Serba-serbi Ramadan
Sinopsis
Tags :
#sarapankata
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day1
- Jumlah Kata 506
Ramadhan adalah bulan yang dinanti setiap muslim, tak terkecuali Ula, seorang gadis kecil berusia 9 tahun yang tinggal di kampung Buleud, kampung yang jauh dari keramaian kota. Ia tinggal di sebuah kampung yang masih asri dengan hamparan sawah dan kebun di sekitar rumah penduduk, yang jumlahnya terhitung masih sedikit. Kampungnya juga memiliki banyak kolam ikan sehingga terkenal dengan budidaya ikan tawar yang rasanya khas dan lezat sekali bila dimasak. Aliran sungai yang berasal dari gunung Geulis, yang seakan tak pernah kering, membelah pemukiman penduduk, mengairi sawah dan kolam di sekitarnya. Jika cuaca cerah maka semua orang bisa menyaksikan lukisan alam yang indah berupa latar gunung Geulis berpadu dengan langit yang biru dan aneka lahan hijau yang ada di kakinya.
Di tempat tinggalnya itulah Ula kecil menjalani kesehariannya dengan penuh keseruan meski ia tak mengenal gadget atau tv sekalipun. Ya karena di masa itu, listrik belum masuk ke desanya, dan keluarganya belum memiliki televisi. Di kampungnya itu hanya ada dua rumah dari sekian banyak rumah yang ada, yang memiliki tv di rumahnya, itupun masih tv kotak hitam-putih bermodalkan aki bukan listrik. Adakalanya Ula dan teman-temannya ikut menonton di rumah itu, sesekali saja dengan tontonan yang terbatas dan tentunya sesuai dengan selera si empunya rumah.
Saat Ramadhan tiba, kebiasaan Ula sebenarnya tak jauh beda dengan kesehariannya di bulan lain yang biasa diisinya dengan kegiatan bermain, sekolah dan mengaji di surau dekat rumahnya, hanya saja biasanya durasi belajarnya di sekolah menjadi lebih singkat dan kegiatan mengaji di surau menjadi lebih banyak. Sekolah biasanya hanya berlangsung setengah hari, sedang kegiatan di surau menjadi bertambah. Di surau, selain ia mengaji sehabis dzuhur, ada juga kuliah subuh dan mengaji setelah ashar atau tarawih.
Saat puasa, sepulang sekolah Ula dengan setia menunggu ibu penjual sayur, yang menyunggi dagangannya di nyiru, datang ke rumahnya untuk menjajakan dagangannya. Di ibu pedagang itu, Ula menghabiskan jatah jajan hariannya dengan membeli camilan berupa penganan tradisional yang kemudian disimpannya buat bekal buka puasa nanti, sedang ibu Ula belanja sayur mayur untuk lauk dan bahan buat takjil.
Kebiasaan lain yang juga dilakukannya di bulan puasa adalah ngabuburit dengan berbagai permainan tradisional seperti main gatrik, main congklak, boi-boian, engklek, dan bebentengan. Selain permainan tradisional tersebut, ada juga board game semacam monopoli, halma dan ludo, yang biasa ia mainkan saat ngabuburit atau kalau sedang bosan dan tidak ada kegiatan. Adakalanya permainan board game itu menjadi tidak seru karena ia mainkan sendirian.
Di bulan puasa, selain tarawih dan tadarusan sebagaimana umumnya dilakukan semua umat islam, di kampung Ula juga ada tradisi membuat damar sewu. Damar sewu ini serupa obor tapi memiliki banyak sumbu, dibuat dari bambu yang dipasang secara mendatar dan memiliki banyak lubang. Di setiap lubang tersebut diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu berupa kain bekas untuk menyalakan api di atasnya. Damar sewu ini biasanya mulai ramai dibuat di sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga lebaran. Keberadaan damar sewu ini membuat keseruan tersendiri buat semua orang terutama anak-anak. Malam-malam akhir puasa itu menjadi semakin semarak dan lebih terang tentunya karena hampir di setiap halaman rumah dan jalan-jalan dipasangi damar sewu ini.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day2
- Jumlah Kata 470
Hari-hari terakhir puasa, ibu dan keluarga Ula seringkali disibukkan dengan aktivitas memasak, mulai dari membuat berbagai kue kering, snack dan manisan, dan memasak untuk makan besar. Butuh waktu berhari-hari untuk membuat berbagai kue, snack dan manisan sehingga semua toples di rumahnya terisi penuh. Ula senang di momen ini karena jadi punya kesempatan untuk ikut bebikinan dan mengicip kue-kue tersebut saat berbuka. Di hari terakhir puasa, ibu Ula membeli banyak bahan makanan untuk dimasak dan dibagikan pada saudara-saudara dan tetangga jelang buka, dan memasak ketupat serta lapis daging untuk dinikmati di hari raya keesokan harinya.
Hari raya tiba, dan Ula bersuka ria mengenakan baju lebaran yang dibelikan orang tuanya beberapa hari sebelum lebaran tiba. Semua orang dirumahnya berkumpul, sungkem dan bersalaman satu sama lain selepas shalat Id. Kemudian mereka berkeliling ke rumah tetangganya untuk silaturahmi dan bersalaman, saling bermaaf-maafan. Adakalanya Ula mendapat angpao dari beberapa saudaranya yang bermurah hati. Ia kumpulkan angpao-angpao itu dan siangnya ia makan bakso dengan kakak-kakaknya dari uang angpao itu.
Hari kedua lebaran, Ula dan keluarganya biasanya pergi mengunjungi kerabatnya di beberapa tempat yang cukup jauh dari rumahnya, terkadang mereka juga menyambangi saudaranya di kota yang berbeda. Momen tersebut sangat Ula nikmati karena ia memang senang dan menikmati perjalanan jauh. Ia juga bisa bertemu dengan kerabat yang hanya ditemuinya setahun sekali, terutama dari pihak ibunya.
Hari ketiga lebaran, ada tradisi bani dari keluarga besar nenek dari ayah Ula. Semua saudara ayahnya berkumpul di tempat yang ditentukan, biasanya dilaksanakan bergiliran dari rumah anak tertua hingga yang termuda. Di sana, ia bisa bertemu dengan uwak, paman dan bibinya, yang juga datang membawa anak dan cucunya. Dalam pertemuan itu, setiap keluarga mendapat kesempatan untuk tampil dan berfoto di panggung acara. Mereka diperkenalkan dan dilaporkan pula jika ada penambahan anggota keluarganya masing-masing. Sebaliknya, berita duka juga disampaikan, semisal ada anggota keluarga yang meninggal. Ula senang menghadiri acara ini karena selain jadi ajang silaturahmi dengan saudara yang jarang ditemuinya, ia juga bisa mengetahui siapa saja saudara atau kerabatnya dan dari mana asal usulnya karena tak jarang saudaranya itu ternyata adalah orang yang kerap ditemui tanpa dia tahu kalau mereka sebenarnya berkerabat. Ula makin senang kalau mendapati acara ini diselenggarakan di rumahnya, karena rumahnya secara otomatis menjadi ramai dan seolah sedang ada hajatan besar. Ia menikmati segala kehebohan yang dilihatnya di rumah bahkan sehari sebelum pelaksanaan acara tersebut. Ia melihat ada banyak orang datang berkunjung dan ibunya sibuk belanja dan memasak untuk hidangan di acara tersebut dibantu oleh saudara atau kadang oleh tetangganya.
Keseruan lebaran, Ula rasakan menghilang di hari-hari berikutnya pasca acara bani. Saat itu, orang-orang mulai kembali beraktivitas sebagaimana biasa. Acara silaturahmi atau berkunjung sudah tidak lagi dilakukan meski kadang satu dua tamu datang berkunjung ke rumah. Seiring dengan itu, kue-kue di rumah juga mulai habis dan Ula mulai jajan kembali di warung, dan hilanglah sudah suasana lebaran berganti hari biasa.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day3
- Jumlah Kata 468
Di usianya yang ke-10, Ula mulai tinggal bersama ketiga kakaknya saja, di kota yang berbeda dengan orang tua dan juga adiknya. Ia tinggal di rumah orang tuanya di kampung Buleud, sedang orang tuanya tinggal mengontrak dan mencari nafkah di Cipaku, salah satu kampung di kota yang berbeda yang berjarak sejauh 4 jam perjalanan jika menggunakan bis. Di rumah itu, Ula hidup seatap dengan kakak tertuanya yang belum lama menikah dan dua kakaknya yang lain yang masih sekolah.
Sejak kepindahan orang tuanya, Ula mulai membiasakan diri menjalani hari tanpa kedua orang tuanya. Segala kegiatannya dibantu dan diarahkan kakak-kakaknya dan dibantu oleh salah seorang kerabat yang diamanahi orang tuanya untuk membantu mereka sekedar beres-beres rumah atau mencuci. Beruntung sejak sebelum ibunya pergi, Ula sudah mulai belajar mandiri, menyiapkan segala keperluan belajarnya sendiri, mencuci seragam sekolah sendiri dan hal lain selain memasak dan pekerjaan rumah yang terhitung berat. Alhasil untuk hal kemandirian Ula tidak mengalami kendala yang berarti, hanya saja rasa rindu dan sepi seringkali datang hingga membuatnya sedih dan kadang jadi murung. Kerinduannya itu biasanya terobati saat orang tuanya pulang dan menengoknya tiap akhir pekan tapi tidak di bulan puasa karena biasanya ia baru akan bertemu mereka di penghujung Ramadhan, tepatnya di malam takbiran.
Ramadhan itu ia berusia 11 tahun, saat ia duduk di kelas 5 SD. Hari demi hari puasa ia lalui dengan rutinitasnya berupa sekolah dan mengaji di pesantren yang tak jauh dari rumahnya. Selepas sahur dan shalat Subuh ia berjalan kaki menuju ke mesjid pesantren untuk mendengarkan kuliah subuh. Sekira pukul 6 ia pulang lalu bersiap-siap berangkat ke sekolahnya. Ia pergi sekolah dengan berjalan kaki selama kurang lebih dua puluh menitan, melewati pesawahan dan pinggiran sungai yang mengapit sawah-sawah itu.
Siangnya ia pulang sekira jam 12-an, melalui jalanan yang sama. Sesampainya di rumah, ia istirahat sebentar kemudian shalat dan bersiap berangkat mengaji ke pesantren. Di sana ia mengaji dengan teman sekelas yang usianya jauh lebih tua dari teman-teman di sekolahnya dan berasal dari kota yang berlainan dengannya. Namun demikian ia senang dan menikmati kegiatan ini sehingga ia rajin dan seakan sayang jika ketinggalan aktivitasnya ini.
Adzan Ashar berkumandang dan ia baru pulang mengaji di pesantren. Ia kemudian shalat, tilawah beberapa halaman dan bersiap ngabuburit. Biasanya dia isi waktu ngabuburitnya dengan main galah di halaman, main monopoli di teras, atau sekedar jalan-jalan mencari jejamuran di sekeliling sawah dan kolam dekat rumahnya. Jam 5 sore barulah ia pulang dan membantu kakaknya menyiapkan hidangan buat buka puasa.
Di hari kesepuluh Ramadhan ia mendengar candaan kakak-kakaknya kalau orang tuanya tidak akan pulang lebaran nanti. Ia kaget dan berpikir seandainya itu terjadi, artinya ia akan berlebaran tanpa seru-seruan berkumpul dengan orang tua dan adiknya, dan tanpa baju baru tentunya. “Ah itu hanya keisengan kakak-kakak aja” tukas pikir kekanakannya yang memang kerap diisengi kakaknya, dan rutinitasnya membuat ia tidak banyak mengingat hal tersebut.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day4
- Jumlah Kata 410
Tibalah hari ke-20 puasa, sekolah dan pengajian mulai diliburkan. Para santri pulang ke kotanya masing-masing dan pesantren yang biasanya riuh ramai oleh suara santri mengaji atau sekedara berkelakar, kini menjadi terasa sepi. Sejak saat itu, waktu Lula berada di rumah menjadi lebih panjang dan terasa cukup membosankan. Kadang ia hanya bertemu dengan kakak-kakaknya saja seharian, dari mulai bangun tidur, main board game, masak bahkan hingga tidur kembali. Waktu Ula yang biasa ia habiskan di sekolah dan tempat ngajinya kini menjadi luang bahkan kerap membuat ia mengantuk dan tidur berlama-lama.
Waktu berlalu dan tak terasa puasa tinggal tiga hari. Beberapa tetangga yang biasa tinggal di kota perantauannya mulai berdatangan untuk merayakan lebaran di kampung. Lula mulai harap-harap cemas dan bertanya dalam hati “kapan ya Mamah-Apa pulang?” hingga akhirnya ia menanyakan langsung hal tersebut pada kakaknya. Di luar dugaan ternyata kakaknya memberi jawaban yang membuatnya kaget bercampur sedih karena ternyata orang tuanya tidak akan pulang untuk merayakan lebaran bersama. Kakaknya mengatakan bahwa Apa mendapat amanah untuk menjadi Khatib saat pelaksanaan Salat Id di masjid besar Cipaku lebaran itu sehingga tidak mungkin Apa pulang sebelum salat Id berlangsung. Maka penghujung Ramadhan itu menjadi terasa kelabu bagi Ula.
Malam takbir tiba, namun suasana berbeda, yang biasanya terasa seru dan hangat karena semua berkumpul kini berubah menjadi kesepian dan kepiluan bagi Ula. Malam itu, tak ada sajian uli panas dan kopi hitam yang biasa disodorkan ibu Ula untuk diantarkan ke masjid, menemani para pelantun takbir yang biasanya dipimpin ayah Ula. Ula juga tak merasakan keramaian di area dapur tempat ibunya biasa memasak ketupat dan berbagai sajian untuk hari raya karena malam takbir itu dapur rumahnya sepi tak ada kesibukan.
