik atau jasmani dari anak tersebut. Anak perempuan pada sub Suku Arfak Meyakh dikatakan sudah dewasa, kalau sudah mulai tumbuh susu (buah dada). Anak perempuan dewasa yang akan menikah sudah tumbuh susu, juga sudah keluar darah ( mengalami menstruasi), di samping itu roman muka sudah beda, suarapun mengalami perubahan drastis.
Perempuan yang sedang mengalami menstruasi dipindahkan dari rumah utama ke pondok kecil (Motkom). Pihak orang tua perempuan khususnya mama yang akan mengurus anak perempuan yang sedang menstruasi tersebut. Orang tua dalam hal ini mama memberikan/ mengantarkan makanan kepada anak perempuannya tersebut. Yang boleh mengurus anak perempuan yang mengalami menstruasi hanyalah orang tua perempuan atau ibunya, sedangkan orang tuanya laki-laki tidak diperbolehkan. Lamanya masa kurungan bagi anak perempuan yang mengalami menstruasi di pondok kecil (motkom) kurang lebih satu minggu, setelah itu baru dapat kembali ke rumah induk untuk bergabung dengan sanak saudara dalam Keluarga. Bagi anak perempuan yang sudah dewasa dalam masyarakat sub Suku Arfak Meyakh disebut asok ojouwu. Jaman dahulu tidak mengenal pacaran, tetapi muda-mudi dapat bertemu hanya dalam pesta-pesta adat untuk saling mengenal, kecuali bagi mereka yang sudah mendapatkan teguran atau peringatan karena pernah melakukan pelanggaran berupa pertemuan secara diam - diam.
Pesta- pesta adat yang sering dapat dijadikan tempat untuk bertemu oleh muda- mudi misalnya acara perkawinan, kumpulan keluarga, acara kematian dan kelahirannya. *** Pertemuan antara muda-mudi dianggap sesuatu yang sangat sensitif, kecuali dapat pertemuan itu dilakukan dalam pesta-pesta adat, seperti pesta untuk tanah, pihak laki-laki akan dekat dengan wanita atau perempuan yang mau digendong oleh laki-laki tersebut. Dan jika sudah saling mengenal maka laki-laki akan memberikan tanda berupa kalung ataupun gelang yang digunakan oleh laki-laki, dan diberikan kepada perempuan yang digendongnya. Atau dapat juga dilakukan jika telah terjadi pemenangan oleh orang tua, sehingga lebih penting terjaga dalam arti tidak akan menimbulkan masalah atau tidak memalukan nama baik orang tua. Pemenangan bisa dilakukan pada saat anak masih berusia 8 - 10 Tahun alasannya agar anak tidak akan memalukan orang tuanya atau selingkuh dengan orang lain.
Anak yang masih kecil tetapi sudah dipinang harus tinggal bersama orang tua keluarga laki-laki, nanti setelah perempuan telah dewasa baru dapat dikawinkan. Bagi muda-mudi yang sudah ada ikatan tidak bisa dapat bergaul bebas dengan orang lain karena dapat menimbulkan persoalan, kecuali telah disepakati untuk memutuskan peminangan tersebut. Tanda ikatan akan dikembalikan sesuai dengan yang diberikan, tetapi bisa juga dikembalikan dalam bentuk lain tetapi tidak mengurangi nilainya yang sejak awal. Tanda yang diberikan sebagai tanda pengikat dapat berupa kalung leher seperti manik-manik, karet gelang. Pemberian tanda umumnya setelah orang tua perempuan telah mengetahui dari anaknya bahwa anak perempuan tersebut suka sama laki- laki yang menggendongnya di pesta adat. Perkawinan dapat terjadi juga karena orang tua menjodohkan dimana orang tua laki-laki datang ke rumah..
***********
BAB III, A. Bangun Kultur dengan Kebenaran
-Sarapan Kata- KMO Indonesia -KMO Club Batch 43 - Kelompok3 -Amerta - JumlahKata10,30kata -Day11
BAB III
A. Bangun Kultur dengan Kebenaran
Kejujuran adalah nilai-nilai etika dan moral yang bersifat universal, yang merupakan amanah Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada Manusia untuk dilaksanakan dalam kehidupannya, sekaligus membentuk kultur dalam pergaulan hidup manusia itu sendiri. Nilai-nilai etika dan moral ini bila dipegang teguh secara kokoh dalam praktek kehidupan manusia antara satu dengan yang lain, tidak akan terjadi goncangan dan konflik diantara manusia itu sendiri, baik secara perorangan (individu) kelompok maupun secara institusi. Mungkin terasa aneh dan lucu bila adanya penawaran membangun kultur keadilan, kebenaran dan Kejujuran dalam suatu sistem politik dewasa ini. Karena merupakan sesuatu kultur yang kontras dengan realitas kehidupan. Tetapi fakta dan realitas menunjukkan, terjadinya konflik di berbagai dimensi kehidupan disebabkan nilai-nilai tersebut disembunyikan dan tidak dihiraukan.
Misalnya seperti halnya, ketika terjadi konflik didalam sebuah rumah tangga yang mulanya cukup harmonis. Akan tetapi, di tenggah perjalanan timbul bibit -bibit ketidakbenaran, ketidakjujuran dan ketidakadilan di dalam anggota rumah tangga, akhirnya membawa malahpetaka. Kehidupan rumah tangga yang mulanya utuh, akrab, harmonis dan penuh cinta kasih akan berakhir dengan perceraian yang amat memilukan. Disadari bahwa untuk mendukung kesuksesannya suatu kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean goverment), yang menjadi inti adalah nilai-nilai kultur tersebut. Tanpa disadari nilai-nilai dimaksud, tidak mungkin suatu pemerintahan berjalan dengan baik, apalagi dengan lemahnya penegakan hukum yang terus terjadi.
Demikian juga halnya dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dimana nilai-nilai etika dan moral patut dan layak dipakai dalam menjalankan kegiatan pemerintahan Umum. Untuk mencegah dan menimizekan budaya penyelewengan (KKN), dan kekerasan yang terus berlangsung sampai sekarang, diperlukan nilai-nilai etika dan moral tersebut. Nilai - nilai ini pula juga mencegah konflik diantara masyarakat umum, sekaligus dapat menciptakan ketenangan menuju ketentraman yang nyata dan abadi; seperti diamanahkan dalam kitab Nabi (Yesaya 32 : ayat 17) yang menyatakan bahwa: "Dimana ada kebenaran, disitu akan tumbuh Damai Sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya." Terus yang tak kalah penting adalah Partisipasi Politik Perempuan. Keberhasilan program pemerintah dan pembangunan yang dicita-citakan tergantung pada partisipasi seluruh masyarakat. Semakin tinggi partisipasi masyarakat, maka akan semakin berhasil pencapaian tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Karena itu, dalam program pemerintah sebagai bagian dari pembangunan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur masyarakat, yang pada hakikatnya pembangunan memang dilaksanakan dan ditujukan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Masyarakat sebagai pelaku pembangunan tidak lepas dari peranan perempuan yang terlibat di dalamnya, sehingga partisipasi perempuan perlu diperhitungkan. Perempuan Indonesia memiliki peranan dalam pembangunan di bidang politik, sosial dan ekonomi mereka terlibat dalam legislatif, ekonomi kerakyatan di dalam pemerintahan. Partisipasi dalam bidang politik ini tidak sekadar pelengkap saja melainkan harus berperan aktif di segala aspek kehidupan. Di dalam negara yang sedang belajar menuju demokratis yang sesungguhnya seperti Indonesia, adanya partisipasi perempuan yang lebih besar maka dianggap menjadi lebih baik. Tingginya tingkat partisipasi perempuan dapat ditunjukkan dalam mengikuti dan memahami masalah politik dan keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan politik tersebut. Sebaliknya apabila tingkat partisipasi politik bagi perempuan itu rendah maka dianggap kurang baik, dicirikan dengan banyak kaum perempuan yang tidak menaruh perhatian pada masalah politik, sosial dan ekonomi seperti yang diciptakan bangsa dan Negara Indonesia.
Partisipasi politik yang dapat dilakukan oleh perempuan dapat melalui beberapa jalur: Pertama, bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja secara formal dapat berperan aktif di lingkungannya sendiri melalui berbagai kegiatan yang mendukung program pemerintah, seperti PKK, Posyandu, KB, dan lain-lain kegiatan yang menggerakan ibu-ibu ke arah kepentingan bersama. Begitu pula turut memberi penjelasan akan pentingnya menjadi pemilih dalam pemilu yang berlangsung lima tahun sekali guna melangsungkan kegiatan demokrasi dan kenegaraan. Kedua, perempuan yang menginginkan karier di bidang politik dapat menjadi anggota salah satu partai politik yang sesuai pilihannya, terutama dalam memperjuangkan kaum perempuan.
Dan yang bersangkutan dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (DPRD/DPR) untuk dipilih oleh masyarakat pada saat pemilu. Ketiga, kaum perempuan yang memilih bekerja pemerintahan dapat menjalankan fungsi sesuai dengan kemampuan, latar belakang pendidikan dan beban tugas yang diberikan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Mereka dituntut memiliki keterampilan dan kemampuan memimpin. Keempat, kaum perempuan yang bekerja di bidang yudikatif atau berhubungan dengan hukum sebagai pengacara, jaksa, hakim, atau sebagai polisi penyidik perkara, dapat bekerja dengan jujur dan adil demi tegaknya hukum. Dengan demikian, partisipasi yang dilakukan kaum perempuan sebaiknya partisipasi aktif sebagai penentu kebijakan di tempat yang bersangkutan berusaha, agar benar-benar wanita keberadaannya dapat diperhitungkan. Kaum perempuan dapat berperan aktif demi suksesnya Pemilu 2019 yang akan memilih para pemimpin dan wakil rakyat. Kebenaran, Keadilan dan Kejujuran adalah nilai-nilai etika dan moral yang bersifat universal, yang merupakan amanah Tuhan Yang Maha Kuasa, kepada Manusia untuk dilaksanakan dalam kehidupannya, sekaligus membentuk kultur dalam pergaulan hidup manusia itu sendiri.
Nilai-nilai etika dan moral ini bila dipegang teguh secara kokoh dalam praktek kehidupan manusia antara satu dengan yang lain, tidak akan terjadi goncangan dan konflik diantara manusia itu sendiri, baik secara perorangan (individu) kelompok maupun secara institusi. Mungkin terasa aneh dan lucu bila adanya penawaran membangun kultur keadilan, kebenaran dan Kejujuran dalam suatu sistem politik dewasa ini. Karena merupakan sesuatu kultur yang kontras dengan realitas kehidupan. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan, terjadinya konflik di berbagai dimensi kehidupan disebabkan nilai-nilai tersebut disembunyikan dan tidak dihiraukan. Seperti halnya, ketika terjadi konflik didalam sebuah rumah tangga yang mulanya cukup harmonis.
Akan tetapi, di tenggah perjalanan timbul bibit -bibit ketidakbenaran, ketidakjujuran dan ketidakadilan di dalam anggota rumah tangga, akhirnya membawa malahpetaka. Kehidupan rumah tangga yang awal mulanya utuh, akrab, harmonis dan penuh cinta kasih sayang akan berakhir dengan perceraian dan lain-lain. Disadari bahwa untuk mendukung kesuksesannya suatu kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean goverment), yang menjadi inti adalah nilai-nilai kultur tersebut. Tanpa disadari nilai-nilai dimaksud, tidak mungkin suatu pemerintahan berjalan dengan baik, apalagi dengan lemahnya penegakan hukum yang terus terjadi. Demikian juga halnya dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dimana nilai-nilai etika dan moral patut dan layak dipakai dalam menjalankan kegiatan pemerintahan Umum.
Untuk mencegah dan menimisakan budaya penyelewengan (KKN), dan kekerasan yang terus berlangsung sampai sekarang, diperlukan nilai-nilai etika dan moral tersebut. Nilai - nilai ini pula juga mencegah konflik diantara masyarakat umum, sekaligus dapat menciptakan ketenangan menuju ketentraman yang nyata dan abadi; seperti diamanahkan dalam kitab Nabi (Yesaya 32 : ayat 17) yang menyatakan bahwa: "Dimana ada kebenaran, disitu akan tumbuh Damai Sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya ". ******
B. Hak Ulayat Adat Arfak
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata800kata -Day12
B. Hak Ulayat Adat Arfak
Masyarakat Hukum Adat Arfak dalam kehidupan kesehariannya mengenal aturan atau norma tidak tertulis yang mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi, yang disebut sebagai hukum adat. Persepsi tentang MHA selaras dengan konsepsi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Rancangan Perdasus Tahun 2007 tentang Masyarakat Hukum Adat dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 menyatakan bahwa Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Pengertian tersebut dikembangkan oleh Majelis Rakyat Papua, sebagaimana tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Papua bahwa Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya . Masyarakat Hukum Adat tentunya memiliki harta kekayaan baik material maupun immaterial.
Kekayaan material antara lain tanah, yang di atasnya ada hutan, danau, sungai yang memberi mereka hidup. Berkenaan dengan hak atas tanah, hutan dan air, maka Masyarakat Hukum Adat mengenal adanya Hak Ulayat.
Masyarakat Hukum Adat Arfak memaknai Hak Ulayat dalam arti luas sebagai hak yang dikuasai oleh warga persekutuan (Suku, kampung, faam) yang meliputi hak memanfaatkan tanah, hutan, air, berburu, mengambil hasil hutan. Hak ulayat dalam arti sempit hanya menyangkut penguasaan, penggunaan tanah saja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua, Pasal 1 Ketentuan Umum mendefinisikan Hak Ulayat sebagai berikut ”Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Berkenaan dengan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat, Pasal 43 menyatakan bahwa Pemerintah Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Pengakuan hak ulayat juga diakomodasi dalam Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua tentang Masyarakat Hukum Adat dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh Masyarakat Hukum Adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-¬undangan.
Hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) Arfak berkaitan dengan penguasaan, pemanfaatan tanah dan sumberdaya alam lainnya mendasarkan pada Tijei atau Jiyaser Jide Dihei atau Jijoug Yeyin Mebi yaitu hak ulayat atas lingkungan hidupnya. Jiyaser Jide Dihei atau Jijoug yeyin mebi mengacu kepada wilayah yang ditempati dan dimiliki secara kolektif oleh faam yang mendiami suatu kampung (minu). Jiyaser jide dihei atau Jijoug yeyin mebi berlaku atas wilayah darat yakni tanah, hutan, sungai, danau maupun pantai. Setiap keluarga memiliki wilayah yang memang sudah dibagi, dengan batas-batas alam yang saling diakui oleh masing-masing keluarga yang bertetangga.
Kendatipun untuk batas wilayah di hutan kadangkala tidak jelas. Batas wilayah selain antar milik keluarga, juga batas wilayah kampung dan distrik. Namun batas administrasi tidak menghilangkan kepemilikan kolektif warga yang berada di wilayah distrik atau kampung lain. Hak ulayat atau dalam bahasa Moile disebut dengan istilah Yahagom Ideh Hanjop atau Maubgan Maba Gusi (Sougb) tersebut dikuasai oleh masing-masing keluarga, sesuai pengaturan kepala suku (Menir). Hak ulayat atas Ndon (pegunungan Arfak) terbagi dalam wilayah: Tumti, Bahamti, Nuhamti dan Susti. Hak ulayat (Jiyaser jide dihei atau Jijoug yeyin mebi) yang dipahami oleh Masyakar Hukum Adat Arfak adalah: 1. Hak kolektif yang dipunyai oleh keluarga dalam faam pada komunitas suku. 2. Pengaturan hak tersebut baik untuk dimanfaatkan maupun untuk dibagikan kelak kepada anak diatur oleh anak tertua. 3. Aturan-antar keluarga dan antar faam dalam dan antar suku berlaku prinsip-prinsip umum, seperti igya ser dll, yang diatur dan diawasi oleh Menir, Moskur, Andijpoy dari jenjang kampung, suku dan antar suku.
Jadi Hak ulayat dalam Masyarakat Hukum Adat dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Ada hak kolektif suku yakni wilayah Arfak (Ndon) 2. Dalam wilayah suku besar terbagi dalam masing-masing suku Hatam, Sougb, Moile, Meyah. 3. Wilayah masing-masing suku terbagi lagi dalam wilayah kampung (Minu). 4. Wilayah kampung terbagi dalam kepemilikan faam. 5. Penguasaan faam terbagi dalam kepemilikan keluarga. Realitas menunjukkan bahwa sebenarnya hak ulayat yang dikuasai oleh masing-masing keluarga adalah kepunyaan bersama masyarakat hukum adat, baik di tingkat suku, faam maupun keluarga. Pemanfaatan hak ulayat kadang tak terhindar dari sengketa.
Sengketa terjadi karena adanya perbedaan sikap dan kepentingan berkaitan dengan pemanfaatan hak ulayat (sumber daya alam) yang terjadi antara warga di dalam satu Masyarakat Hukum Adat, antara suatu Masyarakat Hukum Adat dengan Masyarakat Hukum Adat lainnya, dan antara suatu Masyarakat Hukum Adat dengan Pihak lain. Penyelesaiannya dilakukan secara berjenjang di hadapan kepala suku (Manir), Wakil kepala suku (Moskur) dan tetua adat (Andijpoi) dari kepala suku wilayah sampai kampung. Jika dilakukan perbandingan terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat Arfak berdasarkan kriteria penentuan adanya hak ulayat sebagaimana diatur dalam (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, (2) Hukum Adat, dengan keberadaan Masyarakat Hukum Adat Arfak, maka secara realitas sosial hak ulayat Masyarakat Hukum Adat Arfak memenuhi kriteria yang diatur dalam Permenag No. 5 Tahun 1999 maupun Ilmu Hukum Adat.
Tabel 3 Perbandingan kriteria hak ulayat menurut Permenag No. 5 Tahun 1999, Hukum adat dan Masyarakat Hukum Adat Arfak. NO. Permenag No. 5 Tahun 1999 Hukum Adat Masyarakat Hukum Adat Arfak
1. Adanya masyarakat hukum adat tertentu masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat, adanya Suku besar Arfak yang terdiri atas suku Hatam, Moile, Sougb, Meyah.
2. Adanya hak ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup dan tempat mengambil keperluan hidup masyarakat hukum adat itu, masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai tanah kepunyaan bersama para warga nya sebagai "lebensraum"_ nya adanya hak ulayat di Ndon sampai wilayah pesisir yang dikuasai oleh masing-masing suku.
3. Adanya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat hukum adat. masih adanya penguasa adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat.
adanya Menir, Moskur dan tatanan hukum adat tentang pengelolaan hak ulayat yang dipatuhi oleh Masyarakat Hukum Adat Arfak, misalnya Igya Ser Hanjob.
***************

C. Penataan Ruang Masyarakat Adat Suku Arfak
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata800kata -Day13
C. Penataan Ruang Masyarakat Adat Suku Arfak
Proses pengaturan dan penataan ruang pada masyarakat hukum adat di Manokwari tidak diketahui secara pasti awal mulanya oleh para tokoh masyarakat adat suku besar Arfak, karena proses pengaturan wilayah tersebut telah ditetapkan secara turun temurun sejak nenek moyang mereka. Generasi sekarang hanya melanjutkan, menjaga dan melestarikan pembagian wilayah yang sudah ada. Berdasarkan penuturan para tokoh adat bahwa pembagian wilayah masyarakat suku Arfak, diawali dengan upacara ritual oleh para tetua adat pada saat itu.
Mereka meminta pertolongan Penguasa Jagad untuk memberikan petunjuk dalam menetapkan wilayah, terutama wilayah permukiman, dan wilayah hutan belukar yang memberikan mereka nafkah. Upacara tersebut lazimnya dipimpin oleh kepala suku. Upacara sering diawali dengan mantera-mantera atau Doa agar penetapan wilayah dapat membawa berkah bagi seluruh warga suku. Prosesi penataan ruang tersebut hingga kini esensinya masih dipertahankan yakni penetapan wilayah atau kawasan adat sesuai peruntukannya yakni:
(1) Bagian tertentu ditetapkan sebagai perkampungan;
(2) Bagian wilayah di sekitar permukiman ditetapkan dan dimanfaatkan sebagai kawasan untuk berkebun;
(3) Di kawasan yang lain ditetapkan sebagai kawasan berburu, dan
(4) Dan ditetapkan pula kawasan konservasi yang berupa hutan, sungai dan danau yang dapat dimanfaatkan secara terbatas. Seiring dengan berjalannya waktu, maka proses penataan ruang Masyarakat Hukum Adat mengalami perubahan akibat campur tangan pemerintah dan organisasi non pemerintah yang berkecimpung dalam konservasi sumber daya alam.
Campur tangan pemerintah melalui kebijakan penetapan kawasan lindung, budidaya dan pemukiman kembali masyarakat di wilayah-wilayah tertentu dalam rangka memperpendek rentang kendali dan keterisolasian, namun terdapat kesulitan karena wilayah pemukiman kembali tersebut tidak berada di wilayah hak ulayat komunitas masyarakat tersebut. Kondisi ini semakin parah karena masyarakat tersebut tidak leluasa melakukan aktifitas seperti berburu, berladang di daerah baru karena mereka tidak memiliki hak ulayat di daerah pemukiman kembali tersebut. Di samping itu campur tangan Organisasi Non pemerintah antara lain World Wild Fund (WWF), dan Yayasan Bina Lestari Bumi Cenderawasi (YBLC) yang selama ini membina Masyarakat Hukum Adat di Pegunungan Arfak dalam pengelolaan Cagar Alam dan penangkaran kupu-kupu sayap burung (omithoptera paradise) tidak berhasil dalam penentuan tapal batas, karena masyarakat kehilangan akses terhadap wilayah yang memberikan mereka hidup.
Proses penataan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah tidak melibatkan peran serta Masyarakat Hukum Adat dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Untuk itu seyogyanya proses penataan ruang yang dilakukan pemerintah harus melibatkan Masyarakat Hukum Adat melalui penelitian dan pengkajian terlebih dahulu terhadap bentuk dan prinsip-prinsip penataan ruang masyarakat. Hal ini diperlukan guna sinkronisasi antara kearifan lokal Masyarakat dengan kebijakan Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Proses demokratis yang ditawarkan adalah dilakukannya
(1) komunikasi yang terus-menerus dengan kepala suku, tokoh adat sebagai pemangku hak ulayat
(2) mempelajari dan mencermati bentuk penataan ruang Masyarakat Hukum Adat serta
(3) memahami prinsip-prinsip yang hidup dalam masyarakat hukum adat, dan
(4) mendata secara fisik luasan wilayah yang hendak ditetapkan dan siapa pemangku hak ulayat di wilayah tersebut,
(5) memformulasikan lebih detail guna regulasi dalam rancangan peraturan daerah; (
6) dilakukan konsultasi publik
(7) proses dan penetapan dalam peraturan daerah; dan
(8) Sosialisasi peraturan daerah. 2) Bentuk Penataan Ruang Masyarakat Hukum Adat Bentuk penataan ruang Masyarakat Adat, pada dasarnya terbagi dalam 3 (tiga) kawasan, (1) kawasan budidaya yang terbagi pada sub-kawasan permukiman/tempat tinggal dan sub-kawasan perladangan atau pertanian; (2) kawasan produksi yang sumberdaya alamnya dapat diambil dan dimanfaatkan secara terbatas; 3) kawasan konservasi yaitu kawasan yang sama sekali tidak diperbolehkan untuk diambil sumberdaya alam sepanjang tahun untuk memelihara hubungan manusia dengan alam termasuk dengan roh para leluhur. Bentuk penataan ruang berkaitan dengan hal ikhwal tanah. Tanah menurut MHA Arfak adalah mama atau ibu.
Ibu yang melahirkan, memberi makan, memelihara, mendidik, membesarkan. Tanah pada hakekatnya adalah rahim dan buah kandung yang membentuk dan menciptakan orang Arfak. Pemaknaan ini selaras dengan pandangan orang Amungme di Timika . Pandangan ketataruangan menurut MHA Arfak yakni wilayah Ndon yang terbentang dari timur ke barat di mana puncak Ndon adalah kepala mama (Ebir faga amenya). Di tempat ini terdapat beberapa tempat yang disakralkan (pemali) karena antara lain sebagai tempat bermukim roh leluhur. Menurut Roberth K.R. Hammar, kepercayaan semacam ini dianut pula oleh masyarakat Kuri-Wamesa di Bintuni dan Ihandin (Baham, Iha, Onim) di Fakfak bahwa kawasan gunung Nabi merupakan tempat bersemayam roh leluhur , bahkan tempat tinggal Allah Sang Pencipta. Di kawasan lereng gunung Arfak (Ndon) merupakan badan mama (efaga amenya), yakni tempat berburu, berlandang, dan bermukim. Sedangkan wilayah pesisir yang terdapat muara sungai wariori, kasih prafi kaki mama (aki amenya). Jika dibandingkan dengan suku Amungme dan Masyarakat Hukum Adat Komoro di Timika, maka pada Masyarakat Hukum Adat tersebut diatur pula wilayah hutan perburuan, peladangan dan pemukiman yang terbagi atas kawasan pegunungan, kawasan pemukiman (kawasan antara pegunungan dan dataran rendah), kawasan dataran rendah. Bagi Masyarakat Hukum Adat Komoro hutan adalah rumah. Karena hutan merupakan sumber kehidupan, sumber penyembuhan segala macam penyakit, karena hutan tersedia berbagai jenis obat dan ramuan, maka wilayah hutan tersebut tidak boleh dieksploitasi.
*****************
D. Hak Ulayat Masyarakat Suku Arfak
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata700kata #Day14
D. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Arfak
Masyarakat Hukum Adat Arfak dalam kehidupan kesehariannya mengenal aturan atau norma tidak tertulis yang mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi, yang disebut sebagai hukum adat. Persepsi tentang Masyarakat hukum Adat selaras dengan konsepsi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Rancangan Perdasus Tahun 2007 tentang Masyarakat Hukum Adat dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 menyatakan bahwa Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Pengertian tersebut dikembangkan oleh Majelis Rakyat Papua, sebagaimana tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Papua bahwa Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya. Masyarakat Adat tentunya memiliki harta kekayaan baik material maupun immaterial. Kekayaan material antara lain tanah, yang di atasnya ada hutan, danau, sungai yang memberi mereka hidup. Berkenaan dengan hak atas tanah, hutan dan air, maka MHA mengenal adanya Hak Ulayat.
MHA Arfak memaknai Hak Ulayat dalam arti luas sebagai hak yang dikuasai oleh warga persekutuan (Suku, kampung, faam) yang meliputi hak memanfaatkan tanah, hutan, air, berburu, mengambil hasil hutan. Hak ulayat dalam arti sempit hanya menyangkut penguasaan, penggunaan tanah saja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua, Pasal 1 Ketentuan Umum mendefinisikan Hak Ulayat sebagai berikut ”Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Berkenaan dengan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat, Pasal 43 menyatakan bahwa Pemerintah Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Pengakuan hak ulayat juga diakomodasi dalam Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua tentang MHA dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh Masyarakat Hukum Adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-¬undangan.
Hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) Arfak berkaitan dengan penguasaan, pemanfaatan tanah dan sum¬berdaya alam lainnya mendasarkan pada Tijei atau Jiyaser jide dihei atau Jijoug yeyin mebi yaitu hak ulayat atas lingkungan hidupnya. Jiyaser jide dihei atau Jijoug yeyin mebi mengacu kepada wilayah yang ditempati dan dimiliki secara kolektif oleh faam yang mendiami suatu kampung (minu). Jiyaser jide dihei atau Jijoug yeyin mebi berlaku atas wilayah darat yakni tanah, hutan, sungai, danau maupun pantai. Setiap keluarga memiliki wilayah yang memang sudah dibagi, dengan batas-batas alam yang saling diakui oleh masing-masing keluarga yang bertetangga. Kendatipun untuk batas wilayah di hutan kadangkala tidak jelas.
Batas wilayah selain antar milik keluarga, juga batas wilayah kampung dan distrik. Namun batas administrasi tidak menghilangkan kepemilikan kolektif warga yang berada di wilayah distrik atau kampung lain. Hak ulayat atau dalam bahasa Moile disebut dengan istilah Yahagom Ideh Hanjop atau Maubgan Maba Gusi (Sougb) tersebut dikuasai oleh masing-masing keluarga, sesuai pengaturan kepala suku (Menir). Hak ulayat atas Ndon (pegunungan Arfak) terbagi dalam wilayah: Tumti, Bahamti, Nuhamti dan Susti. Hak ulayat (Jiyaser jide dihei atau Jijoug yeyin mebi) yang dipahami oleh MHA Arfak adalah:
- Hak kolektif yang dipunyai oleh keluarga dalam faam pada komunitas suku.
- Pengaturan hak tersebut baik untuk dimanfaatkan maupun untuk dibagikan kelak kepada anak diatur oleh anak tertua.
- Aturan-antar keluarga dan antar faam dalam dan antar suku berlaku prinsip-prinsip umum, seperti igya ser dll, yang diatur dan diawasi oleh Menir, Moskur, Andijpoy dari jenjang kampung, suku dan antar suku. Jadi Hak ulayat dalam MHA Arfak dapat dideskripsikan sebagai berikut:
- Ada hak kolektif suku yakni wilayah Arfak (Ndon)
- Dalam wilayah suku besar terbagi dalam masing-masing suku Hatam, Sougb, Moile, Meyah.
- Wilayah masing-masing suku terbagi lagi dalam wilayah kampung (Minu).
- 4. Wilayah kampung terbagi dalam kepemilikan faam. 5. Penguasaan faam terbagi dalam kepemilikan keluarga. Realitas menunjukkan bahwa sebenarnya hak ulayat yang dikuasai oleh masing-masing keluarga adalah kepunyaan bersama masyarakat hukum adat, baik di tingkat suku, faam maupun keluarga. Pemanfaatan hak ulayat kadang tak terhindar dari sengketa. Sengketa terjadi karena adanya perbedaan sikap dan kepentingan berkaitan dengan pemanfaatan hak ulayat (sumber daya alam) yang terjadi antara warga di dalam satu Masyarakat Hukum Adat, antara suatu Masyarakat Hukum Adat dengan Masyarakat Hukum Adat lainnya, dan antara suatu Masyarakat Hukum Adat dengan Pihak lain. Penyelesaiannya dilakukan secara berjenjang di hadapan kepala suku (Manir), Wakil kepala suku (Moskur) dan tetua adat (Andijpoi) dari kepala suku wilayah sampai kampung. Jika dilakukan perbandingan terhadap keberadaan MHA Arfak berdasarkan kriteria penentuan adanya hak ulayat sebagaimana diatur dalam (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, (2) Hukum Adat, dengan keberadaan MHA Arfak, maka secara realitas sosial hak ulayat MHA Arfak memenuhi kriteria yang diatur dalam Permenag No. 5 Tahun 1999 maupun Ilmu Hukum Adat. Tabel 3 Perbandingan kriteria hak ulayat menurut Permenag No. 5 Tahun 1999, Hukum adat dan MHA Arfak. NO. Permenag No. 5 Tahun 1999 Hukum Adat MHA Arfak 1. adanya masyarakat hukum adat tertentu masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat, adanya Suku besar Arfak yang terdiri atas suku Hatam, Moile, Sougb, Meyah. 2. adanya hak ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup dan tempat mengambil keperluan hidup masyarakat hukum adat itu, masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai tanah kepunyaan bersama para warga nya sebagai "lebensraum"_ nya adanya hak ulayat di Ndon sampai wilayah pesisir yang dikuasai oleh masing-masing suku. 3. adanya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat hukum adat. masih adanya penguasa adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat. adanya Menir, Moskur dan tatanan hukum adat tentang pengelolaan hak ulayat yang dipatuhi oleh MHA Arfak, misalnya Igya ser hanjob.
E. Masyarakat Adat Arfak Di Kabupaten Manokwari
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata770kata #Day15
E. Masyarakat Hukum Adat Arfak di Kabupaten Manokwari
Mengetahui lebih dalam tentang masyarakat adat suku Arfak di Kabupaten Manokwari yang terdiri atas suku Hatam, Sougb, Mouley dan Meyakh, sejak dahulu telah mengenal berbagai kearifan tentang bentuk penataan ruang MHA sebagai berikut: 1. Kawasan budidaya yang terdiri atas: a. Kawasan Permukiman dalam bahasa Hatam disebut Minu di ibongti sedangkan dalam bahasa Sougb Bohon disebut Suoko tuesa. Kawasan yang dipilih menjadi kawasan permukiman adalah kawasan yang secara geografis dekat dengan sumber-sumber air, kawasan berkebun dan daerah dataran atau tanah dengan tingkat kemiringan maksimal 60 derajat. b. Kawasan Perladangan/kebun terbagi atas: 1). Kawasan yang dijadikan lahan garapan tradisional, hutan termanfaatkan, kebun, bekas kebun dalam bahasa hatam disebut Susti. Kawasan Susti merupakan hutan sekunder, yakni bekas kebun yang sudah ditinggalkan oleh penggarap/peladang dan pohonnya sudah tumbuh kembali menjadi hutan. Lazimnya bekas kebun yang ditinggalkan lebih dari empat tahun dan diameter pohon yang tumbuh di kawasan tersebut berkisar 40 cm dan tingginya 8 meter. Kawasan Susti dibedakan menjadi dua, yakni: (1) Susngoisi. yaitu bekas kebun yang ditinggalkan kira-kira satu tahun. Di kawasan ini pohon-pohon liar sudah mulai tumbuh dan bertunas; (2) Susmahan, yakni bekas kebun yang sudah ditinggalkan kurang lebih selam 5 tahun dan sudah ditumbuhi oleh pohon yang diameternya kurang lebih 30-40 cm. 2). Kawasan lahan garapan produktif (tempat bercocok tanam, kebun (miyasi). dalam bahasa Hatam disebut Miyai ngwosi. 3). Kawasan lahan garapan yang diolah berulang-ulang dalam bahasa Hatam disebut Miyaisi/bekausi. c. Kawasan yang dimanfaatkan secara terbatas untuk keperluan berburu, meramu dan sumber bahan obat-obatan tradisional dalam bahasa hatam disebut Nihamti, yaitu hutan yang sangat lembab dan banyak lumut yang tumbuh di tanah dan menempel di pohon. 2. Kawasan Konservasi Daerah yang dilindungi dalam bahasan Hatam disebut Bigbihei di ijaser atau iggai ser. Kawasan bigbebei terdiri atas bahamti, (Hatam) cosmemes (Meyah) yaitu wilayah hutan yang masih asli, lokasinya berada jauh dari perkampungan penduduk. Wilayah bahamti tidak boleh dieksploitasi untuk berkebun ataupun mendirikan rumah. Di kawasan ini penduduk hanya diperbolehkan untuk mengambil kayu dan hasil hutan lainnya (rotan, kulit kayu dan lain-lain) untuk kebutuhan sehari-hari. 3. Kawasan lainnya: seperti: a. Kawasan yang paling tinggi (pegunungan=hampiati) disebut ampiyabey atau kawasan dingin. Kawasan ampiyabey merupakan kawasan yang kurang subur karena tidak semua tanaman bisa tumbuh dengan hasil baik. Kawasan yang disebut dengan bahamti biasanya berada di daerah ampiyabey. b. Kawasan sedang disebut bubima. c. Kawasan (daerah) panas disebut resim atau niduti Kedua kawasan ini dikatakan sebagai kawasan paling subur karena semua tanaman seperti, keladi, ketimun, jagung, petatas dan pisang bisa tumbuh. d. Kawasan pesisir disebut mutiyak, mukti atau sir mukti Kawasan ini memiliki tingkat kesuburan yang rendah karena udaranya terlalu panas sehingga tanaman tidak dapat tumbuh subur. e. Kawasan pinggiran kali/danau dalam bahasa Hatam disebut Sir minyiesi. Sebagai perbandingan, bahwa Masyarakat Hukum Adat Biak Numfor membagi wilayah sebagai berikut: 1. Kawasan budidaya terdiri atas: a. Yaf/Yafdas adalah lahan produktif, ditanami tanaman pangan dan perkebunan (keladi, kasbi, jagung, pisang, sagu, pinang, rambutan, mangga dan lain sebagainya). b. Bosen raswan adalah daerah perairan yang menjadi tempat mencari dan menangkap ikan, meliputi daerah perairan yang menjadi kering pada waktu pasang surut, serta tempat-tempat laut yang dangkal disebut bosen raswan. 2. Kawasan Konservasi yakni: a. Mrur adalah hutan primer, yaitu hutan yang dibiarkan tidak digarap atau ditebangi hingga di tumbuhi pohon-pohon yang lebat dan tinggi. b. Yapur (marires) yaitu tanah bekas hutan yang sudah di tebangi atau bekas kebun yang sudah di panen yang dibiarkan hingga tumbuh semak belukar. c. Karm’gu, yaitu bekas tanah yang sudah menjadi setengah hutan primer dengan pohon-pohon yang sudah cukup tinggi. Selain MHA Arfak, maka MHA Tepere di Kampung Waouna Papua memiliki konsepsi ketataruangan sebagai berikut: 1. Kawasan budidaya terdiri atas: a. Osgena : kawasan hutan yang didominasi oleh pohon-pohon besar dan lebat yang berfungsi sebagai kawasan tempat berburu satwa liar. b. Omigera : Kawasan hutan pesisir sampai dengan hutan dataran rendah di pesisir pantai yang dimanfaatkan sebagai lahan kebun masyarakat. c. Sekare : kawasan pesisir, terumbu karang dan perairan laut dangkal yang dikuasai oleh suatu komunitas Faam tertentu. Kawasan ini merupakan tempat mencari dan/atau mengumpulkan hasil-hasil laut. d. Maternanauw: kawasan perairan laut dalam. Kawasan ini dimanfaatkan untuk memburu ikan hiu, pelayaran antar kampung, distrik dan antar pulau. 2. Kawasan Konservasi yakni: Busukra Waukra: Lahan hutan yang masih didominasi oleh pohon-pohon besar dan berlumut. Kawasan pamali pada zona Busukra Waukra dimana tempat tinggal roh-roh leluhur disebut dengan istilah Tingkra Waukra.