Keesokan harinya rasa sepi itu jauh lebih terasa bagi Ula karena ia melihat orang lain berbahagia bersuka cita berkumpul dengan keluarganya, sedang ia hanya kumpul bersama kakak-kakaknya, tanpa orang tua dan adiknya. Ia berusaha sebisa mungkin menikmati momen lebaran meski sulit. Hari raya itupun berlalu dan Ula makin sedih karena ternyata hingga malam orang tuanya tak kunjung datang, dan ternyata mereka baru datang keesokan harinya, hari kedua lebaran. Rasanya Ula ingin teriak dan menghambur menangis saat ibunya menghampiri dan memeluknya sambil berkata “duh kasian ya lebarannya ga pake baju baru”, namun ia hanya bisa memendam itu dan menggantinya dengan rasa bahagia karena akhirnya suasana lebaran itu ia rasakan meskipun telat sehari. Ia bisa berkumpul dengan semua orang yang dikasihinya di hari kedua lebaran itu, dan tentunya ia bahagia juga karena dibawakan banyak makanan dan baju baru.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day5
- Jumlah Kata 476
Dalam ingatan Ula kecil, Ramadan memiliki keseruan tersendiri dan selalu diidentikkan dengan beberapa hal seperti: ngabuburit, permainan dan makanan khas. Semua hal tersebut tentu bukan hal yang utama namun menjadi bagian yang lekat dalam ingatannya terkait Ramadan selain ibadah khas yang jarang atau tidak dilakukannya di luar Ramadan, semisal puasa, tadarus, tarawih dan kuliah subuh.
Ula, dengan didikan keluarga yang terbilang cukup agamis dan lingkungan yang kental nuansa keagamaannya, merupakan salah satu dari sekian banyak anak yang sudah hapal dan mempraktekkan ibadah harian salat lima waktu dan mengaji secara rutin. Ia dibiasakan orang tuanya untuk melakukan hal tersebut sejak kecil dan ada pengawasan yang sangat ketat dalam hal ini meski sebenarnya ia belumlah baligh. Saat waktu salat tiba, akan selalu ada orang tua atau bahkan kakak-kakak yang selalu mengingatkannya salat atau bahkan menakutinya dengan hukuman seumpama ia tidak salat. Ia juga harus segera salat karena biasanya selepas salat ia harus segera berangkat mengaji ke tajug atau pesantren di dekat rumahnya. Situasi dan kondisi serta didikan keluarga Ula ini berlangsung terus menerus sehingga membuat Ula terbiasa dalam melaksanakan rutinitas ibadah salat itu, di dalam maupun di luar Ramadan.
Beda halnya dengan salat, puasa dan tadarus adalah kebiasaan yang jarang dilakukannya di luar bulan Ramadan. Sesekali kadang ia puasa sunah senin-kamis memang tapi itu sangat jarang dan memang tidak dibiasakan di keluarganya, begitu juga dengan tadarus. Saat bulan Ramadan, kedua kegiatan ini jadi bagian penting bagi Ula kecil yang dapat tugas mengisi buku catatan Ramadan dari sekolah. Puasa yang memang diwajibkan dan harus dicatatkan, tadarus juga harus dilakukan setidaknya sekedar demi catatan tadarusnya tidak kosong, ya minimal ada sekian ayat saja misal. Awalnya ia melakukan tadarus ini semata karena harus mengisi catatan namun ketika bertemu dengan teman-teman di tempat mengajinya sangat antusias tadarus, ia menjadi terbakar semangatnya dan ikut-ikutan rajin tilawah (membaca Al-Quran). Banyak dari teman mengajinya yang bisa menyelesaikan tilawahnya dalam sepekan sehingga selama Ramadan bisa 3-4 kali khatam (selesai) baca Al-Quran. Namun demikian, meski semangat Ula untuk tilawah ini tinggi, ia juga sadar ada waktu yang berbeda antara ia dan teman mengajinya yang kebanyakan sudah lebih tua usianya dan mereka hanya beraktivitas di pesantren saja, tidak seperti Ula yang masih bersekolah dasar saat itu. Dengan demikian, tadarus ini menjadi salah satu agenda harian Ula di bulan Ramadan, meski sebenarnya Ula merasa pencapaiannya belum sebaik teman-temannya.
Ibadah lain yang Ula biasa lakukan di bulan Ramadan adalah salat Tarawih. Salat sunnah ini menjadi agenda utama Ramadan yang biasanya ia lakukan secara berjamaah di masjid. Di kampungnya, jumlah rakaat Tarawih yang biasa dipakai adalah yang berjumlah 20 rakaat plus witir 3 rakaat, dan hanya ada satu musola kecil saja yang biasa melaksanakan Tarawih sebanyak 11 rakaat. Hal ini menjadi tantangan sendiri tidak hanya bagi Ula bahkan juga bagi seabgian besar orang. Namun sekali lagi mengingat adanya pembiasaan dari keluarga dan lingkungan maka semuanya bisa dilalui dan dilakukan meski sulit.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day6
- Jumlah Kata 557
Ula menikmati agenda Tarawih ini karena ia bisa merasakan jamaah dengan tetangga dan teman-temannya, walaupun ada saja tingkah usil temannya saat jamaah. Pernah suatu ketika, ia mendapati temannya mengatakan “Aabaaah” dengan suara yang sangat lantang pada saat harusnya semua makmum mengatakan “Aamiin” usai Imam membacakan Fatihah. Hal ini ternyata dilakukan teman Ula karena ayahnya si teman yang biasa ia panggil abah bernama Amin dan ia terpikir untuk mengganti kata “Aamin” menjadi “Aabah” saat salat dilakukan, untungnya tidak ada jamaah yang secara spontan menertawakannya saat itu terjadi. Seringpula Ula mendapati keisengan teman-temannya yang pada saat jamaah Tarawih berlangsung malah pada main petasan di teras masjid atau berlari-larian, sehingga selain mereka tidak ikut serta berjamaah, mereka juga malah mengganggu kekhusyuan jamaah lain yang sedang salat dan akhirnya mereka diceramahi sama pengurus masjid usai tarawih.
Jika malam hari digunakan orang yang berpuasa untuk Tarawih dan tadarus, maka sore hari di bulan Ramadan adalah waktu yang kerap digunakan untuk ngabuburit. Istilah ini bisa jadi berasal dari kata ‘ngaburu’ dan ‘burit’ yang berarti menjemput sore atau senja, atau tepatnya maghrib. Ada yang mengisinya dengan sekedar pergi berkeliling kampung beramai-ramai dan berlabuh di masjid untuk berburu takjil gratis, ada juga yang pergi berkendara mencari takjil jauh dari rumahnya, atau ada yang sekedar ngabuburit dengan bermain di sekitaran rumahnya dengan aneka permainan.
Ula mengisi waktu ngabuburitnya dengan bermain bersama teman-temannya di pekarangan rumahnya, sebagaimana dilakukannya di sore hari di luar Ramadan. Namun demikian, seringnya ia ngabuburit hanya dengan bermain board game di teras rumahnya karena energi yang dibutuhkan untuk aktivitas ini lebih sedikit ketimbang bermain dengan permainan lain yang biasa dilakukannya semisal main galah, gatrik, ucing sumput atau boy-boyan. Board game yang seringkali dimainkan Ula dan teman-temannya diantaranya adalah monopoli, ular tangga, halma, dan ludo. Board game ini ada kalanya Ula mainkan sendirian saja jika tidak ada teman atau saat Uli merasa bosan. Selain itu, Ula juga senang bermain bola bekel atau lompat tali, sendirian atau juga dimainkan Bersama teman-temannya.
Setelah tradisi ngabuburit dan ragam board game yang biasa Ula mainkan, Ramadan dalam ingatan Ula juga lekat dengan makanan khas seperti aneka kolak, pacar cina, dan kolang kaling. Makanan-makanan itu memang bisa ditemui dan dinikmati Ula di luar bulan Ramadhan namun tidak sesering saat Ramadhan tiba, terutama kolang-kaling. Kolang-kaling biasanya disajikan untuk takjil dalam berbagai menu. Bisa disajikan sebagai teman pisang saat dibuat kolak, dibuat campuran es campur atau bahkan dibuat manisan dengan aneka warna ceria untuk sajian di hari raya.
Mendekati hari raya, Ula sering mendapati beberapa lelaki dari usia kanak-kanak hingga bapak-bapak di kampungnya membuat bedil dari bilah bambu ukuran kecil hingga batang pohon dengan diameter yang besar, yang nampaknya sulit jika Ula rengkuh. Bedil ini di desain sedemikian rupa hingga bisa menyerupai meriam. Dari lubang di salah satu ujungnya, mereka akan memasukkan minyak tanah dan karbit, kemudian disulut dengan api, dan keluarlah api disertai suara menggelegar seperti halnya guntur dari ujung moncongnya yang lain. Seringkali Ula merasa kaget dan kesal mendengar suara itu tapi tak ada orang yang mampu menghentikan keributan itu. Ula adakalanya menonton teman-teman laki-lakinya bermain bedil bambu atau petasan meski kadang berakhir kesal karena mereka iseng melempar dan mengagetkannya dengan petasan. Ula sendiri menikmati momen malam takbir dengan main kembang api atau obat mentol yang dibelikan orang tuanya. Kembang api yang sudah dinyalakannya biasanya digantung di batang pohon yang bisa dijangkaunya, dan obat mentol biasanya digepreknya menggunakan batu.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day7
- Jumlah Kata 432
Ini adalah cerita tentang Nia, keponakan Ula dari kakak tertuanya. Ia lahir kurang lebih 15 tahun setelah Ula lahir. Selepas menikah hingga Nia berada dalam kandungan, orang tua Nia tinggal di Jakarta namun Nia lahir di sebuah klinik di Bekasi. Selain karena dekat dengan rumah neneknya, klinik ini juga adalah tempat praktik adik dari neneknya yang merupakan seorang bidan. Ia lahir dengan ditangani langsung oleh bidan yang kelak dipanggilnya Mamih. Ia tinggal di kota kelahirannya itu dan sesekali main ke kampung halaman ibunya dan bertemu dengan Ula.
Di usianya yang baru lima tahun, Nia dibawa serta orang tuanya pindah ke Sleman. Saat itu, ayahnya mendapat pekerjaan baru di Yogya sehingga ia dan ibunya ikut diboyong ke sana dan tinggal di tempat yang cukup dekat dengan kantor ayahnya. Di sana ia tinggal jauh dari kerabat dari pihak ibu maupun ayahnya namun keluarganya memiliki tetangga yang kerap dipanggilnya “Eyang”. Ia diperlakukan olehnya sebagaimana seorang cucu diperlakukan neneknya sehingga ia merasa kerasan dan senang meski jauh dari saudaranya.
Di usianya yang ke-enam, Nia diajak ibunya untuk mulai belajar berpuasa. Jauh-jauh hari sebelum puasa datang, ia selalu dibacakan ibunya cerita-cerita yang berkaitan dengan rukun islam, salah satunya adalah kewajiban untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Hal itu membuatnya penasaran dan tak sabar menunggu Ramadhan tiba. Ia ingin tahu bagaimana rasanya siang-siang menahan lapar dan dahaga seperti yang ibunya ceritakan.
Akhirnya tibalah bulan puasa, dan Nia mulai belajar praktek puasa. Ia harus bangun sebelum subuh untuk sahur setelah malamnya ia mulai shalat tarawih berjamaah dengan rakaat yang jumlahnya cukup banyak. Siangnya ia merasa lapar namun karena ia ingat sedang berpuasa, ia menahannya. Dzuhur tiba, ia merasa tak kuat lagi menahan rasa lapar itu lalu mengeluhkan hal tersebut pada ibunya. Akhirnya ia diperbolehkan buka dan makan. Setelah itu ia memang tidak puasa namun tetap menahan untuk tidak makan lagi hingga adzan magrib tiba. Begitu terus selama beberapa hari ia belajar puasa, kadang buka Duhur atau Asar, hingga akhirnya di hari kelima ia mulai bisa puasa penuh hingga Magrib tiba. Ia senang sekali. Ia menikmati puasa pertamanya itu meski di awal dia merasa kesulitan untuk membiasakan diri tidak makan-minum di siang hari.
Setiap sore Nia berkumpul dengan teman-temannya di Musola dekat rumahnya untuk mengaji dan kadang berlanjut hingga buka bersama. Ada kalanya dia diajak jalan-jalan sore motoran sama ayah-ibunya sambil membeli kudapan buat buka. Awalnya ia heran melihat jalanan sedemikian ramai sama pemotor hingga akhirnya ia diberitahu bahwa ada namanya tradisi ngabuburit di bulan puasa. Saat itu, orang-orang keluar rumah sekedar cari takjil atau buka di luar rumah, yang menyebabkan jalanan jadi lebih ramai dari biasanya kadang hingga terjadi kemacetan.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day8
- Jumlah Kata 413
Demikian ia lewati puasa pertamanya itu di kota perantauannya, dengan tetangga dan teman-teman barunya, dari hari pertama hingga penghujung Ramadan tiba. Saat itu, ibunya tengah mengandung adiknya dan hari perkiraan lahirnya sudah semakin dekat sehingga ia dan keluarganya tidak mudik. Malam takbir tiba, saat ia dan ibunya tengah bercengkrama di ruang tengah, ibunya tiba-tiba merasakan ada kontraksi di perutnya dan akhirnya mereka berangkat ke RS bersama ayahnya. Dari beranda UGD-RS, ia mendengar takbir dari kejauhan saling bersahutan. Saat itu ibunya tengah di cek terlebih dahulu di UGD sebelum akhirnya masuk masuk ruang rawat inap karena harus di infus, dan menginaplah mereka di sana malam itu.
Keesokan harinya, hari raya tiba. Ia dan ayahnya melaksanakan shalat Id di masjid dekat RS, sedang ibunya tidak ikut serta. Sepulang salat Id, waktunya hanya ia habiskan di RS menemani ibunya dan menunggu adiknya lahir. Sementara orang-orang merayakan lebaran dengan berkumpul bersama keluarga besarnya, ia hanya menonton TV saja lebaran itu.
Setelah ditungu-tunggu, keesokan harinya barulah adiknya lahir. Sejak subuh, ibunya mengalami kontraksi hebat dibanding yang sebelumnya terjadi dan perawat mengatakan kalau nampaknya tak lama lagi adik Nia akan segera keluar. Maka ibunya segera bersiap untuk dipindah ke ruang bersalin sambil menunggu kedatangan dokter kandungan datang. Saat ia dan ayahnya tengah bersiap-siap, datanglah eyang dan tantenya menengok. Maka kemudian ibunya masuk ruang bersalin ditemani ayahnya, sedang ia diajak bermain oleh eyang dan tantenya sambil menunggu persalinan usai. Sekitar jam 9 pagi, ia diberitahu ayahnya kalau adiknya sudah lahir. Ia senang bukan main karena adik perempuannya itu lahir di momen lebaran tepat di puasanya yang pertama.
Hari kedua lebaran itu, ia masih harus menginap di RS karena ternyata adiknya masih dalam pantauan dokter akibat kendala nafas yang dialaminya pasca persalinan. Nia dan ayahnya hanya bisa melihat adiknya, yang masih menggunakan selang di hidungnya, dari kaca di ruang bayi. Pada saat ibunya diperbolehkan menyusui dan menggendongnya sebentar di ruang bayi itu barulah adiknya itu diperdengarkan adzan ayahnya dan dielus langsung oleh Nia.
Pagi hari berikutnya, perawat mengabari kalau adiknya sudah membaik dan mereka sudah diperbolehkan pulang. Selesai dimandikan perawat barulah Nia bisa melihat dengan seksama adik bayi yang dinantinya itu, sebelum kemudain akhirnya mereka pulang ke rumah. Lebaran itu menjadi momen penting dan membahagiakan bagi Nia karena ia menjadi seorang kakak. Kebahagiaan berlanjut karena tak lama setelah mereka pulang dari RS, nenek-kakek dan tantenya datang berkunjung dan menginap beberapa hari di rumahnya. Ah, sungguh lebaran yang berkesan dan menyenangkan bagi Nia, berkumpul dalam suasana kasih dan hangat dengan orang tersayang.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day9
- Jumlah Kata 569
Mudik atau pulang kampung adalah tradisi yang biasa dilakukan jelang hari raya, salah satunya hari raya umat islam yaitu Idul Fitri. Dinamakan pulang kampung karena kebanyakan orang yang berasal dari daerah yang mencari nafkah dan penghidupan di kota-kota besar, memilih untuk pulang dan berkumpul dengan keluarganya di kampung saat hari raya. Pada kenyataannya, ada juga orang yang berasal dari kota besar dan bekerja di daerah, juga memilih untuk pulang ke kotanya saat hari raya. Inilah yang dialami Nia.
Nia dan keluarganya tinggal di Sleman, sedang ayahnya yang berasal dari Bekasi mengajaknya untuk pulang lebaran itu. Rencananya mereka akan pulang dua hari sebelum lebaran tiba dengan menggunakan mobil pribadi. Ayahnya mendapat info kalau saat itu dibuka tol baru yang membuat perjalanan ke arah Jakarta menjadi jauh lebih cepat. Orang mengenalnya dengan sebutan tol Brexit atau Brebes exit. Info itu membuat ayahnya berencana akan mudik dengan melalui jalur utara.
Saat itu adalah bulan puasa kedua bagi Nia dan ia sudah mulai terbiasa puasa penuh. Hingga akhirnya hari mudik itu tiba, dua hari jelang lebaran di tahun itu. Nia bersiap-siap dengan perasaan yang bahagia karena ia akan bertemu dengan kakek-nenek dan sepupunya. Sebelum azan Magrib tiba, mereka sudah memulai perjalanan mudik itu. Mereka berbuka di jalan, tepatnya di daerah Magelang. Perjalanan dilalui dengan lancar hingga mereka sampai di daerah Brebes jam 11 malam, dan bertemu dengan kemacetan. Normalnya, arus mudik itu macetnya ke arah Jawa Tengah bukan sebaliknya, namun saat itu kemacetan terjadi di kedua arah.
Nia tertidur pulas sejak malam itu hingga akhirnya ia terbangun setelah matahari nampak, dan ia kaget karena merasa belum sahur. Ia bertanya pada ibunya perihal kondisi mereka, dan ia baru tahu bahwa sejak semalam mereka masih berada di tempat yang sama, di Brebes. Mereka semua tidak sahur karena mereka tidak bisa kemana-mana dan semua tempat penuh, dan mereka juga tidak membawa bekal sahur dari rumah. Saat itu, ayahnya juga tengah kebingungan mencari jalan alternatif agar terbebas dari kemacetan itu sehingga harus berputar-putar mencoba jalan kecil yang ada dan mentok.
Nia melihat jalanan yang penuh dengan mobil namun tak bergerak sama sekali dan ia lihat SPBU di kiri jalan juga dipenuhi antrian mobil yang mengekor namun tidak berjalan sedikitpun. Ayahnya cerita, mobil-mobil itu berasal dari jalur yang berlawanan dengan mereka. Mereka kehabisan bensin dan hanya bisa mengisi di SPBU yang bersebrangan dengan jalurnya namun itu juga sia-sia karena volume kendaraan dengan tujuan serupa itu banyak dan bensin di SPBU-pun habis sehingga mereka mengalihkan kemacetan menuju jalanan di mana SPBU berada. Beruntungnya, mobil yang dipakai Nia dan keluarganya sedari awal berangkat sudah isi bensin full tank sebelum sampai di kemacetan itu, sehingga bisa tetap jalan di kondisi SPBU chaos seperti itu.
Hari menjelang siang, sekitar jam 11-an, saat Nia merasa kebelet ingin pipis dan perutnya terasa lapar. Saat itu mobil sudah bisa berjalan pelan meski ternyata kata ayahnya mereka bukan berada di jalur utama pantura. Ayahnya mencari tempat untuk memarkirkan mobil dan mendapatinya di sekitaran sebuah kantor Koramil. Di halaman kantor Koramil itu, ia mendapati ada dua tenda darurat besar-besar yang terpasang, dengan tandu dan beberapa ranjang yang sudah kosong. Ia lalu mampir dan menumpang pipis di sana. Ibunya kemudian mengajaknya mencari makan di warung dekat Koramil dan ternyata makanan yang dipesannya tidak ada. Alhasil, ia hanya membeli cemilan dan minuman saja untuk mengganjal perut yang sedari malam belum diisinya. Ibu Nia bilang karena mereka sedang dalam keadaaan safar maka mereka mendapat rukhshah atau keringanan untuk tidak berpuasa.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day10
- Jumlah Kata 403
Situasi macet berlangsung saat mereka hendak meninggalkan tempat transitnya. Dari tempat mereka transit itu, ayah Nia mendapat info alternatif jalan dari kakak-kakak berbaju seragam pramuka yang ikut membantu menertibkan lalu lintas. Ayahnya mencoba mencari jalan yang dimaksud dan ternyata adalah sebuah jalan kecil di samping sungai irigasi dan hanya satu jalur atau searah. Jalannya panjang sekali dan sepi, jauh berbeda dengan jalan utama yang sangat ramai. Nia berusaha menikmati jalanan sepi itu dengan memperhatikan sekitar yang berupa hamparan sawah dan kebun. Ia tidak menemui satupun mobil hingga akhirnya mereka sampai di ujung jalan itu dan kembali menemui jalan utama yang ramai. Berbeda dengan sebelumnya, jalan yang kini dilihatnya hanya macet di arah yang bersebrangan dengan jalur mereka. Jalur mereka sedikit lebih sepi dan mobil mereka bisa melaju dengan kecepatan normal. Di sana, ayahnya sempat berhenti dan mencari info dari sekitar. Balik ke mobil, ayahnya mengatakan kalau mereka tidak bisa masuk lewat tol Brebes karena tol baru itu ditutup pasca dipenuhi mobil yang menyebabkan jalanan macet sepanjang kurang lebih satu kilometer. Akhirnya mereka memutuskan akan masuk lewat gerbang tol di Tegal.
Tak jauh dari sana, mobil Nia dan keluarganya melewati sebuah gerbang tol yang diberi tanda ferbodendari kejauhan dan dijaga oleh banyak petugas polisi yang menghalau pengemudi untuk memasuki gerbang tol tersebut. Ayahnya bilang itu adalah gerbang tol Brexit yang konon membuat lalu lintas saat itu macet parah sedemikian lama. Mobil pun melaju kembali dan sampailah mereka di gerbang tol tegal. Mereka masuk gerbang tol itu sekira pukul dua siang dan anehnya Nia tidak melihat mobil yang melintas di jalur mereka sehingga ayahnya menyetir mobil dengan kecepatan yang lebih tinggi karena jalan benar-benar tanpa hambatan. Di sana mereka sempat mampir ke rest area untuk istirahat sejenak, membeli makan dan shalat. Setelah itu mereka melanjutkan kembali perjalanan hingga mereka sampai di kota tujuan dalam waktu yang menurut ayahnya sangat singkat karena jalanan yang kosong tadi.
Sampailah Nia di rumah kakek-neneknya sore itu, merayakan malam takbir dan lebaran disana, setelah melakukan perjalanan mudik yang panjang dan melelahkan. Mudik yang juga membuat Nia dan keluarganya harus mengambil rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa bagi yang safar (sedang di perjalanan). Namun demikian, rasa capeknya hilang berganti dengan kebahagiaan dan keceriaan karena ia berkumpul dengan keluarga besar dari ayahnya. Ia bisa bermain dengan puas bersama tante dan sepupu-sepupunya, juga bisa bertemu dengan kerabat yang jarang ditemuinya, sebelum akhirnya ia harus kembali ke kota perantauannya jelang ayahnya mulai kerja nanti.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day11
- Jumlah Kata 403
Hari itu adalah hari Senin, hari yang terjadwal bagi Nia untuk masuk kelas baca tulis hitung. Saat itu usianya baru enam tahun setengah dan ia tidak terdaftar sebagai siswa di sekolah manapun kecuali di Lembaga bimbel ABC ini. Tempat dimana ia belajar memperlancar kemampuan membaca yang sudah dimulainya di rumah. Ia terjadwal untuk masuk tiga kali dalam sepekan di Lembaga ini, salah satunya hari Senin.
Pagi itu selepas sahur dan salat subuh, Nia kecil yang sedang belajar puasa ini tertidur kembali sebelum akhirnya ia dibangunkan ibunya jam tujuh pagi untuk bersiap-siap karena kelas calistung-nya akan dimulai jam delapan. Bangun tidur, Nia langsung mandi dan bersiap-siap berangkat ke tempat bimbel dengan berjalan kaki diantar ibu dan adik perempuannya yang masih kecil. Sesampainya di tempat bimbel, Nia masuk kelas, sementara ibu dan adiknya pulang kembali.
Selesai kelas, seperti biasa ia menunggu ibunya menjemput sambil membaca buku yang ada di rak buku di tempat bimbel. Saat itu ia membaca buku dengan tokoh si Kumi yang sedang berwisata ke beberapa daerah dan dikenalkan dengan makanan khas daerahnya. Saat ia sedang asyik membaca buku, tiba-tiba saja ia merasa perutnya terasa lapar namun ia abaikan dan lanjut membaca buku yang tengah dibacanya. Tak lama setelah ia menyelesaikan bacaannya, ibu dan adiknya datang menjemput. Maka pulanglah kembali mereka dengan berjalan kaki.
Cuaca hari itu terasa panas sekali dan Nia berjalan dengan lemas dan gontai karena ia sedang berpuasa. Di perjalanan pulang ia sempat melihat seorang tukang parkir yang tengah meminum air mineral duduk di pinggir jalan. Gleeek..Nia jadi membayangkan nikmatnya minum air di hari yang terik itu, seketika ia pun menelan air liurnya. Ia lupa saat itu dia tengah berpuasa.
Sesampainya di rumah, ia meletakkan tas, mencuci tangan kemudian menyalakan kipas untuk menghilangkan rasa gerah. Ia sempat melirik ke meja makan saat terpikir hendak minum namun ia tak mendapati apapun disana maka berjalanlah kembali ia ke kamarnya dan mulai membuka buku untuk mengerjakan tugas dari bimbelnya. Selesai mengerjakan tugas ia teringat untuk mengambil air minum namun ia diingatkan ibunya kalau ia sedang berpuasa maka batallah kembali keinginannya untuk menghilangkan rasa haus yang dirasakannya. Akhirnya Nia main lego sama adiknya dan tanpa sadar ia tertidur kecapean di kamar, begitu juga adiknya. Satu jam kemudian, ibunya membangunkan ia untuk salat dzuhur dan ia pun bangun sambil terkantuk-kantuk. Kemudian ia salat dalam keadaan lemas dan lapar melanda namun ingatan kalau ia sedang berpuasa membuatnya enggan untuk membatalkannya. Maka selesai salat ia hanya rebahan.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day12
- Jumlah Kata 414
Saat ia sedang asyik rebahan tiba-tiba sepupunya datang dan mengajak Nia bermain di halaman. Ia langsung beranjak dan mengambil sepedanya meski sebenarnya ia masih lemas. Ia pun bermain sepeda di halaman Bersama adik, sepupu-sepupunya dan seorang teman yang dibawa sepupunya. Mereka bermain asyik sekali hingga tak terasa Nia dipanggil ibunya untuk segera salat Asar dan mandi karena waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Maka segeralah permainan itu bubar, semuanya pulang ke rumahnya masing-masing. Nia pulang dan segera mandi secara bergantian dengan adiknya, kemudian shalat.