BAB IV A. Berdasarkan Penelitian Pendahulu
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata774kata #Day16
BAB IV.
A. Berdasarkan Penelitian Pendahulu
Tentang Suku Moi Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Godlief Kawer dkk , maka suku Moi di Kampung Maribu Papua mengelompokkan kawasan pemanfaatan menjadi 8 (delapan) kawasan sebagai berikut :
- Mama De Feng adalah tanah/lahan yang masih memiliki pohon-pohon besar atau berhutan lebat. Kawasan ini berfungsi sebagai tempat berburu secara tradisional, tempat mengumpulkan sayur dan buah-buahan, tempat mengumpulkan bahan obat-obatan tradisional dan juga tempat tinggal roh-roh lelulur nenek moyang Faam tersebut. Kawasan ini memiliki zona-zona keramat atau wilayah yang disakralkan oleh masyarakat.
- Asu Membu: Kawasan hutan yang dibuka dan secara tradisional dimanfaatkan sebagai lahan atau tempat berkebun.
- Yakusyop: kawasan hutan atau bekas kebun yang dibuka dan secara tradisional dimanfaatkan untuk pembangunan rumah tinggal oleh suatu keluarga seseoarang/kepala keluarga dalam wilayah teritorial komunitas Faamnya.
- Debet Pai: Kawasan komunitas hutan sagu yang merupakan kepemilikan suatu Faam. Jumlah pohon dan rumpun sagu di dalam komunitas hutan sagu dikuasai dan dimiliki secara kolektif oleh anggota Faam.
- Busyo: kawasan pesisir pantai yang didominasi oleh pohon-pohon kelapa. Kawasan ini secara tradisional merupakan tempat tambatan perahu/ pelabuhan tradisional masyarakat dan juga tempat membangun pondokan sementara untuk kegiatan melaut masyarakat.
- Belu Ganding: Wilayah pesisir pantai sampai batas pasang surut air laut. Wilayah ini berfungsi sebagai tempat untuk memancing dan juga mengumpulkan hasil laut lainnya.
- Yabaneari: Wilayah perairan laut yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil laut dan juga media transportasi laut antar wilayah kampung dan kampung ke distrik.
- Yabakotu: Wilayah perairan laut yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil laut dan juga media transportasi laut antar wilayah kampung dan lalu lintas laut antar kabupaten. Selain Masyarakat Hukum Adat Moi di kampung Maribu Papua, maka Masyakat Hukum Adat Tobaku khususnya di Desa Rantewulu memiliki kearifan dalam zonasi hutan dalam empat kelompok, yaitu hungku, ntipe, mangkao, dan kalengi. Keempat pengelompokan hutan tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
a. Hungku adalah kawasan hutan yang merupakan bekas kampung lama, tempat awal dari orang Tobaku. Dalam kawasan hutan ini, tidak ada aktivitas manusia sama sekali karena dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Hutan pada kawasan ini merupakan hutan primer serta pengatur atau penyedian sumber air.
b. Ntipe adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai tempat pemakaman para leluhur orang Tobaku. Dalam kawasan hutan ini tidak diperkenankan bagi masyarakat untuk membuka lahan sebagai tempat bertani atau berkebun.
c. Mangkao adalah kawasan hutan yang secara adat dilindungi karena tanah yang terdapat pada kawasan ini berwarna putih sehingga meyakininya sebagai anugerah bagi masyarakat Desa Rantewulu.
d. Kalengi adalah kawasan hutan yang pada umumnya merupakan tempat bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas, utamanya sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
Dalam hal pemanfaatan hutan sebagai lahan pertanian atau perkebunan masyarakat adat Toba Desa Rantewulu menggunakan sistem berpindah-pindah atau dalam penyebutan masyarakatnya adalah mentoli-ntoli. Namun, tidak berarti bahwa masyarakat memiliki kebebasan tanpa batas dalam melakukan peladangan berpindah-pindah.
Dalam ketentuan yang ditetapkan secara adat, setiap anggota keluarga masyarakat hanya diberi batasan untuk membuka lahan sebanyak 3 (tiga) kali. Apabila telah mencapai batas yang telah ditetapkan, maka masyarakat tersebut diharuskan untuk membuka serta mengolah kembali bekas-bekas lahan yang telah ditinggalkan. Untuk pindah dari satu lahan ke lahan yang lainnya, dapat dilakukan jika mereka mengolah suatu lahan selama 5-10 tahun dengan luas yang diberi adalah 1 ha.
Sebelum membuka kawasan hutan untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, masyarakat Desa Rantewulu harus mendapat izin dari ketua adat terlebih dahulu serta atas persetujuan dari kepala desa. Setelah mendapat izin, maka bagi masyarakat yang ingin membuka lahan tersebut diwajibkan untuk melakukan upacara mogane, yang merupakan acara untuk pemberian sesajian yang diletakkan pada lokasi hutan yang akan dibuka tersebut.
Hal ini dilakukan dengan maksud menghormati roh-roh yang mendiami tempat tersebut dan dapat memberikan petunjuk bagi orang yang ingin membuka lahan, apakah hutan tersebut dapat dibuka atau tidak melalui mimpi. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari hasil hutan, masyarakat Desa Rantewulu memanfatkan hasil hutan berupa hasil kayu dan non kayu.
Hasil hutan kayu bagi masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk ramuan tumah tangga dan beberapa kebutuhan lainnya, seperti kayu bakar dan alat-alat rumah tangga. Sedangkan hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan adalah bambu, rotan, pandan hutan, damar, kayu gaharu dan beragam jenis daun-daunan/buah-buahan.
Jenis-jenis hasil hutan non-kayu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai peralatan rumah tangga dan kerajinan tangan masyarakat, yang terdiri dari tikar daun pandan (ali), bakul atau pikulan (kulinti), tempat nasi (polaman), kurungan ayam (lolako), sendok nasi (kola), keranjang rotan (arro), kain dari kulit kayu (kumpe), dinding rumah dari bambu, tempat air, atap rumah, tempat beras (povie), alat musik dan kursi rotan.
*************
B. Hukum Adat Suku Arfak Hatam
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata774kata #Day17
B. Hukum Adat Suku Arfak Hatam
1. Delik Adat Ada sejumah hal yang di dalam kehidupan adat sub suku Arfak Hatam dianggap suatu delik adat. Delik adat tersebut meliputi hal - hal sebagai berikut:
a. Pembunuhan (Ikimukeyam);
b. Persinahan dan Perselingkuhan (icututyam);
c. Pemerkosaan (ikrarkeyam);
d. Membunuh binatang (babi) tanpa izin dari pemiliknya(ipirei hide naba);
e. Pencurian barang orang lain (Ingimang mun hide arwace);
f. Tuduhan palsu atau fitnah (irismun igwaigwai), dan lain-lain.
Delik Pembunuhan adalah delik yang paling besar dan berat hukumannya menurut Adat sub Suku Arfak Hatam dan semua suku lainnya yang berada di wilayah pedalaman Pegunungn Arfak. Delik pembunuhan bagi sub Suku Arfak Hatam disebabkan oleh banyak faktor antara lain, perasaan dendam karena aggota keluarga sebelumnya pernah terbunuh lebih dahulu, karena isteri berselingkuh denan laki-laki lain yang diketahui dari saksi-saksi atau pergunjingan warga suku, karena salah satu anggota keluarga diperkosa oleh laki-laki baik dari dalam maupun dari luar Suku Arfak Hatam, atau juga karena sebab lainnya.
Perzinahan dan Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami maupun istri sama-sama beratnya, sehingga delik ini juga diganjar dengan denda yang sangat berat. Dalam sub Suku Arfak Hatam dilarang sangat keras menggangu istri orang lain karena umumnya peristiwa pembunuhan berawal dari sini.
Bagi orang Hatam pembunuhan biasanya akan terus berlanjut karena pihak yang terbunuh meskipun sudah bayar denda tetapi biasanya juga akan berusaha membalas dengan cara membunuh pelaku melakukan berbagai cara halus lainya sesuai dengan kebiasaan Suku Arfak Hatam tersebut. Delik Pemerkosaan masyarakat Suku Arfak Hatam meyakini bahwa mengawini perempuan dengan cara mmperkosa adalah cara yang tidak dapat dibenarkan, sangat tercela bahkan terkutuk, oleh karena itu pelaku pemerkosaan harus diberikan sanksi denda yang berat.
Konsekuensi dari sebuah pemerkosaan adalah perempuan yang telah dinodai kehormatannya akan dianggap rendah oleh warga adat, sehinggamasa depannyaakan rusak. Mengingat begitu besar akibat yang harus diderita oleh wanita korban pemerkosaan beserta keluarganya, maka hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh. Delik Membnuh Binatang (babi) Tanpa Izin Pemilik.
Delik ini merupak delik yang dianggap penting dalam masyarakat Suku Arfak Hatam, kerena babi adalah binatang piaraan yang palingberharga. Hanya saja hukumannya tidak terlalu berat. Biasanya pelaku disuru mengganti babi sesuai dengan jeis dan ukuran babi yang dibunuh, atau disuruh menggati uang seharga babi yang dibunuh tersebut.
Namun jika pelaku tidak memenuhi tuntutan tersebut, maka ia bisa dikenakan denda yang lebih berat. Ada kebiasaan di dalam Suku Arfak H atam maupun Suku Arfak lainnya bahwa babi yang menjadi miliknya tidak dikandangkan hanya dilepas liarkan, sehingga tidak jarang terjadi tabrakan kendaraan yang mengakibatkan matinya seekor atau lebih babi milik masyarakat.
Apabila terjadi seperti itu maka pihak penabrak harus mengganti babi tersebut sesuai permintaan pemiliknya. Jikapenabrak lari dan tidak diketahui oleh masyarakat kampung, maka tidak diberlakukan sanksi pada pengguna jalan berikutnya. Namun tidak semua kampung memperlakukan hal seperti ini. Masih ada kampung yang melakukan pemalangan jalan untuk meminta ganti rugi kepada pengguna jalan berikutnya, misalnya dikampung Dowansiba.
Delik pencurian dalam masyarakat Suku Arfak Hatam, sama dengan pencurian yang terjadi pada kalangan masyarakat umumnya yaitu yaitu mengabil arang atau harta orang lain tanpa seizin pemiliknya. Dalam masyarakat Suku Arfak Hatam jarang sekali terjadi pencurian,dan hukumannya juga lebih ringan yaitu disuruh mengembalikan barang yang dicuri atau membayar harga barang yang dicuri sesuai dengan harga barang tersebut. Delik Tuduhan Palsu atau Fitnah.
Delik Tuduhan Palsu atau Fitnah atau menyebarkan isu buruk (itei mumpui ei yamti) bagi Suku Arfak Hatam adalah delik yang berkaitan langsung dengan harga diri dan kehormatan sehigga dianggap sebagai delik yang serius dan sanksinya bisa berat, yaitu harus membayar denda adat untuk menutupi malu bagi korban yang telah dirusak nama baiknya. Berat Ringannya Delik/Pelanggaran adat.
Dari semua delik adat diatas yang terberat adalah pembunuhan, karena pembunuhan menurut Suku Arfak Hatam tidak mampu menghilangkan dendam meskipun pelaku telah dihukum dengan sanksi adat. Peristiwa bunuh balas bunuh umumnya tidak pernah berhenti dan sasarannya bukan hanya pelaku tetapi semua keluarga pelaku. Delik adat terbesar kedua di dalam hukum adat Suku Arfak Hatam adalah perzinahan atau perselingkuhan.
Delik ini oleh Suku Arfak Hatam dikualifikasi berat juga karna perzinahan atau perselingkuhan ini apabila keluarga korban tidak dapat menerima maka juga akan berujung kepada pembunuhan. Selain perzinahan dan perselingkuhan, pacaran pada dasarnya dalam msyarakat Suku Arfak Hatam tidak dikenal/dilarang. oleh karena itu jika sampai diketahui ada hubungan secara diam-diam antara seorang anak laki-laki bujang dengan perempuan gadis, maka pihak laki-laki akan dikenakan denda. Denda yang diberikan sangat tinggi jika orang tua perempuan tidak senang dengan laki-laki yang menjadi pacar anaknya. Keadaanya akan berbeda kalau orang tua perempuan senang dengan laki-laki tersebut, maka dendanya tidaklah tinggi/besar.
Denda yang dikenakan lebih tinggi jika terjadi hubungan secara sembunyi-sembunyi yang mengakibatkan perempuan hamil. Dalam keadaan seperti itu maka keduanya harus dikawinkan apabila kedua orang tua setuju. Tetapi jika pihak laki-laki menolak untuk kawin, maka dapat dikenakan denda yang sangat tinggi, bahkan persoalan yang lebih besar misalnya, akan mengakibatkan terjadinya pembunuhan, dan akan menimbulkan balas dendam yang berkepanjangan.
Menurut adat Suku Arfak Hatam delik yang terberat ketiga adalah pemerkosaan, karena delik ini juga menyebabkan terjadinya pembunuhan jika keluarga korban pemerkosaan tidak terima. Akibat yang lebih lanjut bahwa gadis yang sudah diperkosa menjadi tidak perawan lagi dan menyebabkan tidak ada laki-laki dalam persekutuan yang mau menikah dengan dia. Hal tersebut akan semakin serius apabila ternyata gadis tadi sampai hamil diluar nikah karena hasil dari pemerkosaan, sehingga kemudian menjadi beban berat dan derita berkepanjangan bagi korban dan keluargannya.
Jika terjadi demikian maka keluarga korban akan mencari pelaku dan jika ditemukan akan dibunuh untuk membalas derita korban dan keluargannya. Sanksi. Jenis sanksi terhadap delik-delik adat secara umum adalah sama, yaitu pembayaran denda adat dengan benda-benda adat seperti kain Timor, kain Toba, babi, paseda, senjata laras panjang, dan lain-lain. Yang membedakan pengenaan sanksi terhadap satu delik adat adalah tergantung pada berat ringannya jenis delik yang dilakukan.
Makin berat jenis delik yang dilakukan makin berat pula jumlah denda yang dikenakan. Pemberian denda adat pada masyarakat Suku Arfak Hatam yang berupa, kain Timor, kain Toba, senjata, paseda ada kemungkinan tidak dapat dipenuhi karena pelaku delik adat tidak memiliki barang-barang tersebut. Sebagai pengganti denda apabila tidak ada atau tidak dimiliki oleh orang yang melakukan kesalahan yakni dapat diganti dalam bentuk pembayaran sejumlah uang. (bys*)
C. Sistim Perkawinan dan Pewarisan
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata10004kata #Day18
C. Sistim Perkawinan dan Pewarisan
Mengenal dan mengetahui sistem perkawinan dan pewarisan sesuai dengan hukum adat sub Suku Arfak Hatam, pada jaman dulu sesuai dengan cara menarik garis keturunan secara patrilineal, maka sebagai ahli waris adalah anak laki-laki (pinay piley). Namun dalam perkembangannya sejak tahun 2000 hukum adat Suku Arfak Hatam mengenal pembagian yang merata bagi para ahli waris.
Pada asasnya dalam pewarisan berpegang pada prinsip sama rata sama rasa. Asas ini berlaku bukan berarti bagian antara anak laki-laki dan perempuan besarnya sama tetapi dalam arti haknya sama sebagai ahli waris, yaitu sama-sama merasakan haknya sebagai ahli waris. b. Proses Pewarisan Ada dua proses pewariasan masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam yaitu:
a. Sebelum Pewaris Meninggal Dunia (ndobag) Pada masyarakat Suku Arfak Hatam, pembagian harta warisan dilakukan oleh pewaris dengan membagi setiap bagian harta warisan kepada anak-anaknya baik anak laki-laki maupun perempuan, dengan bagian anak laki-laki mendapat bagian lebih besar dibandingkan anak perempuan. Pembagian harta warisan dihadiri oleh semua sanak keluarga dari bapak, om/paman (ammom) sebagai saksi, bahwa harta kekayaan telah dibagikan. Jika pada saat pembagian ada anak yang terlebih dahulu telah meninggal, maka bagiannya diberikan kepada anaknya, cucunya dari ahli waris yang telah meninggal dunia.
b. Sesudah Pewaris Meninggal Dunia Pembagian harta warisan sesudah pewaris meninggal dunia, dilakukan oleh anak pertama laki-laki, atau melalui wasiat/pesan lisan dari pewaris.
c. Pewaris Pewaris adalah orang yang meninggalkan harta warisan, misalnya, orang tua yang meninggal, yang meninggalkan harta benda untuk anak-anaknya. Ataupun yang sudah dapat melakukan pembagian harta warisan Ketika masih hidup.
d. Harta warisan (ndiiban) Harta warisan pada masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam terdiri atas: a. Harta Pusaka (nimuep ba) yaitu harta yang diperoleh secara turun temurun. Harta pusaka dalam Suku Arfak Hatam terdiri atas:
1. Racun obat suanggi.
2. Telur racun. b. Pada jaman sekarang yang dijadikan harta warisan (ndiiban) yaitu:
1. Tanah (seiya).
2. Kain Timur (minyesa).
3. Babi (naba).
4. Uang (mitiei).
5. Senjata (pindaba).
c. Harta lain yang bukan harta pusaka yaitu:
1. Tanah
2. Kain Timor Lama (minyasa pui timiei).
3. Kain Timor Baru (pui cep).
4. Kain Toba (kibisrai)
5. Manik-manik (miepba)
6. Dan lain-lain termasuk juga hutang piutang pewaris
e. Ahli Waris Orang yang dapat menerima warisan ialah anak laki-laki atau anak perempuan dari pewaris.