Selesai salat Asar ia bergegas pergi ke dapur, melihat ibunya yang tengah memasak dan menyiapkan makanan untuk berbuka. Ia melihat ibunya baru selesai memotong buah-buahan untuk membuat sop buah dan ibunya menawarinya untuk memotong jelly kemudian mengaduk dan memberinya es dalam wadah. Dengan sigap dan riang, Nia menerima tawaran itu dan ia menyelesaikannya dengan baik. Tersajilah sop buah untuk takjil nanti dan Nia memandangi sop buah itu sambil membayangkan betapa nikmat memakannya nanti. Seketika ibunya memanggil dan membuyarkan lamunan Nia. Ibunya memintanya untuk membantu membereskan meja, menyajikan makanan dan menyiapkan wadahnya.
Jelang Magrib, Nia sudah selesai membantu ibunya membereskan meja. Di meja, Nampak tersaji banyak hidangan, mulai dari sop buah, kurma, air putih, lontong, tahu goreng dan lauk untuk berbuka. Nia memandang sop buah dengan bangga karena ia merasa sudah membuatnya sendiri. Tak lama adzan magrib berkumandang, ia memanggil ayahnya yang masih ada di kamar, kemudian mereka pun berkumpul dan berbuka bersama.
Di tengah-tengah menikmati hidangan berbuka, ibunya bertanya bagaimana rasanya berbuka setelah seharian menahan lapar dan haus. Nia hanya menjawab “enaak” sambil tersenyum malu karena merasa kalau ibunya seolah mengetahui betapa sulit dan banyaknya godaan yang dilaluinya pada puasa hari itu. Godaan dari dalam dirinya sendiri berupa rasa lapar dan haus yang dirasakannya, belum lagi rasa lemas dan malas hingga membuatnya rebahan saja. Yang tak kalah penting juga godaan dari luar dirinya terutama saat melihat tukang parkir yang tengah minum di siang bolong, yang ia temui di perjalan sepulang bimbel.
Ibunya kemudian menjelaskan bahwa berbuka puasa bagi orang yang sedang berpuasa itu adalah salah satu dari dua kebahagiaan yang Rasulullah sebutkan sebagai kebahagiaan yang dijanjikan untuk orang berpuasa. Terbayang kan rasanya seharian menahan lapar dahaga dan saat adzan Magrib berkumandang, maka hilanglah segala haus dan lapar seketika. Dalam hadist lain Rasulullah juga memerintahkan agar berbuka itu disegerakan, beda halnya dengan sahur yang sunnahnya diakhirkan. Berbuka juga ternyata selain membawa kebahagiaan juga ada pahala di dalamnya. Mendengar penjelasan ibunya itu, Nia jadi semakin senang dan semangat berpuasa kembali keesokan harinya.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day13
- Jumlah Kata 417
Tahun ini adalah tahun ke empat Nia berpuasa. Nia sudah terbiasa puasa full dan bisa menahan diri dan tidak tergoda saat melihat adiknya makan saat dia puasa. Nia juga sudah terbiasa melaksanakan tadarus quran sendiri setiap harinya, bahkan tiap pekan ia harus menyetorkan hafalan qur’an, meski baru selesai juz 30. Ramadan tahun ini Nia bertekad memulai bacaan one day one juz.
Dua bulan sebelum Ramadan tiba, ibu Nia mengajaknya untuk memulai bacaan one day one juz. Awalnya Nia merasa kepayahan karena biasanya ia hanya membaca dua atau tiga lembar saja per-harinya plus surat pilihan Ar-Rahman di pagi hari dan Al-Mulk di malam hari. Ada kalanya dalam sehari ia hanya menyelesaikan setengah juz atau kadang lebih sedikit dari itu, hingga bulan Sya’ban tiba dan ia belum menyelesaikan bacaan Qu’ran-nya, masih tersisa tiga juz. Ramadan tiba dan Nia bertekad mengkhatamkan sisa bacaan tersebut plus menambah sekali lagi khatam hingga di penghujung Ramadan nanti.
Hari pertama Ramadhan ia mulai dengan membaca sisa bacaan bulan sebelumnya yaitu juz 28 dan setengah juz , selepas salat Subuh. Hari kedua puasa akhirnya Nia berhassil menyelesaikan bacaan tersebut dan memulai kembali baca Qur’an dari awal. Hari ketiga dan hari-hari berikutnya mulailah Nia menyesuaikan antara juz yang dibacanya dengan tanggalan puasanya, misal hari kelima baca juz lima dan seterusnya. Demikian hingga akhir Ramadan ia berhasil melakukan tadarusnya dengan rutin.
Saat berkumpul dengan sepupunya, ia menceritakan hal tersebut, bahwa ia berhasil mengkhatamkan Al-Quran dengan pola one day one juz. Sepupunya kaget dan ia hanya tersenyum sambil berusaha menjelaskan kembali apa yang dijelaskan ibunya tentang membaca Al-Quran dan keutamaan ibadah itu di bulan puasa. Nia mengatakan bahwa satu huruf Al-Quran itu setara dengan sepuluh kebaikan, maka semakin banyak huruf yang dibaca akan semakin banyak pula kebaikan yang kita simpan. Apalagi ini bulan Ramadan, bulan saat dilipatgandakannya pahala kebaikan dan diturunkannya Al-Quran, maka akan semakin banyak pahala kebaikan yang diperoleh dengan membaca Al-Quran, belum lagi jika ditambah dengan ibadah lainnya.
Sepupunya hanya mengangguk-ngangguk saja saat mendengar penjelasan Nia itu, hingga akhirnya ia mengatakan kalau ia juga ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Nia. Nia berusaha menyemangati dan mendukung keinginan sepupunya itu, termasuk memberi saran bagaimana melakukannya. Nia mengatakan bahwa untuk menyelesaikan satu juz dalam sehari itu bisa dilakukan dengan mencicil bacaan tiap selesai salat. Satu juz itu umumnya terdiri dari sepuluh lembar, jadi tiap selesai salat wajib bacalah Al-Quran dua lembar saja, maka dalam sehari selesailah satu juz. Apabila hal tersebut dilakukan secara terus menerus setidaknya dalam sebulan, maka dalam waktu sebulan Al-Quran bisa khatam dibaca.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day14
- Jumlah Kata: 419
- PR
Momen lebaran adalah momen yang selalu ditunggu-tunggu oleh banyak orang terutama anak-anak karena selain mereka bisa seru-seruan kumpul dan bermain bersama dengan saudaranya, mereka juga senang karena dapat mengumpulkan banyak angpau dari orang yang mereka temui. Sebagian besar anak berpikiran dengan uang yang banyak, mereka bisa jajan makanan dan mainan sepuas mereka, dan sebagian kecil berpikir uangnya akan ditabung dan dikumpulkannya untuk membeli buku bacaan kesukaannya atau membeli hal yang lain yang mungkin kelak dibutuhkannya.
Seperti halnya anak lain, begitu pula yang dialami Nia. Sebelum Ramadan tiba ia kerap bertanya kapan mulai puasa, saat puasa seringkali ia menunggu azan Magrib tiba dan setelah puasa dimulai berhari-hari ia bertanya-tanya kapan lebaran tiba. Dalam ingatannya, puasa dan lebaran itu sama-sama berkesan dan punya kenangan masing-masing. Saat puasa, ada momen buka puasa bersama keluarga besar. Begitupula saat lebaran, saat di mana ia bisa bertemu dan berkumpul dengan keluarga besar dari ayah atau ibunya, pun juga bertemu dengan kerabat yang jarang ia temui.
Bagi Nia yang biasanya sehari-hari hanya bertemu dengan ayah, ibu dan adiknya saja serta tidak bersekolah formal, momen berkumpul dengan kerabat itu tentulah jadi momen yang ditunggu-tunggu. Di momen ini, ia bisa bermain sepuasnya dengan sepupu-sepupu atau anak yang sepantaran dengannya, atau sama om dan tante-tantenya. Permainan apapun yang dilakukan menjadi lebih seru dan menyenangkan bila dimainkan bersama oleh banyak orang, begitu pikirnya.
Lebaran pertama, ia biasanya hanya berkumpul dengan keluarga inti dari ayah atau ibunya. Pagi hari lebaran diawali dengan melakukan shalat Id di masjid dekat rumah secara berjamaah. Sepulang shalat Id, mereka berkumpul dan sungkeman. Kakek dan neneknya, dipersilakan duduk di kursi yang disediakan sementara anak-anaknya disuruh antri secara berurutan dari yang tertua hingga yang paling muda. Kemudian mereka bersalaman, diawali oleh ayah Nia sebagai anak pertama, dilanjut ibunya dan kemudian om dan tantenya secara berurutan. Selesai antrian anak, barulah barisan para cucu dimulai. Nia mengawali barisan para cucu untuk bersalaman dengan kakek-nenek kemudian menyalami ayah-ibunya dan om tantenya secara bergantian. Selesai menyalami mereka, Nia duduk dan disalami oleh adik dan sepupunya hingga sepupunya yang terkecil.
Selesai acara sungkeman, acara dilanjut dengan makan bersama. Ada banyak sekali makanan yang tertata di meja, mulai dari ketupat, opor ayam, rendang daging, sayur godog papaya, sambal goreng ati-kentang, potongan timun, buah-buahan yang terdiri dari pisang, salak dan jeruk, dan tentunya ada kerupuk mete. Melihat makanan sebanyak itu Nia jadi bingung sehingga akhirnya ia hanya mengambil ketupat yang diberi kuah opor dan sepotong rendang berukuran besar. Ia memakan makanannya dengan lahap. Selesai menyantap ketupat, ia mengambil beberapa potong timun, salak dan jeruk.- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day15
- Jumlah Kata: 410
Makan-makan usai, Nia dan sepupunya mulai berlarian kesana-sini, serupa dengan handphone yang baru saja dapat tambahan energi karena di charge. Mereka melihat dan memainkan apa saja yang bisa ditemui di rumah neneknya. Ada aquarium kecil yang ditempati beberapa ekor ikan cupang kecil di lantai dua, ada mainan-mainan sepupunya yang memang tinggal serumah dengan neneknya, dan ada kucing cacat yang kerjanya mengeong dengan kencang yang dikandangi di teras rumah. Ada kalanya Nia dan sepupunya berebutan memberi makan pelet untuk si ikan cupang, atau berebutan memberi makan si Moki, kucing piaraan neneknya itu. begitu terus mereka berlarian atas bawah hingga kemudian mereka harus berhenti bermain karena ada acara foto bersama.
Foto bersama dilakukan di area kursi yang ada di teras rumah. Semuanya bersiap untuk foto bersama kakek-nenek Nia namun persiapan itu menjadi lama karena ada dua sepupu kecil Nia yang kerap berantem dan berebut posisi di pangkuan nenek. Foto bersama baru berhasil setelah semua orang berusaha melerai pertengkaran dua anak kecil itu. selesai foto seluruh keluarga besar, lanjut foto masing-masing keluarga dan foto suka-suka. Ada sesi Nia di foto bersama ayah, ibu dan adiknya, sesi lainnya ia berfoto bersama semua sepupunya. Saat sesi foto berakhir, Nia kembali bermain dengan adik dan sepupu-sepupunya. Seperti sebelumnya, mereka kembali asyik berlari-larian ke lantai atas untuk melihat cupang si penghuni aquarium, dan setelah bosan pindahlah mereka ke teras untuk memberi makan atau sekedar mengajak si Moki main.
Tak terasa azan Dzuhur berkumandang saat Nia dan sepupunya sedang asyik bermain. Mereka kemudian dipanggil untuk shalat dan bersiap-siap berangkat silaturahmi ke tempat kerabat yang tak jauh dari rumah neneknya. Mereka akhirnya menyudahi keseruannya bermain meski enggan, shalat Dzuhur lalu bersiap dan pergi ke tempat kerabatnya itu. Di sana mereka bertemu dengan keluarga besar dari neneknya, ada kakek dan nenek buyutnya, adik-adik dari neneknya, dan tentu saja ada beberapa anak yang seusia dengan Nia, yang merupakan anak atau juga cucu dari adik nenek Nia. Meski Nia jarang bertemu dengan mereka, saat lebaran seperti itu seolah ada magnet yang menyatukan mereka untuk bermain bersama, apalagi dengan anak sepantaran yang sama-sama perempuan. Seperti halnya di rumah neneknya, di rumah tempat mereka berkumpul ini juga ada kucing piaraan yang berjenis Persia, yang tak luput dari tangan mungil Nia dan sepupunya. Mereka bergantian mengelus dan membelai si kucing yang tentu saja suka diperlakukan demikian. Selesai bermain dengan si kucing, mereka dipanggil untuk kumpul di ruang keluarga dan mereka diberi angpao satu persatu, dari beberapa orang, sehingga setiap anak mendapat lebih dari lima amplop.
- Sarapan Kata KMO Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day 16
- Jumlah Kata: 415
Tahun ini adalah tahun yang sangat berbeda dengan tahun-tahun lain dalam kehidupan yang Nia alami. Orang tuanya mengatakan bahwa dunia sedang dilanda pandemi. Awalnya ada banyak orang terpapar virus yang dikenal dengan sebutan virus corona di China, dan kemudian virus itu menyebar ke berbagai negara lain termasuk Indonesia sebagai akibat dari perpindahan orang yang terpapar. Banyak hal yang berubah di masa pandemi ini mulai dari perintah lebih banyak beraktivitas di dalam rumah, mengenakan masker kemanapun pergi, membatasi interaksi dan selalu menjaga jarak, hingga membatasi perjalanan jauh.
Adanya perintah membatasi aktivitas di luar rumah membuat Nia benar-benar harus diam di rumah. Biasanya ia berangkat mengaji dua kali dalam seminggu, kadang ikut ibunya belanja ke pasar atau berjalan keliling komplek. Sejak pandemi, aktivitas mengaji berubah dari kegiatan pertemuan offline menjadi online. Nia yang biasa menyetor bacaan atau hafalan secara tatap muka langsung dengan Ustadzah menjadi setor melalui video call atau voice note lewat handphone ibunya. Nia yang biasanya ikut ibunya belanja ke pasar juga harus kehilangan kesempatan itu karena ibunya lebih sering belanja kebutuhan dapur dan rumah tangga secara online, dan sekalipun ibunya terpaksa harus pergi ke pasar bisa dipastikan Nia tidak akan dibawa serta demi menjaga dari kemungkinan ia terpapar. Demikian juga dengan ayah Nia yang biasanya tiap hari berangkat kerja, kini ayahnya menyelesaikan urusan pekerjaannya di rumah yang dikenal dengan istilah work from home dan hanya satu dua kali saja melakukan meeting di luar rumah karena kadang meeting-nya berlangsung secara virtual atau jarak jauh.
Selang dua bulan sejak ditetapkannya Indonesia terpapar virus itu, bulan Ramadan tiba. Maka, inilah cerita Ramadan Nia di masa pandemi.
Sebelum Ramadan tiba, ibunya sudah memberitahu Nia bahwa ada banyak hal yang akan berubah di Ramadan itu. Tarawih dan Id yang biasanya berlangsung secara berjamaah di masjid menjadi ditiadakan, adanya larangan buka bersama dan tidak akan ada acara kumpul bersama keluarga sebagaimana biasa dilakukan saat lebaran nanti. Nia merasa sedih membayangkan bagaimana ia akan melalui Ramadan yang berbeda ini.
Ramadan ini, seperti biasa Nia memulainya dengan membuat hiasan “Marhaban Yaa Ramadhan” yang ditempel di ruangan belajar Nia dan adiknya. Nia membuatnya bersama dengan ibu dan adiknya. Setelah itu Ramadan benar-benar terasa lebih sepi dan agak membosankan buat Nia karena ia hanya berdiam terus-terusan di rumah. Sesekali ia diajak ayah dan ibunya keluar rumah menggunakan mobil, sekedar mengusir kebosanan dengan melihat jalanan dan pemandangan di luar rumah, setelah itu balik lagi. Selebihnya ia melakukan aktivitas harian sebagaimana biasa, membaca buku dan bermain dengan adiknya menggunakan permainan dan apapun yang tersedia di rumah.
- Sarapan Kata KMO Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day 17
- Jumlah Kata: 449
Ramadan ini, semua aktivitas benar-benar dilakukan di rumah dengan keluarga inti saja. Nia melaksanakan salat Tarawih berjamaah beserta keluarganya di rumah saja, dengan ayah Nia sebagai imamnya. Selain itu, Nia juga menjadi jarang bermain dengan sepupunya dan tentu saja tidak ada acara buka Bersama dengan keluarga besar. Sekali dua kali saja ia berkunjung ke rumah neneknya, itupun sebentar dan tetap mengenakan masker serta sering cuci tangan. Tidak ada acara ngabuburit di luar rumah sambil sepedaan dan bermain dengan tetangga yang sepantaran dengannya, berganti dengan baca buku atau membantu ibunya menyiapkan menu berbuka di dapur. Sesekali ayahnya mengajak Nia dan adiknya motoran keluar rumah tapi itu juga dilakukan siang hari saat yang mungkin dipilih orang-orang untuk istirahat atau berdiam di rumah karena hari sedang panas-panasnya.
Demikian terus selama sebulan penuh berpuasa, Nia beraktivitas hanya di dalam rumah dan tidak berinteraksi kecuali dengan yang tinggal serumah dengan Nia dan serumah dengan neneknya. Hingga akhirnya lebaran tiba dan kondisi pandemi masih berlangsung. Nia melaksanakan salat Id di rumahnya, hanya bersilaturahmi ke rumah neneknya dan bertemu dengan sepupunya disana. Jika biasanya ia mudik ke kampung halaman ibunya, kali ini tidak karena pemerintah melarang itu. Alhasil lebaran ini terasa lebih sepi dari biasanya. Namun demikian, Nia selalu diingatkan dan diajak untuk berusaha menikmati dan mensyukuri keadaan yang tak biasa itu. Nia masih dianugerahi kesehatan dan kehangatan berkumpul dengan orang tua dan adiknya dalam kecukupan moril ataupun materil. Di luar sana, ada banyak orang yang terpaksa tetap harus keluar rumah untuk mencari nafkah, dan ada juga yang memaksa diri keluar rumah dan abai dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan sehingga Allah uji dengan paparan virus. Banyak dari yang terpapar itu harus dirawat di Rumah Sakit atau bahkan ada juga yang sampai meregang nyawa karena seriusnya dampak yang dibawa virus itu. Konon ada banyak anak kecil menjadi yatim karena orang tuanya meninggal karena terpapar si virus. Maka sekali lagi yang Nia bisa lakukan hanya berusaha berdamai dengan keadaan tersebut dan berusaha menikmatinya.
Pandemi ternyata belum berakhir hingga tahun berikutnya dan lagi-lagi Nia menjalani Ramadan yang kurang lebih sama polanya. Segala aktivitas lebih banyak dilakukan di dalam rumah, interaksi sosial masih dibatasi dan jikapun terpaksa keluar rumah maka protokol kesehatan harus ditaati. Semua orang termasuk Nia menjadi lebih terbiasa dengan kondisi dan aturan tersebut, namun tak sedikit orang yang menjadi lebih abai dan menganggap remeh akan keberadaan si virus. Banyak orang yang keluar rumah tanpa masker dan berinteraksi dengan orang lain sebagaimana halnya sebelum virus datang. Begitu juga saat lebaran tiba, banyak yang memilih tetap mudik tanpa menerapkan protokol kesehatan sehingga semakin banyak orang yang terpapar virus pasca lebaran. Nia sedih mendengar kondisi tersebut tapi juga tak bisa apa-apa selain mensyukuri kondisi yang dialaminya sendiri sejauh itu.Jumlah kata: 400
Momen lebaran selain menjadi momen berkumpul bersama sanak saudara dan kerabat, bermaafan satu sama lain dan saling silaturahmi, di Indonesia lebaran juga erat kaitannya dengan tradisi ziarah. Selesai shalat Id dan berkumpul dengan keluarga inti, biasanya diikuti dengan ziarah ke makam orang tua atau leluhur yang sudah meninggal. Tak jarang jalan-jalan di area pemakaman menjadi sangat ramai atau bahkan sampai dibuat jadi satu lajur saja dari yang awalnya dua lajur semisal, sebagai akibat dari banyaknya kendaraan peziarah yang terparkir. Para peziarah juga umumnya memadati area pemakaman di hari pertama dan kedua Idul Fitri, setelah itu biasanya pemakaman masih didatangi peziarah meski lebih sepi.
Hal serupa juga biasa dilakukan oleh Nia dan keluarganya. Setiap berlebaran bersama kakek dan neneknya, Nia selalu dibawa berziarah ke makam kakek dan nenek buyut dari kakeknya. Di sana mereka mengaji dan mendoakan leluhur yang telah tiada, utamanya yang makamnya sedang dikunjungi dan diakhiri dengan menabur aneka bunga di makam tersebut. Kakeknya biasanya memimpin doa dan mengaji saat mereka berziarah.
Tahun itu adalah tahun kesedihan bagi Nia dan keluarganya karena kakek dan nenek Nia meninggal sebulan setelah idul fitri. Kakek dan neneknya meninggal setelah sebelumnya terpapar virus corona dan dirawat di RS namun tidak bisa bertahan karena ada penyakit penyerta yang memperparah kondisinya. Neneknya lebih dulu meninggal, selang beberapa hari kemudian kakeknya menyusul wafat, dan keduanya dimakamkan di pemakaman yang sama dengan kakek dan nenek buyut dari kakek Nia. Maka lebaran berikutnya semua berubah.
Ziarah di lebaran berikutnya menjadi berbeda karena Nia dan keluarganya harus menziarahi juga kuburan kakek dan neneknya. Jika biasanya kakeknya yang memimpin tahlil dan mengaji saat ziarah maka lebaran itu ayah Nia yang memimpin. Om, tante dan sepupu Nia ikut ziarah dan mengaji bersama. Suasana ziarah benar-benar sepi dan khusyu karena itu adalah lebaran pertama mereka tanpa kakek neneknya. Sepulang ziarah rumah yang biasanya ramai juga terasa menjadi lebih sepi karena tidak banyak tamu yang biasanya mengunjungi kakek dan neneknya. Yang bisa Nia dan keluarganya lakukan hanya berusaha menghibur diri dan mengalihkan kesediihan itu dengan pergi dari rumah dan mencari hiburan di keramaian mall dan pusat perbelanjaan. Mereka pergi ke sana bersama om dan tante Nia yang belum berkeluarga dan hanya tinggal bertiga di rumah peninggalan kakek dan neneknya. Mereka ke mall untuk sekedar jalan-jalan dan cuci mata sembari mengajak kedua adik Nia bermain sebentar di area bermain di mall yang sama. Mereka menghabiskan hari lebarannya disana dan pulang hingga jelang larut malam.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day19
- Jumlah Kata: 417
Selalu ada yang pertama dalam segala sesuatu, dan inilah kali pertama bagi Fitri, adik Nia, dalam memulai puasanya. Tahun itu usianya jelang enam tahun, kurang sebulan jika mengacu pada kalender Hijriyah. Bagi Fitri ataupun orang tuanya, momen ulang tahunnya lebih mudah diingat jika mengacu pada perhitungan kalender Hijriah karena ia lahir sehari setelah lebaran Idul Fitri, sebagaimana tercantum dalam namanya, Fitri.
Di usianya ini, Fitri sudah di sounding oleh orang tua terutama ibunya akan kewajiban seorang muslim untuk berpuasa. Kewajiban itu tentu belum berlaku untuk Fitri yang belum mencapai usia dan kriteria baligh namun ibunya mengatakan bahwa Fitri bisa mulai belajar puasa jika sudah siap, sebagaimana halnya shalat. Sounding juga ikut disuarakan kakaknya yaitu Nia yang telah lebih dulu memulai puasa dan bisa dibilang sudah terbiasa. Sounding bersambut, maka tahun itu menjadi awal mula Fitri belajar puasa.
Belajar puasa tentu tidak semata membiasakan diri dari menahan lapar dan haus di siang hari tetapi juga berikut belajar hal lainnya seperti membiasakan diri untuk tarawih, bangun untuk sahur, dan makan saat sahur. Ada kalanya Fitri mengeluhkan capek saat melaksanakan Tarawih yang jumlah rakaatnya sangat banyak dan kadang berujung ketiduran saat ia belum menyelesaikan semua rakaat. Di lain waktu ia juga terpaksa sahur sambil disuapi ibunya dalam keadaan mata masih terpejam karena masih mengantuk tapi juga mau tetap sahur. Siang harinya juga tentu punya perjuangan tersendiri. Ia yang baru belajar puasa merasa kesulitan dan kepayahan dengan keharusan menahan diri dari makan dan minum di siang hari. Meski lapar dan haus ia rasakan, ia tetap berusaha menahan diri meski kadang akhirnya ia hanya sanggup bertahan sampai dengan dzuhur saja. Namun semakin hari badannya semakin terlatih dan terbiasa hingga akhirnya ia bisa menyelesaikan puasa full dari sejak fajar hingga matahari terbenam.
Siang hari saat Fitri merasa lapar, biasanya ia mengalihkan diri dengan bermain bersama kakak dan adiknya dan ia membiasakan diri tidur siang untuk menghemat energinya. Sore hari kadang ia diajak ayahnya jalan-jalan sore, motoran bersama kakak dan adiknya. Kadang ia ngabuburit sekaligus jalan untuk mencari takjil atau memang sengaja jalan sekedar untuk ngabuburit saja. Pulangnya, saat ia melihat ibunya tengah menyiapkan hidangan berbuka, ia menjadi semakin lapar dan tergiur untuk menyantap hidangan yang ada. Ia juga seringkali menanyakan kapan adzan Magrib tiba karena sudah tak sabar ingin berbuka dan membatalkan puasanya. Saat Magrib tiba, ia menyantap makanan yang ada dengan lahap dan terkadang menghabiskan berbagai makanan dalam porsi yang tak biasa. Alhasil ayahnya seringkali mengingatkan ia untuk berbuka dengan makanan secukupnya karena khawatir ia kekenyangan sehingga tak kuat untuk melaksanakan Tarawih.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day20
- Jumlah Kata 435
Sebagaimana anak kecil pada umumnya, di tengah-tengah belajar puasa yang penuh perjuangan maka buka puasa adalah momen yang selalu ditunggu-tunggu, begitu juga halnya yang dirasakan Fitri. Siang hari saat sedang puasa hal yang selalu ditunggu dan ditanyakan Fitri secara berulang kali adalah kapan adzan Magrib tiba. Selain itu, ia selalu meminta disiapkan banyak menu makanan oleh ibunya. Menu yang seringkali dimintanya adalah sop buah, cemilan kesukaannya seperti keripik atau biscuit, jelly, kebab, mendoan dan kadang juga minta dibuatkan dorayaki pada kakaknya. Ia membantu ibunya menyiapkan semua menu tersebut. Kadang ia membantu memotong buah untuk sop buah, membantu menuang dan mengaduk agar-agar, dan menyiapkan semua hidangan di meja makan. Ia juga menyiapkan semua wadah yang sekiranya diperlukan untuk berbuka seperti halnya mangkok dan piring setelah terlebih dahulu ia membersihkan dan mengelap mejanya, kemudian ia mengisi semua gelas dengan air putih. Saat adzan Magrib berkumandang ia sudah duduk bersiap di depan meja makan dan dengan sigap ia berbuka dengan kurma, air putih dan kemudian makan semua menu yang ada dengan lahap dalam porsi yang cukup banyak.