Jika pewaris tidak mempunyai anak dan keturunannya, maka yang berhak sebagai ahli waris adalah keponakannya. Apabila orang tua telah meninggal maka pembagiannya dilakukan oleh anak laki-laki pertama ataupun anak perempuan pertama. Apabila anak pertama telah meninggal dunia, maka pembagian dilakukan oleh anak kedua dan seterusnya. Menurut masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam, sebagai ahli waris selain anak laki-laki dan anak perempuan adalah:
1. Saudara dari pewaris.
2. Anak angkat (munggam kasa). mungwom kwas
3. Anak tiri (munggwom yai nai sut).
4. Orang luar (yodi sindi ikwe i) yang bukan keluarga namun berjasa bagi keluarga pewaris.
f. Perselisihan Warisan oleh Ahli Waris Perselisihan diantara para ahli waris disebabkan adanya persoalan yang terjadi karena pembagian yang tidak merata atau tidak adil, sehingga menimbulkan perselisihan. Untuk menyelesaikannya cukup hanya dalam lingkup keluarga, sehingga penyelesaiannya tidak perlu sampai ke dewan adat (peradilan adat).
3. Tanah Adat Masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam mengenal duan macam hak atas tanah yaitu: a. Hak Ulayat (Dihyeia) Pada Masyarakat Suku Arfak Hatam dikenal batas hak atas tanah ulayat berdasarkan pada batas alam seperti:
1. Bukit, Lereng atau Gunung (pemba).
2. Pohon (biyeya).
3. Kali (minyeya). Sebagai contoh hak ulayat wilayah Prafi sampai dengan Aimasi yang menguasai yaitu marga Mansim secara turun temurun masih diakui dari dulu hingga sekarang. Dalam proses penyerahan hak atas tanah bagi marga (pama) diluar keluarga Mansim diserahkan untuk tinggal untuk berkebun maupun tempat tinggal untuk mempertahankan hidup dalam meneruskan keturunan (beranak cucu) hingga sekarang. Beberapa Marga (pama) pada Suku Arfak Hatam terdiri atas:
a. Mandacan Meidodga b. Towansiba k. Aibu c. Saiba l. Insen d. Nuham m. Indow e. Warfandu n. Iwou f. Saroi o. Katebu g. Sayori p. Ullo h. Muid q. Wonggor i. Ayok Beberapa marga tersebut selain marga Mansim yang dianggap sebagai pendatang yang tidak mempunyai hak ulayat, maka memperoleh hak yang sifatntya hak pakai. Marga pendatang tersebut tidak mempunyai hak untuk menjual ke orang lain tanpa persetujuan dari Kepala Suku Besar Mansim. b. Hak Perseorangan
1. Beralihnya hak ulayat ke dalam hak milik perseorangan Hak perseorangan di dalam Suku Arfak Hatam berupa hak ulayat yang sudah dibagi ke keluarga seperti untuk marga (pama). Hak perseorangan yang diberikan dapat dipergunakan untuk tempat tinggal secara tetap, berkebun, dan sebagainya. Apabila pemilik tanah hak perseorangan akan menjual harus melalui kepala suku sebagai pemilik hak ulayat. Namun apabila yang bersangkutan menjual tanpa sepengetahuan pemilik hak ulayat maka akan menimbulkan masalah bagi anak cucu dari pemilik hak ulayat. Anak cucu beserta keturunannya akan menuntut haknya (sebagai imbalan) lagi selama hak ulayat itu belum berubah ke hak perseorangan. 2. Hak pakai, Mengolah, Menggarap Bagi warga adat yang menghendaki untuk mendapatkan hak atas tanah ulayat misalnya hak pakai/mengolah/menggarap/memakai tanah, maka setelah yang bersangkutan mendapatkan keputusan dari kepala suku, selanjutnya yang bersangkutan harus memberikan tanda (ditandai) sesuai dengan kesepakatan, tanda-tanda batas tanah tersebut berdasarkan ukuran Panjang dan lebar, disertai dengan bukti kepemilikan hak atas tanah dan surat pelepasan tanah. Maka pendatang tersebut baru bisa tinggal maupun berkebun. Dalam proses hak pakai missal dengan perjanjian/kontrak tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak kira-kira berapa tahun dipakai/dikotrak disertai dengan sejumlah uang sebagai timbal balik dari hak pakai/kontrak. Bagi suku pendatang yang datang dan menginginkan tinggal diwilayah Mansim harus, harus minta izin kepada kepala kampung terlebih dahulu. Suku pendatang yang akan memanfaatkan hutan unuk berkebun atau berburu di dalam tanah hak ulayat tidak diberikan izin, alasannya: a. Ada beberapa ternak seperti babi, sapi dan sebagainya yang sengaja dibebaskan liar dihutan. b. Hewan mereka berada diantara beberapa kampung yang langsung bersentuhan dengan hak ulayat adat. Apabila suku pendatang ataupun Suku Arfak Hatam kedapatan berburu dan membunuh hewan dihutan tanah ulayat adat, maka akan diberikan denda adat dari yang sewajarnya Rp5.000.000,-00(lima juta rupiah), akan naik menjadi Rp15.000.000.-00 (lima belas juta rupiah) sampai Rp20.000.000.-00 (dua puluh juta rupiah). Larangan berburu hewan dihutan dikecualikan bagi suku lain yang tinggal sudah lama dan bertempat tinggal menetap dikampung tersebut.
********************
D. Kemana Tujuan Perubahan Pembangunannya
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata774kata #Day19
D. Kemana Tujuan Perubahan Pembangunannya
"Setiap Manusia perlu menginginkan "Kepenuhan hidupnya" yang dalam wacana pembangunan disebut kesejahteraan dan keadilan. Namun disayangkan karena kata sejatera itu terkadang dimaknai disisi yang sempit yakni terpenuhi sarana dan prasarana, oleh karena itu, sejatinya pembangunan infrastruktur berkelanjutan lantas menjadi primadona."
Perubahan itu memang sebagai hal yang sangat efektif dalam aspek kehidupan. Tapi jika kita salah menyikapi maka yang terjadi bukan perubahan kemajuan, melainkan terjadi kemunduran. Maka diharapkan penting untuk melihat dan memperhatikan tujuan dan strategi dalam pembangunan sehingga pembangunan berkelanjutan yang menjadikan manusia sebagai pelaku dan sasaran bisa segera untuk terpenuhi.
Jikalau pembangunan hanya memperhatikan segi fisik saja seperti infrastruktur dasar dan tidak memperhatikan segi budaya terutama mentalitas dan nilai-nilai yang seharusnya ada pada setiap masing-masing individu (manusia) hal seperti ini tentu akan berjalan pincang. Realitas atau kenyataannya infrastruktur dasar yang ada ini tidak membuat warga masyarakat mereka merasa memiliki, dan juga tidak bisa membuat warga masyarakat terpacu untuk maju memaksimalkan seluruh keunggulan potensi yang ada ekonomi. Memang, setiap masing-masing individu menginginkan "Kepenuhan hidupnya."
Yang dalam wacana dalam pembangunan disebut kesejahteraan da keadilan yang merata dan menyeluruh memenuhi kebutuhan hidup warga masyarakat yang ada. Namun, sayangnya, kata kesejahteraan itu terkadang dimaknai sebagai secara sempit yakni dengan terpenuhinya sarana dan prasarana, oleh karena itu, pembangunan infrastruktur lantasnya akan menjadi primadona. Padahal dengan hanya memperhatikan segi fisik pembangunan infrastruktur dan mengabaikan pembangunan sektor-sektor yang lain, maka outputnya pun akan membawa kita keluar jauh dari hakekat pembangunan yakni pembangunan sumber daya manusia sesungguhnya.
Jadi, sebaiknya menurut saya jika hanya berpatokan pada pembangunan mentalitas dan nilai-nilai dengan hanya berpidato, berbicara harus segera action untuk melakukan sebuah pelatihan- pelatihan khusus saja juga tidak membawa manfaat yang signifikan terhadap perubahan itu tercipta dengan baik dan benar. Sebab, tanpa sarana dan prasarana penunjang bagi orang tidak mungkin warga masyarakat dapat mencapai tujuan walaupun mereka memiliki pengetahuan dan mental yang baik.
Tampaknya kita harus membutuhkan suatu pendekatan pembangunan yang lebih seimbang dengan harapan kepada pemimpin diharapkan memiliki gagasan dan strategi yang handal. Hal yang mau digarisbawahi, bahwa perkembangan pembangunan itu pada dasarnya adalah berurusan dengan manusia sebagai pelaku dan sasaran pembangunan itu sendiri. Dalam suatu konteks ini pembangunan pada dasarnya merupakan proses humanisasi yang menjurus kepada kehidupan yang lebih bermartabat. Ataupun upaya untuk membuat manusia sebagai makhluk ciptaan sebagai manusiawi.
Disini juga terdapat persoalan HAM hendaknya mendapatkan tempat dalam pembangunan tersebut. Dengan demikian, pembangunan yamg berpusat pada manusia, akan mengisyaratkan bahwa pendekatan budaya lokal menjadi perhatian utama dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan strategi pembangunan. Kebudayaan Suku sebagai tanggapan setiap masing-masing individu (manusia) yang sedang mendiami wilayah pembangunan tersebut terhadap realitas yang melingkupi dalam aspek hidup telah melahirkan pola pikir, pola sikap, bentuk tindakan dan hasil dari tindakan.
Intinya dibalik semua itu adalah nilai-nilai atau mentalitas sebagai salah satu realitas abstrak (umum) yang menjadi daya mendorong bagi banyak orang untuk berperilaku. Jadi, untuk pemecahannya adalah harus mempersiapkan warga masyarakatnya setempat untuk menghadapi perubahan yang sangat pesat. Dengan cara melakukan proses pengembangan kafasitas diri lebih pada proses kaderisasi kepemimpinanan, control sosial, memberi ruang kepada kemandirian warga masyarakatnya, transpormasi budaya dengan menjadikan manusia sebagai titik sentral oleh perubahan pembangunan tersebut.
Untuk apa yang dimaksudkan itu, pengembangan pembangunan infrastruktur tetap dan harus menjadi prioritas utama dengan dukungan kuat dari pengembangan budaya disuatu wilayah dalam arti nilai-nilai dan mentalitas dengan kata lain, perlu membangun kesiapan infrastruktur, dan membuka kesempatan usaha, namun saat yang sama pula perlu juga melakukan pembinanaan mentalitas sumber daya manusia (SMD) jauh lebih penting. Warga masyarakat Papua Barat secara khususnya Kabupaten Pegunungan Arfak adalah warga masyarakat yang pada dasarnya bisa menerima perubahan di berbagai aspek pembangunan berkelanjutan. Kita melihat disisi ini memang agak sulit jadi manusia membutuhkan sosok pemimpin yang bisa bekerja keras dengan membawanya bergerak kepada arah perubahan yang signifikan tersebut.
Dengan demikian, juga perubahan meliputi langkah dimulainya dari penata struktur organisasi terkecil dan juga dari hati diri sendiri. Mereka berinisiatif dari individu dan individual (kelompok-kelompok) terkecil akan terbentuk kapasitas manajerial yang lebih besar lagi, dan akhhirnya bisa menunjang suatu industri yang bisa bersinerji dengan stakeholder dengan melibatkan banyak orang. Semua uraian singkat dari saya ini, rasanya bisa membawa optimisme yang luar biasa dalam diri siapa pun yang menjadi pemimpin di negeri ini kini, dan yang akan datang agar mengimplementasikan apa yang menjadi ide atau gagasan sebagai pembahaluan budaya yang membentuk warga masyarakat Papua barat dan secara khususnya warga masyarakat di Pegunungang Arfak, dapat menjadi modal utama dalam membangun Pegunungan Arfak kedepan kearah yang lebih baik.
Budaya Suku Arfak kita bukanlah budaya yang bersifat tertutup tapi sebuah budaya yang selektif dalam menerima perubahan. Berubah tapi tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri sebagai jati diri anak Bangsa tersebut. @BYS
*****
E. Hukum Adat dalam Perkawinan
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata900kata #Day20
E. Hukum Adat dalam Perkawinan
Mengetahui hukum adat dalam suku Arfak sebagai berikut :
- Pelamaran (igyok wap kepmin sop) Pada jaman dahulu orang tua yang meminang anak perempuan (sopnya), dikarenakan ada larangan untuk pacaran. Pihak yang melakukan pelamaran adalah pihak keluarga laki-laki dalam hal ini orang tua laki-laki beserta anaknya. Jika orang tua tidak ada maka dapat diwakilkan oleh keluarga lainnya seperti om/bapak tua, bahkan dapat diwakilkan oleh orang lain yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri. Pelamaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh anak laki-laki karena dianggap tidak sopan atau tidak etis. Lamaran dilakukan apabila pihak laki-laki dan perempuan sudah saling suka satu sama lainnya atau karena adanya perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.
Dalam proses pelamaran, kedua orang tua melakukan pembicaraan seputar persoalan besaran maskawin yang akan disiapkan oleh pihak laki-laki, dan cara pembayaran maskawin tersebut apakah dibayar secara langsung/lunas atau dicicil hingga lunas, asalkan merupakan kesepakatan bersama antara pihak laiki-laki dan pihak perempuan.
Bahkan bisa juga pihak laki-laki dibebaskan untuk tidak membayar maskawin dengan alasan orang tua laki-laki sudah meninggal dunia. Adannya pemberian harta sebagai tanda kepada keluarga perempuan, maka pihak keluarga perempuan harus dapat menjaga anak perempuannya agar tidak lagi mendekati atau didekati laki-laki lain, sebab jika ketahuan ada laki-laki yang mendekati atau didekati perempuan tersebut, akibatnya akan mendapatkan sanksi berupa denda adat dari pihak keluarga laki-laki berupa pengembalian harta yang telah diberikan.
2. Pertunangan (ningganya) Pertunangan (ningganya) dalam masyarakathukum adat Suku Arfak Hatam, dilakukan dengan pemberian tanda berupa pemberian barang-barang atau benda-benda yang dianggap sebagai maskawin seperti misalnya manik-manik, atau barang- barang lain sesuai permintaan keluarga perempuan.sat pertunangan biasanya laki-laki dan perempuan saling bertukar tanda pertunangan berupa manik-manik, tanda ikatan dari laki-laki kepada pihak perempuan(igyok wap kep misop). Pada dasarnya ditandai dengan adanya pemberian sedikit harta sebagai tanda bahwa pihak laki-laki akan segera melangsungkan perkawinan dengan perempuan tersebut.
Pemberian tanda juga dapat diberikan dari keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki, namun pemberian tanda tersebut akan dikembalikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan pada saat penyerahan maskawin, dan pengembalian tersebut bisa bernilai dua kali lipat. Sebagai contoh, pihak keluarga perempuan memberikan satu ekor babi sebagai tanda, maka keluarga laki-laki akan mengembalikan dua ekor babi kepada keluarga perempuan. Jika tidak dilakukan demikian, maka kekurangan pembayaran tanda dapat dianggap sebagai kekurangan pembayaran maskawin.
3. Perkawinan (iwakyam) Perkawinan bagi asyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam adalah keadaan seseorang laki-laki dan perempuan dewasa hidup bersama dalam satu rumah setelah melalui proses pembayaran maskawin. Acara perkawinan dilakukan melalui suatu upacara atau pesta adat (iwakyam) semalam suntuk. Pada pesta adat tersebut diadakan tarian adat yang disebut dengan istila tumbuktanah (ibihim bimma). Biaya pesta perkawinan ditanggung oleh pihak keluarga laki-laki, namun keluarga perempuan tetap mempersiapkan makanan untuk dimakan bersama.
Makanan yang disuguhkan oleh pihak perempuan apabila dimakan oleh keluarga laki-laki akan dihitung untuk dibayar oleh pihak laki-laki. Pembayaran tersebut dapat menggunakan uang, babi, kain timur, kain toba dan lain-lain. Biaya pesta perkawinan ini diluar maskawin. Ketentuan hukum perkawinan adat dalam masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam sebagai berikut:
a. Perkawinan dibolehkan dalam satu marga (pama). Perkawinan tidak mendasarkan pada status sosial atau kedudukan calon suami istri. Pada prinsipnya laki-laki yang sudah mempunyai maskawin dapat melangsungkan perkawinan dengan perempuan (gadis) yang ia mau.
b. Larangan melakukan perkawinan apabila terdapat hubungan darah sampai pada derajat keempat sampai kelima.
c. Perkawinan seorang suami dapat dilkukan lebih dari seorang istri, persyaratanya adalah sanggup membayar maskawin kepada istri kedua, ketiga dan seterusnya.
d. Alasan bagi suami yang melakukan perkawinan lebih dari satu istri (poligami) karena istrinya tidak dapat melahirkan anak/mandul (pijet) sebagai penerus marga (pama) setelah menikah kurang lebih lima sampai enam tahun.
e. Suami tidak dapat menceraikan istri pertamanya apabila itrinya tidak dapat memberikan keturunan atau anak, dengan syarat bahwa istri sudah mengetahui kalau suami melakukan perkawinan lagi dengan perempuan lain dikarenakan istri tidak mampu memberikan keturunan.
f. Bagi suami yang menyayangi istri dan tidak ingin melakukan poligami dapat melakukan adopsi (pengangkatan anak) dari lingkungan keluarga. g. Anak dalam sebuah perkawinan mempunyai arti penting yaitu sebagai penerus marga (pama). Anak laki-laki dianggap sebagai pembawa marga dan anak perempuan dapat mendatangkan harta.
4. Maskawin (membrona) Maskawin masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam dapat berupa barang-barang atau berupa harta benda berupa kain Timor (mingngasa), kain Toba (kibisarai), paseda, manik-manik (miepba), babi (naba), senjata laras panjang (pindaba) bahkan sekarang bisa berupa mobil, motor dan lain-lain. Apabila maskawin sudah dibayar lunas, maka keluarga laki-laki sudah bisa membawa perempuan untuk tinggal dirumah laki-laki (suaminya).
Dalam perkembangan sekarang ini, besarnya maskawin tergantung dari status sosial dari wanita tersebut antara lan; sarjana, pegawai, maupun sampai paras wanita tersebut. Besarnya pembayaran maskawin sangat tergantung pada pihak keluarga perempuan.selain itu masih ada proses negosiasi (tawar menawar) oleh pihak keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan, sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan keluarga pihak laki-laki.
Apabila pembayaran maskawin dilakukan dengan pemberian secara bertahap (dicicil), maka apabila saat istri meninggal dunia, sisa pembayaran maskawin menjadi utang yang harus dibayarkan sebelum jenazah istri dimakamkan. Jika tidak diselesaikan maka jenazah istri tidak dapat dimakamkan/dikuburkan. Biasanya laranan untuk memakamkan istri yang meninggal dunia terlihat dari tanda berupa bambu yang disilangkan didekat jenazah istri yang meninggal.
5. Larangan Perkawinan Masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam mengenal larangan perkawinan sebagai berikut:
a. Perkawinan dilarang bagi mereka yang memiliki hubungan darah atau hubungan saudara kandung.
b. Perkawinan beda agama diperbolehkan asal mengikuti agama suami.
c. Bagi seorang janda dilarang kawin dengan orang dari luar keluarga suaminya yang meninggal, dalam hal ini terdapat keharusan janda melakukan perkawinan dengan saudara laki-laki dari almarhum suaminya.
Apabila janda kawin dengan orang dari luar keluarga almarhum suaminya, maka pihak perempuan akan dikenakan denda adat untuk mengembalikan maskawin (inkueimembronnya) yang sudah diterima dari almarhum suaminya.
***********************************
BAB V A. Bentuk Perkawinan Orang Arfak
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata700kata #Day21
BAB V
A. Bentuk Perkawinan Orang Arfak
Perkawinan dengan pelamaran (Igyok wap kep misop) yang dilakukan dengan pelamaran yang merupakan bentuk perkawinan yang merupakan suatu keharusan Artinya pihak keluarga laki-laki mendatangi pihak keluarga si perempuan untuk menanyakan apakah perempuan dalam keluarga tersebut sudah dipinang oleh laki-laki lain atau belum.
Jika terjadi kesepakatan, maka akan dilanjutkan dengan kesepakatan besarnya maskawin. Apabila sudah terjadi kesepakatan besarnya maskawin, maka akan akan dibicarakan kesepakatan untuk hari melangsungkan perkawinan. b. Perkawinan menggadai (pian sop nai) Perkawinan mengabdi pada masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam terjadi apabila laki-laki sebagai suami tidak dapat membayar maskawin. Laki-laki sebagai suami setelah perkawinan tinggal dan bekerja sehari hari seperti berburu dan bertani di keluarga istri seperti yang sering dilakukan oleh orang tua perempuan.
Anak -anak yang dilahirkan mengikuti marga suami (ayahnya). Pembayaran maskawin dari dari suami yang mengabdi kepada orang tua perempuan tidak menjadi keharusan melainkan atas kesadarannya, itupun jika memang mereka sudah memiliki harta. c. Kawin lari bersama/bawa lari anak perempuan (apos sop) Masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam mengenal bentuk perkawinan kawin lari bersama, yang oleh Suku Arfak Hatam dikenal dengan istilah bawa lari perempuan.
Perkawinan bawa lari terjadi karena perempuan suka sama laki-laki, tetapi orangtua permpuan tidak suka dengan laki-laki tersebut. Keluarga perempuan akan menerima kenyataan bahwa anak perempuannya tidak gadis lagi, maka anak perempuannya dikawinkan dengan laki-laki yang membawa lari tersebut. Laki-laki yang membawa lari tetap membayar maskawin, bahkan besarnya dua kali lipat. Perkawinan bawalari bisa terjadi ntara laki-laki dengan istri orang. Setelah lewat satu bulan sampai satu tahun, maka suami perempuan itu menyerahkan istrinya kepada laki-laki yang sudah membawanya. Laki-laki yang membawa lari istri harus mengembalikan maskawin yang pernah diterima oleh istrinya, bahkan dua kali lipat ke suami pertama.
d. Kawin banyak (wak sop man bibor) Masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam mengenal perkawinan yang dilakukan oleh seorang suami, untuk mempunyai lebih dari satu orang istri, tergantung kemampuan harta dari suami tersebut untuk melakukan pembayaran maskawin. Kawin banyak juga dapat dilakukan oleh seorang suami terhadap perempuan yang masih gadis maupun janda. Umumnya yang dapat pelakukan perkawinan banyak istri adalah laki-laki yang banyak memiliki banyak maskawin atau mereka yang dipandang sebagai kepala suku.
e. Kawin ganti istri (itikep atiem semti) Kawin ganti istri merupakan perkawinan yang terjadi karena meninggalnya seorang istri. Kemudian melakukan perkawinan dengan saudara kandung perempuan dari almarhumah istrinya yang masih gadis sebagai pengganti. Jika duda tidak mau menikah dengan saudara kandung istrinya yang meninggal dunia ,tidak menjadi masalah, sebab tidak ada kewajiban harus kawin dengan saudara istrinya. Biasanya perkawinan ganti istri itu terjadi karena semata-mata untuk menjaga/atau melanjutkan hubungan kedua keluarga. f. Kawin ganti suami (wagnesem) Perkawinan ganti suami dikenal pada masyarakat Suku Arfak Hatam. Hal ini terjadi apabila suami meninggal dunia, maka janda dari suami tersebut harus kawin dengan saudara laki-laki dari suaminya yang meninggal dunia, dengan tambahan pembayaran maskawin. Maskawin pada perkawinan sebelumnya masih diperhitungkan. Janda tersebut tidak diperbolehkan kawin keluar.hal itu disebabkan karena istri sudah menerima maskawin dari suami tersebut dari perkawinan sebelunnya. Tujuan larangan itu adalah agar maskawin tidak jatuh ke orang lain. Bagi janda yang menolak kawin dan kawin luar harus mengembalikan maskawin yang pernah diterima keluarganya. g. Kawin Paksa (ikti sop a) Pada masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam dikenal perkawinan paksa. Perkawinan semacam ini dengan menggunakan guna-guna atau “tiup-tiup” (inyom) sampai hati perempuan lemah dan suka pada laki-laki yang akan menjadi pasangannya. 7. Syarat dan Sahnya Perkawinan Adapun yang menjadi syarat perkawinan pada masyarakat Suku Arfak Hatam ialah: a. Calon suami istri sudah dewasa menurut hukum adat Suku Arfak Hatam. b. Adanya kesepakatan diantara kedua pihak baik keluarga pihak laki-laki dan keluarga perempuan. c. Bagi janda yang ditinggal suami karena meninggal untuk dapat menikah yang kedua kali harus menunggu jangka waktu tertentu atau waktu tunggu. d. Perkawinan dinyatakan sah jika telah dilakukan upacara adat pembayaran maskain. Pada jaman sekaran perkawinan dilangsungkan di gereja, dilanjutkan dengan pencatatan perkawinan di kantor Catatan Sipil atau lewat pemerintah, namun sahnya perkawinan dengan pembayaran maskain masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam
*******************************
B. Akibat Hukum Perkawinan Suku Arfak
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata900kata #Day22
B. Akibat Hukum Perkawinan Suku Arfak
Suatu perkawinan yang dilakukan menurut hukum adat yang sah, akan mempnyai akibat hukum, yaitu terhadap kedudukan suami istri, kedudukan harta kekayaan, dalam perkawinan, dan kedudukan anak laki-laki maupun perempuan. a. Kedudukan suami istri pada saat ini kedudukan suami (nicep ba) istri (nitne ma a) dalam perkawinan Suku Arfak Hatam adalah setara/seimbang. Istri diberikan kebebasan untuk bekerja dan berbicara/menyampaikan pendapat seperti halnya suami.
Suami mempunyai kewajiban memberikan nafkah untuk keluarga. Setelah perkawinan istri menggunakan marga suami, namun masih ada juga yang tetap menggunakan marga sendiri, hal ini merupakan pilihan. Kedudukan suami dan istri sama, dalam arti menjalankan tugas tugas dalam keluarga, meskipun ada pembagian peran, suami sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga. b. Kedudukan Harta Perkawinan Kedudukan harta perkawinan menurut masyarakat hukum adat Suku Arfak Hatam, yaitu;
(1) Istri membawa harta bawaan (ipoi ninaia)yang diperoleh dari warisan orangtuanya. Harta tersebut dibawa masuk ke dalam pekawinan dan akan menjadi kesatuan harta dalam perkawinan,harta ini dikuasai oleh suaminya yang nantinya aka diteruskan menjadi harta warisan untuk anak-anak mereka
(2) Suami sebelum perkawinan juga akan membawa harta bawaan (banusa ba) yang berasal dari warisan yang diperoleh dari orangtunya. Harta ini akan menjadi harta bersama dalam keluarga, yang kelak akan menjadi harta warisan untuk anak-anaknya.
(3) Harta bersama (yacem ima) yang berasal dari harta bawaan tersebut yang diperoleh dari suami atau istri lewat warisan dan ditambah hasil kerja suami dikuasai oleh istri dan suami.
(4) Apabila suami istri bercerai, maka harta bawaan dibawa kembali oleh masing-masing. c. Kedudukan Anak (mingwoipas) Kedudukan anak dalam masyarakat Suku Arfak Hatam memiliki kedudukan yang sama, baik antara anak laki-laki maupun perempuan. Kedudukan yang sama juga berlaku bagi anak sulung/pertama, anak kedua dan seterusnya. Alam hal tertentu terdapat perbedaan, misalnya dalam pembagian harta warisan, anak pertama yang memiliki wewenang untuk melakukan pembagian harta kepada ahli waris yang lain. Begitu pula dalam hal kelangsungan marga, anak laki-laki sebagai penerus marga (pama), sedangkan perempuan berkaitan dengan menerima maskawin. Dengan adanya anak perempuan, maka keluarga akan mendapat tambahan harta. Kedudukan anak angkat sama dengan anak kandung. Anak angkat (munggam kasa) dananak kandung dalam pembagian harta waris mempunyai hak yang sama. Begitu pula bagi anak tiri dan anak kandung keduanya pun memiliki hak yang sama. Hal itu tergantung pengakuan dari ibu dan keluarga terhadap anak itu, sepanjang tidakada masalah yang terjadi. 8. Perceraian Pada zaman dahulu hukum adat Suku Arfak Hatam mengenal perceraian. Namun pada zaman sekarang perceraian tidak diizinkan, karena dipengaruhi oleh aturan perkawinan dalam agama kristen. Sesuai dengan ajaran agama kristen, maka perkawinan putus hanya disebabkan kematian. Menurut hukum adat Suku Arfak Hatam, perceraian terjadi disebabkan adanya permasalahan dalam perkawinan.
Jika suami yang menyebabkan adanya permasalahan, dan terjadi perceraian, maka suami tersebut dikenakan denda lebih, demikian sebaliknya juka yang menyebabkan permasalahan adalah istri. Proses perceraian dilakukan lewat sidang adat (ikwan giwen kwam). Proses melalui mediasi antara kedua belah pihak dilakukan oleh para tua tua adat/hakim adat. Berdasarkan hasil mediasi tersebut selanjutnya pasangan suami istri dipertemukan untuk penyelesaian masalahnya. Alasan-alasan terjadinya perceraian yaitu:
a. Terjadi perselingkuhan suami atau istri. b. Suami tidak mampu menafkahi istrinya.
c. Suami tidak memberikan maskawin.
d. Isteri mandul (tidak dapat memberikan keturunan). Akibat dari perceraian terhadap pengasuhan anak-anak jika belum dewasa, dimana anak tersebut bisa ikut ayahnya kalau maskawin sudah dibayar lunas dan bisa juga mengikuti ibunya bila maskawin belum lunas dibayarkan. Seorang janda atau duda setelah bercarai, diijinkan bisa menikah lagi setelah melewati batasan waktu yang ditentukan antara tiga sampai sepuluh tahun.(*)
*****************
C. Hukum Keturunan Orang Arfak
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata700kata #Day23
C. Hukum Keturunan Orang Arfak
Hukum Keturunan sub Suku Arfak adalah mereka memakai cara tertentu untuk menarik garis keturunannya berdasarkan cerita leluhur pendahahu yang ditinggalkan kepada regenerasi secara turun – tumurun yang diingatkan sepanjang masa hidup. Hal itu, merupakan perintah yang sah, walaupun disampaikan dengan lisan saja tapi sudah resmi dalam hubungan masyarakat.
a. Cara menarik garis keturunan Alur/aturan menarik keturunan pada masyarakat hukum adat empat sub Suku Arfak Hatam mengikuti garis keturunan dari seorang bapak/patrilineal. Dengan cara menarik garis keturunan tersebut dilakukan secara terus – menerus keatas, karena ada kepercayaan bahwa mereka benar – benar berasal dari seorang bapak/ayah sebagai pihak waris pertama dan utama yang punya kekuasaan.
Cara menarik garis keturunan tersebutlah secara unilateral patrilineal artinya menarik garis keturunan mendasarkan pada sat ugaris saja, yaitu garis keturunan laki – laki bapak/ayah, oleh karena itu, laki – laki memperoleh peringkat status pertama didalam masyarakat. b. Kedewasaan Anak-anak (mungwomnya indijsu), Anak laki –laki maupun perempuan disebut dewasa tidak dinilai dari fisik maupun berdasarkan batasan umur tertentu saja, namun bisa mendasarkan pada perkembangan fisik atau jasmani dari tersebut bagi anak perempuan (Sop) umumnya ditandai dengan pertumbuhan jasmani seperti tumbuh susu (ido mbuk tu) yang menonjol dan mengalami proses menstruasi (nimingkuk) atau sudah mengalami keluar darah.
Anak perempuan yang sudah mengalami dan mendapatkan haid atau mens sudah dianggap sudah siap untuk dapat melangsungkan hidup baru dengan perkawinan. Jadi, bagi anak laki-laki single (pinai piley ) ditandai dengan sudah mulai tumbuh kumis dan jenggot, serta badan mulai kekar/berotot dan tumbuh buluh ketiak, maupun sudah mulai mimpi basah awal. Apabila kita bandingkan dengan batasan usia atau umur pada jaman sekarang, maka kedewasaan seorang anak dalam pandangan Sub Suku Arfak Hatam diperkirakan berumur sekitar 10-12 tahun lebih. Dengan demikian, anak perempuan yang sudah mulai beranjak dewasa ia akan diajarkan dan dibimbing oleh orangtuanya mama/ibu (sop nipmem) untuk memasak, piara ternak dan piara anak-anak, mencuci pakaian, berkebun dengan melakukan pekerjaan rumah lainnya sebagai kewajibannya.
Sehingga anak perempuan yang sudah mulai dewasa disebut (sop ndijsu) sudah seharusnya dapat melakukan pekerjaan rumah sebagai kewajiban untuk membantu orangtuanya. Dengan harapan besar, jika kelak melangsungkan membangun hidup baru, perkawinan itu akan dapat bertanggungjawab membantu suaminya mengurus seluruh rumah tangga dengan baik. Jika anak laki-laki bujang (pinat atau mot piley ) sudah mulai beranjak dewasa, maka orang tua (andipoi) mulai mengajarkan mengenai tata cara kehidupan misalnya diajarkan berburu, berkebun, bikin rumah, dan lain-lain.
Harapannya jika kelak melangsungkan perkawinan akan dapat bertanggung jawab terhadap rumah tangganya sendiri kelak. c. Pergaulan Muda-Mudi Pada jaman dahulu anak muda mudi (mungwom pileynya) yang berasal dari sub Suku Arfak Hatam dilarang untuk mereka tidak boleh berpacaran. Dengan perubahan jaman sekarang ini, maka keadaan berubah juga. Anak muda mudi sekarang ini sudah mengenal pacaran.
Dalam suku besar Arfak, perempuan sangat dihargai. Apabila seorang wanita diganggu, maka dapat menyebabkan masalah. Masalah ini bisa saja berujung pada pembunuhan. Oleh karena itu, orang-orang tua selalu mengingatkan anaknya yang laki-laki untuk tidak boleh mengganggu perempuan. Orang tua dan kepala suku mempunyai peranan penting dalam mengawasi pergaulan muda mudi. Model pengawasan terhadap pergaulan muda mudi dilakukan dengan cara menyammpaikan kepada masyarakat lain bahwa pasangan muda mudi ini telah berpacaran, sehingga ada kontrol dari masyarakat terhadap perilaku mereka serta tidak menimbulkan kecurigaan dimasyarakat. Pada jaman dahulu ada tata cara untuk mengenalkan perempuan pada laki-laki biasanya dilakukan dalam pesta-pesta adat disertai dengan dansa yang disebut tumbuk tanah.
Jika laki-laki dalam hal ini pemuda menyukai perempuan, maka ia akan meminta tolong kepada saudaranya, untuk menyampaikan pesan kepada perempuan tersebut. Jika perempuan menyambutnya maka akan digandeng oleh laki-laki untuk berdansa.. Dalam proses pelamaran, kedua orang tua melakukan pembicaraan seputar persoalan besaran maskawin yang akan disiapkan oleh pihak laki-laki, dan cara pembayaran maskawin tersebut apakah dibayar secara langsung/lunas atau dicicil hingga lunas, asalkan merupakan kesepakatan bersama antara pihak laiki-laki dan pihak perempuan.
Bahkan bisa juga pihak laki-laki dibebaskan untuk tidak membayar maskawin dengan alasan orang tua laki-laki sudah meninggal dunia. Adannya pemberian harta sebagai tanda kepada keluarga perempuan, maka pihak keluarga perempuan harus dapat menjaga anak perempuannya agar tidak lagi mendekati atau didekati laki-laki lain, sebab jika ketahuan ada laki-laki yang mendekati atau didekati perempuan tersebut, akibatnya akan mendapatkan sanksi berupa denda adat dari pihak keluarga laki-laki berupa pengembalian harta yang telah diberikan. (*)
***
D. Prinsip Yang Mendasari Penataan Ruang Masyarakat Adat
-Sarapankata -KMOIndonesia -KMOBatch43 -Kelompok3 -Amerta -Jumlahkata800kata #Day24
D. Prinsip Yang Mendasari Penataan Ruang di Masyarakat
Prinsip Yang Mendasari Penataan Ruang Masyarakat Adat. Berbagai prinsip penataan ruang Masyarakat hukum adat, khususnya suku Arfak adalah sebagai berikut:
1) Prinsip Mosu efen meng ofot Prinsip Mosu efen meng ofot (Meyah) Arij mot mem (Sougb) bermakna: hutan, tanah dan air sebagai “mama” perlu dijaga kelestariannya. Hutan, tanah dan air diidentikkan dengan Mama yang memberikan kehidupan kepada anaknya. Hal ini bermakna bahwa hutan, tanah dan air di Papua telah menyediakan kekayaan alam yang sangat luarbiasa.