Selesai memakan semua menu pembuka, Fitri biasanya disuruh segera salat Magrib sebelum meneruskan makan makanan utama. Ia seringkali salat hanya bersama dengan kakaknya karena ibu dan ayahnya sudah lebih dulu salat, sedang mereka masih makan camilan. Selesai salat ia segera makan nasi dengan lauk yang sudah tersedia dengan porsi lebih sedikit dibanding porsi makanan pembuka yang sebelumnya telah ia makan. Biasanya Fitri menyelesaikan makannya saat adzan Isya terdengar. Ia kemudian bergegas bersiap salat Isya dan Tarawih berjamaah dengan orang tua dan kakaknya. Ada kalanya ia bersiap tidur dengan menyikat giginya setelah menyelesaikan salat Isya dan Tarawih, namun kadang ia sudah menyikat giginya sebelum salat Isya dan Tarawih jika ia merasa kantuk sudah datang. Ia mampu mengikuti jamaah Tarawih yang berjumlah dua puluh rakaat plus tiga rakaat Witir. Namun ia sempat juga beberapa kali tertidur di tengah jamaah Tarawih sedang berlangsung.
Fitri dan kakaknya mempunyai alarm untuk membangunkan tidur mereka. Awalnya mereka terbangun saat alarm menyala namun seringnya mereka tetap terlelap meski alarm sudah berbunyi berulangkali dan mereka tetap harus dibangunkan oleh ibunya. Biasanya mereka bangun setengah jam sebelum subuh tiba. Mereka makan sedikit nasi beserta lauk dan sayur, dan jika masih ada waktu biasanya mereka mengisi waktu dengan makan cemilan yang ada seperti biscuit atau kukis yang memang tersedia di meja. Selesai makan dan menghabiskan jatah minum sahur, barulah mereka beranjak ke kamar mandi untuk sikat gigi, berwudu kemudian salat Subuh berjamaah dengan ibunya. Selesai salat subuh biasanya Fitri mengaji beberapa ayat Al-Quran karena ia masih dalam tahap belajar, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis ayat Al-quran di buku yang sudah disediakan.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day21
- Jumlah Kata 407
Setiap pagi selama bulan Ramadan, Fitri belajar main sepeda sambil keliling komplek ditemani kakaknya yang juga bersepeda, beserta ibu dan adiknya yang kecil yang berjalan kaki. Selama keliling banyak hal yang ditemuinya, mulai dari keluwing dengan berbagai ukuran dan warna, berbagai jenis serangga, berbagai bunga, kucing-kucing kampung yang kerap di elus dan dibelainya, ayam dan juga bebek yang dilepas atau berada di kandang, dan terkadang ada juga kambing yang tengah merumput dan segera berlari ketika didekati Fitri. Selepas berkeliling komplek, mereka bermain di lapangan. Ia dan kakaknya bersepeda keliling lapangan, sementara adiknya bermain kadang perosotan, main panjat besi atau sekedar lari-larian ditemani ibunya. Mereka bermain di lapangan kurang lebih seperempat hingga setengah jam-an. Kemudian mereka pulang, kipasan dulu dan lanjut mandi. Setelah mandi dan badan jadi lebih segar, biasanya Fitri melanjutkan aktivitas hariannya dengan membaca buku, menggambar atau sekedar bantu-bantu ibunya yang sedang mencuci baju. Ia dan adiknya suka berlomba memasukkan baju ke mesin cuci dan memperhatikan dengan seksama saat baju mulai digiling dan diputar oleh mesin cuci. Ia dan adiknya kadang bermain masak-masakan atau bermain boneka bersama dengan seru meski kadang ada drama rebutan yang menyebabkan permainan bubar. Drama menjadi semakin heboh bila salah satu diantara Fitri atau adiknya sudah mulai kena serangan kantuk yang menyebabkan jadi nangis dan rewel. Maka jurus pendamai adalah dibacakan buku cerita sambil rebahan di kasur, dan berakhir dengan tidur siang yang lelap. Bangun tidur siang, Fitri salat Dzuhur dan membaca e-book bersama kakaknya, sambil sesekali bertanya jam berapa sekarang dan kapan adzan Magrib tiba. Ashar tiba, ia dan kakaknya salat lalu membantu ibunya di dapur atau sekedar menontonnya jika sedang merasa lemes atau malas. Sambil melakukan aktivitasnya, hal yang tak lupa dan kerap dikatakan Fitri adalah bertanya kapan saat berbuka tiba.
Hal lainnya yang selalu ditanyakan dan ditunggu-tunggu Fitri, terutama setelah puasa berlangsung agak lama, adalah kapan lebaran tiba. Ia sudah paham bahwa lebaran adalah momen yang special untuknya karena ia berulang tahun dan juga karena ia sudah memiliki memori bahagia di momen lebaran. Momen jelang lebaran adalah saat ia bisa berkumpul dengan sepupunya untuk bermain kembang api, juga momen banyaknya kue lebaran yang ia lihat dan bisa ia nikmati saat sudah berbuka. Momen lebaran juga adalah momen ia bisa berlama-lama bermain dan berkumpul dengan sepupu-sepupunya dan tentu saja juga adalah momen ia bisa mengumpulkan banyak amplop yang diberikan oleh om, tante dan kerabat yang ditemuinya. Selesai mendapat amplop, biasanya ia menghitung dan mengumpulkan uangnya di dompet atau celengan miliknya.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day22
- Jumlah Kata 493
Hari itu adalah lebaran yang istimewa karena sebelumnya Fitri berhasil menyelesaikan puasanya secara full selama sebulan. Saat ia bertemu dengan nenek dan tantenya, ia dengan bangga dan penuh percaya diri menjawab pertanyaan “puasanya tamat gak?” dengan jawaban “Iya, puasanya full”. Jawaban tersebut direspon dengan apresiasi berupa pujian dan hadiah berupa amplop yang sebenarnya tetap akan diterima meski ia tidak melaksanakan puasa secara full dan Fitri merasa senang dengan sambutan tersebut.
Seperti biasa, Fitri dibawa pergi orang tuanya untuk bersilaturahmi ke rumah kerabat dari ayahnya setelah sebelumnya ia berkumpul di rumah neneknya dan bermain bersama sepupunya di sana. Saat berkunjung ke rumah kerabatnya, ia bertemu dengan om dan tante kecil yang merupakan keponakan neneknya. Ia jarang bertemu dengan mereka namun saat bertemu mereka bisa bermain dengan seru dan heboh. Ada kalanya mereka sekedar mengobrol dan makan cemilan bersama diselingi candaan yang membuat mereka tertawa bareng, kadang juga mereka hanya berlarian kesana kemari tanpa tujuan yang jelas atau berkerjaran satu sama lain. Demikian terus hingga akhirnya ia berpamitan dan berpisah dengan mereka.
Hari berikutnya, ia diajak serta ayahnya berkunjung ke rumah rekan kerja ayahnya. Perjalanan menuju ke sana lumayan jauh dan membuat ia kerap bertanya “Kapan sampainya yah?” dan ia berseru senang dan lega saat mereka sampai tujuan. Di sana, ia mendapati sebuah rumah mungil yang lucu plus ada mainan buat ayunan dan manjat yang membuatnya berseru senang dan heboh tapi sayang ia tidak bisa langsung bermain karena ia masih harus dikenalkan dengan keluarga om Fai, teman ayahnya. Om Fai ini memiliki dua orang anak laki-laki. Anak yang pertama dipanggil Fay usianya lebih muda setahun dibanding Fitri, sedang adiknya Fathir baru berusia dua tahun. Saat mereka berkenalan, Fay lebih sering sembunyi entah di belakang ayah ibunya atau juga berlarian mencari tempat sembunyi supaya tidak diajak salaman dan kenalan, sedangkan adiknya lebih banyak digendong oleh ibunya. Hal tersebut berlangsung selama kurang lebih sepuluh menit dan membuat Fitri bosan karena ia jadi tidak bisa leluasa bermain. Setelah dibujuk dan didekati, akhirnya Fay mau berbaur dan bermain meski kadang lebih banyak melarang atau mengatur permainan, dan lama kelamaan akhirnya mereka bisa bermain dengan seru dan heboh. Mereka bergantian panjat-panjatan, mengajak main kucing di halaman belakang, dan main pancing-pancingan bersama. Saat mereka asyik bermain bersama, adik Fitri malah lebih memilih main kuda-kudaan sendiri, dan Fathir memilih memainkan bola. Bosan dengan permainan itu mereka berganti main “ABC Lima dasar”, permainan yang belum diketahui sama Fay. Fay sempat kebingungan awalnya namun malah heboh sendiri pas udah paham dan jadi asyik main sendiri. Selesai main di ruang bermain, mereka semua pindah kembali ke arena panjat dan ayunan. Fitri bermain dengan seru sampai membuatnya enggan untuk pulang saat diajak berpamitan. Di perjalanan pulang, ia berkata pada ibunya kalau besok ia ingin berkunjung lagi ke rumah Fay dan bermain lagi di sana, namun ibunya mengatakan kalau kemungkinan besok mereka akan silaturahmi ke tempat yang berbeda dan ibunya menjelaskan bahwa keseruannya bermain di rumah Fay tadi bisa jadi merupakan hikmah dari silaturahmi yang mereka lakukan.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day23
- Jumlah Kata 425
Hari itu puasa tinggal sisa dua hari. Fitri sedari pagi asyik bermain bersama kakak dan adiknya sementara ibunya pergi ke pasar diantar ayahnya. Hari menjelang siang, saat Fitri mendengar bunyi motor memasuki gerbang rumahnya dan ibunya mengucap salam sembari membuka pintu rumah. Serta merta ia dan kakaknya menjawab salam dan segera menghambur menyambut kedatangan ibunya, diikuti adiknya dari belakang. Ia melihat ibunya membawa begitu banyak belanjaan dan segera meletakkannya di dapur. Setelah mendapat pelukan ibunya, ia dan kakaknya kembali melanjutkan permainan yang tadi sempat ditinggalkannya.
Selesai mandi dan membereskan mainannya, Fitri dan kakaknya diajak ibunya ke dapur untuk membereskan belanjaan. Sambil membereskan belanjaan yang ternyata isinya kebanyakan berupa bumbu, beberapa jenis sayur dan buah, ibunya bercerita bahwa di pasar ada banyak penjual yang sudah menjajakan cangkang ketupat yang dibuat dari anyaman daun kelapa. Hal tersebut menurut ibunya menandakan bahwa kemungkinan besar besok adalah hari terakhir puasa dan lusa adalah hari lebaran. Sambil bercerita, ibunya bertanya apakah mereka mau makan ketupat saat lebaran nanti, dan tentu saja dengan semangat mereka mengatakan kalau mereka mau makan ketupat pas hari raya. Maka ibunya mengatakan besok ia akan mencarikan ketupat yang mereka inginkan itu.
Adzan dzuhur berkumandang, ibunya segera meminta mereka bergegas bersiap salat Dzuhur dan tidur siang setelahnya supaya mereka bisa segera bangun kembali dan bersiap membantu ibunya menyiapkan menu buka puasa hari itu. Dengan sigap Fitri dan kakaknya salat jamaah dipimpin ibunya kemudian lanjut rebahan sambil menunggu dibacakan buku pengantar tidur oleh ibunya. Bacaan pengantar tidur sudah dimulai namun belum juga tuntas dibacakan Fitri sudah tertidur dengan lelap. Adzan Ashar berkumandang, ibunya membangunkan Fitri dan kakaknya untuk salat. Mereka pun bangun dan bergegas salat, kemudian membantu ibunya menyiapkan buka puasa. Di sela-sela menyiapkan buka puasa, ibunya mengingatkan mereka untuk membantu membereskan rumah keesokan harinya, guna menyambut hari raya.
Keesokan harinya, yang biasanya pagi-pagi mereka isi dengan main badminton atau sekedar jalan pagi, maka hari itu mereka membantu ibunya beres-beres rumah, mulai dari menyapu dan mengepel kamar masing-masing kemudian mereka membantu merapikan rak buku dan mainan sebelum ibunya menyapu dan mengepel ruang tengah. Fitri dan kakaknya juga membantu membereskan meja ruang tamu dan meja makan, kemudian mengelapnya. Setelah merapikan semuanya, ibunya meminta mereka menyajikan nampan serta kue-kue lebaran di meja tamu. Spontan mereka berebut heboh perihal siapa yang menyimpannya di meja, dan akhirnya kakaknya mengalah mempersilakan adiknya menyimpan nampan di meja. Tak lupa, mereka juga mencabut hiasan “Marhaban Ramadhan” yang mereka buat, meski kakaknya dengan sedih bilang “yah Ramadannya udahan..”. Ya, momen lebaran itu momen yang bahagia tapi juga sendu karena perpisahan dengan Ramadan yang akan selalu dirindu.- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day24
- Jumlah Kata 463
Selesai beres-beres rumah, Fitri dan kakaknya mandi secara bergantian. Setelah mereka selesai, barulah adiknya yang paling kecil dimandikan oleh ibunya. Selesai mandi, Fitri iseng melihat kue yang dipajang di meja tamu. Ia membaca labelnya satu persatu, ada kue nastar, kastengel, sagu keju dan putri salju. Kemudian ia bergegas mendekati ibunya yang sedang berada di dapur dan bertanya apakah masih ada kue lain yang belum disajikan di meja. Ibu Fitri membuka rak dan menunjukkan bahwa disana masih ada toples kue yang tersusun dengan rapi, ada juga cemilan-cemilan kemasan gede yang belum dibuka. Fitri berusaha mendekat dan melihat lebih detail, ternyata ada cemilan kesukaannya yaitu sistik kentang pedas, ada juga kacang mete mentah yang masih terbungkus dengan rapi. Fitri membawa sebungkus besar kacang mete mentah ke dekat ibunya dan mengatakan kalau ia ingin memanggangnya supaya ia bisa memakannya pas buka nanti. Ibunya mengatakan Fitri boleh mencoba memanggangnya sendiri nanti, dan tentu saja ia jadi kegirangan dan segera memberitahu dan mengajak kakaknya untuk memanggang kacang mete.