Bukan saja flora fauna, tetapi sumber daya alam tambang, yang tiada tara. Guna keberlanjutan kehidupan masa kini dan masa depan, maka seluruh alam ciptaan Tuhan dengan segala kekayaan alam yang tekandung di dalamnya patut di jaga, dipelihara karena memberikan kehidupan bagi masyarakat Suku Arfak. Sama seperti seorang mama memberikan susu kepada anaknya. Apabila merusak hutan, tanah dan air sama halnya dengan menyia-nyiakan dan mematikan mama yang telah menyusui dan membesarkan anaknya. Tanah sebagai mama kalau mama diolah terus, air susunya akan habis, maka mama akan mati”.
Menurut pandangan kosmologi pada zaman Yunani Kuno sampai dengan masyarakat yang masih kuat mempertahankan adat istiadatnya, membagi fungsi alam semesta menjadi dua yaitu langit atau angkasa diibaratkan sebagai ”bapak” yang mengeluarkan ”air mani” yaitu dalam bentuk air hujan yang jatuh ke bumi atau tanah yang diasosiasikan sebagai ”ibu atau mama” sebagai penghasil ”susu” yang menyuburkan tanah atau menghidupkan isi bumi. Air susu adalah unsur hara esensial yang menyuburkan tanaman Masyarakat Adat suku Arfak. Pegunungan Arfak (Ndon) sebagai manifestasi ”mama” maka: wilayah Ndon terdiri atas
(1) kepala mama (Ebir faga amenya) yang terdiri atas wilayah puncak gunung (hampiati) yang diselumuti lumut, ampiyabei, bahamti, nihamti dan bubima.
(2) badan mama (Efaga amenya) yang terdiri daerah resim, niduti adalah kawasan paling subur karena semua tanaman seperti, keladi, ketimun, jagung, petatas dan pisang bisa tumbuh, dan daerah berburu dan aktifitas lainnya.
(3) Kaki mama (Aki amenya) terdiri dari daerah mutiyak atau sir mukti, minu diibongti, susti.
2) Prinsip Igya ser Hanjop Istilah Igya artinya kita berdiri, ser artinya menjaga dan Hanjop artinya batas. Jadi makna igya ser Hanjop adalah
(1) berlaku ke luar yaitu: berdiri menjaga batas wilayah ulayat artinya merupakan peringatan kepada Masyarakat Adat agar menjaga batas, dan tidak melewati batas yang ditentukan pada saat berburu, mengambil hasil hutan.
(2) berlaku ke dalam yaitu: menjaga batas wilayah/kawasan pemanfaatan antara yang digunakan untuk kegiatan warga Masyarakat Adat dengan yang dibiarkan sebagai kawasan konservasi. Konsep igya ser hanjop (bahasa Hatam). Hanjop artinya batas. Sejak dahulu masyarakat pegunungan Arfak menerapkan konsep Hanjop (batas) dalam kehidupan sehari-hari. Batas yang dimaksud adalah batas kepemilikan.
Masyarakat saling menghormati batas yang menjadi miliknya dan milik orang lain sehingga aktivitas yang dilakukan sebatas wilayah miliknya; oleh karena itu suku lain tidak boleh memasuki/berkativitas di tanah ulayat suku lainnya. Hanya pemilik hak ulayat yang bersangkutan yang dapat melakukan aktivitas di wilayah hak ulayatnya.
Batas wilayah oleh suku Hatam disebut dengan hanjop. Masyarakat senantiasa memegang teguh dan menghormati batas wilayah milik orang lain sehingga mereka tidak akan mengambil hasil hutan melewati batas wilayah yang sudah ditentukan. Seorang anak semenjak kecil sudah ditunjukkan oleh orang tuannya untuk mengetahui batas wilayahnya sehingga tidak akan mengambil hasil sampai melewati batas wilayah milik orang lain, karena melanggar batas berakibat fatal.
Sipelanggar bisa dibunuh. Dalam mengambil hasil hutan penduduk hanya akan mengambil hasil hutan yang berada di dalam batas wilayah kampungnya (hanjop nsi/di dalam batas). Misalnya ketika penduduk Memti berburu kemudian binatang buruannya lari masuk kewilayah kampung Tombrok maka penduduk Memti tersebut akan mengejar buruannya karena binatang sudah menjadi milik orang Tombrok. Contoh lain misalnya, ketika seseorang sedang melakukan perjalanan melintasi kampung orang lain kemudian bertemu dengan binatang buruan, binatang tersebut boleh diburu tetapi tidak boleh dikejar sampai jauh masuk ke hutan. Seseorang yang ingin mengambil hasil hutan di wilayah kampung lain syaratnya harus meminta ijin saudaranya kalau kebetulan memiliki saudara di kampung tersebut.
3) Prinsip Rifmekeni tina yutjoug isusk Prinsip Rifmekeni tina yutjoug isusk (Meyah) bermakna bahwa tanah dijaga dan dikerjakan secara baik. Prinsip ini dimaksudkan untuk mendorong agar setiap orang mengusahakan atau memanfaatkan tanah (ruang) secara baik. Tujuannya agar warga Masyarakat Hukum Adat memanfaatkan tanah (ruang) sesuai peruntukannya, dengan cara memanfaatkan tanah/ruang sesuai dengan sifat dan karakteristik tanah/ruang untuk budidaya atau konservasi.
Manakala tanah atau ruang itu merupakan wilayah konservasi, maka Masyarakat Hukum Adat akan menghormati dan tidak melakukan aktivitas di wilayah terasebut. Apabila ternyata ada yang melanggar maka akan terkena “suanggi” atau sanski dari Pimpinan Persekutuan. Apabila tanah tersebut merupakan lahan pertanian maka akan dikerjakan secara baik, agar tanah tetap terpelihara kesuburannya.
Masyarakat suku Arfak berpencaharian utama adalah pertanian. Umumnya merka menanam ubi-ubuian sebagai bahan makan pokok, namun ada pula yang menanam padi ladang pola usaha tani campuran dilakukan yaitu antara tanaman pangan dan sayur-sayuran. Dalam berburu dan meramu di kawasan perburuan guna mencari sumberdaya hewani dilakukan dua minggu sekali atau sesuai kebutuhan, misalnya untuk pesta adat. Berburu lazimnya dilakukan pada musim panas baik pada siang maupun malam hari. Berburu dilakukan oleh laki-laki ditemani anjing, dengan peralatan jerat, parang, busur dan panah bahkan senapan angin. (*)
E. Impian Dalam Realita Hidup
-Sarapankata
-KMOIndonesia
-KMOBatch43
-Kelompok3
-Amerta
-Jumlahkata800kata
#Day25
E. Impian dalam Realita Hidup
Tidak ada orang yang tidak mengenal mimpi, cita-cita dan eksistensi diri. Bahkan kita semua manusia sebagai makhluk sosial pasti sudah memiliki keinginan-keinginan untuk mengenal mimpi. Semenjak dilahirkan dari lahim seorang perempuan, sudah tentu akan mengenal yang nama “dunia” sebagai pijakan baru. Dengan demikian, kita semua sudah dijanjikan segala sesuatu sesuai garis tangan dari Tuhan kepada setiap masing-masing individu sebagai kesempatan yang terindah untuk belajar segala aspek dari kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, Hidup adalah “belajar, tapi berhenti mati!”
Jadi, sangat beruntung bagi mereka yang berani gantungkan mimpi setingginya karena bermimpi dan bercita-cita bersifat bebas bagi siapa saja untuk berpikir dan bertindak. Namun, kita tidak dapat semudah membalikan telapak tangan dari keinginan tersebut karena komunikasi membutuhkan penjenjangan yang sanggat panjang berproses dan membutuhkan pengorbanan dalam perjalanan yang harus dirintis maupun dilaluinya sebagai langkah awal.
Kemudian bagi orang yang sudah berani ambil keputusan sekecil apa pun dengan membuat perencanan matang tentang jangkah waktu, serta konsisten, disiplin diri, dengan melakukannya aksi nyata sebagai langkah awal untuk meraih impian. Kita berbicara impian bararti bukan meraih sesuatu yang besar, tetapi impian adalah memulai dari dari hal-hal kecil. Namun, berdampak besar terhadap kehidupan sehingga kita bisa merasakan dampak positifnya dalam hidup yang berkelanjutan. Sebab, kesempatan datang sekali saja, kepada mereka yang pandai memanfaatkan. Dan kesempatan akan pergi terus bagi mereka yang menyia-nyiakan karena kesempatan tidak pernah datang ke dua kalinya. Jadi, bersyukurlah kepada orang-orang pilihan yang bisa peka membaca situasi dengan cepat dan menangkap sekaligus menyambut baik setiap kesempatan yang ada.
Semua ini, tentang keberanian untuk bermimpi agar berani untuk mewujudkan impian tersebut dengan melakukan (action) atau tindakan yang nyata yann bisa berdampak positif kepada kepentingan diri sendiri dan juga kepentingan banyak orang. Kita ketahui bahwa setiap orang pasti memiliki impian tetapi kita mencermati secara kasat mata, bahwa memang dari sekian banyak orang yang masih membatasi impianya pada diri sendiri mungkin karena rasa takut gagal dan diremehkan oleh orang lain. Sehingga rasa kurang percaya diri untuk mengambil keputasan yang tepat sebagai pilihan dalam hidup.
Nah, merasa khawatir dan ketakutan seperti itulah yang menjadi penghambat diri seseorang untuk maju dan berkembang untuk bisa meraih apa yang ingin dicapainya. Jika, kamu pernah merasakan hal seperti ini, ataupun sudah mengalami secara langsung berdasarkan pengalaman sebelumnya. Menurut Saya, kita harus membenahi pengembangan kafasitas diri sesuai dengan hoby dan minat kita agar memperbarui hal baru sehingga bisa memacu dan mendorong keinginan itu terwujud. Dengan membuka diri menerima dan menyesuaikan diri dengan situasi di sekitar kita supaya bisa menyempatkan diri untuk melakukan upaya yang bisa mengarahkan pola pikirmu dengan semangat belajar hal-hal baru agar membuka wawasan ke arah yang lebih baik ke depan.
****
Memang mewujudkan impian dan cita-cita yang telah tertanam dalam benak pikiran seseorang tak segampang apa yang kita pikirkan pada saat ini, karena semuanya akan membutuhkan perjuangan serta upaya kerja keras dalam meraih dan juga bisa mewujudkan menjadi kenyataan. Jadi, apa pun yang telah tergambar di dalam angan-angan seringkali akan terbentur dengan realitas yang ada dalam hidup ini.
Akhirnya, semua bayangan yang tadi tentang impian di masa depan itu hanya menguap begitu saja tanpa kita bisa mampu untuk menggapai sebagai kesuksesan. Namun, hal tersebut tidak bakal terus terjadi pada hidup andaikan kita mengambil napas untuk refreksi diri kembali untuk tetap jadi orang gigih pantang menyerah untuk memperjuangkan apa yang menjadi impian dengan tetap berpegang teguh pada perjuangannya.
Kita, tidak perlu terlalu berpikir jauh dan menengok kisah sukses orang dengan nama besar dari luar sana. Karena di setiap daerah juga sudah punya sosok figur publik yang cerita perjuangan patut kita diteladani dan bintangi rekam jejak mereka.
Saya bintangi bapak Yosias Saroy, seorang figuran dengan puluhan karya luar biasa yang sukses memikat hati masyarakat Arfak di provinsi Papua Barat.
Khususnya anak-anak mudah milenial kekinian, dari rekam jajak dan telaudan terlihat semenjak kecil,Yosias Saroy, amat gemar membaca Alkitab dan buku-buku sehingga ia ikuti ajaran firman Tuhan dengan stay humble dan berjiwa kasih dengan ringan tangan hal itulah yang dimiliki nya. Ia banyak memetik pelajaran berharga dari keberagamaan atau simpatisan masyarakat selama masih di bangku kuliah. Tidak heran saat beranjak dewasa, pria kelahiran Februari 1976 itu punya impian buat memberikan inspirasi bagi banyak orang. Namun, tentu saja, realita tidak selalu sejalan dengan impian.
Pada masa awal menapaki karier Yosias Saroy banyak dihadapkan dengan berbagai tantangan dan kesulitan pasti ada. Yang paling berat adalah ketika ia mendapat kesempatan calonkan diri sebagai Anggota DPRD Kabupaten Manokwari tahun 20114.
Yesaya 29:8 (TB) Seumpama seorang yang lapar bermimpi ia sedang makan, pada waktu terjaga, perutnya masih kosong, atau seumpama seorang yang haus bermimpi ia sedang minum, pada waktu terjaga, sesungguhnya ia masih lelah, kerongkongannya masih dahaga, demikianlah halnya dengan segala pasukan bangsa-bangsa yang berperang melawan gunung Sion.
Sebagai Refleksi, nampaknya pada waktu itu orang-orang di Yerusalem limbung dengan arak dan mabuk tuak. Akibatnya tidak dapat melihat dengan jelas di mana Tuhan. Bahkan mereka membayangkan Tuhan melepaskan mereka dengan keadilan dan kasih tanpa menghukum mereka. Itu hanya ilusi mimpi. Gambaran yang diberikan adalah seperti orang bermimpi makan, dia pikir kenyang, kenyataannya perut tetap kosong.
Demikian juga kepercayaan kita pada Tuhan jangan dibangun di atas dasar mimpi-mimpi yang melegakan kita. Ayolah bangun dan lihat realita. Temukan Tuhan dalam setiap titik realita hidupmu maka sahabat akan tahu bahwa Tuhan itu tidak pernah tinggal diam. Dia ikut mengendalikan dan mengatur jalannya hidup kita. Sangat berbeda dengan bermimpi. Tuhan dalam mimpi itu nampak nyata di alam bawah sadar, tapi kosong pada realita. Jadi marilah temukan Tuhan dalam haus dan laparmu untuk diperlengkapi kembali dengan keberanian untuk menjadi beda dengan dunia.
***
Kemudian keputusan penting apa yang telah diambil oleh Saya demi mewujudkan impian?
Dalam kesibukanku tapi berani mengambil keputusan untuk terjun ke dunia kepenulisan pada 18 Agustus tahun 2021. Bergabung bersama teman-teman dengan perbedaan karakter di Komunitas Menulis Online (KMO) Indonesia menulis dan menerbitkan buku Antologi mewujudkan impian dan Buku Solo berjudul Berani Bermimpi Itu Gratis dan beberapa buku Antologi lainnya. Saya aktif sampai dengan saat ini yang akan keyakinan bahwa menjadi inspirasi ùntuk selalu yakin saat mengambil keputusan, karena keputusan itulah yang membuat hidup bergerak ke arah yang diinginkan.
Kisahku dalam KMO ini bakal membuka sudut pandang para milenial bahwa apa pun impian yang dimiliki berbenturan dengan realita, tapi tidak ada yang tidak mungkin selama kamu kosisten dan optimis untuk bekerja keras buat mewujudkannya.
Selain itu, ada beberapa tokoh mudah milenial lain yang sedang populer pada saat ini juga untuk mengungkap rahasia dalam mempertahankan panggilan hidup untuk mengabdikan diri untuk perbuat aksi kemanusiaan. Di antaranya Bung Lamek Dowansiba dan Bung Raymond Karubaba, dan masih banyak lagi. Biar tak penasaran, langsung berbaur pasti mengenal mereka disana dan khususnya bagi sudara-sudara mahasiswa bisa bergabung dengan Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI yang merupakan organisasi nasional yang berwatak kerakyatan ini, tentu siap memetik kisah inspirasiratif dari mereka di dalam organisasi tersebut yang berbasis dari daerah sampai tingkat nasional.
**
Menurut Saya hal Pertama adalah kamu harus bangun kepercayaan diri lebih dahulu lalu meyakini apa yang sedang terjadi dalam hidup, kamu bisa! Mungkin hal utama yang harus kamu lakukan adalah harus mengalahkan ketakutan itu dari diri. Sekarang katakan bahwa kamu punya potensi dan bisa melakukan sesuatu untuk mencapai impiannya. Jangan biarkan ketakutan menguasai dirimu karena hal itu, tanpa disadari mengurangi optimisme dan semangat produktivitas yang kamu miliki dan akan menghalangi maupun menghambat pengembangan diri kamu untuk berkembang maju, bersaing dengan orang sukses lainya. Namun, tetap fokuskan perhatian dengan percaya diri dan berani bermimpi. Karena tentu saja, setiap orang berhak untuk memiliki impian, cita-cita dan harapan, tetapi tinggal bagaimana untuk mengambil keputusan yang tepat agar mewujudkan menjadi kenyataan. Apa yang saya dapat sampaikan ini, menurut saya benar adanya.
Berdasarkan pengalaman yang dilalui selama ini, tetapi sebagai manusia biasa pasti memiliki kelebihan dan kekurangan untuk menilai dengan sudut pandang yang berbeda-beda dalam penafsiran sesuai perspektifnya. Namun, semua itu membutuhkan energi yang positif untuk melalui proses panjang seperti apa yang saya gambarkan dapat sampaikan diatas. Dengan demikian, barangsiapa yang menghargai proses, maka proses tentu menghargai dia pada masa kini dan yang akan datang.
Ingat! “Apa arti hidup ini, jika kepedulian dan kepekaan tidak ikut dipupuk semaksimal.” Karena manusia yang mempunyai peradaban tinggi adalah manusia yang meninggalkan jejak dan telaudan dengan berbagi kebermanfaatan bagi banyak orang. Oleh sebab itu, jangan merasa lelah dan putus asa, tetap optimis menjadikan mental sebagai petarung agar meraih impian di masa depanmu.
Oleh karena itu, kamu tetap tanamkan jiwa optimisme dalam dirimu agar tetap konsisten dan disiplin harus ditanamkan dalam diri untuk bisa melakukan aksi sebagai langkah-langkah konkret menjadi orang sukses. Kita mulai dari sekarang “mencoba” buka diri itu jauh lebih penting, dan harus keluar dari lingkungan itu. Mulai berbaur dengan siapa saja yang bisa bersedia berbagi ilmu dan pengetahuan berupa pengalaman untuk membawa kita pada hal-hal positif sekaligus menjadi teman suportif, memberikan penguatan kapasitas diri agar membangkitkan optimisme dalam diri kita.
Mulailah dengan buat tujuan kecil sesuai ekspektasi diri sendiri yang ingin kamu mengapai di masa depan. Jangan takut untuk bermimpi! Muncul pertanyaan mengapa semua orang takut untuk bermimpi? Jawabannya adalah realitas membuktikan banyak dari kita yang menjalani hidup sekadarnya. Mereka tidak memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman, misalnya lingkungan sekitar dan keluarga kita ini sangat berpengaruh kepada proses perjalanan hidup ke depan. Banyak orang yang lupa diri merencanakan masa depan, sehingga akhirnya hidup tidak memiliki tujuan yang jelas.
Semua orang pasti memiliki keinginan masing-masing dalam hidupnya, baik untuk masa kini dan yang akan datang. Jika kita tarik benang merahnya dan mengali lebih jauh ke dalam terkait dengan “Berani bermimpi itu gratis.” Maka perlu kita buat perencanaan yang lebih matang. Walaupun rencana-rencana yang kita buat besar. Namun, tetap pastikan apa pun yang menjadi keputusan itu adalah sesuai dengan keinginan kita sendiri agar bekerja keras untuk merealisasikan semua harusnya sesuai dengan harapan.
Kita perlu dan harus membuka diri seluas-luasnya belajar banyak hal baru, sehingga memotivasi kita untuk mengejar apa yang menjadi goal dalam hidup bisa terwujudkan menjadi kenyataan. Saya ingat kata mutiara Bung Karno mengatakan bahwa: “Gantungkan mimpimu, setingi langit, jika engkau jatuh, jatuh di antara bintang-bintang di langit.”
Saatnya yakinkan dirimu untuk lebih optimis jangan pesimis. Semua hal akan kembali kepada diri sendiri. Kita merasa percaya diri dengan semua yang kita gunakan akan berjalan sesuai dengan harapan.
Namun, kamu tidak meyakini pada dirimu sendiri terlebih dahulu maka semua menjadi hidup berantakan. Kita akan merasa kesulitan nantinya untuk merealisasikan apa yang menjadi rencana yang awal maupun tujuan hidup yang ingin diraih tersebut. Sangat penting untuk tetapkan keyakinan dalam dirimu sangatlah penting untuk menentukan langkahmu ke depan agar lebih progresif memiliki impian yang bisa terwujudkan. Karena setiap kesuksesan masing-masing dari individu, dimulai dari keberanian untuk bermimpi. Bercita-cita yang lebih besar, kalau ada orang yang tidak memiliki impian yang besar dan tujuan tidak jelas maka tidak menemukan perubahan apa pun dalam diri. Namun, dengan keyakinan yang kuat menjadi orang sukses dimulai dari hal kecil untuk meraih kesuksesan di masa depan.
Semoga Kesuksesan mengiiringi langkah juang kita semuanya!
BAB VI A. Manusia & Struktur Organ Pemerintahan
-Sarapankata
-KMOIndonesia
-KMOBatch43
-Kelompok3
-Amerta
-Jumlahkata740kata
#Day26
BAB VI
A. Manusia & Stuktur Fungsi atau Organ Pemerintahaan
“Zaman Boleh Berubah, kita pun ikut berubah didalamnya. Jika kita tidak bisa berubah, maka zaman akan berubah dengan sendirinya, akhirnya kitapun harus berbenah diri untuk berubah agar tak ketinggalan atau ditinggalkan. Nah, Persoalan kita adalah bagimana strategi jitu untuk mengajak warga masyarakat menyesuaikan dengan perubahan tapi tidak tercerabut dari akar budaya atau kebiasaan posititif yang menghidupinya.” (Yosak Saroi)
Struktur dan pemerintahan adat empat sub Suku Besar Arfak yakni Hatam, Moiley, Sougb dan Meyakh pada umumnya dipimpin langsung oleh para Kepala Suku ( Menir) dan dibawahi oleh kepala suku adat tertua adat yang disebut (Andipoi) yang terdiri atas orang tua –tua adat yang sanggat memahami adat istiadat (kebiasaan) di tengah suku tersebut. Kepala sub Suku (Menir) terpilih dari anatra masyarakat adat yang memiliki kemampuan berbicara atau komunikasi yang sangat baik, dan juga mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan dihadapi oleh warga masyarakat persekutuan maupun perwakilan adat suatu setempat.
Selain itu, kepala sub suku disetiap wilayah dan kampung atau desa yang berbeda-beda tugas dan fungsinya dengan para kepala sub suku, karena kepala kampung atau desa mereka berperan mengurusi administrasi pemerintahan negara untuk semua warga negara yang berada sekaligus sebagai perangkat kampung, sedangkan para kepala sub suku mengurusi seluruh warga masyarakat bagi empat sub Suku Besar Arfak saja.
Ketika fungsi yang dibangun oleh pemerintah adat sub Suku Arfak hanya akan menjaga keseimbangan hidup manusia antara sesama warga adat diantara warga masyarakat adat dengan suku-suku lainya yang diluar sub Suku Besar Arfak Hatam, Moiley, Sougb dan Meyakh, yang baik sesama suku Besar Arfak maupun terhadapnya kebragaman suku –suku di Tanah Papua maupun di luar Papua.
Jika, melihat kepala suku (manir) yang sudah tidak kuat lagi, untuk melakukan sesuatu atau telah meninggal (mai leu su) dunia maka secara hukum adat otomatis yang menjadi penganti kepala suku yang baru dengan sebutan bahasa Hatam (iluey nibow nijep atau ita kep nibou nijep), tapi dengan syarat bahwa yang menjadi kepala suku adalah anak tertua dari laki-laki, sebagai pihak pertama yang melanjutkan tongkat estafet yang ditinggalkan bapak ataupun orang tuanya.
Sedangkan dari pihak kedua adalah anak perempuan tidak bisa untuk menjadi kepala suku walaupun dia sebagai anak tertua di keluarga tersebut jadi biasanya kalau kepala suku tidak memiliki anak laki-laki yang pintar dan cerdas atau hanya punya anak satu-satunya perempuan, maka anak mantunya bisa ambil arih ataupun diangkat menjadi penganti kepala suku, yang penting adalah dia harus bisa pintar dan cerdas dalam berbibica dalam menangani, mengurus masalah, tidak perlu lagi melalui proses pemilihan.
Tetapi diangkat langsung secara musyawarah mufakat secara Masyakata Hukum Adat yang sah, dan bersifat resmi tanpa digugat oleh pihak manapun. Dengan demikian, dia menjalankan perintah sesuai dengan apa yang di mengerti berdasarkan pengalaman yang ia dapat dari orang sebelumnya berdasarkan keinginan bersama untuk mewujudkan perdamaian dan membawahi organisasi pemrintahan adat yang secara struktur terdiri atas seorang kepala suku dan sejumlah anggota atau orang tua-tua adat (andipoi).
Yang memang sangat tahu betul dan memahami disisi soal-soal huku adat setempat serta memiliki sifat bijaksana, jujur, berwibawa yang bukan hanya berasal dari warga tertentu saja, tetapi merangkul seluruh marga manapun terutama pada warga setempat sebagai wilayah hukumnya. Dan bisa menjadi orang tua adat (andijpoi) jika kriteria sudah terpenuhi sebagai sosok kepala suku. Secara budaya, kehidupan sub Suku Arfak mengalami banyak perubahan setelah perkembangan adanya Kabupaten Manokwari dan keterisolasian wilayah telah mulai terbuka lebar peluang, dengan banyak perkembangan yang masuk ke kota Injil dan kota peradaban orang Asli Papua di Bumi Cendrawasi. Dengan demikian juga, dengan banyak anak-anak regenerasi sub Suku Besar Arfak bersekolah ke luar Manokwari sedikit banyak mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan bertindak masyarakat hukum adat sub Suku Besar Arfak.
Dalam hal bahasa misalkan, mengalami dekradasi budaya dalam penggunaan Bahasa ibu terlihat mulai berkurang dan perlahan diganti dengan Bahasa Indonesia. Dalam percakapan sehari sasama sudara, sesame keluarga, sesame satu kampung/Desa masih menggunakan bahasa ibu, tapi Bahasa nasional (Indonesia) juga dipakai dalam percakapan seperti ini. Ada sebagian masyarakat hukum adat terutama mereka yang tinggal jauh dari perkotaan kabupaten, mereka tetap menggunakan bahasa ibu. Karena masyarakat rata-rata belum berpendidikan tinggi jadi tetap menggukan bahasa ibu sehari-haril, termasuk kami anak-anak yang masuk sekolah dasar di perkampungan. (*)
Bersambung……….
****
B. Bermimpi Untuk Mewujudkan Impiannya
-Sarapankata
-KMOIndonesia
-KMOBatch43
-Kelompok3
-Amerta
-Jumlahkata900kata
#Day27
B. Bermimpi Untuk Mewujudkan Impiannya
“Bila kita menanam benih-benih gagasan baik, mak kita akan menuai hasilnya.”
(Yosak Saroi)
Tidak Ada orang yang tidak mengenal mimpi, cita – cita, asa, harapan dan eksistensi. bahkan semua manusia sebagai makhluk social pasti sudah memiliki keinginan – keinginan untuk mengenal mimpi. Semenjak dilahirkan dari lahim seorang wanita, sudah tentu akan mengenal yang nama “Dunia” sebagai pijakan baru. Dengan demikian, kita semua dijanjikan segala hal sesuai garis tangan dari Tuhan kepada setiap masing-masing individu sebagai kesempatan yang terindah untuk belajar dari segala aspek kehidupan sehari – hari.
Oleh karena itu, “Hidup adalah belajar tapi berhenti mati!” Jadi, sanggat beruntung bagi mereka yang berani bermimpi setingginya karena bermimpi dan bercita –cita itu, gratis bagi siapa saja untuk berpikir bebas. Tapi segala mimpi dan cita-cita ini, kita tidak dapat semudah membalikan telapak tangan tapi mimpi tersebut akan membutuhkan proses penjenjangan yang sanggat panjang berproses dan butuhkan pengorbanan dalam perjalanan yang harus dirintis maupun dilaluinya sebagai batu loncatan awal.
Kemudian bagi orang yang sudah berani ambil keputusan dengan membuat perencanan matang tentang jangkah waktu, dan konsisten, disiplin diri, dengan melakukannya aksi nyata sebagai langkah awal untuk meraih impian. Kita berbicara impian bararti bukan meraih sesuatu yang besar tetapi impian adalah memulai dari dari hal – hal kecil, namun berdapak besar terhadap kehidupan sehinga kita bisa merasakan dampak positifnya terhadap hidup yang berkelanjutan.
Sebab, kesempatan datang sekali saja, bagi mereka yang pandai memanfaatkan, dan sebaliknya. Kesempatan akan pergi terus bagi mereka yang menyia - nyiakan karena kesempatan tidak pernah datang ke dua kalinya. Jadi, bersyukurlah kepada orang – orang pilihan dan terpangil yang bisa peka membaca situasi dengan cepat dan menangkap sekaligus menyambut baik setiap kesempatan yang ada.
Semua ini, tentang keberanian untuk bermimpi agar berani untuk mewujudkan impian tersebut dengan melakukan (action) atau tindakan yang nyata dan berdampak positif kepada kepentingan diri sendiri dan juga kepentingan banyak orang. Kita ketahui bahwa setiap orang pasti memiliki impian dan cita – cita, tetapi kita mencermati secara kasat mata, bahwa memang dari sekian banyak orang yang masih membatasi impianya sendiri itu, ya mungkin karena rasa takut gagal dan diremehkan orang lain, sehinga tidak mengambil keputasan yang tepat sebagai pilihan dalam hidup unuk berjuang.
Nah, merasa ketakutan seperti itulah yang menjadi penghambat diri seseorang untuk berani maju dan berkembang untuk bisa meraih apa yang ingin dicapainya. Jika, kamu pernah merasakan hal seperti ini, atau pun sudah mengalami secara langsung berdasarkan pengalaman sebelumnya. Menurut Saya, kita sebagai manusia sosial pasti mengalami rintangan seperti ini, sudah pasti terjadi terhadap siapa saja. Namun saran dari saya untuk kamu pejuang revolusioner, supaya bisa menyempatkan diri untuk melakukan upaya yang bisa mengarahkan pola pikirmu dengan semangat belajar hal – hal baru agar membuka wawasan ke arah yang lebih baik kedepan.
Pertama adalah bangun kepercayaan diri lebih dahulu lalu meyakini apa yang sedang terjadi dalam hidup kamu bisa! mungkin hal utama yang harus kamu lakukan adalah harus mengalahkan ketakutan itu dari diri, sekarang katakan bahwa kamu punya potensi dan bisa melakukan sesuatu untuk mencapai impianya.
Jangan biarkan ketakutan menguasai dirimu karena hal itu, tanpa disadari mengurangi optimisme dan semangat produktifitas yang kita miliki dan akan menghalangi maupun menghambat pengembangan diri kita untuk berkembang maju bersaing dengan orang sukses lainya ke tujuanmu. Tapi tetap fokuskan perhatian dengan percaya diri dan berani bermimpi, karena tentu saja, setiap orang berhak untuk memiliki impian, cita-cita dan harapa tetapi tinggal bagimana untuk mengambil keputusan yang tepat agar mewujudkan menjadi kenyataan. Apa yang saya dapat sampaikan ini, menurut saya benar adanya.
Berdasarkan pengalaman yang dilalui selama ini, tetapi sebagai manusia biasa pasti memiliki kelebihan dan kekurangan untuk menilai dengan sudut pandang yang berbeda – beda dalam penafsiranya tersendiri dengan perspektifnya.Tapi semua itu, membutuhkan energi yang positif untuk melalui proses panjang seperti apa yang saya gambarkan diatas ini. Dengan demikian, barangsiapa yang menghargai proses maka proses tentu menghargai dia pada masa kini, dan yang akan Datang. Ingat! “Apa arti hidup ini, jika kepeduliaan dan kepekaan tidak ikut dipupuk semaksimal.” Karena Manusia yang mempunyai peradaban tinggi adalah manusia yang mampu
memahami orang lain.” Oleh sebab itu, jangan merasa lelah dan putus asa, tetap optimis menjadikan mental sebagai petarung agar meraih impian di masa depanmu. Semua hal yang saya maksudkan diatas, bukan mengurui namun memberi motivasi dan menginspirasi kita semuanya. Untuk itu, kejarlah mimpi dan wujudkan setiap langkahmu demi langkah yang kamu tempuh dan ini tak sebentar melalui ungkapan kata saja artinya banyak orang yang bergerak maupun berbicara ini dan itu, tapi tetap mereka berbica seolah_olah mereka yang lebih pintar dari semua orang dengan istilah (berbicara sop pintar), tentu saja dikatakan biasa tapi semua ini membutuhkan penjenjangan yang panjang dan membutuh perjuangan yang berliku- liku dan tak semuda membalikan telapak tangan, semua membutuhkan kerja keras serta perjuangan yang bukan pantang menyerah.
Oleh karena itu, Kamu tetap tanamkan jiwa optimisme dalam diri. Agar tetap konsisten dan disiplin harus ditanamkan dalam diri untuk bisa melakukan aksi sebagai langkah- langkah kongkrit menjadi orang sukses. Ya, Mulai dari sekarang “mencoba” buka diri itu jauh lebih penting, dan harus keluar dari lingkungan itu dan mulai berbaur dengan siapa saja yang bisa bersedia berbagi ilmu dan pengetahuan berupa pengalaman untuk membawa kita pada hal-hal positif sekaligus menjadi teman suportif, memberikan penguatan kafasitas diri agar membangkitkan optimisme dalam diri kita.
Mulailah dengan buat tujuan kecil sesuai ekspektasi diri sendiri yang ingin kamu mengapai di masa depan. Jangan takut untuk bermimpi! muncul Pertanyaan mengapa semua orang takut untuk bermimpi? Jawabanya adalah realitas membuktikan banyak dari kita yang menjalani hidup sekedarnya, mereka tidak memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman misalkan lingkungan sekitar dan keluarga kita ini sangat berpengaruh kepada proses perjalanan hidup kedepan.. Banyak orang dari kita yang lupa diri merencanakan masa depan sehingga akhirnya hidup tidak memiliki tujuan yang jelas.
Semua orang pasti memiliki keinginan masing – masing dalam hidupnya, baik untuk masa kini dan yang akan datang. Jika kita tarik benang merahnya dan mengali lebih jauh kedalam terkait dengan “Berani bermimpi Itu Gratis.” Maka perlu kita buat perencanaan yang lebih matang, walaupun rencana – rencana yang kita buat besar tapi tetap pastikan apapun yang menjadi keputusan itu adalah sesuai dengan keinginan kita sendiri agar bekerja keras untuk merealisasikan semua harusnya sesuai dengan harapan.
Perlu kita harus membuka diri seluasnya belajar banyak hal baru sehinga memotivasi kita untuk mengejar apa yang menjadi goal dalam hidup bisa terwujudkan menjadi kenyataan. Saya ingat kata mutiara Bung Karno mengatakan bahwa Gantungkan mimpimu, setingi langit, jika Engkau jatuh, jatuh di antara bintang –bintang di langit.” Saatnya yakinkan dirimu untuk lebih berani bermimpi dan berpikir besar, semua hal akan kembali kepada diri sendiri.
Tapi kamu tidak meyakini pada dirimu sendiri terlebih dahulu maka semua menjadi hidip berantakan, kita akan merasa kesulitan nantinya untuk merealisasikan apa yang menjadi rencana yang awal maupun tujuan hidup yang ingin diraih tersebut. Sangat penting untuk tetapkan keyakinan dalam dirimu sangatlah penting untuk menentukan langkamu kedepan agar lebih progresif memiliki impian yang bisa terwujudkan, karena setiap kesuksesan masing – masing dari individu, dimulai dari keberanian untuk bermimpi, bercita-cita yang lebih besar; kalau ada orang yang tidak memiliki impian yang besar dan tujuan tidak jelas maka tidak menemukan perubahan apa pun dalam diri. Tapi dengan keyakinan yang kuat menjadi orang sukses memulai dari hal kecil untuk meraih kesuksesan di masa depan. (*)
***
C. Hukum Adat Suku Arfak Meiyah
-Sarapankata
-KMOIndonesia
-KMOBatch43
-Kelompok3
-Amerta
-Jumlahkata500kata
#Day28
C. Hukum Adat Suku Arfak Meiyah
Pada jaman dahulu terdapat di dalam sistem peradilan masyarakat hukum adat sub Suku Arfak Meiyah, yang dipercaya dan diangkat menjadi hakim adat (manir) untuk menyelesaikkan seluruh permasalahan yang ada. Kepala suku ini harus mereka mimilih orang yang memiliki kemampuan dalam memahami sejarah adat istiadat dan juga sebagai orang yang mampu bercakap dan tidak boleh berpihak pada kedua belah pihak yang sedang bermasalah. Dia harus netral kepada semua pihak yang ada dengan ringan tangan untuk turun tangan dengan harta yang di milikinya untuk berbagi kepada kedua belah pihak tersebut agar berdamai.