Fitri dan kakaknya mulai menyiapkan perlengkapan untuk memanggang mete sambil dipandu ibunya. Kakaknya memanaskan oven terlebih dahulu, sedang Fitri menata mete mentah di atas tray. Setelah beberapa menit, barulah tray dimasukkan dan proses pemanggangan mete pun dimulai. Sambil menunggu mete selesai dipanggang, ibunya mengatakan kalau tugas berikutnya bagi mereka adalah membuat agar-agar untuk berbuka nanti, sedang ibunya akan menyiapkan bumbu untuk membuat opor dan rendang.
Waktu berjalan terasa sangat cepat, adzan Dzuhur berkumandang saat Fitri dan kakaknya sedang membuat agar-agar. Mete panggang yang mereka buat sebelumnya sudah selesai dipanggang dan ditaburi bumbu, tinggal menunggu agak dingin baru dimasukkan ke dalam toples. Tak lama agar-agar selesai dibuat, didiamkan sebentar baru masuk cetakan dan disimpan di kulkas. Kemudian mereka bersiap salat Dzuhur setelah sebelumnya mereka memasukkan mete ke dalam toples dan menyimpannya di rak. Fitri terus memperhatikan toples mete itu dan membayangkan betapa sedapnya menyantap itu nanti. Ia juga senang dan bangga karena sudah berhasil menyiapkan cemilan kesukaannya sendiri.
Sore hari selepas Ashar, ibu meminta Fitri dan kakaknya pergi ke rumah seorang tetangga untuk mengambil ketupat. Ibu bercerita bahwa di toko semua ketupat sudah habis, namun untungnya ada tetangga yang membuat ketupat di rumahnya dan bersedia menjualnya pada ibu Fitri, dan mereka bertugas mengambil ketupat itu setelah dibayar ibunya. Selesai mengambil ketupat dan beberapa lauk yang juga dibeli dari tetangga itu, Fitri duduk sambil memperhatikan ibunya yang tengah menyiapkan takjil untuk buka di puasa terakhir itu. Ia mengatakan kalau ia sudah tidak sabar membayangkan enaknya makan ketupat esok. Ibunya hanya tersenyum dan mengatakan agar Fitri tak lupa bersyukur karena sudah dilimpahi begitu banyak makanan untuk merayakan lebaran esok hari. Fitri mengangguk dan mengingat kembali isi rak yang penuh oleh berbagai cemilan termasuk mete panggang yang dibuatnya tadi siang, belum lagi ada makanan lain di kulkas untuk takjil nanti. “Alhamdulillah..” ucapnya dalam hati.- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day25
- Jumlah Kata 572
Puasa sudah berlangsung lebih dari lima belas hari. Biasanya ada agenda buka bersama yang dilakukan orang-orang jelang puasa berakhir, begitu juga dengan keluarga Nia dan Fitri, namun sejak pandemi terjadi hal tersebut tidak bisa dilakukan. Ini adalah tahun ketiga puasa di masa pandemi, aturan sudah cukup longgar dan orang-orang sudah dibolehkan makan bersama di resto dan melakukan mudik dengan beberapa ketentuan.
Nia ingat keseruan berbuka bersama nenek, kakek, om, tante dan sepupunya beberapa tahun lalu sebelum pandemi terjadi, dan ia berharap bisa berbuka seperti itu lagi tahun ini. Ia menyampaikan keinginannya itu pada ibunya, yang kemudian diikuti juga rengekan Fitri, adiknya yang meminta hal yang sama pada ibunya. Ibunya tidak bisa menjanjikan apa-apa karena yang menentukan nanti tidak hanya ayahnya tapi juga keluarga yang lainnya.
Di awal puasa, mereka sempat merencanakan buka puasa di sebuah resto namun ternyata batal karena resto sudah penuh dipesan orang-orang yang juga hendak buka bersama, padahal saat itu Nia sekeluarga sudah berangkat dan akhirnya pulang kembali ke rumah. Nia dan Fitri kecewa, dan setelah itu ia terus menerus menagih waktu untuk bisa buka bersama.
Akhirnya, jelang Ramadan berakhir, buka puasa bersama itu terjadi. Tantenya memesan tempat di sebuah resto pizza kenamaan, tak jauh dari rumah mereka, dan beruntung resto masih sepi saat tantenya memesan itu. Maka beredarlah pesan di grup WA keluarga perihal buka bersama itu. Nia dan Fitri mendengar kabar itu dari ibunya, dan diminta segera bersiap saat kabar itu datang karena Ashar sudah tiba. Mereka segera bersiap dengan sigap dan girang tentunya karena akhirnya mereka bisa mewujudkan apa yang selama ini mereka tunggu, buka bersama sepupu.
Selesai bersiap, ayahnya meminta Nia untuk menyalakan mobil dan membuka gerbang, sementara ayah dan ibunya masih bersiap. Tak berapa lama setelah ayah dan ibunya siap, berangkatlah mereka menuju resto meski hujan sempat mengguyur jalanan saat itu. Sesampainya di resto, mereka mendapati baru ada dua tantenya yang sudah lebih dulu tiba disana untuk memesan meja dan makanan berbuka. Nia dan kedua adiknya langsung berhambur ke sebuah kolam ikan yang berada di luar resto dan ternyata mereka malah mendapati kalau sepupunya baru saja tiba. Akhirnya mereka semua kembali masuk ke resto, mencuci tangan dan duduk kembali di tempat yang sudah disediakan untuk menunggu adzan yang ternyata tinggal beberapa menit. Setelah mereka duduk, mereka mendapat makanannya masing-masing. Nia dan Fitri saat itu mendapat kentang wedges, spaghetti dan milkshake, sedang sepupunya memesan menu yang berbeda dengan mereka. Mereka semua makan dengan lahap sambil sesekali diiringi obrolan dan candaan khas anak-anak. Selesai makan, mereka segera diajak salat Magrib bareng tantenya.
Usai salat Magrib mereka berlarian kesana kemari, bermain atau sesekali kembali ke meja untuk mengambil cemilan atau menyeruput minuman yang ada. Saat mereka tengah asyik bermain, sepupu Nia dari tantenya yang lain datang, maka permainan jadi lebih seru dan heboh karena ada tambahan orang. Selesai berlarian, tantenya mengajak mereka semua duduk dan berfoto di meja makan. Mereka berfoto sambil sesekali iseng dan bercanda satu sama lain. Selesai berfoto dan semua makanan yang dipesan sudah habis dimakan, pulang dan bubarlah mereka semua. Eh..ternyata salah satu sepupu Nia yang bernama Rara meminta ikut menginap. Untungnya kedua orang tua Rara mengijinkan. Di perjalanan pulang, mobil ayah Nia menjadi semakin riuh ramai karena ada Rara yang ikut serta, dan kehebohan terus berlanjut hingga sampai di rumah Nia. Mereka masih saja terus bermain, bisa jadi karena mereka sudah lama tak bertemu dan bermain bersama. Kehebohan baru usai saat mereka akhirnya terlelap nyenyak, efek kecapean berlari selama di resto nampaknya.- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day26
- Jumlah Kata 604
“Rukun islam yang lima: Syahadat, shalat, puasa
Zakat bagi si papa
Haji bagi yang kuasa”
Salah satu hal pertama dan yang utama dikenalkan di keluarga Nia dan Fitri sedari kecil adalah mengenal rukun islam. Sounding tentang hal tersebut diberikan oleh ibu dan ayah mereka melalui buku-buku yang disediakan di rumah, melalui cerita ringan dan tentunya melalui praktek dalam keseharian.
Sejak kecil, Nia dan Fitri diajarkan mengucapkan dua kalimat syahadat dengan cara talqin atau mengulang ucapan syahadat yang mereka dengar. Mereka juga terbiasa melihat pelaksanaan rutinitas ibadah harian terutama salat lima waktu atau sunnah di waktu tertentu, yang dilakukan oleh ayah dan ibunya. Berawal dari aktivitas melihat tersebut, kemudian timbul keinginan untuk melakukan dan mempraktekkan hal yang sama. Awalnya mereka hanya sesekali saja ikut-ikutan salat namun lama kelamaan menjadi terbiasa dan tidak terlewat salat lima waktu. Mengacu pada hadist Nabi, mereka mulai benar-benar diperintahkan salat di usia tujuh tahun meski pembiasaan sudah dimulai jauh sebelum usia tersebut. Hal ini berarti mereka belajar salat dengan tertib gerakannya juga mulai menerapkan bacaan di tiap gerakan tersebut.
Seperti halnya salat, puasa juga demikian. Sounding tentang puasa ini diperoleh Nia dan Fitri melalui buku cerita anak tentang puasa, mulai dari tata cara hingga manfaat melaksanakan puasa. Maka saat Ramadan tiba, mereka sudah paham bahwa orang dewasa di sekitarnya tidak akan makan dan minum sebagaimana halnya hari-hari biasa. Saat sudah mencapai usia tertentu dan sudah merasa siap memulai belajar puasa, mereka pun mulai berpuasa. Tidak ada standar dan patokan yang diberikan ayah dan ibu mereka selain faktor kesiapan diri masing-masing untuk proses belajar puasa ini. Meski demikian, keduanya sama-sama memulai puasa pertamanya di usia lima tahun dan baru berhasil menyelesaikan puasa secara full di usia enam tahun. Dalam perjalanan belajar puasanya, mereka juga kerap menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami betul dari situasi dan kondisi yang mereka temui semisal kenapa orang haid atau menyusui boleh tidak puasa atau perihal orang yang sedang dalam perjalanan yang juga diperbolehkan tidak puasa.
Hal berikutnya yang momennya terbatas untuk disampaikan adalah tentang zakat Fitrah. Jika salat bisa dikenalkan setiap hari, kapanpun dan dimanapun saat waktunya, dan puasa wajib hanya bisa dikenalkan saat Ramadan tiba, maka zakat Fitrah yang dilaksanakan sekali dalam setahun itu adalah momen yang langka untuk ditemui anak. Beruntungnya Nia dan Fitri Ramadan ini bisa ikut serta menyerahkan zakat fitrah bersama dengan orang tuanya.
Hari itu mereka diajak ayah dan ibunya pergi untuk membeli kebutuhan bulanan ke swalayan. Mereka tidak ikut turun untuk belanja tapi Nia melihat isi troli yang didorong ibunya dipenuhi oleh karung beras. Ia tidak menanyakan hal tersebut, namun saat perjalanan pulang ia baru sadar kalau rutenya tidak seperti biasa dan ternyata ayahnya membawa mereka ke masjid di dekat rumah terlebih dahulu. Di sana Nia baru bertanya perihal tujuan mereka berada di masjid itu dan ibunya memberitahu bahwa ayahnya akan menyerahkan zakat pada Amil di masjid tersebut. Zakat yang diserahkan adalah zakat fitrah untuk mereka berlima sekeluarga inti, satu om dan dua tantenya. Masing-masing orang membayar zakat minimal 2,5 kg beras, maka total zakat yang harusnya diserahkan adalah 20 kg, adapun kelebihan dari beras yang diberikan itu terhitung sebagai sedekah. Sepulangnya dari sana, ibunya menjelaskan kalau zakat tersebut dikumpulkan oleh petugas yang disebut Amil dan akan segera dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya atau mustahiq sesaat sebelum lebaran tiba.
Rukun islam yang terakhir adalah haji. Buku bacaannya sudah beberapa kali dibacakan. Demikian juga dengan perihal asal usul ibadah dan tata cara haji sudah disampaikan melalui cerita dan juga tontonan kesukaan mereka. Sisa satu hal yang belum bisa mereka lakukan, praktek haji. Semoga mereka semua Allah karuniai kesehatan, usia yang panjang serta keluasaan rejeki agar bisa melaksanakan ibadah ini. Aamiin..- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day27
- Jumlah Kata 565
Masjid adalah tempat beribadah umat islam, tempat biasa dilakukannya salat berjamaah sehari-hari atau pada saat hari raya, dan tempat diselenggarakannya berbagai kegiatan keagamaan seperti mengaji dari usia anak hingga dewasa. Selama ini Nia dan Fitri seringnya hanya diajak ayahnya salat jamaah di masjid dekat rumah saja, selebihnya mereka menjumpai berbagai masjid hanya jika tengah berada di perjalanan dan itupun sekedar singgah menumpang salat saja. Masjid yang ditemui mereka beragam, ada yang luas dan sempit, ada yang berlantai keramik namun ada juga yang lantainya dari papan kayu namun nyaman, dan ada yang jarak antara toilet laki-laki dan perempuannya berjauhan namun ada juga yang menempel dan berdekatan. Meski masih kecil, mereka bisa ikut merasakan apa yang mungkin dirasakan orang dewasa pada umumnya, kadang secara spontan mereka ikut mengomentari perihal kondisi masjidnya juga.