Menurut pandangan dari sejumlah pemuka masyarakat adat bahwa seharusnya tugas dari kepala kampung hanya menggurus roda pemerintahan di tingkat kampung saja. Namun, berbeda dengan orang yang sedang dipercayakan warga masyarakat menjadi kepala kampung juga sudah bisa mempunyai andil yang besar, sesuai dengan penilaian khusus dari warga masyarakat hukum adat di tempat itu, untuk menyelesaikan permasalahan sehingga akan diangkat menjadi hakim adat suku Arfak Meiyah.
Mereka semua bergotong royong, bahu membahu dan bersama – sama dengan kepala sub suku di masing – masing tingkat kampung/desa yang bersangkutan. Kedudukan seorang kepala kampung menjadi hakim adat suku Arfak Meiyah diakui oleh masyarakatnya. Hal tersebut sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan jaman dahulu, yang mana cuma hanya satu, yakni kepala sub suku saja yang menjadi hakim adat di wilayah tersebut.
Sebab, pada jaman dahulu apabila ada permasalahan adat yang terjadi maupun timbul, maka masyarakat hukum adat langsung bergerak dengan mendatangi kepala sub suku Meiyah yang mendiami wilayah sekitar meiyah tersebut dengan segera untuk mencari keadilan. Orang kepercaya seperti ini bukan banyak orang tetapi hanya individu tertentu saja, jadi kalau dia tinggal di wilayah yang jauh pun masyarakat tetap mencari dan mendatangkan sebagai hakim.
Pada jaman dahulu yang menjadi hakim adat di Suku Arfak Meyahk terdiri atas tiga orang ataupun lebih dari tiga orang tersebut tergantung dari masalah yang akan diselesaikan nantinya. Kemudian di dalam adat Suku Arfak Meyahk mereka menggunakan peradilan adat yang tidak terstruktur.
Apabila ada masalah maka pihak korban akan menunjuk hakim adat yang mampu berbicara dan tidak berpihak yang bersengketa dan berupaya untuk mencari solusi dengan kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahaan perkara tersebut sesuai dengan sistim adat Suku Arfak Meiyah.
Dalam adat sub Suku Arfak Meiyah, terdapat kewenangan hakim adat yaitu mendengar dari kedua belah pihak yang bermasalah dan langsung mencari solusi dengan yang tepat sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Setelah kesepakatan itu sudah tercapai maka seorang hakim adat suku arfak meyahk menerima dan memerintahkan pelaku untuk membayar denda adat kepada pihak korban sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Di dalam adat sub Suku Arfak Meiyah, hakim adat dalam menyelesaikan permasalahan mempunyak kewenangan tertentu. Di dalam menjalankan kewenangan tersebut dilaksanakan dengan cara mendatangi pihak keluarga terduga pelaku serta mendengar langsung keterangan dari pihak keluarga terduga pelaku.
Setelah itu kemudian hakim adat juga mendatangi pihak keluarga korban untuk mendengar tuntutan denda yang diminta oleh keluarga korban sehingga hakim adat sub Suku Arfak Meiyah ini akan menyampaikan tuntutan denda terhadap pihak keluarga pelaku. Setelah proses tersebut dilakukan, hakim-hakim yang ada dari sub Suku Arfak Meiyah mempertemukan kedua belah pihak untuk menyelesaikan sansi denda adat yang menjadi kesepakatan bersama yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak, untuk dibayarkan kepada pihak keluarga korban di hadapan hakim adat sub Suku Arfak Meiyah.
Apabilah pihak keluarga pelaku menolak untuk membayar denda yang diminta oleh pihak keluarga maka hal tersebut dapat mimicu kemarahaan dari pihak keluarga korban dan hal seperti inilah yang dapat menimbulkan dendam.
Apabila dendan seperti itu terjadi maka bisa berujung pada pembunuhan terhadap pihak keluarga pelaku sampai turun – temurun.
Seorang kepala suku yang berbicara dalam forum, termasuk dalam menyelesaikan masalah hal tersebut akan didenagar oleh masyarakat adat sesuai dengan keputusan yang sudah ditetapkan oleh yang bersangkutan sebagai hakim adat. Hal ini di dalam adat suku Arfak Meiyah seorang kepala suku dianggap sebagai seorang pemimpin bagi masyarakat adat suku Arfak Meiyah.
Di dalam sub suku Arfak Meiyah apabila seorang anak dari kepala suku atau keluarga kepala suku melakukan perzinahan maka proses penyelesaiannya ditunjuk hakim –hakim khusus untuk mengadilinya. Apabilah terbukti bersalah, maka pelaku dan keluarga besar pelaku harus menbayar denda adat kepada pihak keluarga korban, dan pelaku bebas dari sansi.
Namun, di dalam suku Arfak Meiyah, persoalan tersebut belum selesai, walaupun pihak pelaku dan keluarga besar sudah membayar denda.
Persoalan tersebut dipendam oleh pihak keluarga korban sampai bertahun-tahun, kemudian anak atau keluarga dari kepala suku yang menjadi pelaku dicari lalu dibunuh sehingga permasalahan ini berlanjut sampai kepada turun – temurun sesuai dengan (kebiasaan) adat istiadat sub Suku Arfak Meiyah tersebut. Tapi persoalan ini, hanya khusus untuk sub suku Arfak saja tidak bisa membias kepada suku lain di Tanah Papua maupun Suku di Nusantara.
Karena kami suku Besar Arfak menjunjung tinggi Harkat dan Martabat Manusia diatas Negeri kelahiran sendiri, sesuai dengan ajaran leluhur tentang perbuar kebaikan, kedamaian, dan berjiwa Kasih yang Besar. ……………..Bersambung………….
****
D. Motivasi Dari Diri Kita
-Sarapankata
-KMOIndonesia
-KMOBatch43
-Kelompok3
-Amerta
-Jumlahkata800kata
#Day29
D. Motivasi Dari Diri Kita
Saya memulai dengan pertanyaan ini: Apakah kita benar-benar kekurangan motivasi sehingga kita perlu membangun motivasi kembali di antara kita? Ataukah ada pertanyaan selain, menggapa motivasi diperlukan dalam membangun Pegununungan Arfak?
Ini hanya sebuah pertanyaan dari saya dan mungkin juga pertanyaan dari sudara-sudara yang ada bersama denganku, pada saat saya mengajukannya. Olek karena itu, bagi saya adalah pentingnya pendekatan motivasi dari “kita dan untuk kita” dalam juga untuk kita bergandengan tangan membangun dan membawa Pegunungan Arfak kearah yang lebih baik kedepan. Dengan demikian, saya akan tiba pada jawaban semacam sebagai berikut ini:
Pertama, kita sekarang ini sedang berada dalam dunia yang sedang berubah. Banyak hal yang kita tahu tapi tidak sedikit yang kita tidak tahu tentang perubahan yang terjadi. Dalam ketidak tahuan, kita merasa bahwa dengan hidup apa adanya tidak akan menjadi masalah sejauh kita bisa makan dan bisa tidur serta menjalankan rutinitas keseharian kita. Kita menjadi sanggat minimalis, hidup apa adanya dan mungkin saja mudah pasrah dan berharap bantuan dari pihak lain. Sementara tidak kita sadari perubahan di luar sana selalu membawa peluang dan ancaman bagi kita. Jika kita tidak meresponsnya dengan cepat kita pun akan ditinggalkan.
Berhadapan dengan persoalan ini kita perlu sekali untuk saling memberikan motivasi. Kita perlu juga untuk memberi tahu sesama kita bahwa ada cara – cara baru dan yang lebih mudah yang dapat kita pelajari dan kita kerjakan sehingga kita tidak ketinggalan jaman.
Dunia yang kian berubah, dekian juga dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat memungkinkan kita untuk terlibat langsung di dalamnya, sehingga akan lebih cepat kita mendapatkan hasil yang kita inginkan dan harapakan. Ada peluang dan ada tantangan kemajuan itu. Semuanya kembali kepada diri kita yang termotivasi untuk memajukan diri sendiri dan khususnya pelayanan prima kepada masyarakat kita.
Kedua, warga masyarakat kita sudah terbiasa, hidup dengan alam seisinya. Warga Masyarakat meyakini bahwa alam selalu sebagai “IBU” yang menyediakan kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Cagar Alam Pegunungan Arfak (CAPA), diyakini sanggat menyimpan dan memiliki kekayaan unggulan yang diperuntukkan bagi kemakmuran hidup warga masyarakat Kabupaten Pegunungan Arfak. Potensi unggulan yang kaya ini, tak akan habis dan selalu ada salaama manusia di yang mendiami sekeliling Cagar Alam Pegunungan itu ada.
Pendapat yang sedang berkembang dalam warga masyarakat seperti ini, telah memiliki kebenaran dalam sejarah masyarakat hukum adat Pegunungan Arfak. Bagimana pun dari sejarah hidup Pegunungan Arfak, tidak pernah merasakan kekurangan pangan misalnya, Karena alam semesta selalu menyediakan kebutuhan hidupnya.
Namun, perlu kita diingat bahwa seiring berjalannya waktu, dengan perkembangan kemajuan zaman, kebutuhan hidup manusia pun semakin bertambah menjadi beban dalam hidup. Manusia hidup bukan hanya sekedar bisa makan saja.
Dalam situasi dan kondisi seperti ini, tanpa sadar karena muncul tiba – tiba kita merasakan keadaan serba kekurangan di masing – masing individu. Pada hal, alam kita yang kaya raya, ternyata tidak menjawab semua kebutuhan warga masyarakatnya kita. Oleh karena itu, kita perlu tahu hal apa yang menjadi hambatan kita sehinnga hidup kita tidak bisa berubah dan hanya berputar disitu-situ saja alias main kandang.
Kita sudah cukup terlalu mempercayai bahwa kekayaan alam yang kita punya akan memakmurkan kita. Tapi semua itu tak kunjung datang krpada kita, karena kita tidk bersedia mau menjadikan kita manusia sebagai penentu kemajuan kita.
Oleh karena itu, diperlukkan usaha-usaha lain untuk memenuhi beragamnya kebutuhan itu termasuk melestarikan alamnya sendiri. (*)
***Bersambung****
E. Kebudayaan Suku Besar Arfak
-Sarapankata
-KMOIndonesia
-KMOBatch43
-Kelompok3
-Amerta
-Jumlahkata700kata
#Day30
E. Kebudayaan Suku Besar Arfak
Kebudayaan Suku Besar Arfak adalah suku atau bangsa yang mendiami wilayah Mnukwar yang sekarang menjadi Kabupaten Manokwari sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat. Sesuai dengan nama dijuluki oleh masyarakat yaitu Manokwari sebagai kota injil, kota peradaban orang Papua serta kota buah-buahan. sebagian besar daerah yang bergunung-gunung ini ditumbuhi hutan lebat dan dialiri oleh banyak kali dan sungai-sungai.
Masyarakat asli Suku Besar Arfak ini, yang mendiami di kaki gunung Cagar Alam Pegunungan (CAPA), yang mencuat puncak-puncak yang tinggi, lereng yang menjurang antara lain Gunung Umcen/Umsini dan Gunung Indon dengan ketinggian sekitar 28.000, mdpl. Sekarang pemerintah berupaya dengan dimekarkan dua Daerah Otonomi Baru (DOB) dari Kabupaten induk Manokwari yakni Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari Selatan. Kita jumlah keseluruhan Suku Besar Arfak, dapat dibagi atas empat sub Suku, yaitu Sougb, Hatam, Moiley dan Meiyah.
Setiap sub suku ini menggunakan bahasa atau dialek tersendiri dengan nama yang berbeda - beda dengan nama sub suku itu masing-masing. Sebenarnya, dalam setiap dialek itu masih ada sub dialek lagi jadi jumlah keseluruhan ada. Sekumpulan yang berasal dari sub suku tadi mendiami suatu daerah - daerah tertentu dalam wilayah Kabupaten Manokwari. Jadi, orang suku Sougb mendiami di wilayah sekeliling Danau Anggi, di sebelah utara Bintuni, yaitu di Sungai Izim, Sungai Didohu disebelah barat hulu Sungai Meiyof. Orang Meiyah mendiami bagian utara Bintuni, di hulu Sungai Meijes, Sungai Meiyah, Sungai Beimas di Wariori atau hulu Sungai Testega, di hulu sungai Warmori, Sungai Wasirawi, Sungai Weramoi, Sungai Prafi, Amban, Pasir Putih.
Orang Hatam mendiami di wilayah Minyambow, Hingk di utara Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gida, Sungai Ngimou, Sungai Wariori, di hulu Sungai Fanindi, Amban, Pasir Putih, dan lain – lain. Orang Moiley mendiami wilayah Mokwam, hulu Sungai Liyei, hulu Sungai Prafi. Setiap sub suku tadi merasa memiliki ciri budaya tersendiri dari kepribadian yang khas ada yang hampir mirip, misalnya tari-tarian tumbuh tanah, dan memakai cawat juga sama. Pada zaman lampau masing-masing sub suku itu, ada satu konsep dasar yakni “Igja Ser Hanjob!” dalam bahasa Hatam/Moiley yang artinya “Berdiri Menjaga Batas!” Konsep ini merupakan perintah dan peraturan yang sah tanpa digugat dari pihak manapun. Dan berlaku untuk anak cucu secara turun – temurun sampai dengan hari ini.
Jika, ada warga masyarakat yang melanggar batas ini pasti mereka saling curiga, terutama dalam hal Suwangi dengan obat-obatan yang dipercayai bisa menyebabkan timbulnya pembunuhan seseorang di wilayah tersebut. Selain itu, pasti ada kecurigaan terhadap anak laki-laki dan perempuan yang sedang sakit bahwa mereka (Suwangi) yang mebunuh dan mengutik dengan obat suawanginya.
Saling curiga itu sering menyebabkan timbul perang dengan sub suku sendiri itu saja dan bersifat internal karena tidak menyebal ke suku lain yang ada di Tanah Papua. Kemudian, dengan masuknya Agama yang dibawa Zending dan Missionalis kepada mereka, akhirnya mengubah pola pikir dan cara lama, dan sikap saling curiga semakin berkurang dengan rasa mengayomi, dan rasa persaudaraan.
Sekarang mereka semua sudah berjalan di terang Tuhan kita Yesus Kristus yang menerangi kekegelapan tersebut dan sekarang injil sudah mengurangi rasa curiga dan juga dengan adanya hubungan perkawinan silang diantara sub suku itu. Apa pun yang menjadi Perintah atau Peraturan dan struktur baru dalam wilayah masyarakat hukum adat harus dijalankan sesuai dengan perintah dari tua-tua moyang tersebut.
Walaupun sekarang jaman sudah berubah, dengan perkembangan modern dan teknologi membentuk organisasi pemerintahan Kampung atau Desa yang berasal dari pemerintahan yang lebih tinggi, sedikit demi sedikit bisa mengurangi ketegangan dan kebiasaan dari masyarakat di tingkat wilayah itu. Pembagian wilayah hutan di Pegunungan Arfak yang dikenal dengan konsep “Igja Ser Hanjob” dari Bahasa sub suku Hatam/Moiley yang secara harapiah berarti “Berdiri Menjaga Batas!”
Konsep ini merupakan ungkapan melalui tutur kata secara lisan dari tertua-tua adat sub Suku Besar Arfak sebagai perintah dan peraturan yang sah tanpa digugat oleh pihak lain dan ini bersifat resmi untuk anak cucuk suku Arfak. Dan Igja Ser Hanjob ini, berlaku dan menjadi peringatan kepada seluruh warga masyarakat suku Arfak yang sudah diatur secara informal dangan tujuan untuk saling mengingatkan dan menjaga serta tidak boleh berani berinisiatif, untuk melewati batas-batas wilayahnya yang sudah ditentukan oleh para tokoh Adat, secara lisan namun sah secara hukum adat yang sudah sah. Maka dilarang masyarakat tidak bisa masuk ambil, tali rotan, kulit kayu, berkebun dan berburu lewat batas tersebut.
Jadi, pada saat memanfaatkan hasil yang berada di hutan. Tapi hal yang harus diperhatikan adalah Konsep “Igja Ser Hanjop!” Kita artikan secara luas masyarakat lokal dengan semboyan “Mari Kita Menjaga Hutan Untuk Kepentingan Bersama.” Hal itu, merupakan bagian dari interaksi dan adaptasi dengan lingkungan hutan khususnya di kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak (CAPA), dan sekitarnya.
Ada Kawasan Konservasi Pegunungan Arfak (KKPA), Adalah kawasan tempat berinteraksinya warga masyarakat lokal Arfak, sejauh ini sebelum kawasan itu ditetapkan pemerintah daerah menjadi kawasan kehutanan.
Interaksi sub suku Arfak dengan lingkungan hutan yang sudah terjalin sejak lama dan telah menghasilkan sejumlah bentuk strategi interaksi dan beradapatasi dengan lingkungan alamnya dalam memperoleh sumber makanan dan minuman, mengatasi kondisi fisik lingkungan, mempertahankan hidup, bereproduksi, dan merespons perubahan yang terjadi di sekitarnya. Termasuk diantaranya adalah memanafaatkan dan juga melestarikan sumber daya hayati endemik yang terkandung di Cagar Alam Pegungungan Arfak.
Dalam lingkungan ekologi sampai dengan budaya di Papua Barat, kearifan lokal dijumpai dalam berbagai simbol – simbol artefak yang bersifat abstrak atau umum. Kearifan lokal dalam suatu komunitas warga masyarakat dapat muncul secara alami, namun kearifan tersebut ada pula yang muncul karena “social creation,” tercipta sebagai hasil dari pemikiran manusia dalam kebudayaan yang dimiliki sebagai perwujudan peran – peran dari hasil pendekatan interaksi social dalam ruang, waktu dan tempat.
Struktur social sebagai jaringan hubungan dan relasi-relasi yang nyata diantara individu atau kelompok individu dalam warga masyarakat ( Mansoben, 1995; Radcliffe-Brown, 2008) Relasi dalam budaya individu dapat ditimbulkan oleh factor sejarah, lingkungan, dan psikologis yang berbeda (Kaplan & Manners, 1999). @(bys)
***Bersambung****