Suatu ketika mereka pernah menepi di sebuah masjid yang berada di rest area untuk salat Duhur, pelatarannya sangat luas dan memiliki kolam. Saat hendak ke toilet dan berwudu, mereka melepas sandal dan menggantinya dengan sandal jepit yang disediakan masjid. Toilet dan tempat wudunya cukup bersih dan terawat, dan keduanya dipisahkan dinding pembatas. toiletnya hanya ada tiga namun tempat wudunya banyak. Selesai berwudu, mereka masuk area masjid yang juga cukup luas. Desain mesjidnya cukup unik, atapnya cukup tinggi dengan bentuk menyerupai segitiga. Mereka kemudian salat di bagian pojok belakang yang memang disediakan untuk jamaah perempuan. Selesai salat, mereka naik ke lantai atas dengan lantai yang menanjak bukan dengan tangga. Di atas mereka menemui area salat untuk jamaah perempuan juga. Selesai mengeksplor area masjid, mereka berlarian di halaman dan melihat-lihat kolamnya yang ternyata airnya hijau dan tak berpenghuni, namun tidak lama karena hari sangat terik dan disana terasa sekali panasnya karena tidak ada pohon satupun yang ditanam di pelataran.
Lain waktu mereka singgah ke masjid dengan desain yang sederhana dan didominasi kayu dan papan, dindingnya juga terbuat dari bilik bambu dan sedikit tembok. Masjidnya tidak terlalu luas namun terasa adem sekali karena bangunannya berbahan utama kayu juga karena dikelilingi oleh berbagai pohon dan tanaman. Masjid tersebut berada di area resto sunda yang cukup luas dengan tanah yang cukup miring sehingga dibuat menjadi beberapa undakan. Mereka senang dan heboh sekali bermain dan berlarian di sekitaran masjid karena banyak hal yang bisa mereka lihat dan mereka sentuh seperti kolam ikan aneka warna, tanaman dengan berbagai macam bunga dan kebun stroberi.
Pernah juga mereka bermain di sebuah masjid di area kampus saat ibunya ada kegiatan disana. Masjidnya sangat adem meski tanpa AC, lantainya dibuat dari pernis kayu dan dindingnya juga berbahan kayu yang bisa dibuka saat jamaah membludak. Pelatarannya ditumbuhi oleh rumput yang nampak terawatt, dan selasarnya selalu dipenuhi oleh orang-orang yang melingkar setiap saat. Ibunya bercerita kalau masjid itu adalah masjid yang selalu ramai dan tidak pernah sepi dari jamaah juga dari orang-orang yang melingkar. Siapapun bisa berkunjung dan melingkar disana. Masjid tersebut juga selalu menyediakan air minum untuk jamaah dan menyediakan kurma untuk takjil setiap hari senin, kamis dan setiap hari di bulan Ramadan. Ada kalanya jamaah juga digratiskan makan nasi beserta lauknya di kantin dekat masjid, yang memang dikelola oleh yayasan yang sama, saat bulan Ramadan. Di sepuluh malam terakhir, jamaah juga diperbolehkan menginap dan beri’tikaf disana. Pihak pengelola masjid biasanya menyediakan kasur dan makan sahur untuk jamaah, namun jumlahnya terbatas karena tempat dan kasurnya masih sedikit. Nia sangat tertarik mendengar cerita ibunya itu dan jadi membayangkan bila suatu saat ia akan menginap dan i’tikaf Ramadan disana.
- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day28
- Jumlah Kata 408
Ada yang bilang Ramadan adalah bulan latihan. Bulan untuk melatih manusia yang terbiasa memenuhi keinginannya segera saat itu juga, sesederhana segera makan saat lapar atau segera minum saat haus, atau bahkan yang lebih rumit dari itu. Sebagaimana fungsinya tersebut, di bulan Ramadan ada begitu banyak kajian yang diselenggarakan, baik di masjid-masjid, madrasah atau di berbagai tempat lain yang memungkinkan.
Ibu Nia dan Fitri bercerita bahwa semasa kecilnya, ia terbiasa mengikuti kajian yang bernama kuliah subuh di masjid pesantren tempat ia biasa mengaji. Kajian di isi oleh penceramah yang berbeda setiap harinya, dan ia harus menuliskan isi ceramah tersebut di buku catatan yang diberikan sekolah sebagai tugas khusus di bulan Ramadan. Selesai ceramah, ia meminta tanda tangan dari penceramah sebagai bukti bahwa ia memang benar-benar hadir di majlis tersebut. Demikian seterusnya hingga Ramadan berlalu dan ia harus menyerahkan buku tersebut pada bapak atau ibu gurunya di sekolah, untuk di lihat dan kemudian diberi nilai.
Zaman berubah dan terus berkembang, dan pandemi yang terjadi membuat kajian-kajian di masa awal-awal puasa Nia dan Fitri tidak lagi bisa mengikuti kajian offline sebagaimana dialami dan diceritakan ibu mereka. Mereka hanya bisa mengikuti kajian yang diteruskan secara online via media sosial dari berbagai masjid atau majlis atau ada juga yang diselenggarakan hanya secara virtual atau online. Tidak hanya sebatas kajian keagamaan di bulan Ramadan, bahkan kelas pengayaan apapun yang Nia ikuti sejak pandemi memang lebih banyak dilakukan secara online. Ada kemudahan dari kajian online itu karena bisa diikuti dimanapun dan kapanpun namun juga tetap dirasa ada kurangnya, terlebih karena memang interaksi dengan guru dan temannya menjadi terbatas atau bahkan bisa dibilang tidak ada sama sekali.
Ramadan ini Nia tidak mengikuti kelas kajian khusus anak-anak selain jadwal mengaji tahsin dan tahfidz rutinnya yang terjadwal dua kali dalam sepekan. Namun, setiap selesai salat subuh dan mengaji tadarus sebanyak satu juz, ia rutin ikut serta mendengarkan kajian yang diikuti ibunya. Setiap selesai subuh, selesai ibunya mengajari adiknya mengaji Al-Quran, ia menyalakan zoom untuk gabung di kajian rutin itu.
Kajian rutin yang diikuti Nia dan ibunya itu berisi tentang bahasan kisah 25 Nabi dan Rasul, dan diikuti dengan pembahasan kisah untuk mengkaji hikmah dan ibroh dari kisah tersebut. Nia menikmati kajian tersebut karena ia memang senang membaca buku-buku siroh bahkan buku yang tebal sekalipun, yang ternyata merupakan satu dari dua buku rujukan yang dipakai oleh penceramah di kajian tersebut. Penceramah di kajian tersebut hanya ada satu dan ia mengisi kajian tersebut terus menerus setiap harinya selama Ramadan itu.- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day29
- Jumlah Kata 424
Awalnya Nia hanya mengikuti kajian itu tanpa sengaja karena ia baru selesai tadarus di samping ibunya yang sedang bersiap menunggu kajian dimulai. Ia melihat ibunya selalu mencatat setiap pemaparan penceramah dan memindai semua slide yang di share penceramah via zoom’s screen. Ia melihat slide yang dipindai berisi silsilah Nabi yang sedang dibahas, kadang bisa berupa silsilah tersendiri atau bisa juga berkaitan antara Nabi yang satu dengan lainnya. Selain melihat slide yang dipindai, Nia juga kadang melihat apa yang dicatat ibunya. Akhirnya keesokan harinya ia jadi tertarik mengikuti kajian. Ia ikut mendengarkan pemaparan kisah yang disampaikan penceramah, melihat slide yang dipindai ibunya dan apa-apa yang juga dicatat ibunya. Ada kalanya kajian berlangsung hanya satu jam saja namun seringnya kajian berlangsung hampir dua jam karena diskusi yang berlangsung diramaikan oleh banyak pertanyaan dari peserta kajian. Biasanya, Nia hanya mengikuti pemaparan kisah yang berlangsung selama kurang lebih setengah jam, selebihnya ia membaca buku bacaannya atau sepedaan di teras rumah.
Nia senang mengikuti kajian tersebut karena bahasan sejarah yang disukainya juga karena penyampaian kisah juga disampaikan dengan jelas dan lugas, meski ia kadang merasa tidak begitu paham saat membahas kajian psikologi dari kisah-kisah tersebut. Ibu Nia bercerita bahwa kajian itu mendapat antusias yang tinggi dari orang-orang. Semua orang berburu dan cepat-cepat masuk zoom meeting yang seat-nya terbatas jauh sebelum acara dimulai, misal setengah jam sebelum acara dimulai. Ibunya saja seringkali meng-klik link zoom yang diberikan padahal ia baru selesai salat Subuh, dan kadang panitia belum membukaroom meeting. Saking antusiasnya peserta mengikuti kajian, suatu ketika pernah semua seat sudah terisi padahal penceramah belum masuk dan jadi tidak bisa masuk karena room sudah penuh, alhasil panitia mengeluarkan salah satu rekannya sehingga penceramah bisa masuk. Ibunya juga bercerita bahwa penceramah tersebut adalah guru sejak dulu zaman ibunya di kampus. Penceramah tersebut rutin mengadakan roadshow dan memberikan kajian gratis setiap Ramadan, termasuk kajian setiap ba’da Subuh yang diikutinya itu.
Sejak mengikuti kajian itu, Nia merasakan keseruan dan asyiknya mengikuti kajian. Ia berharap di lain waktu ia bisa mengikuti berbagai kegiatan kajian serupa dimanapun, terutama untuk anak-anak, baik di bulan Ramadan atau bahkan di luar Ramadan. Ibunya pernah juga menceritakan keseruan acara kajian anak-anak yang katanya sering diadakan di masjid-masjid dan madrasah, namun memang sejak pandemi datang semuanya berubah menjadi kajian online, sehingga masjid-masjid menjadi sepi. Banyak juga orang yang merasa khawatir dan ketakutan anak-anaknya terpapar wabah sehingga tidak mengijinkan anaknya berkegiatan di luar, termasuk yang dialami Nia juga yang belum diperbolehkan mengaji secara offline. Nia berharap pandemi segera berlalu dan ia bisa beraktivitas sebagaimana dahulu ia biasa berkegiatan di luar rumah.- Sarapan Kata KMO Club Batch 44
- Kelompok 1 (Arena Aksara)
- Day30
- Jumlah Kata 457
Penanggalan Ramadan itu biasanya berlangsung selama dua puluh Sembilan atau tiga puluh hari. Selama sebulan penuh muslim dan muslimah di dunia diwajibkan puasa terkecuali ada udzur syar’i semisal sakit atau haid bagi perempuan yang sudah dewasa. Selama itu pula Nia dan Fitri belajar puasa. Awal belajar puasa, baik Nia maupun Fitri kadang hanya berhasil puasa sampai Duhur atau Asar. Lama-lama setelah terbiasa mereka berhasil puasa penuh sehari dua hari hingga akhirnya berhasil puasa sebulan penuh.
Puasa Ramadan itu meski sudah terbiasa bukan berarti adalah hal mudah, tetap saja ada tantangan yang dihadapi. Namun begitu kesadaran beragama membuat semua bisa dilalui dan justru memunculkan adanya kebanggaan dan rasa bahagia yang hadir saat berhasil melakukannya. Begitu juga yang dialami Nia, saat puasa ada kalanya lapar, haus dan Lelah melanda namun ia tetap berusaha hingga berhasil. Setelah berhasil melaksanakan puasa full dalam sehari ada rasa bahagia dan bangga yang dirasakannya saat menyambut buka puasa. Begitu pula saat berhasil melaksanakan puasa sebulan penuh, ada haru dan juga bahagia saat menyambut malam takbir dan hari raya. Bahagia karena berhasil melalui puasa Ramadan, dan haru karena berpisah dengan bulan Ramadan.
Suatu waktu, ibu Nia bercerita pada Nia bahwa pahala puasa Ramadan itu bisa digenapkan dengan amalan lain sehingga membuat pahalanya setara dengan puasa setahun penuh. Amalan itu adalah puasa selama enam hari di bulan Syawal. Utamanya dilaksanakan secara berturut-turut selama enam hari namun bisa juga dilakukan secara selang-seling, asalkan tetap dilakukan di bulan Syawal. Mendengar penjelasan ibunya tersebut, Nia menjadi tergiur dengan pahalanya. Namun demikian, puasa di bulan Syawal itu sebenarnya lebih sulit dan banyak godaannya. Jika di bulan Ramadan semua orang berpuasa, maka di bulan Syawal itu kebanyakan orang malah berbuka dan hanya sedikit saja yang berpuasa. Selain itu, di bulan Syawal itu godaan muncul juga karena biasanya masih banyak kue-kue lebaran yang tersaji dan juga kadang masih banyak agenda kumpul keluarga yang biasanya disertai acara makan-makan.
Nia bertekad untuk berpuasa di bulan Syawal itu. Ia mengatakan hal tersebut pada ibunya, dan ibunya mengatakan akan menemaninya untuk puasa sunnah tersebut. Agar puasanya dobel pahala, ibunya mengajak Nia untuk berpuasa Syawal di hari Senin dan Kamis di setiap pekan di bulan Syawal. Satu pekan dilalui hingga akhirnya di pekan ketiga, Nia berhasil menyelesaikan puasa sunnah Syawal tersebut, dan ia bahagia karena berhasil melakukan amalan sunnah penggenap pahala Ramadan tersebut. Ia kemudian ingat bahwa tak lama lagi akan tiba bulan Dzulhijah atau biasa dikenal dengan sebutan bulan Haji. Bulan dilaksanakannya Idul Adha yang biasa diawali dengan puasa Sunnah juga dari tanggal satu hingga tiba hari Arafah di hari ke Sembilan. Ia berencana akan melaksankan puasa juga pada saatnya nanti, dan ia berbinar bahagia saat membayangkan hari itu tiba. Ia yakin dibalik kesulitan dan kepayahannya melaksanakan amalan puasa sunnah itu akan tiba rasa bahagia setelahnya.